Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 7 No. 2, September 2013 ISSN : X

dokumen-dokumen yang mirip
Keragaman Genetik Gen Penyandi Dehydrogenase Sub-unit 3 Mitokondria pada Monyet Hantu (Tarsius sp.)

Kajian Molekular Tarsius sp. Pada Gen Penyandi Cytochrome Oxidase Subunit 2 Mitokondria

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di

KAJIAN DIVERSITI GENETIKA Tarsius sp. ASAL INDONESIA MENURUT URUTAN GEN NADH DEHIDROGENASE SUBUNIT 4 (ND4)

Keragaman Genetik Gen NADH Dehydrogenase Subunit 6 pada Monyet Hantu (Tarsius Sp.)

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

Kajian Molekuler Daerah D-Loop Parsial DNA Mitokondria Kuda (Equus caballus) Asli Tengger

STUDI KERAGAMAN GENETIK Tarsius sp. ASAL KALIMANTAN, SUMATERA, DAN SULAWESI BERDASARKAN SEKUEN GEN NADH DEHIDROGENASE SUB-UNIT 4L (ND4L)

Lumba-Lumba Hidung Botol Laut Jawa Adalah Tursiops aduncus Berdasar Sekuen Gen NADH Dehidrogenase Subunit 6

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

The Origin of Madura Cattle

Keragaman Genetik Sekuen Gen ATP Synthase FO Subunit 6 (ATP6) Monyet Hantu (Tarsius) Indonesia

BAB 4. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

menggunakan program MEGA versi

AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

SAIN VETERINER JURNAL DITERBITKAN OLEH FAKULTA KEDOKTERAN HEWM UNIVERSITAS GADJAH MADA

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

PENDAHULUAN. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 4B (27 32), 2011

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp.

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

ANALISIS JARAK GENETIK DAN FILOGENETIK KAMBING JAWA RANDU MELALUI SEKUEN DAERAH DISPLACEMENT LOOP (D-LOOP) DNA MITOKONDRIA.

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I

ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK HANDAYANI

Kolokium Liliani Isna Devi G

Kolokium Liliani Isna Devi G

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BIOMA, Juni 2014 ISSN: Vol. 16, No. 1, Hal

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK HANDAYANI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

2015 IDENTIFIKASI KANDIDAT MARKER GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL II DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE

KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia

DIAGRAM FILOGENIK HASIL SEKUENS BASA DNA MENGGUNAKAN PROGRAM MEGA-7 (MOLECULAR EVOLUTIONARY GENETICS ANALYSIS)

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAHAN DAN METODE. Tahapan Analisis DNA S. incertulas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

IDENTIFIKASI MOLEKULER ROTIFER Brachionus sp. ASAL PERAIRAN TUMPAAN, MINAHASA SELATAN

3. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

AMPLIFIKASI in vitro GEN PENGKODE PEMSILIN V ASILASE dari Bacillus sp. strain BACS

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

ANALISA KEKERABATAN 14 SPESIES PRIMATA DENGAN PROGRAM MEGA 4. Abdul Rahman Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku

G091 ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DAERAH CYTOCHROME 8 SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN Chaperonin 60.1 PADA Mycobacterium tuberculosis

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi


BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Tarsier. tarsiersection3. html. (20 November 2013).

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Soil Bacterial Genetic Diversity from Rhizosfev of Transgenic and Non transgenic Cotton Plantation in Soppeng, South Sula wesi

Periode Juli-September 2016 ISSN ONLINE :

BABm METODE PENELITIAN

Transkripsi:

