PENGARUH EL NINO 1997 TERHADAP VARIABILITAS OZON TOTAL INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Musim Hujan. Musim Kemarau

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

El-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA EL-NINO AND ITS EFFECT ON RAINFALL IN MANADO NORTH SULAWESI

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

ANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN TAHUN 2015/2016

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali 80361, Indonesia. Abstrak

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

ANALISIS VARIABILITAS TEMPERATUR UDARA DI DAERAH KOTOTABANG PERIODE

ANALISIS KEJADIAN EL NINO TAHUN 2015 DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN TITIK API DI WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN, INDONESIA

Angin Meridional. Analisis Spektrum

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

KONSISTENSI ANGIN ZONAL TERHADAP POSISI ITCZ UNTUK MENENTUKAN ONSET MONSUN

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN I FEBRUARI 2018

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

Isu Kiamat 2012 : Adakah Siklus Lima Belas Tahunan Akan Berperan Aktif Kembali Disana?

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

I. INFORMASI METEOROLOGI

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

MENGHITUNG DIPOLE MODE INDEX (DMI) DAN KORELASINYA DENGAN KONDISI CURAH HUJAN

VARIABILITAS TEMPERATUR UDARA PERMUKAAN WILAYAH INDONESIA BERDASARKAN DATA SATELIT AIRS

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

UPDATE DASARIAN III MARET 2018

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK

I. INFORMASI METEOROLOGI

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT, ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I FEBRUARI 2017

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE MARET 2017)

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE SEPTEMBER 2017)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE FEBRUARI 2017)

PERINGKAT TERPANAS KE-8: SUHU ATMOSFER GLOBAL TAHUN 2008

Transkripsi:

PENGARUH EL NINO 1997 TERHADAP VARIABILITAS OZON TOTAL INDONESIA Erma Yulihastin Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN Email: erma@bdg.lapan.go.id; erma.yulihastin@gmail.com ABSTRACT This research was conducted to study the influence of El Nino in 1997 to the total ozone variability over Indonesia within 1997-2005. The global ozone data from the TOMS (Total Ozone Mapping Spectrometer) of the NASA satellite during 1997-2005 over Indonesia (90W-150E, 12.5S-12.5N) has been extracted. Time series data showed that the total concentration of monthly average ozone varies from 242 to 275.38 (Dobson Units). The highest concentration occurred in September-October and the lowest in December-January. The total concentration of ozone in Indonesia increased during the strong El Nino, which reached 275.38 DU. Results also showed that during the weak El Nino, namely, in 2002 and 2004, also increased in September which were 271.40 and 274.64 respectively. When El Nino did not occurred, namely in 2001, 2003, and 2005, the highest concentrations of ozone in September were: 270.06, 268.14, 262.68 DU respectively. The region of Indonesia was influenced by strong El Nino during September- October 1997 namely Halmahera, North Sulawesi, and North Papua with ozone concentration of 282-294 DU. Other region of Indonesia, ozone concentration increased 286-290 DU, namely North Sulawesi, Central Sulawesi, Maluku. Keywords: El Nino, Variability, Total ozone ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh El Nino 1997 terhadap variabilitas ozon total Indonesia 1997-2005. Data ozon global dari TOMS (Total Ozone Mapping Spectrometer) Satelit NASA pada rentang tahun 1997-2005 diekstrak untuk wilayah Indonesia (90W-150E, 12.5S-12.5N). Hasil plot deret waktu menunjukkan bahwa konsentrasi ozon total rata-rata bulanan bervariasi antara 242 hingga 275.38 (Dobson Units). Konsentrasi tertinggi terjadi pada Bulan September-Oktober dan terendah terjadi pada Bulan Desember-Januari. Konsentrasi ozon total di Indonesia meningkat pada saat terjadi El Nino kuat, yakni mencapai 275.38 DU. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada tahun terjadi El Nino lemah, yakni tahun 2002 dan 2004, konsentrasi ozon juga meningkat pada Bulan September yakni berturut-turut 271.40 dan 274.64 DU. Pada tahun-tahun tidak terjadi El Nino, yaitu 2001, 2003, 2005, konsentrasi ozon tertinggi berturut-turut pada September adalah: 270.06, 268.14, 262.68 DU. Wilayah di Indonesia yang dipengaruhi El Nino kuat selama September- Oktober 1997 adalah Halmahera, Sulawesi Utara, dan Papua Utara dengan konsentrasi ozon sebesar 282-294 DU. Pada wilayah lainnya konsentrasi juga meningkat menjadi 286-290 DU, yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku. Kata kunci: El Nino, Variabilitas, Ozon total 75

