Faktor-Faktor yang Mendorong Kejadian Rabies pada Anjing di Desa-Desa di Bali

dokumen-dokumen yang mirip
Persebaran Wilayah Tertular Rabies dan Hubungan Kejadiannya pada Anjing dan Manusia di Kabupaten Jembrana, Bali Tahun

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

Penyebaran Penyakit Rabies pada Hewan Secara Spasial di Bali pada Tahun

Pemeliharaan Anjing oleh Masyarakat Kota Denpasar yang Berkaitan dengan Faktor Risiko Rabies

Penyebaran Rabies dan Analisis Korelasi Kejadiannya pada Anjing dengan Manusia di Kabupaten Bangli Tahun

Korelasi dan Penyebaran Kejadian Rabies pada Anjing dan Manusia di Kabupaten Klungkung Bali Tahun

Indonesia Medicus Veterinus Oktober (5):

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan Anjing di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur

Sistem Pemeliharaan Anjing dan Tingkat Pemahaman Masyarakat terhadap Penyakit Rabies di Kabupaten Bangli, Bali

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

Lokasi Gigitan Secara Anatomi dan Waktu Kematian Pascagigitan Anjing Rabies pada Korban Manusia di Bali

Persebaran dan Hubungan Kejadian Rabies pada Anjing dan Manusia di Denpasar Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

Perhatian Pemilik Anjing Dalam Mendukung Bali Bebas Rabies

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

RIWAYAT HIDUP. anak pertama dari pasangan drh Nyoman Reli dan Ibu Meigy S Pantouw. Penulis

KORELASI RABIES PADA ANJING DENGAN RABIES PADA MANUSIA DAN PENYEBARANNYA DI KABUPATEN TABANAN TAHUN SKRIPSI

Indonesia Medicus Veterinus Juni (3):

BAB I PENDAHULUAN. pemangku kepentingan (stakeholders) sebagaimana telah didiskusikan dalam

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXIV, No. 80, Juni 2012 ISSN: X

Alur Penyebaran Rabies di Kabupaten Tabanan Secara Kewilayahan (Spacial)

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan

Gambaran Klinik Sapi Bali Tertular Rabies. di Ungasan, Kutuh dan Peminge

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXIII, No.78, Juni 2011 ISSN: X

ABSTRACT PENDAHULUAN SOSIALISASI FLU BURUNG SERTA PEMERIKSAAN JUMLAH SEL DARAH PUTIH DAN TROMBOSIT PENDUDUK DESA BERABAN KABUPATEN TABANAN

Respons Imun Humoral Anjing Lokal Betina Umur Lebih dari Satu Tahun Pasca Vaksinasi Rabies

Kardiwinata, et.al Vol. 1 No. 1 : 50-54

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

Indonesia Medicus Veterinus Maret (2):

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

SURVEILANS DAN MONITORING AGEN PENYAKIT RABIES PADA ANJING DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARAN BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013

ABSTRAK ABSTRACT. Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt)

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPADATAN POPULASI ANJING SEBAGAI PENULAR RABIES DI DKI JAKARTA, BEKASI, DAN KARAWANG, Salma Maroef *) '4B STRACT

Hubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

Peran FAO sebagai Badan Internasional dalam Mendukung Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Indonesia (Bali dan Flores)

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXIII, No.78, Juni 2011 ISSN: X

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Buletin Veteriner Udayana Vol. 4 No.1: ISSN : Pebruari Pengetahuan Masyarakat Tentang Rabies Dalam Upaya Bali Bebas Rabies

TESIS ANGKA KEJADIAN DAN FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN GIGITAN ANJING RABIES DI PROPINSI BALI TAHUN 2013

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMILIK ANJING DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ONGKAW KABUPATEN MINAHASA SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata Kunci: Rabies, anjing, manusia, Kota Denpasar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

Kerugian Ekonomi Akibat Penyakit Rabies di Provinsi Bali

ISSN situasi. diindonesia

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

ENELITIAN. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 1 Februari 2013

Persebaran Spasial Rabies Sapi Bali dan Kerugian Ekonomi yang Ditimbulkannya di Ungasan, Kutuh, dan Peminge

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

OSIR, June 2013, Volume 6, Issue 2, p. 8-12

IDENTIFII(A.SI VIRUS RABIES PADAANJING LIAR DI KOTA MAKASSAR IDENTIFICATION OF RABIES VIRUS IN STRAYDOGS IN MAKASSAR. Sri Utami" Bambang Sumiarto2

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

ABSTRAK. Elisabet Risubekti Lestari, 2007.Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg., SKM. Pembimbing II : Budi Widyarto, dr.