ISSN : 1978-225X KAJIAN DEOXYRIBONUCLEIC ACID (DNA) BARCODE PADA SPESIES Tarsius bancanus, Tarsius spectrum, DAN Tarsius dianae DENGAN MENGGUNAKAN GEN CYTOCHROME OXIDASE SUB-UNIT I () Genetic Diversity Study of Gene Cytochrome Oxidase Subunit I () on Tarsius bancanus, Tarsius spectrum, and Tarsius dianae Alnita Baaka 1 dan Rini Widayanti 2 1 Program Studi Magister Sain Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2 Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta E-mail: riniwida@yahoo.co.uk ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keragaman genetik gen pada Tarsius spectrum (T. spectrum), Tarsius dianae (T. dianae), dan Tarsius bancanus (T. bancanus). Sampel yang digunakan adalah 4 sampel jaringan T. spectrum asal Sulawesi Utara, 1 sampel jaringan T. dianae asal Sulawesi Tengah, 2 sampel jaringan T. bancanus asal Lampung, dan 3 sampel jaringan T. bancanus asal Kalimantan. Selanjutnya dilakukan isolasi deoxyribonucleic acid (DNA), amplifikasi dengan teknik polymerase chain reaction (PCR), pengurutan, dan data dianalisis menggunakan program MEGA v. 5.0. Hasil amplifikasi diperoleh produk PCR sebesar 1633 pasang basa (pb), hasil pengurutan DNA ditemukan 240 situs nukleotida dan 16 situs asam amino yang berbeda. Jarak genetika menggunakan Kimura-2 parameter paling tinggi 16,1%, paling kecil 0%, dan rata-rata 8,3%. Pohon filogenetika menggunakan metode Neighbor joining berdasarkan urutan nukleotida dan asam amino dapat membedakan antara T. bancanus, T. spectrum, dan T. dianae, namun tidak dapat membedakan antara T. bancanus asal Kalimantan dan T. bancanus asal Lampung. Kata kunci: Tarsius sp.,, nukleotida, asam amino ABSTRACT The purpose of this study was to determine the genetic diversity of genes on Tarsius spectrum (T. spectrum), Tarsius dianae (T. dianae), and Tarsius bancanus (T. bancanus). The samples used were four tissue samples of T. spectrum from North Sulawesi, one tissue sample of T. dianae from Central Sulawesi, two tissue samples of T. bancanus from Lampung, and tree samples of tissue T. bancanus from Kalimantan. Samples were further isolated the DNA, amplified by PCR, sequenced, and the data were analyzed using the program MEGA v.5.0. The results of PCR amplification product obtained for 1633 base pairs (bp), DNA sequencing results found 240 nucleotide sites and 16 different amino acid sites. Genetic distances using the Kimura-2 parameter revealed that the highest was 16.1%, the smallest was 0%, and the average was 8.3%. Phylogenetic tree using the Neighbor joining method based on nucleotide and amino acid sequence of able to distinguish between T. bancanus, T. spectrum, and T. dianae, but can not distinguish between T. bancanus from Kalimantan and T. bancanus from Lampung. Key words: Tarsius sp.,, nucleotides, amino acids PENDAHULUAN Tarsius merupakan primata terkecil di dunia (+150 gram), memiliki bola mata besar, dan leher dapat memutar hingga 180. Keberadaan satwa ini sebagai sumber keragaman hayati Indonesia sekarang mulai memprihatinkan karena semakin berkurangnya habitat yang ditempati dan juga pemanenan satwa sebagai hewan kesayangan. Tarsius merupakan satwa primata langka dan endemis Sulawesi yang dilindungi sejak tahun 1930, berdasarkan Undang-Undang No. 5/1990 dan PP No. 7/1999. Usaha untuk pelestarian satwa ini telah dilakukan melalui program pelestarian satwa baik secara in situ maupun ex situ. Namun karena satwa ini secara morfologis sulit dibedakan, maka diperlukan upaya untuk mendapatkan penanda genetika untuk masing-masing spesies Tarsius agar konservasi lebih terarah dan mencapai sasaran. Kajian molekuler gen penyandi 12SrRNA pada Tarsius telah dilakukan oleh Shekelle pada tahun 2003 dan daerah D-loop Tarsius sp. (Widayanti dan Solihin, 2007), namun karena homologinya tinggi maka urutan fragmen deoxyribonucleic acid (DNA) mitokondria tersebut tidak dapat dijadikan penanda genetika. Widayanti et al. (2006) selanjutnya dapat menggunakan gen Cyt b dan gen ATP 8 sebagai penanda genetika walaupun hanya pada tingkat nukleotida saja (pada tingkat asam amino kurang mendukung). Selanjutnya pada tahun 2010, 2011, dan 2012 telah dilakukan kajian berturut-turut pada gen COX2, ND3, dan ND4L. Namun ketiga urutan gen tersebut tidak dapat digunakan sebagai penanda genetika ketiga spesies Tarsius spectrum (T. spectrum), Tarsius dianae (T. dianae), dan Tarsius bancanus (T. bancanus). Variabilitas yang terdapat pada nukleotida penyusun gen pada Paragonimus westermani (Park et al., 2003), menyebabkan gen tersebut dapat digunakan sebagai pembeda atau sebagai penanda genetika antar spesies. Menurut Ozdil dan Ilhan (2012), bahwa gen dapat membedakan spesies Apis mellifera dan keragaman nukleotida dari pada gen. Kane et al. (2008) mengatakan bahwa urutan gen tersebut merupakan metode terbaik untuk karakterisasi populasi dan spesies dalam genus Bulinus yang berasal dari 132