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 2 Juni 2009 : 75-85 1 PENDAHULUAN Salah satu bukti terjadinya dinamika di atmosfer adalah terbentuknya variabilitas konsentrasi ozon total di wilayah tropis. Konsentrasi ozon total merupakan jumlah total konsentrasi ozon di troposfer dan stratosfer yang diukur melalui satelit. Konsentrasi tersebut bervariasi dengan pola yang memiliki satu titik minimum dan satu titik maksimum dalam waktu setahun. Pola ini secara teratur berulang dari tahun ke tahun sehingga dinamakan variabilitas antar-tahunan (inter-annual variability) (Singh et. al., 2008). Variabilitas antar-tahunan di belahan bumi utara menunjukkan bahwa pada musim panas (Juni-Juli) konsentrasi ozon mencapai maksimum sedangkan konsentrasi ozon terendah terjadi pada musim dingin (Februari- Maret) (Sarkar and Singh, 2000). Ozon paling banyak terbentuk di wilayah ekuator, namun konsentrasi ozon paling besar terdapat di wilayah kutub karena pengaruh dinamika atmosfer (Kaye and Jackman, 1995). Dinamika atmosfer berupa pergerakan angin di stratosfer dan troposfer ini juga yang telah berperan penting dalam memindahkan dan menyebarkan ozon dari wilayah tropis menuju lintang menengah dan lintang yang lebih tinggi (Akinyemi, 2007). Ozon merupakan salah satu komponen gas di atmosfer yang memiliki peranan sangat penting. Sebab, ozon di stratosfer berperan sebagai pelindung bumi dari radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 280-320 nm yang berbahaya bagi kehidupan. Penipisan konsentrasi ozon akan mengakibatkan penyakit kanker kulit pada manusia, hewan dan kerusakan pada tumbuhan. Distribusi ozon di atmosfer tidak homogen dengan konsentrasi ozon terbesar terdapat pada ketinggian 25 sampai 40 km yang disebut lapisan stratosfer. Lapisan stratosfer mengandung 90 % dari total ozon yang terdapat di atmosfer. (Ambarsari, 2009). Selain itu, 10 % ozon terdapat di lapisan troposfer yang disebut sebagai ozon troposfer atau ozon permukaan. Meskipun sama-sama memiliki senyawa kimia O 3, tapi keberadaan ozon di permukaan merupakan polutan yang berbahaya dan bersifat merusak (Akinyemi, 2007). Sementara itu, El Nino Southern Oscillation (ENSO) atau osilasi selatan merupakan fenomena osilasi yang terjadi di atmosfer dan lautan karena interaksi dinamis antara atmosfer dan lautan di Samudra Pasifik ekuator. Osilasi selatan diungkap pertama kali oleh Sir Gilbert Walker pada awal abad ke-20, ketika ia menemukan bahwa tekanan permukaan laut (sea level pressure) di Samudra Pasifik Ekuator melemah. Kini, penemuan Walker tersebut dinamakan Southern Oscillation Index, yang memperlihatkan perbedaan tekanan antara Tahiti di Pasifik Tengah dan Darwin di Australia Utara (Robinson and Henderson, 1999). Jika tekanan di Darwin lebih besar daripada Tahiti, maka terbentuklah angin barat yang menuju Pasifik atau menjauhi Indonesia. Pada saat itu terjadilah El Nino atau disebut juga fase panas karena terjadi peningkatan temperatur permukaan laut di Pasifik Ekuator. Akibat terjadinya El Nino, Indonesia mengalami kekeringan karena angin zonal di atas Indonesia tertarik ke wilayah timur (Pasifik barat). Lalu, apa kaitan antara El Nino dan konsentrasi ozon total? Seperti dijelaskan, ENSO merupakan penyimpangan sistem atmosfer dan lautan dalam skala yang besar. Wilayah pengaruh ENSO meliputi sepuluh persen dari permukaan bumi (Robinson and Henderson, 1999). Sistem osilasi ENSO menjalar dari Samudra Pasifik Selatan menuju Samudra Atlantik melalui Afrika. Sistem ini terkait erat dengan fluktuasi arus laut yang kuat sehingga temperatur permukaan pun menyimpang. Sistem ini pun mengakibatkan kondisi atmosfer menjadi tidak normal dalam skala ruang yang luas. Kondisi yang tidak normal tersebut berpengaruh terhadap penyebaran 76

