Annual Report 2013 Program Pengkajian dan Penerapan TeknologiLingkungan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam peradaban manusia. Untuk setiap pertumbuhannya, tanaman memerlukan zat

Insektisida sintetik dianggap sebagai cara yang paling praktis untuk

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida

I. PENDAHULUAN. ketersediaan beras di suatu daerah. Salah satu hal yang mempengaruhi

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

BAB III METODE PENELITIAN

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nama : Irritant. Lambang : Xi. Contoh : NaOH, C 6 H 5 OH, Cl 2. Nama : Harmful. Lambang : Xn

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... xi

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional merupakan program pelayanan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

diteliti untuk melihat kandungan kimia dan khasiat dari tanaman tersebut. Tanaman yang digunakan sebagai antidiabetes diantaranya daun tapak dara

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

Pengembangan Pemanfaatan Kulit Batang Gemor (Alseodaphne spp) Sebagai Alternatif Bahan Krim Anti Nyamuk Alami

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Februari 2014 bertempat di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar atau sekitar 80%, menyerang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang. disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

TUGAS KETEKNIKAN SISTEM ANALISA KUANTITATIF PRODUKSI BIOETANOL

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol

HASIL DAN PEMBAHASAN

Resistensi OPT terhadap Pestisida

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PESTISIDA ALAMI ALKALOID DENGAN EKSTRAK KECUBUNG PASTI MANJUR DAN AMAN

Teknologi Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB III METODE PENELITIAN

KERACUNAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH BAHAN PENGAWET KAYU

F. Pengendalian Kimiawi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50)

UJI TOKSISITAS EKSTRAK BIJI KLUWAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Kotamadya Surabaya, di Jawa Timur, dan di seluruh Indonesia diperhitungkan sebesar Rp. 1,5 milyar per hari.

Transkripsi:

KARAKTERISASI EKSTRAK DAN FRAKSI AKTIF KELUWAK (PANGIUM EDULE REINW) SEBAGAI PEMBASMI KUTU RAMBUT PENGGANTI LINDANANALISIS POTENSI DAMPAK LINGKUNGAN, PRODUKSI DAN PEMANFAATANNYA Amita I. Sitomurni Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta 10340 e-mail: amita_is@yahoo.com PENDAHULUAN Pada tahun 2009, Indonesia telah melarang produksi dan mengurangi penggunaan senyawa-senyawa Persistent Organic Pollutants (POPs) POPs seperti dituangkan dalam UU No. 19/2009 tentang pengesahan Konvensi Stockholm setelah Indonesia meratifikasi Konvensi tersebut. Sebagai negara anggota, Indonesia harus menaati pengelolaan senyawa-senyawa POPs yang diatur dalam Konvensi dimana Konvensi ini merupakan instrumen yang mengikat secara hukum bagi semua Para Pihak untuk menempuh berbagaiupaya dalam rangka mengurangi atau menghentikan lepasan POPs. Upaya tersebut termasuk peraturan yang berkenaan dengan produksi, impor, ekspor, penggunaan, pembuangan, dan lepasan POPs. Konvensi juga mewajibkan pemerintah mengenalkan teknik terbaik yang tersedia (BAT, best available techniques) dan penerapan pengelolaan lingkungan hidup terbaik (BEP, best environmental practices) untuk menggantikan POPs yang adasekaligus mencegah pembentukan POPs yang baru. Untuk 109

