BAB II LANDASAN TEORI. menggunakan teknik-teknik dan alat tertentu.

dokumen-dokumen yang mirip
3. Seluruh ayggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian. 6. Paling kurang satu orang aggota keluarga berumur 15 tahun ke atas

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA. OLEH Ns.HENNY PERMATASARI, M.Kep. Sp. Kom

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 92

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai kemampuan keluarga untuk memenuhi semua kebutuhan

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI. Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes

O-o-O. pamphlet. Kawi Boedisetio

KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN. Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian. No. Variabel Penelitian Indikator Nomer Butir 1. Karakteristik tenaga kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modal, tanah dan keahlian keusahawanan (Sadono Sukirno, 2008: 193).

O-o-O. pamphlet. Kawi Boedisetio

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencari data,

Tata cara pelaksanaan pendataan dan pemetaan Keluarga MELALUI POSDAYA

Konsep Keluarga Sejahterah

BAB II SEJARAH DAN KONDISI UMUM DESA PAMIRITAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. PENELITIAN YANG PENELITI LAKUKAN INI ADALAH KAJIAN MENGENAI KESEJAHTERAAN

BAB II TINJUAN PUSTAKA. saudara laki-laki dan perempuan, serta pemelihara kebudayaan bersama.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang peneliti lakukan ini adalah kajian mengenai kesejahteraan

Lampiran 1 Kriteria keluarga sejahtera BKKBN

Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat. Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hanya untuk kepentingan seni dan budaya sertadigunakan sendiri.

BAB III DATA, PROSES EKSPLORASI DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi alasan yang sempurna rendahnya

KAJIAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PEDAGANG DI OBYEK WISATA DESA WINDUAJI KECAMATAN PAGUYANGAN

1

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam suatu penelitian ilmiah diperlukan adanya metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran

Volume I No. 3, Oktober 2016 ISSN

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya

FAKTOR- FAKTOR YANG MENYEBABKAN TINGGINYA ANGKA KELUARGA MISKIN DI DESA SUMBERJO KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN JOMBANG

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian Aspek Sosial Ekonomi TKI dengan Life History

MEMBUAT DAN MENGISI POSDAYA UNTUK PEMBERDAYAAN KELUARGA PRASEJAHTERA

POLA PERSEBARAN TINGKAT KESEJAHTERAAN ANGGOTA POS PEMBERDAYAAN KELUARGA (POSDAYA) KECAMATAN MREBET KABUPATEN PURBALINGGA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENGUKURAN KELUARGA SEJAHTERA 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai produsen kerajinan tangan yang mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah kelurahan

LOMBA KOMPETENSI SISWA SMK. TINGKAT PROVINSI JAWA TIMUR Sidoarjo, September 2014 KERAJINAN TEKSTIL

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

EKONOMI PUBLIK TEORI BARANG SWASTA KELOMPOK 1 :

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. eksplorasi estetis atas kain seser, diperoleh kesimpulan bahwa: sebagai jaring nelayan untuk menangkap ikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya konkrit pemerintah maupun lembagalembaga

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. Setelah mengikuti serangkaian kegiatan, peserta didik diharapkan mampu:

Membangun dan Membina Keluarga Sejahtera Mandiri

PENDATAAN KELUARGA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

PERANCANGAN ALAT PEMINTAL BENANG ERGONOMIS KERAJINAN TENUN IKAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut WHO (1970), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan,

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

Materi ajar (Siklus 1 Pertemuan I)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

Inka Dwi Fitriana Sari. Pendidikan Sosiologi Antropologi. Universitas Sebelas Maret Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diberbagai daerah serta menciptakan kesempatan kerja. Sasaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pembangunan. Namun dalam proses pertumbuhan secara keseluruhan, peranan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB I PENDAHULUAN. adanya persediaan yang memadahi diperusahaan maka akan terancam kegagalan

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. karyawan, meniadakan jam lembur, mengurangi pos-pos pengeluaran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

Dr. Sugiri Syarief, MPA. ( Kepala BKKBN ) Disampaikan oleh Drs. Pranyoto, M.Sc. ( Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga )

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Batang Merangin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah : Mata Pelajaran : IPS Kelas/Semester : IV/II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tingkat Kesejahteraan Buruh Tani Tanaman Pangan di Kecamatan Aluh-Aluh Kabupaten Banjar

Tata Cara Pelaksanaan Pendataan & Pemetaan Keluarga melalui Posdaya. Oleh : Ir. Mintartio M.Si Ir. Yannefri Bachtiar, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan umum mengenai Upah Minimum Kabupaten/Kota. (dari suatu perbuatan), resiko (Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, Indonesia kaya dengan aset kebaharian. Terutama bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

TUGAS TEORI ORGANISASI UMUM 2 MASALAH POKOK EKONOMI. Oleh: Asmara Nuryadi

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang ditulis Hernawati tentang Upaya Meningkatkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2080, 2014 BNPB. Logistik. Penanggulangan Bencana. Standarisasi.