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. BAB I PENDAHULUAN

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat terhadap Penyakit Rabies di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, 2014

PENGARUH PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENANGANAN ANJING PELIHARAANNYA TERaADAP TINGKAT KEBERaASILAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN RABIES

PENELITIAN PENGETAHUAN PEKERJA GILING BATU TENTANG ISPA Di Dusun Kajar Desa Krowe Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan. Oleh : YUSIANI NIM:

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISIS KUANTITATIF RISIKO PENYEBARAN RABIES DARI BALI. (Quantitative risk analysis of rabies spreading from Bali province)

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

Peran Studi CIVAS dengan pendekatan Ecohealth dalam Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Bali

ANALISIS SPASIAL DAN FAKTOR RISIKO KASUS RABIES DI PROVINSI BALI

GAMBARAN RABIES DI KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN

ABSTRAK. Feti Andriani, Pembimbing : Donny Pangemanan, Drg., SKM.

Factors Associated with Rabies Dog Vaccination Practices in Bebandem

PERANCANGAN KAMPANYE SOSIAL MEWUJUDKAN INDONESIA BEBAS RABIES TAHUN 2020 NERISSA KUMALADEWI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika

Analisis Kestabilan Model Matematika Penyebaran Infeksi Penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dengan Faktor Host dan Vaksinasi

ABSTRAK. Kata Kunci: SEIS, masa inkubasi, titik kesetimbangan, pertussis, simulasi. iii

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

Knowledge, attitude, and practice related to rabies incidence in Flores Timur, Sikka, Manggarai, and Ngada District, East Nusa Tenggara Province

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Makawidey Kecamatan Aertembaga Kota Bitung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PREVALENSI GANGGUAN MUSKULOSKELETAL PADA ANJING KINTAMANI BALI SKRIPSI

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (Infeksius) dan dapat mengakibatkan kesakitan yang

Meike C. Pangemanan John Hein Goni

Transkripsi:

Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No. 2 : 274-279 pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.2.274 Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet Faktor-Faktor yang Mendorong Kejadian Rabies pada Anjing di Desa-Desa di Bali (FACTORS ENCOURAGING THE INCIDENCE OF RABIES IN DOGS IN VILLAGES IN BALI) I Wayan Batan 1, I Ketut Suatha 2 1 Lab Diagnosis Klinik Hewan, 2 Lab Anatomi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jln Sudirman Denpasar Bali Telepon 0361 223791; Email: bobobatan@yahoo.com Abstrak Penyakit rabies kini telah menyebar ke seluruh Bali, memakan 160 korban manusia dan ribuan anjing. Upaya penanggulangan telah diupayakan. Namun, dalam pelaksanaan penanggulangan, banyak desa yang tertular akhirnya bebas, dan ada pula desa-desa yang tidak berhasil dibebaskan diri dari infeksi rabies. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang membuat sejumlah desa tetap terinfeksi rabies. Penelitian dilakukan dengan melakukan survey lapangan ke sembilan kabupaten kota di Bali. Survey ditujukan pada desa-desa yang tetap tertular rabies walaupun upaya penanggulangan rebies telah dilakukan di desa tersebut. Perangkat survey dilengkapi dengan borang kuisioner open ended dan closed ended yang akan ditanyakan ke para responden. Factor-faktor risiko yang menonjol yang membuat bali tertular rabies antara lain: anjing dipelihara dengan cara melepas secara bebas; adanya HPR lain selain anjing; anjing berkontak bebas dengan anjing lain; anjing yang dipelihara tapi tanpa diberi pakan; anakan anjing diperoleh dari pihak lain; adanya aliran anjing masuk dan keluar ke desa; dan banyak masyarakat belum memperoleh penyuluhan yang memadai perihal rabies. Simpulan yang dapat ditarik adalah, ada sejumlah factor yang membuat Bali tetap tertular rabies. Kata-kata kunci: rabies, daerah tertular rabies, faktor pendorong Abstract Rabies has been spread to all over part of Bali, caused 160 people and thousands of dogs death. The effort for preventing rabies have been done, many villages after six months of eradicating rabies programmed have been free, but a few villages still infected with the rabies. The aim of the study was to find the factors that make a number of villages are still infected with rabies. The study was conducted by doing a field survey to the nine districts of Bali. The survey was aimed at villages that remain infected despite efforts to control rabies has been done in the village. The device of survey is equipped with open ended and closed ended questionnaire to be asked to the respondents. Characteristic villages infected with rabies will be figured out after the data were analyzed descriptively. The risk factors that prominent that make Bali infected rabies include: dogs kept by releasing freely; presence of rabies carrier animals other than dogs; dog free contact with other dogs; the dogs were kept without having fed; puppies obtained from others; the flow of the dogs in and out to the village; And many communities have not obtained adequate counseling regarding the rabies. The conclusion that may be drawn is that there are some of factors that make Bali remain infected rabies. Key words: rabies, rabies infected areas, the driving factor 274

