BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. gambaran harga diri (self esteem) remaja yang telah melakukan seks di luar nikah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah

BAB II LANDASAN TEORI. (Baron & Byrne, 2004). Harga diri (self esteem) merupakan salah satu

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

BAB I PENDAHULUAN. tren hidup masyarakat modern. Di Indonesia, budaya samen leven dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

63 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keharmonisan serta menjadi dambaan bagi pasangan suami istri. Meskipun

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

LAMPIRAN A : SKALA PENELITIAN A-1 Skala Kecemasan pada Penderita Diabetes Mellitus A-2 Skala Konsep Diri

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB II RINGKASAN CERITA. sakit dan mengantarkan adik-adiknya ke sekolah. Karena sejak kecil Lina

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER EMOTIONAL AUTONOMY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

PENDAHULUAN. Kondisi fisik manusia sangat mempengaruhi penilaian orang lain dan penilaian diri sendiri. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di masyarakat. Mahasiswa minimal harus menempuh tujuh semester untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Perpustakaan Unika L A M P I R A N 184

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

LAMPIRAN. repository.unisba.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

Kecemasan Terhadap Kematian

BAB IV ANALISIS DATA. 1. Analisis tentang bentuk-bentuk Disharmoni Keluarga yang terjadi di. Desa Mojorejo Pungging Mojokerto

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1 Angket Try Out Kematangan Emosi dan Perilaku Altruisme

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Aisah, 2010).

terlebih bagi seorang wanita, sebagian besar wanita menganggap pernikahan untuk melengkapi atau menyempurnakan hidup (Kartono,1992).

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ( orang di tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi

Lampiran 1 Alat Ukur DATA PRIBADI. Jenis Kelamin : Pria / Wanita IPK :... Semester ke :...

I. PENDAHULUAN. Perkawinan didefinisikan sebagai suatu ikatan hubungan yang diakui secara

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

Selamat pagi / siang /sore, Saudara dan Saudari yang saya hormati,

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan dibidang akademik. Dalam dunia mahasiswa mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan sehari-hari, kita banyak menjumpai keluarga yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. istri (Mangunsong, 1998). Survei yang dilakukan Wallis (2005) terhadap 900

SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MENDERITA INFERTILITAS SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN DAN PARTISIPAN. Kepada YTH: Bapak / Ibu Pasien Klinik Kitamura Pontianak Di Tempat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Aspek Positif dan Negatif dalam Ketentuan Pemberian Dispensasi

No Skala : Usia pada waktu menikah : Jenis Kelamin : Usia sekarang : Lama Perkawinan : Pernah Bercerai : Ya / Tidak Alamat : PETUNJUK PENGISIAN Pada

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

Awalnya aku biasa saja tak begitu menghiraukannya, karena aku menganggap, dia sedang melampiaskan

BAB IV PAPARAN DATA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB III BEBERAPA UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBINA EMOSI ANAK AKIBAT PERCERAIAN. A. Fenomena Perceraian di Kecamatan Bukit Batu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai self esteem pada wanita yang menderita infertilitas, maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan aspek-aspek harga diri (self esteem). a) Pada harga diri fisik, setelah mengalami infertilitas, subjek A menilai kondisi fisiknya kurang menarik dan subjek A juga merasa organorgan fisiknya kurang vit. Subjek B juga menilai kondisi fisiknya kurang menarik karena kegemukan dan subjek B juga akhir-akhir ini asam uratnya sering kambuh. Sedangkan subjek C menilai dirinya biasa-biasa saja dan subjek C merasa sehat-sehat saja. b) Pada harga diri prestasi kerja, setelah mengalami infertilitas, subjek A dan B menilai prestasi kerjanya yang terdahulu itu sangat baik. Sebab dahulu subjek A bisa bekerja full time, berbeda dengan saat ini, subjek A mengaku tidak boleh bekerja terlalu capek, karena jika terlalu capek akan berdampak buruk pada kesehatannya. Sedangkan subjek B sekarang tidak bekerja hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Subjek C menilai prestasi kerjanya biasa-biasa saja, dan setelah infertilitas subjek C juga tidak boleh terlalu capek. 111

