BAB IV PENUTUP. dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

dokumen-dokumen yang mirip
Indonesia Corruption Watch dan UNODC REVISI SKB/MOU OPTIMALISASI PEMBERANTASAN KORUPSI

V. PENUTUP. 1. Bagaimana Efektivitas Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi di Polres Lampung Barat.

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

MATRIKS 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011 II.L.093.1

Nama : ALEXANDER MARWATA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

REFORMASI BIROKRASI DAN SISTEM MANAJEMEN PERKARA TERPADU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01/KB/I-VIII.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Laporan Hasil Pertemuan Pelaksana Teknis Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (Knpk) Tahun 2016

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan pr

PERATURAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NESARA REPUBLIK IN D O N E S IA DAN JAKSA ASUNb REPUBLIK IN D O N E S IA NO. POL.

STRATEGI KHUSUS PEMULIHAN ASET DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

Oleh : Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM RI

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

Tren Korupsi Semester 1 Tahun Korupsi Daerah Makin Mengkhawatirkan-

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

MEKANISME KOORDINASI PENINDAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM. Selasa, 24 November

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

Tren Pemberantasan Korupsi Divisi Investigasi Dan Publikasi

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

TENTANG KERJASAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN. : 42/KPK-BPKP/IV/2007 : Kep-501/K/D6/2007

BAB III POLITIK HUKUM PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Revisi UU KPK Antara Melemahkan Dan Memperkuat Kinerja KPK Oleh : Ahmad Jazuli *

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

SALAH PERSEPSI SOAL KORUPSI

BAB 15 PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP TERPADU DI DKI JAKARTA

Korupsi Pengadaan alat Simulasi Mengemudi Pasca Intervensi Presiden Oleh : Kombes Iktut Sudiharsa.S.H.,mSi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Penghargaan. Piagam. Korupsi. Tata Cara.

TREN PENANGANAN KASUS KORUPSI SEMESTER I 2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. UPTPK didirikan kegiatan penyaluran bantuan kemiskinan di Kabupaten Sragen

Tri Atmojo Sejati. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Deputi Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEPALA KEPOLISIAN DAERAH BALI DENGAN KEPALA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI BALI

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

PERAN SERTA MASYARAKAT

PRESIDEN RFPUBLIK INDONESIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN' DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU

BAB III PENUTUP. di wilayah hukum pengadilan Negeri Klaten sebagai berikut:

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

Temuan Survei Pandangan Masyarakat terhadap Keberadaan KPK dalam pemberantasan Korupsi

PENUTUP. Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dapat. Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara independen dalam sistem

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam bab sebelumnya di dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Koordinasi dan supervisi merupakan tugas yang diberikan oleh undangundang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan ini agar pemberantasan korupsi berjalan lebih efektif, efisien, dan sinergis. Namun, dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi terdapat persoalan yang menghambat pelaksanaan tugas tersebut diantaranya, miskomunikasi antar lembaga penegak hukum. Dari tahun 2011 hingga 2015 bentuk koordinasi yang dilakukan diantaranya mengkoordinasikan penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dan permintaan informasi oleh KPK terkait dengan kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan bentuk tugas supevisi KPK di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dalam bentuk ekspose bersama, penelaahan; dan pengawasan penyidikan dan penuntutan. Dalam praktiknya, tidak semua bentuk koordinasi dan supervisi yang diatur dilaksanakan baik oleh KPK sendiri maupun oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat karena data atau informasi yang seharusnya diserahkan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat kepada KPK dalam bentuk koordinasi atau tindakan supervisi yang seharusnya dilaksanakan oleh KPK tidak berjalan. Oleh karena itu,untuk mengoptimalkan pemberantasan tindak

pidana korupsi di Sumatera Barat, maka KPK perlu mengoptimalkan tugas koordinasi dan supervisi dengan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. 2. Kendala yang ditemui dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi oleh KPK dan Kejaksaan Tinngi Sumatera Barat. Pertama, kendala yang ditemui dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) antara lain : a. Egosentris kelembagaan masing- masing aparat penegak hukum, Egosentris itu maksudnya adalah ego sektoral, di mana dalam melakukan supervisi terhadap suatu perkara korupsi, KPK masih menemui adakalanya aparat penegak hukum lainnya masih belum mau menerima atau menjalankan rekomendasi yang diberikan tim supervisi KPK atau adakalanya aparat penegak hukum lainnya bertahan dengan pendiriannyanya semata karena institusinya; b. Inisiatif Kejaksaan dan Kepolisian untuk berkoordinasi dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi masih rendah seperti dalam penyampaian SPDP, dan laporan perkembangan penyidikan atau perkembangan perkara yang telah disampaikan kepada KPK; c. Internal KPK sendiri masih terkendala dalam hal keterbatasan jumlah personil untuk melakukan tugas koordinasi dan supervisi. Dapat dikatakan bahwa SDM KPK dibidang Koordinasi dan supervisi Penindakan belum sebanding dengan jumlah instansi aparat penegak hukum lainnya;