Jurnal Kedokteran Hewan Alnita Baaka dan Rini Widayanti geografi yang berbeda. Gen merupakan gen pada DNA mitokondria yang berperan dalam respirasi sel. Gen terletak di antara gen trna Tyr pada daerah upstream dan daerah gen trna Ser pada daerah downstream (Schmitz et al., 2002). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, maka masih dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mendapatkan penanda genetika lain yang lebih spesifik untuk masing-masing spesies Tarsius dan diharapkan kajian keragaman genetik pada gen Tarsius dapat untuk membedakan di antara spesies Tarsius sehingga konservasi satwa tersebut dapat bermanfaat dan berhasil guna. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan empat ekor T. spectrum asal Sulawesi Utara, satu ekor T. dianae asal Sulawesi Tengah, dua ekor Tarsius bancanus asal Sumatra, dan tiga ekor T. bancanus asal Kalimantan Barat. Primer untuk mengamplifikasi gen didesain berdasar urutan genom mitokondria T. bancanus dari Genbank (NC_002811), menggunakan program primer 3 online. Susunan primer, melting temperatur, dan besarnya produk polymerase chain reaction (PCR) disajikan pada Tabel 1. Isolasi DNA Total Deoxyribonucleic acid total diekstraksi dari jaringan. Jaringan disimpan dalam media RNA latter (Qiagen) untuk menjaga kerusakan DNA dari nuklease. Isolasi dan purifikasi DNA menggunakan DNA Isolation Kit (Qiagen). Amplifikasi Gen dengan PCR Total DNA hasil ekstraksi digunakan sebagai DNA cetakan untuk proses amplifikasi. Komposisi 25 µl campuran pereaksi PCR terdiri atas Kapa Taq DNA polymerase, ready mix (1 st BASE) sebanyak 12,5 µl, 100-300 ng DNA cetakan, 10 pmol masing-masing primer dan ditambahkan nuclease free water (Microzone) hingga mencapai volume 25 µl. Amplifikasi DNA dengan PCR pada penelitian ini menggunakan mesin Invinigen (Biotech, Inc.). Amplifikasi gen dilakukan dengan kondisi, denaturasi awal selama 5 menit pada suhu 94 C selanjutnya diikuti dengan 94 C selama 30 detik untuk denaturasi, 54 C selama 45 detik untuk penempelan primer (penganealan), 72 C selama 1 menit 30 detik untuk pemanjangan (elongation); amplifikasi dilakukan sebanyak 35 siklus kemudian post elongation 5 menit pada 72 C. Elektroforesis DNA dilakukan untuk deteksi DNA total hasil isolasi dan Produk PCR pada gel agarosa 1% yang telah ditambah dengan pewarna DNA Bioatlas ((1 st BASE)), menggunakan bufer 1xTBE dalam piranti submarine electrophoresis (Hoefer, USA). Pengamatan dilakukan dengan UV transiluminator (λ = 300 nm). Penanda DNA dengan ukuran 1 kb (1 st BASE) digunakan sebagai penunjuk berat molekul. Pengurutan Gen Produk PCR hasil amplifikasi dipurifikasi, selanjutnya digunakan sebagai DNA cetakan untuk reaksi pengurutan DNA. Kondisi untuk reaksi pengurutan adalah sebagai berikut: denaturasi awal selama 5 menit pada suhu 94 C, selanjutnya diikuti dengan 94 C selama 30 detik, 54 C selama 45 detik, 72 C selama 1,5 menit; reaksi amplifikasi sebanyak 35 siklus kemudian diakhiri dengan penambahan (extension) selama 5 menit pada 72 C. Pengurutan DNA menggunakan alat pengurutan DNA otomatis ABI Prism. Pengurutan DNA dilakukan dua kali reaksi menggunakan primer forward dan reverse untuk semua sampel Tarsius. Analisis Data Data urutan gen dan urutan DNA yang diperoleh dari data base Internasional dilakukan multiple alignment dengan program Clustal W (Thompson et al., 1994). Selain berdasarkan urutan nukleotida, gen dianalisis berdasarkan urutan asam amino dari basa-basa yang diterjemahkan mengikuti vertebrate mitochondrial translation code dalam MEGA versi 5 (Nei dan Kumar, 2002). Jarak genetik dianalisis menggunakan metoda Kimura dua parameter dan pohon filogenetika menggunakan metode Neighbor joining dengan nilai bootstrap 1000 kali Tabel 1. Urutan basa primer untuk mengamplifikasi gen Tarsius sp. Target F dan R Urutan Basa Tm ( C) Produk PCR (pb) F (21nt) R (21nt) 5 GCTCTTTCAGCCATTTTACCC 3 5 GTGGTTATGAGGTTGGCTTGA 3 60,09 59,99 1633 (parsial) AF (21nt) AR (20nt) 5 GCTCTTTCAGCCATTTTACCC 3 5 ATGCCTATGTAGCCGAATGG 3 60,09 59,94 845 (parsial) BF (20nt) BR (20nt) 5 TCCTTATTCTCCCCGGATTT 3 5 TAGGGGGTTCAATTCCTTCC 3 59,73 60,12 843 133

