I. PENDAHULUAN. Setelah lebih dari 60 tahun bangsa Indonesia merdeka, masih terdapat

dokumen-dokumen yang mirip
IV. GAMBARAN UMUM KONDISI PENDIDIKAN GURU SD DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

VI. PERANCANGAN PROGRAM

ALTERNATIF KEBIJAKAN PENINGKATAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR SRI YUNIATI PUTRI KOES HARDINI

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah. persoalan kompleks, karena untuk mewujudkannya dibutuhkan saling

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. juga sebuah kinerja terus menerus serta sebuah usaha pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada sektor pendidikan, pengembangan sumber daya manusia untuk

Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan

PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **)

BAB I PENDAHULUAN. konsep kependidikan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetitif. Dengan semakin berkembangnya era sekarang ini membuat kinerja

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU DAN KESIAPAN LPTK DALAM MENDUKUNG PROGRAM SERTIFIKASI GURU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan nasional dalam suatu Negara salah satunya

Sutarmidji Pembicara Seminar Nasional Tata Kelola Guru

STUDI MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU PENDIDIKAN DASAR DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 18 TAHUN 2007 TENTANG

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

2015 IMPLEMENTASI SISTEM D UAL MOD E UNIVERSITAS TERBUKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

OTONOMI DAERAH DAN OTONOMI PENDIDIKAN. Inom Nasution 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

Pembiayaan Pendidikan Perspektif PP 48 Tahun 2008 dengan Perpres 87 Tahun Bahan Kajian

BAB I PENDAHULUAN. keprofesionalan yang harus dipersiapkan oleh lembaga kependidikan. Adanya persaingan

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. formal atau nonformal. Kedua pendidikan ini jika ditempuh dan dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha mencerdaskan kehidupan manusia melalui kegiatan bimbingan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STANDAR NON AKADEMIK UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA TAHUN JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

WALI KOTA BANDUNG, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI JABATAN FUNGSIONAL ARSIPARIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia dan bagian dari pembangunan nasional. Pendidikan

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan dari adanya dukungan dari wilayah-wilayah yang ada di sekitarnya.

I. PENDAHULUAN. merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 (UUD 1945) yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Jurnal Sains Manajemen Vol. 2 No.1 Januari 2016

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Oleh Prof.Dr.Bernadette Waluyo,SH., MH.,CN

1. PENDAHULUAN. merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang cerdas di era seperti sekarang ini sangat penting

BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 05 TAHUN 2012 T E N T A N G

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

SINERGISITAS PEMERINTAH DAERAH DAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN. OLEH BUPATI BANGKA Ir. H. TARMIZI. H. SAAT, MM

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana

BAB I PENDAHULUAN. oleh segelintir anak, menurut Nasution (2001: 15) pada masa ini pola

MANAJEMEN PEMBELAJARAN PROGRAM AKSELERASI DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus di SMP Negeri 9 Surakarta)

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 108 / HUK / 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

Oleh: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd

UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Siap Membangun 1

KEBIJAKAN PROGRAM PEMBERANTASAN BUTA AKSARA

Desember Sehingga saat ini hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang masih menggunakan kurikulum Kurikulum 2013 merupakan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN PROFIL ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG KUALIFIKASI GURU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

SASARAN Uraian Sasaran Indikator Satuan 1 2. Formulasi perhitungan: (Jumlah siswa usia tahun dijenjang SD/MI/Paket A,

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan era globalisasi adalah dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BABI PENDAHULUAN. 1.2 Tugas Pokok dan Fungsi

2017, No tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indone

BAB I PENDAHULUAN. memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk

PROGRAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH:KONSEP PELAKSANAAN, PERENCANAAN, MONITORING, EVALUASI, DAN SUPERVISI