ozon di wilayah tropis (Akinyemi, 2007). Lagipula, El Nino diduga sebagai salah satu faktor penentu terbentuknya variabilitas kolom ozon total. Tiga faktor penentu lainnya adalah siklus tahunan, QBO (Quasi Biennial Oscillation), dan siklus matahari (Londhe, 2005). Di sisi lain, kejadian El Nino mengalami peningkatan selama sepuluh tahun terakhir. Sejak tahun 1990 sampai tahun 2000, telah terjadi 25 kali El Nino dengan intensitas sedang sampai kuat. Selain itu, terdapat kecenderungan peningkatan frekuensi dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, yaitu dengan kejadian El Nino tahun 1977/78, 1982/83, 1987, 1991/92, 1993/94, dan 1997/98 (Syahbuddin and Tri, 2007). Berdasarkan intensitasnya, El Nino yang terjadi pada 1997 merupakan El Nino terkuat selama 40 tahun terakhir yang mengakibatkan bencana kekeringan terparah di Indonesia selama periode 1997-1998. Kejadian El Nino tersebut bahkan telah mengubah komposisi atmosfer di stratosfer dan troposfer serta memindahkan polusi udara dari Asia menuju Eropa. Hal ini terjadi karena aktivitas konveksi di Asia Timur dan fenomena jet stream di wilayah subtropis meningkat (Hidayati dkk, 2003). Tulisan ini merupakan laporan penelitian yang dilakukan untuk melihat apakah El Nino 1997 berpengaruh terhadap variabilitas konsentrasi ozon total di Indonesia berdasarkan data selama periode waktu 1997-2005. 2 DATA DAN METODOLOGI Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data ozon total secara global dari TOMS (Total Ozone Mapping Spectrometer) keluaran Satelit NASA/GSFC, pada rentang tahun 1997-2005 yang diekstrak untuk wilayah Indonesia (90W-150E, 12.5S-12.5N). Sementara itu, data indeks ENSO berasal dari CPC (Climate Prediction Center) NCEP (National Center for Environmental Prediction) Satelit NOAA (National Ocean and Atmosphere Administration) yang diunduh dari tahun 1997-2005. Data konsentrasi ozon total dihasilkan dari pengukuran pada lokasi yang hendak diukur (insitu) berbasis teknologi penginderaan jauh. Teknik yang digunakan melalui pengukuran intensitas sinar ultra violet pada panjang gelombang yang sesuai dengan spektrum absorpsi ozon. Konsentrasi ozon total selanjutnya ditentukan dengan teknik Differential Optical Absorption Spectroscopy (DOAS). Instrumen yang digunakan untuk pengukuran langsung konsentrasi ozon total adalah Dobson Spektrometer. Satuan konsentrasi ozon yang diperoleh dinamakan Dobson Units (DU). Dimana 1 DU setara dengan 0.01 milimeter tebal lapisan ozon. Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini yakni mengunduh (download) data ozon total dunia (179.375W-179.375E, 89.5S-89.5N) dari TOMS (Total Ozone Mapping Spectrometer) Satelit NASA selama periode waktu 1995-2007. Data yang diunduh memiliki format txt dengan resolusi spasial 1.25 derajat bujur dan 1 derajat lintang seperti tampak pada Gambar 2-1. Tahap selanjutnya, melakukan pemotongan (cropping) data secara spasial untuk wilayah Indonesia (90W- 150E, 12.5S-12.5N) menggunakan piranti software Matlab. Karena format data ozon global tidak teratur seperti format data pada umumnya yang terdiri atas dua kolom dengan dua parameter [waktu, konsentrasi], maka diperlukan sedikit manipulasi pada skrip program di Matlab untuk melakukan pemotongan pada data ozon global tersebut sehingga data disajikan dalam bentuk bariskolom; di mana baris merepresentasikan lintang sementara kolom adalah bujur. Dengan memperhitungkan resolusi spasial lintang-bujur, maka baris dan kolom untuk ozon total wilayah Indonesia terdiri atas 26 baris (lintang) dan 50 kolom (bujur). 77

