INTEGRASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KONDISI OBSTACLE BANDAR UDARA ADISUTJIPTO

dokumen-dokumen yang mirip
Kawasan keselamatan operasi penerbangan

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN (KKOP) BANDAR UDARA PEKON SERAI DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. Andius Dasa Putra dan Aleksander Purba 1)

EVALUASI KETINGGIAN BANGUNAN DALAM RANGKA UPAYA MENJAGA ZONA KKOP BANDARA JUANDA. (Studi Kasus : Masjid Ar-Ridlo Sedati Sidoarjo)

Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

PEMBUATAN PETA ZONA BATAS TINGGI OBSTACLE SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN TATA RUANG DI SEKITAR BANDARA Studi Kasus: Bandara Ngurah Rai Bali

BAB IV METODE PENELITIAN

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A.G. Ahmad. Departemen Sains Informasi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.

Jurnal Teknik WAKTU Volume 14 Nomor 01 Januari 2016 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Mekanisme Persetujuan Peta untuk RDTR. Isfandiar M. Baihaqi Diastarini Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial

Abstract. Key Word: Sultan Syarif Kasim II International Airport, Obstacle Limitation Surface, AES

TOMI YOGO WASISSO E

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

Rizqi Agung Wicaksono Zuharnen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRACT

tanpa persetujuan khusus Ditjen Hubud.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi

STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD

GUNA LAHAN DI KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA MUTIARA KOTA PALU

SAT. Analisis Batas Ketinggian Maksimum Bangunan Pada Kawasan Pendekatan Pendaratan Dan Lepas Landas Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II.

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENENTUAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KABUPATEN KLATEN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH

BAB 3 LIDAR DAN PENDETEKSIAN POHON

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOTIK ISSN:

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

Keyword: Quickbird image data, the residential area, evaluation

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

SIDANG TUGAS AKHIR RG

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGGUNAAN CITRA GEOEYE-1 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

Perubahan Penggunaan Tanah Sebelum dan Sesudah Dibangun Jalan Tol Ulujami-Serpong Tahun di Kota Tangerang Selatan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

ASPEK GEOSPASIAL DALAM DELINEASI BATAS WILAYAH KOTA GORONTALO: Studi Kasus dalam Pemutakhiran Data Batas Wilayah

Wisnu Widyatmadja Taufik Hery Purwanto

ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara)

PENERAPAN KAWASAN KKOP BERDASARKAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANATORAJA

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemetaan Estimasi Volume- (Dyah Novita I)

PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SAMPANG

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1986 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH SERTA RUANG UDARA DI SEKITAR BANDAR UDARA

BAB III METODOLOGI. Sumber: UPT Bandar Udara H.AS. Hanandjoeddin, 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUNA LAHAN DI KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA MUTIARA KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH DI SEKITAR LAGUNA SEGARA ANAKAN KABUPATEN CILACAP - PROVINSI JAWA TENGAH

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

III. BAHAN DAN METODE

Prediksi Spasial Perkembangan Lahan Terbangun Melalui Pemanfaatan Citra Landsat Multitemporal di Kota Bogor

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN KELAS MENENGAH MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG

ANALISIS PERKEMBANGAN DAERAH PEMUKIMAN DI KECAMATAN BALIK BUKIT TAHUN (JURNAL) Oleh: INDARYONO

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI PERKEMBANGAN LAHAN PERMUKIMAN BERBASIS PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA MAGELANG DAN SEKITARNYA TAHUN 2015

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan

ANALISIS DEVIASI PEMANFAATAN RUANG AKTUAL TERHADAP RENCANA DETIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) KECAMATAN NGAGLIK TAHUN

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

Kartika Pratiwi Sigit Heru Murti B.S.

JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rp) 1) Skala 1:10.000, 7 (tujuh) layer Per Nomor (NLP) ,00. Per Km² 20.