IW. Batan, et al Jurnal Veteriner PENDAHULUAN Rabies merupakan penyakit yang baru muncul di Bali. Di Indonesia rabies telah menjangkiti 26 propinsi dari seluruh propinsi yang ada. Rabies dilaporkan mucul pertama kali di Bali pada akhir 2008, dan dinyatakan positif terjangkit rabies (Supartika et al., 2009). Sejak korban manusia pertama jatuh di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, korban-korban lainnya terus berjatuhan dan tersebar ke seluruh Bali. Rabies di Bali tidak saja mematikan ribuan anjing, tapi merenggut begitu banyak korban manusia. Pada bulan Pebruari 2011, 122 korban jiwa telah jatuh di Bali. Korban kebanyakan berumur antara 41-50 tahun (Iffandi et al., 2013). Korban pun terus berjatuhan walau intensitasnya menurun dan pada Juli 2015 tercatat korban ke-160 tewas dengan diagnosis rabies, berasal dari Desa Landih, Bangli, Bali (Ays, 2015). Banyaknya korban manusia yang jatuh karena rasio anjing yang merupakan hewan penular rabies dengan manusia relatif tinggi (Mahardika et al., 2009), dan diperkirakan di Bali sedikitnya ada 540.000 ekor anjing, dengan kepadatan anjing sekitar 96 ekor/km 2. Padatnya populasi anjing dan disertai kejadian rabies, membuat interaksi anjing dan manusia sangat tinggi, sehingga peluang tergigit meningkat, dan kejadian rabies menjadi relatif tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal tersebut yang membuat korban rabies pada manusia di Bali sangat tinggi, di samping kesadaran masyarakat dalam mendukung Bali bebas rabies rendah (Suartha et al., 2014). Kesadaran tersebut mungkin belum terbangun karena rabies merupakan penyakit yang baru muncul di daerah Bali. Korban rabies di Bali telah meliputi korban manusia, anjing (Supartika et al., 2009) dan sapi bali (Faiziah et al., 2012). Kejadian rabies pada awal kejadian dilaporkan hanya terjadi di Semenanjung Badung, selanjutnya menyebar ke seluruh Bali (Putra et al., 2009). Selama rabies berjangkit dari tahun 2008-2011, sebanyak 281 desa dari 722 desa di Bali telah tertular rabies (Batan et al., 2014). Korban manusia pada akhir 2011 tersebut ada 122 orang, 18 orang di antaranya terjadi di Kabupaten Tabanan (Nasution et al., 2013). Upaya penanggulangan rabies telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat Bali dengan melakukan tindakan vaksinasi rabies masal pada anjing, eliminasi anjing yang tidak bertuan, dan melakukan penyuluhan perihal bahaya rabies kepada masyarakat. Upaya tersebut berhasil menekan kejadian rabies pada anjing dan manusia di Bali. Namun, korban manusia masih tetap saja dilaporkan terjadi pada desa-desa yang semenjak awal kejadian rabies sudah dilaporkan tertular. Hal ini menjadi menarik, karena ada desa-desa yang kejadian rabiesnya bisa ditekan sementara itu di desa-desa tertentu kejadian rabiesnya masih tetap saja berecamuk. Pengungkapan faktor-faktor yang mendorong penyakit rabies bertahan pada sejumlah desa secara epidemiologi penyakit sangat penting. Pengungkapan factor-faktor tersebut sangat membantu dalam mengendalikan penyakit, terutama penyakit yang berbahaya dan manjadi perhatian publik seperti rabies. Rabies adalah penyakit zoonosis dan telah dikenal sejak dulu dapat menular ke manusia melalui gigitan hewan, terutama anjing gila. Pada manusia penyakit rabies sangat mematikan dan merugikan secara ekonomi (Wera et al., 2012; Batan et al., 2014). Pengungkapan faktor-faktor risiko yang membuat penyakit rabies bertahan di Bali merupakan hal mendasar dalam bidang penyakit hewan dan sangat perlu dilakukan agar penanggulangan penyakit dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan meneliti faktor-faktor risiko penyakit rabies yang membuat penyakit tersebut bertahan di desa-desa tertentu di Bali. Harapannya, dengan diketahuinya faktor-faktor risiko tersebut, membuat hambatan dalam penanggulangan rabies dapat ditanggulangi dan pengendalian rabies menjadi lebih efektif dan efisien. METODE PENELITIAN Faktor-faktor risiko yang menjadi peubah dalam penelitian ini ada tiga. Peubah ini merupakan modifikasi yang dilaporkan oleh Dibia et al. (2014) dan telah dimodifikasi sedikit, yakni: sistem pemeliharaan, motilitas anjing, dan pemahaman terhadap bahaya rabies. Sistem pemeliharaan meliputi: jumlah anjing dipelihara; pengandangan/pengikatan; pemeriksaan kesehatan; kontak dengan anjing lain; status vaksinasi; kondisi fisik anjing; dan pemberian pakan pada anjing. Mobilitas anjing meliputi: cara memperoleh anjing; asal anjing; 275

Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No. 2 : 281-286 dan anjing keluar desa. Pemahaman terhadap rabies meliputi: memahami bahaya rabies; dan mengikuti penyuluhan rabies tentang rabies. Kuisioner yang disiapkan untuk respondens dibuat dengan cara closed dan open ended quisionaire menurut Thrushfield (2007), dan Faiziah et al. (2012). Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif. Selain mengambil data melalui kuisioner, juga dilakukan observasi lapangan agar diperoleh gambaran yang dapat mendukung temuan data melalui kuisioner. Penelitian dilakukan terhadap desa-desa yang walaupun telah dilakukan vaksinasi, eliminasi anjing jalanan, dan penyuluhan rabies oleh pemerintah, namun rabies tetap saja berjangkit di desa-desa tersebut. Di Bali ada delapan kabupaten dan satu kota dan diambil masing-masing 50 sampel, untuk katagori desa yang tidak berhasil dibebaskan dari rabies. Desa dikatakan bebas dari rabies, jika selama enam bulan terakhir tidak terjadi kejadian rabies. HASIL DAN PEMBAHASAN Masyarakat Bali seperti disajikan pada Tabel 1, umumnya (62,5%) memelihara satu ekor anjing dalam satu keluarga. Namun, ada pula yang memelhara anjing lebih dari satu ekor (37,5%). Anjing peliharaan masyarakat bali berdasarkan score body condition atau keadaan fisiknya, sebagian besar (97,5%) memiliki tampilan yang baik. Hal tersebut menandakan dalam kesehariannya memperoleh asupan pakan yang baik. Tidak semua anjing peliharaan masyarakat bali diberi pakan secara rutin. Ada sekitar 26,5% masyarakat pemilik anjing tidak memberi pakan kepada anjing-anjing peliharaannya. Anjing-anjing tersebut dibiarkan mencari pakan di lingkungan masyarakat tempatnya berada, baik itu berupa pakan hasil usahanya mengais sampah, atau memakan sisa sesaji yang dipersembahkan masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Dalam memperoleh anjing, 82,5% masyarakat bali umumnya memperoleh dari pemberian atau membeli dari kerabat atau anggota masyarakat lainnya, dan anjing tersebut umumnya berasal dari desa yang sama (77,5%). Namun, kejadian gigitan anjing di Dusun Cemara, Desa Busung Biu, Kabupaten Buleleng Bali adalah akibat dari memperoleh anjing bukan dari anakannya sendiri. Masyarakat Bali korban rabies di Cemara, Tabel 1. Cara masyarakat Bali pemilik anjing dalam memelihara anjing. Faktor risiko Persentase Anjing yang dipelihara a. Satu ekor 62,5 b. Lebih dari seekor 37,5 Cara memelihara anjing a. Dilepas 87,5 b. Diikat 12,5 HPR selain anjing a. Kucing 12,5 b. Tidak kucing/hewan lain 87,5 Memeriksakan anjing a. Memeriksakan 67,5 b. Tidak memeriksa 32,5 Anjing berkontak dgn anjing lain a. Berkontak 80,0 b. Tidak berkontak 20,0 Vaksinasi pada anjing a. Divaksin 95,0 b. Tidak divaksin 5,0 Kondisi fisik anjing a. Baik 97,5 b. buruk 2,5 Pemberian pakan a. tidak diberi pakan 26,5 b. diberi pakan 74,5 Cara memperoleh anjing a. anakan sendiri 17,5 b. non anakan 82,5 Asal anjingyang dipelihara a. luar desa 22,5 b. dalam desa 77,5 Anjing pernah diajak ke luar desa a. pernah keluar desa 22,5 b. tidak pernah keluar desa 77,5 Pemilik anjing tahu tentang rabies a. tahu rabies 97,5 b. tidak tahu rabies 2,5 Pernah mengukti penyuluhan rabies a. pernah ikut 37,5 b. tidak pernah ikut 72,5 Busung Biu sebenarnya berupaya mengadopsi anak anjing yang ditelantarkan di kebun warga. Saat itu korban sama sekali tidak memprovokasi anak anjing yang menggigitnya, sampai mereka menyadari telah tergigit anjing rabies. Dari dua yang tergigit, seorang selamat dan seoranng lainnya menjadi korban. Menurut Ichpujani et al. (2008) korban rabies pada manusia jarang tergigit karena tindakan provokasi. Adanya korban rabies yang terus berulang, terutama di 276