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 2 Juni 2009 : 75-85 Gambar 2-1: Contoh format data ozon total dari TOMS pada Oktober 1997 Gambar 2-2: Sajian data ozon global setelah dilakukan pemotongan untuk wilayah Indonesia pada Oktober 1997 Setelah data konsentrasi ozon total untuk wilayah Indonesia diperoleh, data ini dihitung rata-ratanya untuk seluruh wilayah Indonesia. Sehingga, diperoleh satu nilai konsentrasi ozon total tiap satu bulan. Karena rentang data pengamatan dari 1997 hingga 2005, dan terdapat 6 data bulanan yang kosong atau tidak lengkap, maka terdapat 102 nilai rata-rata bulanan konsentrasi ozon total. Tahap berikutnya, membuat grafik deret waktu konsentrasi ozon total Indonesia pada 1997-2005 dan mencari besaran regresi liniernya. Pada tahap ini, dibuat pula grafik indeks ENSO 1997-2005 beserta besaran regresi liniernya. Terakhir, membuat peta spasial konsentrasi ozon di Indonesia untuk melihat wilayah mana saja di Indonesia yang sensitif terhadap pengaruh El Nino. Hasilnya berupa peta sebaran konsentrasi ozon di Indonesia pada saat terjadi El Nino dan pada saat ENSO normal. Peta spasial ini diolah dengan software GrADS. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Deret Waktu Pola dan kecenderungan konsentrasi ozon total di wilayah Indonesia 1997-2005 ditunjukkan pada Gambar 3-1. 78