senyawa-senyawa POPs yang tidak boleh dipergunakan lagi, sudah seharusnya dicarikan senyawa-senyawa pengganti dengan fungsi yang sama tetapi aman bagi kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan. Salah satu bahan polutan organik persisten yang menjadi perhatian untuk dicarikan penggantinya adalah Lindan. Lindan merupakan senyawa anti serangga yang tidak boleh diproduksi lagi tetapi pengecualian diberikan untuk penggunaan di bidang kesehatan. Di India, Lindan biasa digunakan untuk membasmi hama tanaman terutama padi, sehingga padi di India banyak yang tercemar Lindan. Sedangkan di Indonesia, Lindan dikemas dengan konsentrasi tertentu dan digunakan sebagai obat pembasmi kutu rambut yang terutama menyerang anak-anak. Dengan berlakunya Konvensi Stockholm, maka Indonesia tidak diperbolehkan memroduksi Lindan dan harus membatasi penggunaannya hanya untuk pembasmi obat kutu rambut. Keadaan ini nantinya akan membawa pada keterbatasan Lindan sebagai bahan baku obat pembasmi kutu rambut tersebut. Maka, sebelum Lindan benar-benar dihapuskan pemakaiannya atau sebelum persediaannya habis, perlu dicari bahan atau senyawa penggantinya yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan lindan sebagai senyawa toksik menengah akut pada manusia dan bersifat polutan organik yang mudah terakumulasi dalam jangka panjang di lingkungan. Sejak November 2006, lindan dilarang digunakan di 52 negara dan dibatasi penggunaannya di 33 negara lainnya. Bagaimanapun, di Amerika Serikat, lindan masih diperbolehkan digunakan dalam terapi lini kedua untuk mengatasi kutu rambut dan 110

skabies. Sebagai pilihan pertama, penggunaan krim permetrin dan losion malathion lebih dianjurkan. EPA dan WHO keduanya mengaklasifikasikan lindan sebagai moderately acutely toxic. Lindan memiliki LD50 dengan portal of entri melalui oral 88-190 mg / kg berat badan tikus, 100-127 mg / kg pada kelinci percobaan, dan 200 mg / kg pada kelinci dan portal of entri kulit sekitar 500 to 1000 mg/kg pada tikus uji, 300 mg/kg pada tikus putih, 400 mg/kg pada guinea pigs, dan 300 mg/kg pada kelinci. Semua efek yang merugikan terhadap kesehatan manusia yang berasal dari lindan berhubungan dengan penggunaannya dalam pertanian dan paparan kronis pada petani. Pekerja mungkin terpapar produk melalui penyerapan kulit dan melalui inhalasi jika ditangani secara tidak benar. Lotion (10%) yang diterapkan untuk kudis telah mengakibatkan keracunan parah di beberapa anak-anak dan bayi. Hal ini dilaporkan bahwa dari 120 mg / kg lindan yang digunakan menghambat kemampuan sel-sel darah putih untuk menyerang dan membunuh bakteri asing dalam darah tikus, dan 60 mg / kg menghambat pembentukan antibodi serum albumin manusia. Tidak jelas apakah efek ini hanyalah sementara, atau untuk berapa lama mungkin akan berlangsung. Salah satu alternatif pengendalian yang efektif terhadap hama serangga sasaran dan aman bagi lingkungan ialah insektisida botani (bahan insektisida dari tumbuhan). Insektisida golongan tersebut cukup potensial untuk diterapkan karena insektisida tersebut umumnya cukup aman, dan mudah terurai di lingkungan sehingga tidak dikhawatirkan akan meninggalkan residu yang beracun. Selain itu, insektisida botani yang disiapkan sendiri oleh pengguna memiliki peluang yang baik untuk diterapkan dalam upaya pemberantasan 111

hama serangga. Dengan demikian, penggunaan insektisida botani diharapkan dapat mengurangi berbagai dampak ekologi yang ditimbulkan oleh penggunaan insektisida sintetik seperti yang disebutkan di atas. Setiap bahan kimia dari tumbuhan yang dapat mengakibatkan satu atau lebih pengaruh biologi terhadap organisme pengganggu dan memenuhi syarat untuk digunakan dalam pengendalian, disebut racun nabati. Racun nabati yang telah banyak diketahui termasuk kelompok insektisida nabati, yaitu kelompok racun nabati yang sasarannya hama serangga. Maka, pokok bahasan dalam kegiatan ini adalah insektisida nabati. Setelah mengetahui dampak pemakaian lindan, yaitu bahan anti serangga yang termasuk senyawa POPs yang juga dapat dimanfaatkan sebagai pembasmi kutu rambut tetapi berbahaya terutama bagi anak-anak tersebut, maka melalui kegiatan Pengembangan Teknologi Pengendalian POPs yang secara substansi melakukan Karakterisasi Ekstrak dan Fraksi Aktif Keluwak (Pangium Edule Reinw) Sebagai Anti Kutu Rambut Pengganti Lindan dan Analisis Potensi Dampak Lingkungan Produksi dan Pemanfaatannya, diharapkan dapat diperoleh kondisi optimum pemanfaatan bahan anti kutu rambut pengganti lindan yang aman bagi kesehatan manusia serta kelestarian lingkungan. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan dari kegiatan Pengembangan Teknologi Pengendalian POPs ini adalah untuk melakukan karakterisasi ekstrak dan fraksi keluwak sebagai bahan baku anti kutu rambut untuk menggantikan 112