IW. Batan, et al Jurnal Veteriner Negara berkembang seperti di Indonesia dan Negara lainnya, menurut pandangan Eng et al. (1993) karena mobilitas anjing dan manusia, di samping kurang berhasilnya program vaksinasi. Untuk mengendalikan kejadian rabies pada suatu wilayah sangat perlu dilakukan tindakan karantina yang ketat, melakukan vaksinasi masal bersekala besar, dan mengontrol populasi anjing jalanan (Wang et al., 2010). Pemeriksaan Kesehatan dan Vaksinasi Meletusnya rabies di Bali mendorong pemerintah daerah dan masyarakat menggiatkan upaya pencegahan dengan melakukan vaksinasi masal. Hingga Juli 2016 ini, di Bali telah melakukan vaksinasi gelombang VII sejak tahun 2009. Kampanye pencegahan tersebut membuat masyarakat tergerak memeriksakan kesehatan anjing-anjingnya ke pusat-pusat layanan insidental atau menunggu kehadiran petugas pemeriksa yang datang berkunjung dari rumah ke rumah. Sebanyak 67,5% anjing-anjing peliharaan masyarakat telah diperiksa petugas kesehatan dan 95% anjing milik masyarakat telah divaksinasi. Walau pun begitu, kejadian rabies tetap tidak mampu ditekan, karena laporan kejadian rabies tetap saja muncul pada tahun 2015 seperti yang terjadi di Negara, Karangasem, Bangli, dan Denpasar. Walaupun cakupan vaksinasi pada anjing yang berpemilik cukup tinggi, di Bali ternyata banyak anjing yang hidup di tengah-tengah masyarakat tanpa memiliki tuan yang definitif. Langkah Pemda Bali seperti yang dilakukan pada tahun 2009, menurut Putra et al. (2009) dihadapkan dengan kondisi alam yang tidak memungkinkan untuk melakukan vaksinasi terhadap semua anjing. Anjing di wilayah Kuta Selatan sebagai satu contoh yang wilayahnya memukimi ceruk-ceruk batu kapur bekas galian tambang batu kapur dan semak-semak yang menumbuhi wilayah Semenanjung Badung merupakan rintangan yang sulit untuk ditaklukan oleh petugas kesehatan hewan untuk memberikan pelayanan vaksinasi kepada anjing-anjing tak bertuan tersebut. Cakupan vaksinasi yang diiperlukan agar diperoleh batas ambang aman terhadap infeski rabies adalah 70%. Cakupan ini di daerah wabah, tidaklah mudah untuk dicapai (Coleman dan Dye, 1996). Di wilayah dimana terjadinya kontak antar populasi hewan peka, sangat diperlukan cakupan vaksinasi yang lebih besar (Haydon et al., 2006). Seperti di Bali, masyarakatnya yang terbiasa memelihara anjing dengan cara dibiarkan hidup bebas, seperti masa sebelum