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. DEFINISI TENUN Berbagai pengertian telah banyak dikemukakan oleh para ahli mengenai pertenunan. Pengertian-pengertian ini secara umum merujuk kepada pengertian yang sama, yaitu memintal bahan-bahan tertentu yang dapat dibuat menjadi benang yang kemudian dibuat kain atau sarung dengan menggunakan teknik-teknik dan alat tertentu. Alat yang digunakan untuk menenun kain secara umum adalah gedokan dan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). (1) Alat yang masih sangat tradisional adalah gedokan yang difungsikan secara tradisional. Penggunaan alat gedokan ini dalam membuat kain akan menghasilkan kain dengan lebar 55 cm, sehingga untuk membuat kain sarung dengan panjang 110 cm dengan panjang dua meter dibutuhkan lebih banyak bahan dan waktu penyelesaian satu buah kain sarung adalah 3 4 bulan. (2) ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) dengan menggunakan alat ini, dalam satu hari bisa dihasilkan 3-5 meter kain dengan lebar 70, 90, dan 110 cm. Widati (2002: 135) dan Poerwadarminta, (1989: 32) mengartikan tenun sebagai hasil kerajinan berupa kain dari bahan yang dibuat benang (kapas, sutra, dan sebagainya) dengan cara memasukkan bahan secara melintang pada lusi. 19

B. DESKRIPSI ATBM Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) adalah merupakan kelompok tenun tradisional, di mana konstruksi alat ini adalah dari kayu dan dikerjakan secara manual. Ciri yang paling menonjol pada peralatan ini adalah: 1. Efesiensi produksi yang rendah 2. Kemampuan produksi (dalam jumlah) rendah 3. Kualitas hasil produksi secara teknologis rendah 4. Prinsip lebih menekankan pada ketinggian nilai seni tradisionalnya Kondisi serta keterbatasan di atas terjadi karena adanya beberapa bagian pada peralatan tersebut belum dapat menunjang proses pertenunan sehingga kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan oleh ATBM belum maksimal. Peralatan tenun ATBM yang diambil sebagai standar sebagai alternatif awal sebelum dimodifikasi mempunyai spesifikasi sebagai berikut: Tabel. 2.1 Spesifikasi ATBM Standar No. Keterangan ATBM 1. Konstruksi Bahan Kayu Jati 2. Kapasitas Produksi Tenun Polos Tenun Lurik Tenun Ikat Tenun Songket 6m x 110 m / 8 jam. 6m x 110 m / 8 jam. 4m x 110 m / 8 jam. 2m x 110 m / 8 jam. 3. Gerakan Manual 4. Pembukaan Mulut Lusi Atas dan Bawah 20

Beberapa kelemahan pada ATBM standar adalah: 1. Pada bagian lade, dikarenakan sistem pergerakan ini dilakukan secara manual (dengan tangan) maka gerakan lade ini tidak konstan hal ini mengakibatkan tingkat kerapatan benang pada hasil tenunan tidak sama sehingga kualitas dari hasil tenunan tersebut kurang baik. 2. Konstruksi dudukan lade pada peralatan ini hanya bertumpu pada rangka bagian atas sehingga lama kelamaan akan mengakibatkan dudukan yang tidak seimbang. Hal ini akan menyebabkan pukulan lade/pergerakan lade tidak merata untuk merapatkan benang pakan. 3. Pada pergerakan pembukaan mulut lusi, permasalahannya adalah sistem pembukaan mulut lusi tidak rata yang mengakibatkan benang lusi yang diangkat akan cepat putus sehingga menimbulkan beberapa sambungan pada benang lusi tersebut yang akhirnya pada permukaan hasil tenunan menjadi tidak rata. C. DEFINISI KESEJAHTERAAN KELUARGA Teori kesejahteraan menurut ekonomi secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yakni classical utilitarian, neoclassical welfare theory, dan new contractarian approach (Albert dan Hahnel, dalam Darussalam 2005: 77). Pendekatan classical utilitarian menekankan bahwa kesenangan (pleasure) atau kepuasan (utility) 21