c) Pada harga diri sosial, setelah mengalami infertilitas, subjek A dan B akan merasa sangat senang jika dinilai positif atau tidak dipandang sebelah mata oleh orang lain. Untuk subjek C, dia akan merasa lega jika tidak menjadi bahan omongan orang lain. Tetapi jika dinilai negatif oleh orang lain, maka subjek A, B, dan C akan berusaha untuk diam dan tidak menghiraukan penilaian tersebut. 2. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri (self esteem). a) Pada faktor jenis kelamin, setelah mengalami infertilitas, subjek A, B, dan C merasa harga diri laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, dan mereka merasakan bahwa seorang istri harus mendapat perlindungan dari seorang suami. Selain itu, mereka juga merasa jika belum memiliki anak, berarti mereka belum memberikan kebahagiaan kepada suaminya dan mereka merasa belum sempurna seutuhnya menjadi wanita jika belum mampu memiliki anak. b) Mengenai inteligensi, setelah mengalami infertilitas, subjek A, B, dan C mengalami kematangan dalam berpikir, mereka selalu mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang tengah dihadapinya, dan sebagai tanda berkembangnya kognitif mereka, mereka menerapkan ilmu yang didapat ke dalam kehidupan sehari-hari. c) Mengenai kondisi fisik, setelah mengalami infertilitas, subjek A merasa kondisi fisiknya kurang vit, sedangkan subjek B juga merasa cepat lelah. Pada subjek C, dia merasa biasa-biasa saja. Mereka 112

menilai bahwa kondisi fisik mereka kurang menarik, tetapi mereka tetap bersyukur. d) Di lingkungan keluarga, sejak subjek A, B, dan C mengalami infertilitas, mereka selalu mendapatkan perhatian, dukungan dan juga nasihat atau saran-saran dari keluarganya. e) Di lingkungan sosial, subjek A mendapat dukungan dan juga menerima perlakuan yang baik dari lingkungan sekitar, jika bertemu dengan tetangga, subjek diberi saran-saran atau nasihat, begitu juga dengan subjek B. Tetapi lain hal nya dengan subjek C, subjek C sering menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dari lingkungan sekitar. Seperti diberi komentar yang tidak menyenangkan ataupun dibanding-bandingkan dengan perempuan lain yang sudah punya anak. 3. Berdasarkan komponen harga diri (self esteem) a) Perasaan diterima. Setelah mengalami infertilitas, subjek A, B, dan C mengaku bahwa dirinya tetap diterima oleh kelompoknya atau teman-temannya. Tidak ada perbedaan dengan sebelum mengalami infertilitas. b) Perasaan mampu. Ketiga subjek merasa bahwa dirinya akan mampu memiliki anak, meskipun mereka tidak tahu kapan mereka akan memiliki anak. Karena mereka juga akan selalu berusaha supaya bisa memiliki anak. 113

c) Perasaan berharga, meskipun ketiga subjek merasa belum menjadi wanita yang sempurna, tetapi mereka tetap merasa bahwa dirinya itu berharga, terlebih lagi saat mereka berada di tengah-tengah keluarganya. Karena di tengah-tengah keluarga, mereka merasa dibutuhkan, sehingga mereka menjadi merasa lebih berarti. 4. Berdasarkan karakteristik harga diri (self esteem) Karakteristik harga diri tinggi hanya dimiliki oleh subjek B. Setelah mengalami infertilitas, subjek B tidak mengalami perubahan yang berarti dalam kehidupannya. Kehidupan perkawinannya pun tidak megalami perubahan, bahkan subjek B dan suami tetap semesra awal mereka menikah. Selain itu, subjek B memiliki lingkungan keluarga yang membuatnya nyaman dan juga menerima subjek B, serta keluarga subjek B juga selalu memberikan dukungan penuh kepada subjek B. Subjek B juga tetap merasa dirinya berharga meskipun terdapat kekurangan pada dirinya. Sedangkan karakteristik harga diri rendah, dimiliki oleh subjek A dan C. Setelah subjek A mengalami infertilitas, subjek A merasa minder dan juga malu pada lingkungan sekitar, apalagi saat awal-awal infertilitas, subjek A selalu ditanya kapan punya anak, oleh suaminya. Subjek A juga menjadi pesimis dan mengkhawatirkan dirinya, apakah memang dirinya tidak akan pernah memiliki anak sama sekali atau sebaliknya. Sedangkan subjek C, selain memang sejak kecil adalah individu yang pemalu, dengan terjadinya infertilitas tersebut, subjek C menjadi malu dan juga minder, serta subjek C merasa sangat tidak percaya diri. Subjek C kurang berani dalam melakukan interaksi sosial, subjek C lebih 114