rabies mewabah, sebenarnya diperlukan cakupan vaksinasi di atas 70%. Namun, cakupan vaksinasi mungkin saja lebih rendah dari yang diharapkan. Hal tersebut umum terjadi karena vaksin yang digunakan untuk vaksinasi memiliki kualitas yang buruk. Di Bali saat ini untuk melakukan vaksinasi telah dimanfaatkan tiga jenis vaksin. Ada kemungkinan antar vaksin tersebut memiliki kemampuan berbeda dalam memicu antibodi. Jika saja kemampuannya rendah, adalah sangat mungkin tanggap kebal yang muncul kurang memadai dan tidak mampu membendung penetrasi virus rabies masuk ke dalam tubuh HPR yang peka. Anjing Dilepas Bebas Dari sejumlah faktor risiko rabies, masyarakat Bali pemilik anjing sebagian besar (82,5%) memelihara anjing dengan melepaskan anjing tersebut bebas baik di pekarangan rumah, mau pun mengembara di lingkungan masyarakat. Hal serupa juga dilaporkan oleh Kitala et al. (2001) bahwa 70% anjing di Distrik Machos, Kenya dibiarkan hidup bebas. Sebagian kecil masyarakat di Bali (12,5%), dengan adanya kejadian rabies sejak tahun 2008 (Supartika et al., 2009), mulai membatasi gerak anjinganjingnya dengan cara mengikat dengan rantai atau gerakannya dibatasi sebatas dalam pekarangan rumahnya. Anjing yang dipelihara secara lepas dan bebas, memungkinkan anjing peliharaan tersebut berkontak secara langsung dengan anjing-anjing lainnya. Kontak dengan anjing pengidap rabies pun sangat mungkin terjadi, karena dari 722 desa yang ada di Bali, 281 desa telah tertular rabies (Batan et al., 2014). Di Asia dan Afrika, anjing merupakan reservoir virus rabies (Perry 1993), keadaan tersebut membuat penyakit rabies selalu muncul di daerah endemik rabies dan anjing merupakan penular utama rabies ke manusia (Cleaveland et al., 2002). Di daerah tertular, menurut perkiraan Putra et al. (2009), satu ekor anjing tertular rabies akan menggigit 3,6 anjing peka lainnya. Dengan kepadatan anjing sekitar 92/km 2 peluang anjing sehat dan manusia tergigit HPR sangat tinggi, dan Mahardika et al. (2009) memperkirakan rasiao antara anjing dan manusia di Bali adalah 1:6 dan populasi anjing ada sekitar 540 ribu ekor. Kejadian rabies yang terjadi pada populasi yang besar, umumnya melibatkan ribuan hewan. Banyak korban telah jatuh di Bali akibat terinfeksi rabies, baik pada anjing, manusia, sapi bali (Faiziah et al., 2012) dan hewan lainnya. Hal tersebut telah menggugah kesadaran 277

Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No. 2 : 281-286 masyarakat akan bahaya rabies. Dibia et al. (2014) melaporkan bahwa hingga tahun 2011, korban manusia yang mati sia-sia karena rabies di Bali berjumlah 135 orang. Rabies adalah penyakit yang relatif baru di Bali dan pemunculannya penyakit virus ini telah mematikan ribuan anjing di Bali (Putra et al., 2009). Penularan rabies terjadi karena air liur hewan terinfeksi yang mengandung virus rabies masuk ke tubuh hewan lain melalui luka gigitan HPR (Knobles et al., 2005). Masyarakat Bali selain memeliharan anjing yang merupakan HPR, juga memelihara HPR lainnya seperti kucing (12,5%). Rendahnya kesadaran masyarakat untuk membatasi ruang gerak HPR di Bali, karena kesadaran mereka belum terbangun dengan baik. Hal tersebut berkaitan dengan rabies yang merupakan penyakit relatif baru bagi masyarakat Bali (Suartha et al., 2014). Menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap rabies, mesti secara terus menerus dilakukan, agar mereka memiliki tingkat kesiagaan yang memadai dalam menghadapi kasus rabies. Pada masyarakat pemilik anjing di bali, sebanyak 72,5% belum mendapatkan penyuluhan mengenai rabies. Angka tersebut cukup tinggi walau pun mereka mungkin saja memperoleh informasi tentang rabies dari sumber selain dari penyuluh kesehatan dan kesehatan hewan. Ichpujani et al. (2008) dan Tenzin et al. (2011) memandang sangat perlu dilakukan penguatan dalam hal informasi, pendidikan, komunikasi, dan penyadaran secara berkelanjutan perihal kaitan antara gigitan anjing dengan kejadian rabies pada manusia, di samping membekali masyarakat mengenai tatacara penanganan pascagigitan anjing, dan perlunya tindakan imunisasi. Program vaksinasi yang kurang memadai, keterbatasan upaya vaksinasi, dan penanganan pascagigitan anjing yang kurang baik, merupakan masalah utama yang dihadapi Negara-negara berkembang (Faber et al., 2009). Di Bali pada tahun 2015, dua orang meninggal karena rabies. Satu di antaranya, yakni korban ke-160 asal Desa Landih, Kabupaten Bangli. Sebelum meninggal korban sempat berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Bangli, namun vaksin anti-rabies (VAR), tidak tersedia. Sebelum wafat korban menunjukkan tandatanda kesemutan pada lengan yang kelingking kirinya tergigit anjing, sesak napas, muntahmuntah, dan menjelang ajal korban agresif (mengamuk), dan kejang-kejang (Ays, 2015). SIMPULAN Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : pemilik anjing di bali umumnya memelihara anjing sebanyak satu ekor, kondisinya baik, dilepas bebas, kesehatannya diperiksakan, dan anjing bisa berkontak dengan anjing lainnya. Langkah vaksinasi telah dilkukan pada sebagian besar populasi anjing yang berpemilik Anjing yang dipelihara masyarakat Bali, umumnya diperoleh dari orang lain baik itu diberi mau pun membeli dari masyarakat lain yang ada di desa yang sama. Anjing umumnya diberi pakan dan anjing jarang diajak pergi ke luar desa. Para pemilik memahami tentang rabies, tapi sebagian besar tidak pernah mendapatkan penyuluhan SARAN Kebiasaan masyarakat Bali memelihara anjing dengan cara dilepas bebas, dan adanya anjing yang hidup di lingkungan masyarakat tanpa bertuan, kiranya perlu digunakan vaksin oral rabies untuk anjing. Hal tersebut akan meningkatkan cakupan vaksinasi, dan lebih memudahkan dalam melakukan booster vaksinasi rabies. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa yang telah membant dan atas bantuan dana yang diberikan Kemenristek Dikti, lewat skema penelitian Fundamental, yang disalurkan via Rektor Unud dalam hal ini Lembaga Penelitian, Univeritas Udayana tahun anggaran 2015, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik DAFTAR PUSTAKA Ays. 2015. Serangan rabies, satu korban terduga di Bali meninggal. Kompas. 29 Juli 2015. Hlm. 23. Batan IW, Lestyorini Y, Milfa S, Iffandi C, Nasution AA, Faiziah N, Rasdiyanah, Herbert, Palgunadi NWL, Suatha IK, Kardena IM. 2014. Kerugian Ekonomi Akibat Penyakit Rabies di Provinsi Bali. J Veteriner 15(4): 515-522. 278