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setelah lebih dari 60 tahun bangsa Indonesia merdeka, masih terdapat masalah besar yang belum dapat diatasi oleh pemerintah, yaitu masalah pendidikan. Sampai saat ini, belum semua penduduk di Indonesia memperoleh pendidikan yang memadai, pendidikan tidak dapat dijangkau oleh semua orang, meskipun dalam UUD 1945 pendidikan dinyatakan sebagai hak seluruh masyarakat bahkan semestinya diperoleh secara gratis. Menurut Indra (2005) lebih dari setengah abad, sejak perang kemerdekaan, terjadi perubahan-perubahan situasi politik, pertahanan, keamanan, dan ekonomi yang mendominasi program nasional namun pembangunan sosial budaya dan pendidikan belum pernah diutamakan, meskipun disadari bahwa manusia berposisi sentral sebagai ujung tombak pembangunan. Pendidikan adalah jalan utama untuk mencapai sebuah pembangunan, karena dengan pendidikan warga masyarakat dapat menjaga unsur-unsur yang aktif dalam membangun masyarakat baru yang lebih baik. Data yang bersumber dari Depdiknas (2006) menunjukkan bahwa ternyata kalayakan mengajar guru SD Negeri di Indonesia pada tahun 2004/2005 masih belum dapat dikatakan baik, sebab hanya 67,46 persen saja yang layak mengajar, sementara sisanya tidak layak mengajar. Ketidaklayakan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para guru tersebut masih rendah. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Perkembangan kondisi politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia, menggeser sistem sentralisasi menjadi desentralisasi dengan diberlakukannya UU No 22 tahun 1999 mengenai Pembagian Kewenangan di Pemerintah Daerah serta UU No 25 tahun 1999 mengenai Pembagian Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Kedua UU ini disempurnakan menjadi UU No 32 dan 33 tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang menjadi pijakan utama dalam implementasi kebijakan otonomi daerah di seluruh Republik Indonesia. Perubahan sistem pemerintahan ini berpengaruh pada sistem pengembangan pendidikan dasar yang selama ini dilakukan di Pusat yaitu Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dalam UU No 32 dan 33 tahun 2004 dinyatakan bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah adalah yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pengembangan pendidikan dasar. <= D1 32,54% Tidak Layak 32,54% Layak 67,46% S2/S3 0,12% D2 49,26% S1 Keg 15,12% D3/SM Keg 2,96% Sumber: Depdiknas 2007 (http://www.depdiknas.go.id/index.php?option=com_wrapper&itemid=129 Gambar 1. Kepala Sekolah dan Guru SD Menurut Kelayakan Mengajar dan Pendidikan Akhir. Tahun 2004/2005

Pada tahun 2005, terbit UU No 14 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan isinya yang mengatur standar pendidik dan tenaga kependidikan untuk guru SD harus memiliki kualifikasi akademik minimal D-IV atau S1 dan memiliki sertifikat profesi guru untuk SD/MI. Depdiknas juga menyatakan bahwa dalam sepuluh tahun mendatang, guru SD wajib memiliki pendidikan minimal S1. Hal ini tentunya berpengaruh pada kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam meningkatkan pendidikan guru SD yang ada di wilayahnya, karena tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikan guru SD menjadi setara dengan DII namun meningkat menjadi S1. Gambar 2 menunjukkan bahwa masih banyak guru SD baik negeri maupun swasta yang memiliki pendidikan di bawah S1 dan memperlihatkan bahwa level DII merupakan pendidikan guru SD yang terbanyak baik di Indonesia maupun di Jawa Barat, kondisi ini merupakan hasil kebijakan sebelum diberlakukan otonomi daerah, karena pada masa itu Depdiknas memiliki program untuk memberi bea siswa (ada yang dilakukan secara swadana, namun sangat sedikit) kepada seluruh guru di Republik Indonesia, untuk ditingkatkan pendidikannya menjadi DII, yang merupakan pendidikan minimal yang harus dimiliki guru saat itu. Kebijakan ini dilaksanakan dengan menggunakan sistem pendidikan jarak jauh (PJJ), mengingat lokasi guru tersebar dari daerah di pusat perkotaan sampai ke daerah pelosok/terpencil yang sulit dijangkau oleh pendidikan tatap muka. Sebelum otonomi daerah pengembangan pendidikan guru SD dilaksanakan oleh Depdiknas, dan salah satu cara untuk menanggulangi ketidaklayakan dalam mengajar ini dilakukan peningkatan pendidikan guru yang menjangkau ketersebaran guru yang sangat luas di seluruh pelosok negeri (kendala geografis) dengan memberikan pendidikan secara massal yaitu dengan