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMILIHAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG TIPE A DI KABUPATEN KLATEN

Transkripsi:

Integrasi Penginderaan Jauh dan Ssistem Informasi Geografis.......(Sari, E.N.I. dan Susilo, B.) INTEGRASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KONDISI OBSTACLE BANDAR UDARA ADISUTJIPTO (Integration of Remote Sensing dan Geographic Information Systems for Study Landuse and Obstacle Condition of Adisutjipto Airport) Erna Noor Indah Sari 1 dan Bowo Susilo 2 1,2 Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta E-mail : erna.geography@yahoo.com Diterima (received): 11 Juni 2013; Direvisi (revised): 19 Juli 2013; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 6 September 2013 ABSTRAK Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 44 Tahun 2005 telah menetapkan persyaratan terkait dengan kondisi di lingkungan bandar udara untuk menunjang keselamatan penerbangan. Penggunaan lahan dan kondisi obstacle yang terdapat di KKOP menentukan layak tidaknya kondisi bandar udara terkait dengan keselamatan penerbangan. Penggunaan lahan dan kondisi obstacle yang tidak sesuai dengan KKOP perlu dikaji. Kajian memerlukan data kondisi aktual penggunaan lahan dan obstacle yang ada di dalam KKOP. Citra penginderaan jauh dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang kondisi aktual penggunaan lahan. Penggunaan citra resolusi tinggi yang digabungkan dengan pengukuran lapangan memungkinkan untuk memetakan kondisi obstacle di KKOP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan pada zona horizontal dalam, mayoritas adalah permukiman yaitu seluas 2.523,2 ha atau 36,5% dari luas seluruhnya. Pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan keberadaan bangunan yang tidak mendukung kegiatan penerbangan tidak diperbolehkan keberadaannya, namun terdapat permukiman seluas 40.47 ha atau 33, 67% dengan jarak mendatar sejauh 1.100 m. Terdapat objek yang menjadi obstacle, kelebihan ketinggian objek gedung kurang lebih 0,3-2 m, sedangkan kelebihan ketinggian objek pohon berkisar 2,2-4,8 m. Kata Kunci: Penggunaan Lahan, Penghalang, Ketinggian Objek, Bandar Udara. ABSTRACT The government through Minister of Transportation Regulation Number 44/2005 has set requirements related to conditions of airport and the surrounding regions to support safety flight. The land use and the obstacle conditions located in KKOP determine whether the condition of the airport failure associated with flight safety. Land use and obstacle conditions that do not correspond to KKOP needs to be studied. The study requires the actual condition data of land use and obstacle in the KKOP area. Remote sensing technology can be used to obtain information about the actual state of land use. The use of high-resolution imagery combined with field measurements makes it possible to map the obstacle in KKOP. The result of this research shows that the land use inside inner horizontal zone of KKOP Adisutjipto airport majority are settlements with 2.523,2 ha or 36,5 % of the total area. The area that used as settlement on the possibility of an accident zone are 40.47 ha or 33, 67% of the possibility of an accident zone. The existence of the settlement inside the KKOP zone, having the risk against danger of wreck flight. Especially for the possibility of an accident zone not allowed to exist. There are some objects that exceed the permitted obstacle height limit. The objects consisted of buildings and trees. The excess height of the building objects approximately 0.3 to 2 meters, while the excess height of the trees object ranges from 2.2 to 4.8 meters. Keywords: Land Use, Obstacle, Object Height, Airport. PENDAHULUAN Kondisi obstacle dan jenis penggunaan lahan di sekitar bandar udara merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan karena menentukan keselamatan kegiatan penerbangan. Obstacle merupakan benda tinggi berupa objek bangunan di sekitar bandar udara yang dapat mengganggu berlangsungnya kegiatan penerbangan di sekitar bandar udara dan memungkinkan terjadinya bahaya kecelakaan. Sebagai contoh, pada tahun 1988 terjadi pemotongan pusat pertokoan Istana Plaza di Medan. Bangunan ini dipangkas dari ketinggian 25 meter menjadi 12 meter, karena dinilai terlalu tinggi dan membahayakan penerbangan di Bandara Polonia (Tempo, 1993). Dan Pembangunan Central Bussines District (CBD) di lahan bekas lapangan golf Polonia juga dihentikan pembangunannya untuk keselamatan penerbangan (Berita Sore, 2010). Peraturan KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) mengatur mengenai jenis penggunaan lahan dan obstacle (penghalang penerbangan) yang diperbolehkan keberadaannya di sekitar bandar udara. Kawasan yang diatur dalam peraturan KKOP mencakup 121