IW. Batan, et al Jurnal Veteriner Cleaveland S, Fe vre EM, Kaare M, Coleman PG. 2002. Estimating human rabies mortality in the United Republic of Tanzania from dog bite injuries. Bulletin of the World Health Organization 80: 304 310. Coleman PG, Dye C. 1996. Immunization coverage required to prevent outbreak of dog rabies. Vaccine 14: 185-186. Dibia IN, Sumiarto B, Susetya H, Putra AAG, Mahardika IGNK, Scott-Orr H. 2014. Diagnosis and Molecular Marker AnalysisofBali s Rabies Virus Isolates. J Veteriner 15(3): 288-297. Eng TR, Fishbein DB, Talamante HE, Hall DB, Chavez GF, Dobbins JG, Muro FJ, Bustos JL, de los Angeles Ricardy M, Munguia A, Carrasco J, Robles AR, Baer GM. 1993. Urban epizootic of rabies in Mexico: epidemiology and impact of animal bite injuries. Bulletin of the World Health Organization 71(5): 615-624. Faber M, Dietzschold B, Li J. 2009. Immunogenicity and safety of recombinant rabies viruses used for oral vaccination of stray dogs and wildlife. Zoonoses Public Health 56: 262-269. Faiziah N, Batan IW, Suatha IKS. 2012. Gambaran Klinik Sapi Bali Tertular Rabies di Ungasan, Kutuh, dan Peminge. Indonesia Medicus Veterinus 1(3): 370 384 Haydon HT, Randall DA, Matthews L, Knobles DL, Tallant LA, Gravenor MB, Williams SD, Pollinger JP, Cleaveland S, Woohouse MJ. 2006. Low coverage vaccination strategies for the conservation of endangered species. Nature 443(7112) : 692-695. Ichhpujani RL, Mala C, Veena M, Singh J, Bhardwaj M, Bhattacharya D, Pattanaik SK, Balakrishnan N, Reddy AK, Samnpath G, Gandhi N, Nagar SS, Shiv L. 2008. Epidemiology of animal bites and rabies cases in India. A multicentric study. J Commun Dis 40(1): 27-36. Iffandi C, Widyastuti SK, Batan IW. 2013. Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. Indonesia Medicus Veterinus 32(1): 126-131 Kitala P, McDermott J, Kyule M, Gathuma J, Perry B, Wandeler A. 2001. Dog ecology and demography information to support the planning of rabies control in Machakos District, Kenya. Acta Tropica 78: 217 230. Knobel DL, Cleaveland S, Coleman PG et al. (2005) Re-evaluating the burden of rabies in Africa and Asia. Bulletin of the World Health Organization 85: 360-368. Mahardika IGNK, Putra AAG, Dharma DMN. 2009. Tinjauan kritis wabah rabies di Bali. Denpasar. Diskusi Ilmiah Percepatan Penaggulangan Rabies di Bali. FKH Unud. 3 Pebruari 2009. Nasution AZ, Widyastuti SK, Batan IW. 2003. Alur Penyebaran Rabies di Kabupaten Tabanan Secara Kewilayahan (Spacial). Indonesia Medicus Veterinus 2(1): 85-101 Perry BD. 1993. Dog ecology in eastern and southern Africa-implication for rabies control. Onderste J Vet Res 60(4): 429-436. Putra AAG, Gunata IK, Supartika KE, Putra AAGS, Soegiarto, Scott-Orrr H. 2009. Situasi rabies di Bali: 6 bulan pasca program pembrantasan. Buletin Veteriner BPPH IV Denpasar 21(75): 1-14. Suartha IN, Antara MS, Dewi NMRK, Wirata IW, Mahardika IGN, Dharmayudha AAGO, Sudimartini LM. 2014. Perhatian pemilik anjing dalam mendukung bali bebas rabies. Buletin Veteriner Udayana 6(1): 87-91. Supartika IKE, Setiaji G, Wirata K, Hartawan DH, Putra AAG, Dharma DMN Soegiorto, Djusa ER. 2009. Kasus Rabies Pertama Kali di Provinsi Bali. Buletin Veteriner BPPH IV Denpasar 21(74): 7-12. Tenzin, Dhand NK, Gyeltshen T, Firestone S, Zangmo C, Dema C, Gyeltshen R, Ward MP. 2011. Dog Bites in Humans and Estimating Human Rabies Mortality in Rabies Endemic Areas of Bhutan. PLoS Negl Trop Dis 5(11): e1391. doi:10.1371/journal.pntd.0001391 Thrushfield M. 2007. Survey. In Veterinary Epidemiology. 3rd Ed. Singapore. Blackwell Sci. Wang C, Zhang X, Song Q, Tang K. 2010. Promising rabies vaccine for postexposure prophylaxis in developing countries, a purified Vero cell vaccine produced in China. Clin Vaccine Immunol 17: 688-690. Wera W, Geong M, Sanam MUE. 2012. Kerugian Ekonomi Akibat Penyakit Rabies di Provinsi Nusa Tenggara Timur. J Veteriner 13(4): 389-394. 279