seseorang dapat diukur dan bertambah. Tingkat kesenangan yang berbeda yang dirasakan oleh individu yang sama dapat dibandingkan secara kuantitatif. Prinsip bagi individu adalah meningkatkan sebanyak mungkin tingkat kesejahteraannya, sedangkan bagi masyarakat, peningkatan kesejahteraan kelompoknya merupakan prinsip yang dipegang dalam kehidupannya. Neoclassical welfare theory merupakan teori kesejahteraan yang mempopulerkan prinsip Pareto Optimality. Prinsip Pareto Optimality menyatakan bahwa the community becomes better off if one individual becomes better off and non worse off. Prinsip tersebut merupakan necessary condition untuk tercapainya keadaan kesejahteraan sosial maksimun. Selain prinsip Pareto Optimality, neoclassical welfare theory juga menjelaskan bahwa fungsi kesejahteraan merupakan fungsi dari semua kepuasan individu. Berikutnya adalah new contractarian approach. Prinsip ini adalah bahwa individu yang rasional akan setuju dengan adanya kebebasan maksimun dalam hidupnya. Berdasarkan beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan seseorang sangat terkait dengan tingkat kepuasan dan kesenangan yang dapat diraih dalam hidupnya. Guna mencapai tingkat kesejahteraan yang diinginkan, maka dibutuhkan suatu perilaku yang dapat memaksimalkan tingkat kepuasannya sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Untuk golongan menengah ke bawah yang memiliki karakteristik miskin, kesehatan, gizi, dan pendidikan yang rendah, peningkatan 22

pendapatan dapat meningkatkan dan memperbaiki kesejahteraan mereka. Peningkatan pendapatan ini juga dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan seluruh perekonomian (Todaro, 2003: 252). Todaro juga menyampaikan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah dapat direpresentasikan dari tingkat hidup masyarakat. Tingkat hidup masyarakat ditandai oleh terentaskannya kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan peningkatan produktivitas masyarakat. Kesemuanya itu merupakan cerminan dari peningkatan tingkat pendapatan masyarakat golongan menengah ke bawah. Adapun pengertian mengenai kesejahteraan keluarga di Indonesia oleh pemerintah selama ini dikelompokkan ke dalam dua tipe (Suyoto, 2004), yaitu Pertama, Tipe Keluarga Pra-sejahtera adalah keluarga yang masih mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya berupa sandang, pangan, dan papan. Keluarga pra-sejahtera identik dengan keluarga yang anaknya banyak, tidak dapat menempuh pendidikan secara layak, tidak memiliki penghasilan tetap, belum memperhatikan masalah kesehatan lingkungan, rentan terhadap penyakit, mempunyai masalah tempat tinggal dan masih perlu mendapat bantuan sandang dan pangan. Kedua, Tipe Keluarga Sejahtera. Keluarga sejahtera identik dengan keluarga yang anaknya dua atau tiga, mampu menempuh pendidikan secara layak, memiliki penghasilan tetap, sudah menaruh 23

perhatian terhadap masalah kesehatan lingkungan, tidak rentan terhadap penyakit, mempunyai tempat tinggal dan tidak perlu mendapat bantuan sandang dan pangan. Pengelompokkan lima jenis keluarga sejahtera menurut Undang- Undang No. 10 Tahun 1992 sebagai berikut : a. Keluarga Pra Sejahtera Yaitu keluarga yang tidak dapat memenuhi syarat-syarat sebagai keluarga sejahtera I. b. Keluarga Sejahtera I 1) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. 2) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian. 3) Bagian yang terluas dari rumah bukan dari tanah. 4) Bila anak sakit dibawa ke seorang petugas kesehatan atau diberi pengobatan modern. 5) Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianutnya. c. Keluarga Sejahtera II Kecuali harus memenuhi syarat 1-5, maka keluarga tersebut harus memenuhi syarat 6-13 sebagai berikut : 6) Paling kurang sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan /telur/sebagai lauk pauk. 24

7) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru setahun terakhir. 8) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap penghuni rumah. 9) Seluruh anggota keluarga yang berumur dibawah 60 tahun dewasa ini bisa membaca tulisan latin. 10) Seluruh anak usia 6-12 tahun bersekolah pada saat ini. 11) Paling kurang satu orang anggota keluarga berumur 15 tahun keatas mempunyai pekerjaan tetap. 12) Seluruh anggota keluarga dalam sebulan terakhir dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing. 13) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing. d. Keluarga Sejahtera III Keluarga yang memenuhi syarat 1 13 dan memenuhi syarat-syarat dibawah ini juga harus memenuhi syarat-syarat 14-21 sebagai berikut : 14) Anak hidup paling banyak dua orang, atau anak lebih dari dua masih Pasangan Usia Subur memakai kontrasepsi saat ini. 15) Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga. 16) Keluarga biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari. 25

17) Keluarga biasanya ikut serta dalam kegiatan masyarakat dalam lingkungan tempat tinggal. 18) Keluarga mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang sekali dalam tiga bulan. 19) Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio atau majalah. 20) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat. 21) Upaya keluarga untuk meningkatkan pengetahuan agama. e. Keluarga Sejahtera III Plus 22) Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan sumbangan sebagai kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi. 23) Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan yayasan atau institusi masyarakat lainnya. (Sumber : Lembar Informasi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Buton ; 1996). 26