memilih untuk tetap di rumah, dan tidak pernah berkumpul dengan teman-teman maupun tetangga sekitar, hal ini terjadi karena subjek C sering menjadi bahan omongan orang lain, karena ketidakmampuannya memiliki anak. 5.2 Diskusi Tidak semua subjek yang infertilitas, mengalami perubahan harga diri, seperti yang dialami oleh subjek B, subjek B mengaku infertilitas yang dialami tidak merubah atau memperngaruhi kehidupannya, baik kehidupan pribadinya maupun kehidupan perkawinannya. Hal ini terjadi karena subjek B mendapat dukungan penuh dari suaminya, dan hal tersebut yang membuat subjek B kuat, selain itu, subjek B menghadapi ini semua dengan santai. Sementara subjek A mengalami perubahan dalam kehidupannya, yaitu kemesraan dengan suaminya tidak seperti awal mereka menikah, bahkan suami subjek A ini pernah membuat subjek A menangis karena selalu ditanya kapan akan punya anak. Pada subjek C meskipun kehidupan perkawinannya tidak mengalami perubahan, tetapi infertilitas ini sudah membuat subjek C merasa minder dan juga malu karena subjek C menjadi bahan omongan oleh orang lain. Terdapat perbedaan antara teori dengan hasil penelitian. Pada teori disebutkan bahwa individu yang memiliki kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik. Tetapi dalam penelitian ini, subjek B yang memiliki fisik yang kurang menarik karena terlalu gemuk dan memiliki kulit berwarna sawo matang, 115

justru subjek B yang memiliki harga diri positif atau harga diri tinggi, dibandingkan dengan subjek A dan subjek C yang memiliki tubuh ramping dan warna kulit kuning langsat. Hal ini karena subjek B adalah seseorang yang berani, selalu optimis, aktif, mandiri, dan juga yakin akan gagasan dan juga pendapatnya. Walaupun subjek B mengalami infertilitas, lingkungan keluarga dan juga lingkungan sekitarnya tetap merespon subjek B dengan positif. Sedangkan pada subjek A, keharmonisan rumah tangganya sedikit bekurang, tidak semesra waktu awal mereka menikah. Pada subjek C lingkungan sekitarnya tidak merespon dirinya dengan baik. Perbedaan teori dengan hasil penelitian juga terdapat pada teori Baron dan Byrne yang mengatakan bahwa peristiwa negatif dalam hidup memiliki efek negatif terhadap self esteem hal ini mungkin berlaku pada subjek A dan C, yaitu pada subjek A setelah mengalami infertilitas, subjek A menjadi malu dan juga minder terhadap lingkungan, begitu pula pada subjek C, yang juga malu dan minder, serta menjadi bahan omongan, sehingga self esteem subjek A dan C menjadi rendah. Tetapi teori tersebut tidak berlaku pada subjek B, karena meskipun subjek B mengalami infertilitas, subjek B tetap memiliki self esteem yang tinggi, karena subjek B mendapatkan dukungan dari orang-orang yang dicintainya dan juga menerima perlakuan yang baik dari orang-orang disekitarnya. Saat melakukan penelitian (wawancara), ketika subjek A ditanya mengenai perasaannya setelah sekian lama berumah tangga tetapi belum memiliki anak, subjek A menjawab dengan nada suara yang sangat pelan dan hampir tidak terdengar oleh peneliti, dan subjek A mengungkapkan 116

kekhawatirannya, subjek A khawatir jika dirinya tidak akan pernah bisa memiliki anak. Subjek A menjawab dengan nada suara yang pelan karena mungkin takut terdengar oleh suaminya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek A kurang mempunyai keterbukaan dengan suami. Sedangkan pada subjek B, saat wawancara, dan peneliti menanyakan tentang prestasi akademik subjek B, subjek B menceritakannya secara detil, dan subjek B menceritakan perjuangan-perjuangannya ketika masih bersekolah. Saat menceritakan hal tersebut, mata subjek B berkaca-kaca. Mungkin subjek B sedih karena perjuangannya semasa sekolah, sangat berat. Karena subjek B membiayai sekolahnya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa subjek memang individu yang mandiri dan juga kreatif. Sedangkan pada subjek C pada saat wawancara tidak ditemukan hal-hal yang signifikan. Di antara subjek A, B, dan C, yang paling lama mengalami infertilitas yaitu subjek B, karena subjek B mengalaminya selama 10 tahun. Tetapi hal ini justru berpengaruh terhadap perilakunya. Karena sudah terlalu lama menderita infertilitas, akhirnya subjek B mulai menerima keadaan dirinya, yaitu dengan cara menghadapinya secara santai, perilaku ini mencerminkan subjek B memiliki harga diri (self esteem) tinggi. Berbeda dengan subjek A yang baru mengalami infertilitas selama 5 tahun, subjek A masih sangat khawatir, stress, malu dan minder akan infertilitasnya itu, subjek A juga takut bahwa dirinya tidak akan bisa hamil sama sekali. Begitu juga dengan subjek C yang baru mengalami infertilitas 3 tahun, subjek C masih sangat mengharapkan memiliki anak, maka dari itu subjek C cenderung ritualistik, subjek C ini juga malu dan minder terhadap 117