bahan baku kimiawi, lindan yang termasuk senyawa persistent organic pollutans (POPs). Sasaran kegiatan ini adalah untuk : a. Mendapatkan karakteristik ekstrak dan fraksi buah keluwak yang aman untuk digunakan manusia sebagai bahan baku anti kutu rambut untuk penyubstitusi Lindan. b. Mengetahui potensi dampak lingkungan produksi dan pemanfaatan ekstrak keluwak pengganti Lindan sebagai obat pembasmi kutu rambut (serangga). Metodologi yang digunakan untuk mencapai sasaran kegiatan ini meliputi: studi literatur, survey untuk mendapatkan sumber bahan baku penelitian (buah keluwak) dan survey sarana prasarana laboratorium yang memadai untuk melakukan ekstraksi dan fraksinasi buah keluwak serta analisisnya, melakukan penelitian di laboratorium dan melakukan kajian potensi dampak lingkungan produksi dan pemanfaatan keluwak sebagai bahan baku anti serangga, pembasmi kutu rambut. HASIL KEGIATAN Kegiatan ini telah menghasilkan ekstrak dan fraksi keluwak yang relatif efektif mematikan kutu rambut. Ekstrak yang diperoleh dianalisis kandungan metabolit sekundernya dengan skrining fitokimia dan diperoleh hasil kandungan golongan metabolit sekunder terdiri dari flavonoid, quinon dan steroid/ terpenoid. Ekstraksi daging buah keluwak dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut air dan etanol. Kemudian ekstrak yang dihasilkan diuji toksisitasnya terhadap mata, kulit 113

(menggunakan hewan percobaan, kelinci) dan oral (menggunakan hewan uji tikus) serta diuji efektifitasnya terhadap hewan uji kutu rambut. Hewan percobaan kelinci dan tikus dipilih sesuai standard percobaan yang umum berlaku, sedang hewan percobaan kutu rambut yang belum ada standardnya diambil dan dipilih yang besar (dewasa) secara acak dari beberapa orang dengan rentang umur yang cukup lebar dari anak-anak sampai orang dewasa (10 th 40 th). Hasil uji toksisitasnya menunjukkan bahwa ekstrak keluwak baik dengan pelarut air maupun etanol, aman untuk digunakan karena tidak memberikan indikasi iritasi terhadap mata dan kulit hewan uji. Begitu juga dengan uji toksisitas oral akut, ekstrak keluwak dengan dosis 2000 mg/ kg berat badan hewan uji tidak menyebabkan gangguan bahkan kematian. Dosis tersebut merupakan dosis maksimum obat. Diperkirakan LD50 lebih besar dari 2000 mg/ kg berat badan. Sementara, hasil uji efektifitas ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak keluwak-etanol lebih efektif daripada ekstrak keluwak-air. Fraksinasi kemudian dilakukan terhadap ekstrak keluwak yang lebih aktif yaitu ekstrak keluwak etanol dan diperoleh beberapa fraksi yang kemudian digolongkan menjadi 5 fraksi berdasarkan kemiripan sifat-sifat kimianya, dimana setelah dilakukan uji efektifitas, fraksi yang paling efektif membasmi kutu rambut adalah yang bersifat semi-polar (difraksinasi menggunakan eluen etil asetat - metanol dengan perbandingan 70:30). Keseluruhan uji efektifitas dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan keluwak 10 ppm, 100 ppm dan 1000 ppm dan diperoleh konsentrasi efektif adalah 1000 ppm (0,1% w/v). Dengan konsentrasi keluwak 0,1% tersebut, kutu mati 100% dalam waktu 240 menit. Berdasarkan hasil penelitian tentang efek dari essential 114