menggunakan sistem pendidikan jarak jauh (PJJ). Sistem PJJ juga dapat menanggulangi kendala waktu yang membatasi guru dalam meningkatkan pendidikannya karena tidak boleh meninggalkan pekerjaannya. Indonesia Jawa Barat 3% 9% 0% 2% 9% 0% 23% 42% 1% 44% 2% 65% SLTA PGSLA/DII Sarjana PGSLP/DI Sarmud/D3 Pasca Sarjana Sumber : Pusat Data dan Informasi Pendidikan, Balitbang - Depdiknas 2006 Gambar 2. Jumlah Kepala Sekolah dan Guru Menurut Ijazah Tertinggi di Jawa Barat dan Indonesia Tahun 2003-2004 Sukartawi (2005) mengatakan bahwa pembelajaran massal dengan menggunakan sistem belajar jarak jauh, merupakan alternatif yang baik untuk meningkatkan keterjangkauan dan peningkatan mutu pendidikan, di seluruh wilayah Indonesia. Hasil laporan tematik kajian tentang Pelayanan Pendidikan, yang dilakukan oleh German Technical Cooperation (GTZ) dan CLEAN-Urban Project (2001) juga memberi rekomendasi akan perlunya dikembangkan PJJ Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) untuk meningkatkan guru dan sukarelawan yang masih setingkat SPG, usulan ini untuk segera dilaksanakan pada tahun 2001. Meskipun fakta menunjukkan bahwa di Jawa Barat lebih dari 91 persen guru SD belum memiliki kualifikasi pendidikan memadai (belum S1), namun

ternyata tidak semua daerah kabupaten/kota memiliki kebijakan yang sama dalam peningkatan pendidikan untuk guru SD yang ada di wilayahnya. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya bantuan pemerintah daerah baik berupa dana maupun kemudahan akses untuk memperoleh pendidikan kepada guru dalam meningkatkan pendidikannya. Setelah diberlakukan otonomi daerah, kebijakan pengembangan pendidikan guru SD di Kota dan Kabupaten Bogor terlihat masih belum jelas arahnya. Banyak faktor yang perlu diperhatikan oleh pemerintah Kota atau Kabupaten Bogor dalam memutuskan pengembangan pendidikan guru SD, antara lain perbaikan infrastruktur gedung sekolah yang parah, ketiadaan biaya, dan lokasi atau domisili guru SD tidak semuanya berada di daerah perkotaan yang memiliki kemudahan akses untuk masuk perguruan tinggi. Selain itu terdapat aturan yang melarang guru untuk meninggalkan tugasnya bila ingin melanjutkan pendidikannya. Keadaan ini sangat tidak mendukung guru-guru SD untuk meningkatkan potensi dirinya sendiri apalagi bila dilakukan secara swadana. Jika pemerintah kabupaten/kota tidak begitu peduli dengan kondisi pendidikan guru yang ada, dan atau mungkin masih mencari sistem pendidikan yang seperti apa yang dapat membantu menanggulangi keadaan guru, usaha pemerintah untuk dapat menjadikan seluruh guru sudah memiliki ijazah S1 dalam sepuluh tahun mendatang akan sia-sia belaka. Kebijakan pendidikan yang merupakan prioritas pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor adalah untuk penuntasan pendidikan anak usia sekolah dasar, yaitu program nasional wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas). Selain merupakan program nasional, wajar dikdas merupakan salah satu indikator untuk menentukan nilai Indeks Pengembangan Manusia (IPM) dari suatu daerah yang merupakan kegiatan prioritas.