lingkungan sosialnya akibat infertilitas yang dialaminya tersebut. Perilaku subjek A dan C ini mencerminkan harga diri (self esteem) yang rendah. Selain itu, subjek B adalah subjek yang pendidikannya paling tinggi, jika dibandingkan dengan subjek A dan C, maka dari itu, subjek B memiliki harga diri yang tinggi, sedangkan harga diri subjek A dan C rendah. Dengan hal ini, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi harga dirinya. Subjek B juga telah mengadopsi 2 orang anak. Dengan adanya anak angkat di samping subjek B, maka subjek B terhibur oleh anak angkatnya tersebut, sehingga perasaan subjek B tidak frustasi, perasaan keibuannya tersalurkan kepada anak angkatnya, sehingga subjek B mengalami harga diri yang positif. Berbeda dengan subjek A dan C yang memang tidak mengadopsi anak, sehingga pikiran subjek A dan C fokus pada kekurangan atau penderitaan yang mereka alami. 5.3 Saran a. Saran Teoritis Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini, masih banyak sekali kekurangan dan keterbatasan peneliti. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengkaji lebih mendalam tentang harga diri atau self esteem wanita yang menderita infertilitas. Hendaknya ketika akan melakukan wawancara, peneliti dan subjek penelitian mengadakan pertemuan sebelumnya. 118

Supaya terjadi hubungan baik antara subjek penelitian dan juga peneliti, sehingga ketika wawancara berlangsung, subjek penelitian tidak canggung lagi. Selain itu, peneliti hendaknya sudah benar-benar menguasai teori harga diri yang terkait dengan infertilitas, supaya ketika wawancara berlangsung, peneliti dapat menggali informasi yang dibutuhkan secara mendalam. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti dapat mengambil subjek lebih banyak lagi, dengan karakteristik yang berbeda. Sehingga dapat melihat gambaran harga diri (self esteem) yang lebih luas mengenai harga diri (self esteem) pada wanita yang menderita infertilitas. b. Saran Praktis a) Bagi subjek A dan C penelitian ini diharapkan dapat mengembalikan rasa kepercayaan diri yang subjek A dan C miliki. Dengan melihat kepercayaan diri yang subjek B miliki. Subjek A dan C dapat mencontoh perilaku subjek B dalam menghadapi infertilitas yang dialami, tanpa harus merasa rendah diri, minder ataupun malu. Sehingga meskipun menderita infertilitas, tetapi tetap memiliki harga diri yang tinggi, karena selalu berpikir positif, optimis, percaya pada diri sendiri, serta selalu berusaha dan berdoa. Untuk subjek B, supaya tetap mempertahankan harga dirinya. Tanpa harga diri yang tinggi, maka kita akan lebih mudah merasa tertekan dan takut menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan. 119

b) Bagi wanita lainnya yang menderita infertilitas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bahwa menderita infertilitas tidak selalu menjadi sesuatu yang memalukan atau membuat harga diri penderitanya menjadi rendah, jika penderita infertilitas selalu memperhatikan pihak-pihak yang selalu memberikan dukungan, berpikir positif, terus berupaya menjalani pengobatan, selalu berdoa dan tidak berputus asa. c) Bagi masyarakat lainnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran perasaan atau harga diri wanita yang menderita infertilitas, sehingga setelah kita mengetahui gambaran tersebut, kita bisa lebih menghargai wanita yang menderita infertilitas, kemudian kita bisa memberikan dukungan dan memberikan saran-saran ataupun masukan yang positif, dan tidak memandang sebelah mata kepada mereka. 120