oil: tea tree oil dan nerolidol terhadap pediculus capitis (kutu rambut) yang dilakukan oleh Di Campli (2012), diperoleh konsentrasi efektif tea tree oil sebesar 1% dimana kutu mati 100% dalam waktu 30 menit dan ini lebih efektif daripada efek nerolidol 2% yang menyebabkan kutu mati sebanyak 33% dalam waktu 120 menit. Dari perbandingan hasil tersebut, dapat diperkirakan bahwa fraksi keluwak lebih efektif daripada tea tree oil. Semua uji efektifitas dilakukan dengan kontrol negatif (tanpa larutan keluwak) dan dengan kontrol positif (menggunakan lindan 0,5% yang ada dalam produk Peditox). Hewan uji yang dipaparkan lindan 0,5% akan mati 100% dalam waktu 2,5 menit. MANFAAT KEGIATAN Manfaat kegiatan ini adalah untuk memberikan alternatif bahan pembasmi kutu rambut yang aman bagi kesehatan manusia yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan pembasmi kutu rambut yang banyak dipakai di Indonesia saat ini (lindan), tetapi bersifat toksik dan termasuk bahan POPs yang tidak boleh diproduksi lagi. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI kesimpulan dari kegiatan ini adalah: a. Daging buah keluwak berpotensi untuk diproses menjadi bahan baku obat pembasmi kutu rambut, dimana bahan ini aman bagi kesehatan manusia, sebagai pengganti bahan baku kimiawi (Lindan) yang berbahaya dan banyak dipakai di Indonesia saat ini. b. Dari uji efektifitas, diketahui bahwa ekstrak keluwak-etanol lebih efektif daripada ekstrak keluwak-air dan fraksi teraktif 115

c. dari ekstrak keluwak-etanol adalah fraksi yang bersifat semi-polar (difraksinasi menggunakan eluen etil asetat metanol dengan perbandingan 70:30). Hasil uji toksisitas memperlihatkan bahwa ekstrak keluwak-etanol aman digunakan pada manusia tanpa dampak iritasi pada mata dan kulit serta aman apabila sampai tertelan sebanyak 2000 mg/ kg berat badan, dimana dosis ini sudah melebihi dosis maksimal pada pemberian obat. Rekomendasi yang diberikan: a. Masih perlu dilakukan percobaan-percobaan dengan konsentrasi ekstrak/ fraksi keluwak-etanol lebih tinggi (1% 2%) untuk mendapatkan efektifitas yang lebih baik. b. Untuk sampai dalam tahap komersialisasi, beberapa step proses masih harus dilalui, yaitu: tahap formulasi, tahap feasibility study produksi, tahap industrialisasi. c. Dari hasil kajian potensi dampak lingkungan produksi dan pemanfaatan keluwak sebagai bahan baku obat pembasmi kutu rambut diperkirakan bahwa produksi bahan baku obat berbasis keluwak ini belum feasible tetapi produksinya aman terhadap lingkungan. d. Peluang lain yang dapat dilakukan adalah membuat formulasi sederhana yang dapat dilakukan oleh UKM/ IKM, terutama apabila secara industri, pembuatan bahan baku pembasmi kutu rambut berbasis buah keluwak ini belum feasible. 116

DOKUMENTASI FOTO KEGIATAN Gambar 1. Pengupasan buah keluwak Gambar 2. Buah keluwakyang terfermentasi berwarna coklat 117

Sentrifugasi 4000 rpm, 30 menit dan penyaringan Freeze and thawing (pembekuan dan pencairan) Hasil maserasi menggunakan pelarut aquades Ekstrak setelah proses freeze and thawing Ekstrak setelah proses sentrifugasi dan penyaringan Gambar 3. Percobaan uji efektifitas ekstrak keluwak etanol-air terhadap kutu rambut manusia Gambar 4. Pengujian efektifitas ekstrak keluwak etanol-air terhadap kutu rambut manusia 118

Jam ke-1 Ekstrak Etanol Jam ke-24 EkstrakEtanol Jam ke-48 Jam ke-72 Ekstrak Etanol Ekstrak Etanol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Gambar 5. Hasil pengamatan uji iritasi mata akut ekstrak keluwak etanol Gambar 6. Hasil pengamatan uji iritasi derma l/ kulit akut 119