Ozon Total Indonesia 1997-2005 280.00 275.00 R 2 = 0.0002 270.00 Konsentrasi Ozon (DU) 265.00 260.00 255.00 250.00 245.00 240.00 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 910111 2 3 4 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 91011121 2 4 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Gambar 3-1: Konsentrasi ozon total Indonesia 1997-2005 Gambar 3-1 menunjukkan bahwa kecenderungan peningkatan konsentrasi ozon total di Indonesia dari tahun 1997-2005 adalah sebesar R = 0.014142 DU. Meski cenderung naik, tapi kenaikan konsentrasi ozon total di Indonesia tersebut sangat kecil. Gambar juga memperlihatkan bahwa konsentrasi ozon bervariasi dan membentuk suatu pola yang cukup teratur dari tahun ke tahun. Variasi ini disebut dengan variabilitas antar tahunan atau interannual variability (Singh et al., 2008). Jika diamati, selama setahun, grafik konsentrasi ozon memiliki satu nilai maksimum dan satu nilai minimum. Dalam pola keteraturannya tersebut, konsentrasi ozon mencapai nilai tertinggi pada Bulan September atau Oktober. Sementara nilai terendah ozon, terjadi di Bulan Desember atau Januari. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa konsentrasi ozon total di wilayah tropis meningkat pada saat terjadi musim panas dan menurun seiring terjadinya musim dingin (Kaye and Jackman, 1995). Untuk wilayah ekuator yang memiliki musim berdasarkan kadar curah hujan, yaitu musim kemarau dan musim hujan, ozon total lebih banyak dikontrol oleh posisi matahari. Pada saat terjadi ekinoks Matahari (Bulan Maret dan Bulan September), konsentrasi ozon cenderung meningkat dan mencapai puncak pada musim peralihan kemarau menuju hujan (September-Oktober). Sementara pada saat Matahari menjauhi ekuator menuju belahan Bumi Selatan (Desember posisi Matahari di titik balik selatan-solstice), konsentrasi ozon cenderung menurun dan berada di titik terendah pada puncak musim hujan (Desember-Januari). Pada musim kemarau, saat Matahari menjauhi ekuator menuju Kutub Utara (Juni posisi Matahari di titik balik utara-solstice), konsentrasi ozon kembali meningkat. Hal ini terjadi karena pada saat musim hujan, atmosfer mengandung banyak uap air. Uap air dalam jumlah besar ini berfungsi sebagai katalisator atau pembersih ozon. Karena semakin banyak uap air, maka semakin banyak radikal OH yang terbentuk. Radikal OH inilah yang berperan menguraikan ozon (Hidayati dkk., 2003). Pada saat terjadi El Nino kuat 1997, konsentrasi ozon pada Oktober 275.38 DU. Sementara itu, pada kejadian El Nino lemah September 2002 dan September 2004, konsentrasi ozon juga meningkat yaitu 271.40 dan 274.64 DU. Pada tahun-tahun tidak terjadi El Nino, yaitu 2001, 2003, 2005, konsentrasi ozon tertinggi berturut-turut pada September adalah: 270.06, 268.14, 262.68 DU. Jika mencermati Gambar 3-1 lebih teliti lagi, ditemukan dua data yang menyimpang dari pola data 1997-2005. Pada tahun 2002, konsentrasi maksimum tidak terjadi pada September-Oktober seperti data lainnya, melainkan April 2002 dan Juni 2005. Secara rinci, penyimpangan konsentrasi maksimum ozon tersaji dalam tabel berikut ini. 79

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 2 Juni 2009 : 75-85 Tabel 3-1: KONSENTRASI OZON MAKSIMUM (DU) DAN INDEKS NINO 3.4 1997-2005 Tahun Bulan Konsentrasi Indeks Ozon Maksimum (DU) Nino 3.4 Klasifikasi 1997 Oktober 275.38 +2.3 El Nino kuat 1998 September 269.53-1.1 La Nina sedang 1999 September 273.56-1.2 La Nina sedang 2000 September 268.01-1 La Nina sedang 2001 September 270.06 0 Normal 2002 April 273.87 +0.4 Normal 2003 September 268.14 +0.5 El Nino lemah 2004 September 274.64 +0.9 El Nino lemah 2005 Juni 270.03 +0.3 Normal Terlihat bahwa pada tahun 2002, konsentrasi ozon maksimum 273.87 DU tercapai pada bulan April. Sementara pada tahun 2005, konsentrasi ozon maksimum 270.03 terjadi pada bulan Juni. Kenapa penyimpangan ini dapat terjadi? Analisis terhadap kondisi suhu permukaan laut di wilayah Nino 3.4 dilakukan untuk mencari jawaban terhadap fenomena yang menyimpang ini. Apakah yang dimaksud wilayah Nino 3.4? Wilayah Nino 3.4 seperti tampak pada Gambar 3-2 berada di Samudra Pasifik ekuator bagian tengah (5 N- 5S; 120W-170W). Indeks Nino 3.4 menyatakan besar penyimpangan suhu permukaan laut di wilayah Nino 3.4 terhadap data klimatologis suhu permukaan laut di kawasan tersebut. Indeks Nino 3.4 menyatakan tiga keadaan yang mungkin terjadi, yaitu: ENSO normal dengan indeks 0.5 hingga +0.5, La Nina dengan indeks di bawah 0.5, dan El Nino dengan indeks di atas +0.5. Sedangkan, kondisi El Nino dan La Nina diperjelas lagi berdasarkan intensitasnya yaitu lemah, sedang, kuat. El Nino lemah jika indeks lebih besar dari +0.5 sampai +1.0. Disebut El Nino sedang jika lebih besar +1.0 sampai +1.4. Sementara El Nino kuat apabila indeksnya mencapai +1.5 atau lebih. Pengelompokan dengan cara yang sama diberlakukan pula untuk mengklasifikasikan La Nina lemah, sedang, kuat. Hal ini berdasarkan konsensus mengenai klasifikasi El Nino dan La Nina (Jan, 2007). Kecenderungan indeks Nino 3.4 tahun 1997-2005, grafiknya dapat dilihat pada Gambar 3-3. Gambar 3-2: Wilayah Nino 3.4 di Samudra Pasifik 80