HASIL DAN PEMBAHASAN Total DNA telah diisolasi dari 10 sampel Tarsius, kemudian digunakan sebagai cetakan untuk amplifikasi gen. Amplifikasi sampel T. bancanus menggunakan primer F dan R, sedangkan untuk T. spectrum dan T. dianae menggunakan pasangan primer AF dan AR serta pasangan primer BF dan BR. Amplifikasi kedua Tarsius asal Sulawesi menggunakan dua pasang primer oleh karena jaringan yang sudah rusak sehingga saat isolasi DNA didapatkan DNA yang sudah terfragmentasi. Oleh karena itu untuk mendapatkan produk PCR sepanjang 1633 pb sangat sulit, sehingga diperlukan dua pasang primer untuk mendapatkan gen utuh. Hasil amplifikasi gen disajikan pada Gambar 1. Panjang produk PCR menggunakan pasangan primer F dan R adalah 1633 pb, sedangkan panjang produk PCR menggunakan pasangan primer AF-AR dan BF-BR berturutturut adalah 845 dan 843 pb. Letak penempelan ketiga pasang primer tersebut berdasar urutan T. bancanus dari Genbank (NC_002811), berturut-turut pada urutan basa ke 5321-5341 dan 6953-6933; 5321-5341 dan 6165-6146; 6081-6100 dan 6923-6904. Produk PCR sepanjang 1633 pb pada T. bancanus, hasil amplifikasi menggunakan pasangan primer F dan R, serta produk PCR sepanjang 845 dan 843 pb pada T. dianae dan T. spectrum (menggunakan pasangan primer AF, AR dan BF; BR) kemudian dilakukan multiple alignment menggunakan CLUSTAL W dengan pembanding urutan genom mtdna T. bancanus (Schmitz et al., 2002). Hasil multiple alignment diperoleh panjang urutan gen sebesar 1542 nukleotida (urutan basa ke 5348-6889), yang akan menyandi 514 asam amino. Hasil analisis urutan gen berdasar urutan nukleotida dan asam amino ditemukan berturut-turut 240 dan 16 situs yang berbeda. Berdasarkan pada situs nukleotida yang berbeda dengan menggunakan metoda Kimura 2 parameter yang ada di dalam program MEGA v.5 dapat diketahui jarak genetika antar T. bancanus, T. dianae dan T. spectrum, seperti disajikan pada Tabel 2. Berdasar situs asam amino yang berbeda dapat diketahui jumlah asam amino yang berbeda di antara sepuluh sampel Tarsius yang diteliti. Matriks perbedaan asam amino disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel 2, terlihat jarak genetika paling kecil adalah 0%, yaitu antara T. bancanus 3 asal Kalimantan dan T. bancanus 8 asal Lampung, sedangkan jarak genetika paling besar adalah 16,1% yaitu,antara T. spectrum 11 terhadap T. bancanus K2, T. bancanus K3. dan T. bancanus L8. Rata-rata jarak genetika dari ketiga spesies tarsius tersebut adalah 8,3%. Perbedaan asam amino dari kesepuluh sampel Tarsius paling besar adalah 14 asam amino, yaitu antara T. spectrum 11 terhadap T. bancanus K3, T. bancanus L4 dan T. bancanus L8, paling kecil adalah 0 (nul) atau tidak ada perbedaan Gambar 1. Hasil PCR gen menggunakan primer F dan R; AF dan AR;BF dan BR pada gel agarose 1% (1-4 menggunakan primer AF dan AR, 5-8 menggunakan primer BF dan BR, 9-14 menggunakan primer F dan R 1,5: T. dianae; 2,3,4,6,7,8: T. spectrum; 9,10,11: T. bancanus asal Kalimantan; 12,13,14: T. bancanus asal Lampung; 1 kb: DNA ladder 1 kb). Tabel 2. Jarak genetika Tarsius spectrum (T. spectrum), Tarsius dianae (T. dianae), dan Tarsius bancanus (T. bancanus) berdasarkan urutan nukleotida gen (1544 nt) menggunakan metode Kimura 2 parameter dan matriks perbedaan asam amino (514 asam amino) No. Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 T.bancanus K1 2 2 0 2 9 6 9 12 7 2 T.bancanus K2 0.005 0 2 0 11 8 11 14 9 3 T.bancanus K3 0.005 0.003 2 0 11 8 11 14 9 4 T.bancanus L4 0.005 0.005 0.002 2 9 6 9 12 7 5 T.bancanus L8 0.005 0.003 0.000 0.002 11 8 11 14 9 6 T.spectrum 4 0.156 0.156 0.158 0.157 0.158 3 0 3 6 7 T.spectrum 5 0.081 0.079 0.082 0.081 0.082 0.070 3 6 3 8 T.spectrum 10 0.157 0.157 0.159 0.158 0.159 0.003 0.068 3 6 9 T.spectrum 11 0.160 0.159 0.161 0.161 0.161 0.011 0.070 0.009 9 10 T.dianae 0.079 0.077 0.078 0.077 0.078 0.093 0.022 0.092 0.091 K= Kalimantan, L= Lampung, kiri bawah: jarak genetika; kanan atas: matriks perbedaan asam amino 134