d. Lambatnya penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum lain karena anggaran dan kompetensi yang belum memadai. e. Kendala birokrasi terkait koordinasi aparat penegak hukum lainnya dengan KPK khususnya di level bawah (Kejari/ Polres). Kedua, kendala yang ditemui dalam pelaksanaan koodinasi dan supervisi oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat antara lain. a. Keterbatasan personil di Kejaksaan untuk melakukan kegiatan koordinasi dan supervisi; b. Mekanisme koordinasi dan supervisi yang tidak jelas; c. Bidang khusus bagian koordinasi dan supervisi dalam penangnan perkara korupsi belum ada di institusi Kejaksaan. 3. Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Dalam Mengatasi Kendala Terhadap Pelaksanaan Tugas Koordinasi dan Supervisi Pertama, Upaya KPK dalam mengatasi kendala pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi oleh KPK dalam rangka proses penegakan hukum antara lain: a. Kegiatan koordinasi dan supervisi juga dilakukan secara terpadu melibatkan unsur Kejaksaan Agung dan Polri; b. Meningkatkan peran aktif dalam kegiatan; c. Merancang sistem laporan SPDP dengan memanfaatkan teknomogi; d. MoU dengan Kejaksaan dan Kepolisian

Kedua, Upaya Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dalam mengatasi kendala dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi yang diemban oleh KPK dalam rangka proses penegakan hukum antara lain: a. Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat meningkatkan kerjasama serta bersinergis dengan KPK terkait pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi yang diemban oleh KPK dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Sumatera Barat, seperti dalam penyampaian SPDP, dan penyampaian perkembangan perkara korupsi yang ditangani oleh KPK. b. Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat meningkatkan keaktifan dan mendukung kegiatan koordinasi dan supervisi yang diemban oleh KPK. B. Saran 1. KPK lebih meningkatkan pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi dengan cara: a. Meningkatkan intensitas kunjungan di berbagai daerah guna memonitor penanganan perkara korupsi di daerah yang ditangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan. b. KPK diharapkan tidak hanya melakukan tugas koordinasi terhadap pengecekan SPDP namun diharapkan juga bisa melakukan kerja sama operasi bidang penyelidikan dan penyidikan bersama sama baik itu di pusat maupun di daerah. c. Meningkatkan kerjasama dengan Kepolisian dan Kejaksaan untuk gelar perkara, analisis perkara, maupun pelimpahan perkara di daerah, agar pemberantasan korupsi dapat merata.

d. Perlu adanya penambahan sumber daya manusia yang menangani koordinasi dan supervisi. 2. Kepolisian dan Kejaksaan agar dapat membentuk unit khusus yang berkerja di bidang koordinasi dan supervisi yang jelas agar tugas koordinasi dan supervisi dapat berjalan optimal. Kepolisian dan Kejaksaan agar mendukung dan berpartisipasi terhadap pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi yang dipimpin oleh KPK 3. Guna optimalisasi perlu penguatan kembali terkait komitmen bersama antara lembaga penegak hukum, serta perlunya diatur penerapan sanksi dan regulasi. Diperlukannya penguatan kelembagaan KPK untuk merespon tren korupsi yang dewasa ini menyebar ke daerah-daerah. Kehadiran dan kiprah KPK di ibu kota Negara, jika dihadapkan dengan cakupan wilayah yang terdiri atas 33 Provinsi dan lebih dari 300 daerah Otonom Kabupaten dan kota, akan menghadirkan kesenjangan yang tinggi bagi kemampuan institusional KPK. Pembentukan perwakilan KPK di daerah muthlak diperlukan untuk mengatasi lebarnya kesenjangan tersebut. Dan dilakukan pembenahan terhadap database keseluruhan aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penanganan perkara korupsi. Untuk memperkuat berjalannya upaya pemberantasan korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan ini tentu dibutuhkannya dukungan perlemen dalam hal melakukan pengawasan serta anggaran yang cukup.