4 3 2 1 R 2 = 0.0056 0 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005-1 -2 Gambar 3-3: Indeks Nino 3.4 tahun 1997-2005 Pada Gambar 3-3 tampak bahwa dengan menggunakan metode regresi linier, konsentrasi ozon total selama 1997-2005 cenderung naik dengan nilai koefisien regresi linier R = 0.043589. Koefisien regresi linier diperoleh dari persamaan statistik di bawah ini. n x. y -. y R x (3-1) 2 2 2 2 (n x -( x) ).(n y -( y) ) Nilai koefisien korelasi (R) ini menunjukkan hubungan korelasi dua parameter. Dalam hal ini, dua parameter yang dihubungkan adalah parameter indeks Nino 3.4 dan parameter waktu. Jika nilai R semakin besar (mendekati +1), maka berarti korelasi antara indeks Nino 3.4 terhadap waktu sangat besar. Dengan kata lain, Indeks Nino 3.4 semakin bertambah besar dengan semakin bertambahnya waktu. Dapat dijelaskan bahwa indeks Nino 3.4 tertinggi selama sembilan tahun terjadi pada Bulan Nopember dan Desember 1997 dengan nilai indeks +2.5. Indeks ini menunjukkan intensitas El Nino kuat. Selain kuat, El Nino juga berlangsung cukup lama yaitu sejak Mei 1997 sampai April 1998 dengan indeks +0.9 sampai +2.5. Selanjutnya, El Nino intensitas lemah terjadi pada tahun 2002 dengan indeks +0.6 hingga +1.5. El Nino lemah ini berlangsung sejak Mei 2002 sampai Maret 2003. Kemudian pada tahun 2004, terjadi El Nino yang semakin lemah dengan indeks antara +0.5 sampai +0.7 selama rentang waktu yang semakin pendek yaitu Juli 2004 hingga Februari 2005. Anomali ozon total Indonesia yang disatukan (overlay) dengan indeks ENSO 1997-2005 diperlihatkan pada Gambar 3-4. Anomali konsentrasi ozon total positif mencapai nilai tertinggi berturutturut pada bulan Oktober 1997, April 2002, September 2004, dengan nilai anomali +14.14, +12.63, +13.40. Anomali pada bulan Oktober 1997 dan September 2004 tampak bersesuaian dengan peningkatan indeks El Nino, yakni berturut-turut +2.4, +0.9. Hal ini dipertegas dengan grafik korelasi antara anomali konsentrasi ozon total dan indeks Nino 3.4 pada bulan Mei hingga Oktober 1997 (Gambar 3-5). 81