Kondisi peningkatan pendidikan guru SD di Kota dan kabupaten Bogor setelah otonomi daerah dan setelah diberlakukan UU Guru dan Dosen, terlihat berjalan di tempat. Antara keinginan untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan dengan kendala domisili (ketersebaran lokasi) dan dana, serta sulitnya meninggalkan tempat tugas, membuat perencanaan pengembangan pendidikan guru SD ke jenjang S1 tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini memunculkan pertanyaan kajian sebagai berikut. Bagaimana memberikan alternatif sistem pendikan yang sesuai untuk peningkatan pendidikan guru SD menjadi S1 di Kota dan Kabupaten Bogor? 1.2. Perumusan Masalah Kualitas SDM suatu bangsa dapat dilihat dari keberhasilan bangsa tersebut dalam mendidik masyarakatnya. Upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu guru yang merupakan gerbang utama pencetak generasi muda tentu harus didukung dengan kebijakan, kemampuan, dan fasilitas yang memadai. Banyak guru yang ingin meningkatkan pendidikannya agar menambah nilai kompetensi yang diperlukan dalam mengajar, namun ternyata banyak faktor yang menjadi kendala untuk mewujudkan keinginan tersebut. Faktor yang menjadi kendala di antaranya adalah masalah biaya, akses untuk masuk perguruan tinggi yang sesuai, dan ketiadaan waktu atau kesempatan. Waktu yang dimiliki seorang guru habis tersita untuk mengajar dan mencari tambahan untuk biaya hidup. Kendala ini semakin berat bagi guru yang domisilinya jauh dari pusat perkotaan sehingga kemudahan untuk memperoleh fasilitas perguruan tinggi yang sesuai dengan kompetensi yang diperlukan menjadi sangat terbatas.

Sebelum otonomi daerah dilaksanakan, alternatif untuk menanggulangi kendala tersebut adalah dengan mengikuti pendidikan jarak jauh (PJJ). Dengan menggunakan sistem PJJ, guru-guru tersebut dapat tetap bekerja karena tidak harus pergi ke kampus dan waktu kuliah serta program yang ditawarkan pun sesuai dengan yang dibutuhkan oleh guru SD. Selain itu, biaya yang dibutuhkan relatif murah dibandingkan dengan perguruan tinggi tatap muka. Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki pemerintah kabupaten/kota setelah diberlakukannya otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah akan lebih mengetahui tentang kondisi guru yang ada sehingga dalam pengembangan pendidikan guru akan lebih terjamin keterlaksanaannya. Namun ternyata tidak semua daerah memiliki kebijakan yang sama dalam meningkatkan pendidikan guru SD. Data dari Balitbang Diknas menunjukkan bahwa 52,2 persen dari guru SD yang layak mengajar di Indonesia pada tahun 2005 belum memiliki pendidikan S1. Kondisi seperti ini memunculkan pertanyaan spesifik bagaimanakah kondisi pendidikan guru SD di Kota dan Kabupaten Bogor saat ini? Kondisi guru di setiap wilayah tidaklah sama baik kesejahteraan maupun fasilitas lain yang diperoleh, namun sebenarnya dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945 sudah jelas disebutkan bahwa pendidikan adalah hak bagi seluruh rakyat termasuk guru SD. Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengharuskan bagi tenaga pendidik untuk memiliki tingkat pendidikan minimal S1, dan dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan diperlukan uji kelayakan dan sertifikasi kompetensi bagi yang tidak berijazah S1. Dalam Undang-undang No 32-33 tentang Otonomi Daerah, dijelaskan kewajiban dan peran pemerintah daerah dalam meningkatkan dan pembiayaan untuk pendidikan guru. Namun dalam pelaksanaannya, nasib

pengembangan pendidikan guru sepertinya tidak terlalu banyak perubahan, bahkan cenderung semakin menurun. Pemda secara khusus tidak memiliki rencana atau kebijakan yang diperuntukkan untuk menata pendidikan yang dimiliki oleh guru SD di wilayahnya agar sesuai dengan perundangan yang berlaku dan kondisi guru itu sendiri. Bahkan secara finansial masih belum terlihat disediakannya anggaran khusus untuk peningkatan pendidikan guru, meskipun dalam Undang-undang Sisdiknas, maupun UU No 32-33 jelas disebutkan kewajiban pemda dalam pembiayaan pendidikan. Dari penjelasan di atas, permasalah yang timbul adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendidikan guru SD? 1.3. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari kajian ini adalah: 1. Menganalisis kondisi pendidikan guru SD di Kota dan Kabupaten Bogor. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah dalam peningkatan pendidikan guru SD 3. Memformulasikan alternatif sistem pendidikan yang sesuai untuk meningkatkan pendidikan guru SD Manfaat dari kajian ini adalah 1. sebagai sumbangan pemikiran kepada pemda dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan sistem yang sesuai terutama bagi peningkatan pendidikan guru SD di Kota dan Kabupaten Bogor 2. sebagai sumbangan pemikiran bagi guru dengan memberi gambaran tentang kondisi guru dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam peningkatan pendidikan guru SD.