Jurnal Kedokteran Hewan Alnita Baaka dan Rini Widayanti adalah antara T. bancanus K1 dan T. bancanus L8; antara T. bancanus K2, T. bancanus K3, dan T. bancanus L8; serta antara T. spectrum 4 dan T. spectrum 10. Semakin besar jarak genetika dan semakin banyak asam amino yang berbeda menunjukkan bahwa kekerabatan satwa tersebut semakin jauh, dan sebaliknya semakin kecil jarak genetika dan semakin kecil jumlah asam aminonya berarti semakin dekat kekerabatannya. Ratarata jarak genetika Tarsius sp. berdasar urutan nukleotida gen pada penelitian ini adalah 8,3 %, sedangkan apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya ternyata urutan nukleotida gen cyt b (Widayanti et al., 2006) dan ATP8 (Widayanti, 2010) memiliki jarak genetika yang lebih besar yaitu berturut-turut 13,1 dan 13,4 %. Namun ketiga urutan nukleotida gen tersebut sudah dapat digunakan sebagai penanda genetik T. bancanus, T. spectrum, dan T. dianae, walaupun pada tingkat asam amino gen tersebut kurang memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian pada gen-gen lain yang kemungkinan dapat digunakan sebagai penanda genetika spesies-spesies Tarsius. Jarak genetik berdasar nukleotida dan adanya perbedaan asam amino pada gen ketiga spesies tarsius tersebut dapat dibuat pohon filogenetika menggunakan metode Neighbor joining dengan 1000x pengulangan (dalam program MEGA v. 5). Pohon filogenetik berdasar urutan nukleotida dan asam amino disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 2 dan Gambar 3 merupakan pohon filogenetika Tarsius sp. dengan primata lain yang diambil dari Genbank. Gambar 2 berdasarkan urutan nukleotida, sedangkan Gambar 3 berdasarkan urutan asam amino penyusun. Pada Gambar 2 dan 3 terlihat bahwa Tarsius berada dalam percabangan yang memiliki 2 subcabang, subcabang ke-1 terdiri atas semua sampel penelitian dan T. bancanus (Genbank), sedangkan subcabang ke-2 terdapat T. syrichta (Genbank), berturut-turut didukung oleh nilai bootstrap 100 dan 98%. Di antara Tarsius yang diteliti, berdasarkan urutan nukleotida dan urutan asam amino tampak bahwa T. bancanus asal Lampung dan T. bancanus asal Kalimantan berada dalam percabangan yang sama, yang menunjukkan bahwa kedua T. bancanus tersebut sangat dekat kekerabatannya, sehingga urutan nukleotida maupun asam amino dari tidak dapat sebagai penanda genetik untuk T. bancanus dari dua lokasi yang berbeda. Antara T. spectrum dan T. dianae tampak berada dalam percabangan yang berbeda dengan T. bancanus, menunjukkan bahwa kekerabatan kedua spesies tarsius tersebut terhadap T. bancanus adalah sangat jauh. Data ini juga didukung dengan jarak genetika antara T. bancanus terhadap T. spectrum, dan T. dianae yang besar yaitu berkisar antara 7,7-16,1%. Antara T. dianae dan T. spectrum juga berada pada subcabang yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kekerabatan di antara kedua spesies tersebut juga cukup tinggi, yang Gambar 2. Pohon filogenetika Tarsius sp. berdasarkan urutan nukleotida (1544 nt) menggunakan metode Neighbor joining dengan bootstrap 1000x Gambar 3. Pohon filogenetika Tarsius sp. berdasarkan urutan asam amino (514 aa) menggunakan metode Neighbor joining dengan bootstrap 1000x 135