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 2 Juni 2009 : 75-85 Anomali Ozon Total (DU) 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00-5.00-10.00-15.00 Anomali Ozon Total Indeks Nino 3.4 1234567891111234567891112346789111123456789111123456789111123456791111234678911112345678911112345678911 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 3 2 1 0-1 -2 Indeks Nino 3.4 (Celcius) -20.00-3 Gambar 3-4: Anomali ozon total Indonesia dioverlay dengan ENSO Nino 3.4 1997-2005 Anomali Ozon Total (DU) 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 R² = 0,9437 0,8 1,3 1,8 2,3 2,8 Indeks Nino 3.4 (Celcius) Gambar 3-5: Korelasi antara Anomali ozon total Indonesia dan Indeks Nino 3.4 bulan Mei-Oktober 1997 Gambar 3-5 memperlihatkan bahwa korelasi antara anomali konsentrasi ozon total dan indeks Nino 3.4 sangat kuat, dengan nilai korelasi R = 0.971442. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi El Nino 1997 terhadap peningkatan konsentrasi ozon total di Indonesia sangat kuat sejak masa awal El Nino terbentuk yaitu pada bulan Mei 1997 hingga mendekati puncaknya pada bulan Oktober 1997. Namun, anomali positif yang terjadi pada bulan April 2002 tampak tidak selaras dengan peningkatan indeks El Nino. Pada bulan April 2002 anomali positif konsentrasi ozon +0.4, padahal indeks ENSO menunjukkan negatif 1. Apa penyebab kondisi yang saling bertentangan ini? Hal ini kemungkinan terjadi karena sebelum terjadi El Nino lemah (Mei 2002-Maret 2003), La Nina intensitas sedang dengan periode waktu panjang, terjadi pada bulan Juli 1998 sampai bulan Juni 2000 diteruskan La Nina lemah selama bulan Oktober 2000 sampai bulan Februari 2001. Fenomena La Nina sedang dan lemah, yang berlangsung lebih dari dua tahun ini terjadi setelah fenomena El Nino kuat tahun 1997. Periode La Nina yang sangat panjang ini memberikan efek tidak langsung pada kejadian El Nino 2002 sehingga El Nino 2002 yang mencapai puncak pada bulan Desember 2002 tersebut tidak memberikan pengaruh pada peningkatan konsentrasi ozon bulan September-Oktober 2002. Konsentrasi ozon justru mencapai nilai tertinggi pada bulan April 2002. 82

3.2 Analisis Spasial Distribusi konsentrasi ozon total di Indonesia pada bulan September 2005 dijelaskan pada Gambar 3-6. Wilayah di Indonesia yang mengalami peningkatan konsentrasi ozon adalah Papua bagian utara, Halmahera, dan Sulawesi utara sebesar 282-286 DU. Sementara itu, sebagian besar Sulawesi dan Kalimantan memiliki konsentrasi ozon yang lebih rendah, yaitu 274-282 DU. Konsentrasi ozon total di sebagian besar Sumatera 270-274 DU. Konsentrasi ozon terendah terdapat di Jawa dan Lampung, yaitu 266-270 DU. Pada saat terjadi El Nino kuat (indeks +2.4) pada bulan Oktober 1997, konsentrasi ozon meningkat di wilayah Halmahera, Sulawesi Utara, dan Papua Utara dengan rentang nilai 282-294 DU. Tampak juga bahwa konsentrasi tertinggi menyebar semakin luas jika dibandingkan bulan September. Di sebagian besar Papua dan Sulawesi konsentrasi ozon pun bertambah, 278-286 DU. Sementara itu, wilayah lain di Indonesia (Jawa, Sumatera, Bali, NTB, NTT), mempunyai konsentrasi ozon 270-278 DU. Dimana, konsentrasi ozon terendah terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Utara, Lampung, sebesar 270-274 DU. Lihat Gambar 3-7. Pada saat tidak terjadi El Nino atau La Nina (indeks -0.2), yang diperlihatkan Gambar 3-8, yaitu pada Bulan Oktober 2005, konsentrasi ozon terdistribusi antara 242-262 DU. Gambar 3-6: Konsentrasi (DU) ozon total di Indonesia September 2005 Gambar 3-7: Konsentrasi (DU) ozon total di Indonesia Oktober 2005 83

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 2 Juni 2009 : 75-85 Gambar 3-8: Konsentrasi (DU) ozon total di Indonesia Oktober 2005 Terlihat, konsentrasi ozon paling tinggi sekitar 258-262 terjadi di Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Sementara itu di wilayah lain di Indonesia (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua), konsentrasi ozon berada di kisaran 250-258 DU. 4 KESIMPULAN Penelitian tentang pengaruh El Nino 1997 terhadap variabilitas konsentrasi ozon total Indonesia ini memperlihatkan bahwa kejadian El Nino kuat telah berpengaruh terhadap variabilitas ozon total Indonesia secara cukup signifikan. Meski demikian, pengaruh kejadian El Nino sejak bulan Maret 1997 hingga bulan April 1998 hanya tampak pada bulan di mana konsentrasi ozon mencapai maksimum, yakni pada bulan September dan Oktober 1997. Dengan kata lain, kolaborasi antara kejadian El Nino dan musim kemarau memberikan dampak pada peningkatan konsentrasi ozon total bulan September-Oktober 1997 menjadi 274.04 dan 275.38 DU. Kontribusi kejadian El Nino terhadap peningkatan konsentrasi ozon ditunjukkan dengan nilai korelasi yang sangat kuat (97 persen) selama periode waktu bulan Mei hingga bulan Oktober 1997. Pada bulan-bulan lain, variabilitas ozon lebih banyak dikontrol oleh posisi Matahari, dan pengaruh El Nino sangat kecil atau bahkan mendekati nol. Sementara itu, wilayah di Indonesia yang dipengaruhi El Nino kuat selama bulan 84 September-Oktober 1997 adalah Halmahera, Sulawesi Utara, dan Papua Utara dengan peningkatan konsentrasi ozon sebesar 282-294 DU. Wilayah lain yang mengalami peningkatan konsentrasi sekitar 286-290 DU adalah Sulawesi Utara dan Tengah, Maluku. DAFTAR RUJUKAN Akinyemi M.L., 2007. The Influence of Some Atmospheric Phenomena on Total Ozone Concentration, in Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 1(4): 497-505, ISSN 1991-8178. Ambarsari Novita, Prosiding Workshop Aplikasi Sains Atmosfer, LAPAN, Bandung, 2009 (dalam proses penerbitan). El Nino Regions, National Weather Service, Climate Prediction Center, http:// www.cpc.noaa.gov/products/analy sis_monitoring/ensostuff/nino_regi on, NOAA, Amerika Serikat, 2005. El Nino Regions, National Weather Service, Climate Prediction Center, http://www.cpc.noaa.gov/products /analysis_monitoring/ensostuff/ni no_region, NOAA, Amerika Serikat, 2005. Haris Syahbuddin and Tri Nandar Wihendar, 2007. Rainfall Anomali on 2010-2040 in Indonesia; Simulated by ARPEGE Climate version 3.0 Model, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi.

Hidayati Rukmi, Asiati Siti dan Sinambela Wilson, 2003. Perubahan Ozon Troposfer di Indonesia dan kaitannya dengan Aktivitas Matahari, dalam Telaah Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Volume 23 No. 0206 ISSN 0125-9121. In Journal of Geophysical Research Atmospheres, Res., 113, D19301, doi: 10.1029/2007JD009753. Jan Null, 2007. El Nino and La Nina Years: A Consensus List in Golden Gate Weather Services, http:// www. wrcc.dri.edu/enso/ensodef.html. Kaye Jack A. and Jackman Charles H., 1995. Stratospheric Ozone Change, in Global Atmospheric Chemical Change, Chapman and Hall, London. Koumoutsaris S., I. Bey, S. Generoso and V. Thouret, 2008. Influence of El Niño Southern Oscillation on the Interannual Variability of Tropospheric Ozone in the Northern MidlatitudeLondhe A.L., Kumari B. Padma, Kulkarni J.R. and Jadhav D.B., 2005. Monsoon Circulation Induced Variability in Total Column Ozone over India, in Current Science, Vol. 89, July 10. Robinson Peter J. and Henderson Ann, 1999. Contemporary Climatology, Prentice Hall, London. Sarkar S. and Singh R.P., 2000. Interannual Variability of Total Ozone Deduced from GOME and Its Relation to Observe El Nino of 1997-1998, in Current Science, Vol. 79, July 10. Singh R.P., S. Sarkar and A. Singh, 2008. Effect of El Niño on Interannual Variability of Ozone During the Period 1978-2000 over the Indian Subcontinent and China, in International Journal of Remote Sensing, Volume 23, pages 2449-2456, June 12. Teknik Pengolahan Data, Materi Diklat: Optimalisasi Pemanfaatan Sistem Informasi Penelitian Dirgantara, 2008. 85