berarti juga bahwa urutan nukleotidan dan asam amino dapat sebagai penanda genetika T. bancanus, T. spectrum, dan T. dianae. Hasil penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya yang telah melakukan pembagian spesies Tarsius berdasarkan morfologi dengan didukung dengan data vokalisasi yang mengelompokkan Tarsius ke dalam lima spesies, yaitu T. pumilus, T. dianae, T. spectrum, T. bancanus, dan T. syrichta (Musser dan Dagosto, 1987; Niemitz et al., 1991). Menurut (Napier dan Napier, 1983), berdasarkan morfologi, sampai saat ini Tarsius masih menjadi perdebatan termasuk subordo Prosimian (sekarang sekarang Strepsirrhini) atau intermediate (di pertengahan) antara subordo Anthropoidea (sekarang disebut Haplorrhini) dan Prosimian, karena menunjukkan ciri-ciri di antara keduanya. Ciri-ciri yang sama dengan Strepsirrhini yaitu nocturnal, mata besar, telinga dapat digerakkan, mandibula tersusun dari dua tulang, serta mempunyai toilet claw pada jari kaki kedua dan ketiga. Ciri-ciri yang sama dengan Haplorrhini adalah tanpa rhinarium telanjang, tanpa dental comb, cermin hidung kering, gigi seri bawah menghadap ke atas, dan plasenta hemochorial. Demikian juga hasil yang diperoleh pada penelitian ini, pohon filogenetika berdasar urutan nukleotida gen menempatkan Tarsius sp. ke dalam subordo Strepsirrhini, tetapi berdasarkan urutan asam amino Tarsius sp. terletak di pertengahan (intermediate) antar subordo Strepsirrhini dan Haplorrhini. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian pada daerah atau gen lain untuk mengungkap perdebatan mengenai afiliasi Tarsius terhadap primata lainnya. KESIMPULAN Gen T. bancanus, T. dianae, dan T. spectrum terdiri dari 1544 nukleotida, terdapat 240 situs nukleotida dan 16 situs asam amino yang berbeda. Jarak genetik menggunakan Kimura-2 parameter paling tinggi 16,1%, paling kecil 0%, dan rata-rata 8,6%. Pohon filogenetika menggunakan metode Neighbor joining berdasarkan urutan nukleotida dan asam amino dapat membedakan antara T. bancanus, T. spectrum dan T. dianae, namun tidak dapat membedakan antara T. bancanus asal Kalimantan dan T. bancanus asal Lampung. Pohon filogenetika berdasarkan urutan nukleotida mengelompokkan Tarsius dalam subordo Strepsirrhini, sedangkan berdasar urutan asam amino mengelompokkan Tarsius di pertengahan (intermediate) antara subordo Strepsirrhini dan Haplorrhini. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dikti melalui Penelitian Multidisiplin Tahun 2012 yang telah memberi dukungan dana untuk penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Kane, R.A., J.R. Stothard, A.M. Emery, and D. Rollinson. 2008. Molecular characterization of freshwater snails in the genus Bulinus:a role for barcodes?. Parasites & Vectors 1:15. http://www.parasitesandvectors.com /content Musser, G.G. and M. Dagosto. 1987. The identity of Tarsius pumilus, a pygmy species endemic to the montane mossy of Central Sulawesi. Am. Museum Novitates. 2867:1-53. Napier, J.R. and P.H. Napier. 1983. The Natural History of the Primates. British Museum (Natural History), Cromwell Road, London. Nei, M. and S. Kumar. 2002. Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 5.0. Pennsylvania State University, Pennsylvania. Niemitz, C., A. Nietsch, S. Warter, and Y. Rumpler. 1991. Tarsius dianae: A new primate species from Central Sulawesi (Indonesia). J. Folia Primatol. 56:105-116. Özdil, F. and F. İlhan. 2012. Phylogenetic relationship of Turkish Apis mellifera subspecies based on sequencing of mitochondrial cytochrome C oxidase I region. Genet. Mol. Res. 11(2):1130-1141 Park, G.M., K.I. Im, and T.S. Yong. 2003. Phylogenetic relationship of ribosomal ITS2 and mitochondrial COI among diploid and triploid Paragonimus westermani isolates. Korean J. Parasitol. 41(1):47-55. Schmitz, J., M. Ohme, and H. Zischler. 2002. The complete mitochondrial sequence of Tarsius bancanus: Evidence for an extensive nucleotide compositional plasticity of primate mitochondrial DNA. J. Mol. Biol. Evol. 19:544-553. Thompson, J.D., D.G. Higgins, T.J. Gibson. 1994. CLUSTAL W: Improving the sensitivity of progressive multiple sequence alignment through sequence weighting, Position-specific gap penalties and weight matrix choice. Nucleic Acid Res. 22:4673-4680. Widayanti, R. 2010. Kajian molekuler gen ATP synthase FO subunit 8 (ATP8) pada DNA mitokondria Tarsius sp. Media Kedokteran Hewan 26(3):174-182. Widayanti, R. dan D.D. Solihin. 2007. Kajian penanda genetika Tarsius bancanus dan Tarsius spectrum dengan urutan D-Loop parsial DNA mitokondria. Biota 12(3):170-176. Widayanti, R., D.D. Solihin, D. Sajuthi, dan D. Perwitasari. 2006. Kajian penanda genetika gen cytochrome B pada Tarsius sp. J. Sain Vet. 24(1):1-8. Widayanti, R., N.S.H. Handayani, dan I.M. Budiarsa. 2010. Kajian molekular Tarsius sp. pada gen penyandi cytochrome oxidase sub-unit 2 (COX2) mitokondria. Biota 15(1):98-106. 136