Globe Volume 15 No. 2 Desember 2013 : 121-128 beberapa zona, masing-masing zona memiliki ketentuan/peraturan yang berbeda (BSN, 2005). Zona kemungkinan bahaya kecelakaan dan zona horizontal dalam, merupakan zona yang rawan kecelakaan, sehingga dapat berdampak besar pada kegiatan penerbangan. Kenyataannya pada kedua zona tersebut masih terdapat penggunaan lahan berupa permukiman dan ketinggian objek yang cukup tinggi. Hal ini berbahaya baik untuk masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut maupun untuk keselamatan penerbangan. Pengadaan setiap bandar udara harus disesuaikan dengan undang-undang tataruang dan peraturan batas Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) (Kementerian Perhubungan, 2005). Tujuannya supaya kegiatan penerbangan dan aktivitas di sekeliling bandar udara dapat berjalan dengan lancar dan dapat meminimalisir gangguan/kecelakaan. Seiring dengan perkembangan pembangunan, lokasi Bandara Adisutjipto yang berada di tengah kota dimana penggunaan lahan di sekitarnya didominasi untuk perumahan maupun bangunan lain perlu lebih diperhatikan persebaran spasial objeknya apakah masih dalam batas yang diperbolehkan atau tidak. Bagi masyarakat kota, lokasi bandar udara (bandara) di tengah kota dapat memberikan keuntungan berupa kemudahan dalam mencapai bandara, namun di sisi lain juga dapat menimbulkan kerugian berupa ketidaknyamanan karena bising. Disisi lain keberadaan bangunan secara horisontal maupun vertikal dapat menyulitkan pengembangan dan mengganggu keselamatan penerbangan. Melihat kondisi yang demikian maka perlu dilakukan penataan penggunaan lahan dan kesesuaian ketinggian bangunan/gedung di sekitar bandara terhadap standar KKOP. Berdasarkan dinamika kondisi penggunaan lahan yang cukup tinggi di area lingkungan Bandara Adisutjipto Yogyakarta maka perlu dikaji kesesuaian ketinggian objek di sekitar bandara terhadap standar KKOP. Dinamika perubahan penggunaan lahan dan ketinggian objek yang cukup tinggi tersebut dapat dikaji dengan memanfaatkan data penginderaan jauh secara lebih cepat dan akurat. Foto udara merupakan salah satu data penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk menyajikan informasi spasial yang cukup tinggi (Sutanto, 1986a; Sutanto, 1986b dan Bintarto, 1987). Sehingga foto udara mampu digunakan untuk analisis kajian penggunaan lahan dan kondisi obstacle KKOP Bandara Adisutjipto Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Memetakan batas KKOP Bandara Adisutjipto dengan memanfaatkan data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. 2. Memetakan kondisi aktual penggunaan lahan di zona kemungkinan bahaya kecelakaan di sekitar Bandara Adisutjipto. 3. Memetakan kondisi obstacle/halangan di kawasan horisontal dalam (inner horizontal zone) Bandara Adisutjipto. 4. Mengetahui area yang melanggar batas KKOP di zona kemungkinan bahaya kecelakaan dan zona horisontal dalam (inner horizontal zone) Bandara Adisutjipto. METODE Secara garis besar, perolehan data dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode penginderaan jauh dan metode pengukuran lapangan (ground survey). Metode penginderaan jauh digunakan untuk memperoleh data penggunaan lahan dan kondisi obstacle. Metode pengukuran lapangan digunakan untuk memperoleh data titik kontrol tanah (ground control point), data ketinggian objek dan kondisi lapangan penggunaan lahan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk pengukuran di lapangan dan alat untuk pengolahan data di laboratorium yang terdiri dari: a. Seperangkat komputer personal (PC) dan atau notebook. b. Perangkat lunak (software) pengolah data spasial. c. GPS Geodetic Receiver Type. d. Laser telemetrik dan meteran. e. Alat tulis dan alat gambar. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Transparansi. b. Peta RBI daerah Maguwoharjo skala 1:25.000. c. Sketsa KKOP. d. Foto Udara Digital Tahun 2011. e. LIDAR daerah Bandara Adisutjipto dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan metode penginderaan jauh, dengan teknik interpretasi citra (Lillesand dan Kiefer, 1999) dan kerja/ pengukuran lapangan. Untuk mengetahui keselarasan bentuk penggunaan lahan dan ketinggian bangunan terhadap peraturan keselamatan penerbangan, dapat dicapai dengan cara delineasi interpretasi penggunaan lahan yang homogen di kawasan Bandar Udara Adisutjipto dan melalui pengolahan data penginderaan jauh untuk ekstraksi data tinggi/dsm (Digital Surface Model). Penggunaan lahan yang dimaksud yaitu mengidentifikasi penggunaan lahan pada zona kemungkinan bahaya kecelakaan berupa bangunan yang keberadaannya tidak mendukung untuk kegiatan penerbangan, dan penggunaan lahan yang bersifat tinggi atau memiliki ketinggian yang memungkinkan untuk mengganggu kegiatan penerbangan. Sumber data yang digunakan adalah Foto Udara tahun 2011 daerah Bandara Adisutjipto untuk mengetahui persebaran spasial dan homogenitas penggunaan lahan seperti tersaji pada Gambar 1. Sedangkan data LIDAR untuk mengetahui persebaran ketinggian objek yang menjadi penghalang penerbangan (obstacle) tersaji pada Gambar 2. Nilai tinggi dari data LIDAR diperoleh melalui serangkaian pemrosesan menggunakan metode fotogrametris. Pemrosesan tersebut menghasilkan data ketinggian untuk setiap piksel yang tergambar pada permukaan yang nampak pada seluruh area kajian yang terekam. Data dari LIDAR digunakan sebagai acuan untuk melakukan pengukuran di lapangan menggunakan alat berupa laser telemetri. Data penggunaan lahan dan obstacle kemudian disesuaikan dengan peraturan KKOP Bandar Udara Adisutjipto. 122

Integrasi Penginderaan Jauh dan Ssistem Informasi Geografis.......(Sari, E.N.I. dan Susilo, B.) Metode yang digunakan dalam penentuan sampel untuk ketinggian bangunan (obstacle) adalah purposive sampling, yaitu penentuan objek-objek tertentu sesuai tujuan pengambilan sampel. Untuk ketinggian bangunan dilakukan pengukuran pada objek-objek yang teridentifikasi memiliki nilai DSM di atas 155 mdpal, apapun bentuk objek yang ada pada lokasi tersebut. Sedangkan untuk penggunaan lahan menggunakan metode stratified random sampling, dimana lokasi sampel penggunaan lahan diambil untuk tiap perbedaan klas penggunaan lahan yang menyebar pada masingmasing zona. Gambar 1. Foto udara dan persebaran obstacle. Gambar 2. Data LIDAR dengan informasi ketinggian. 123

Globe Volume 15 No. 2 Desember 2013 : 121-128 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan batas-batas kawasan pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) ditetapkan dengan suatu Sistem Koordinat Bandar Udara yang masing-masing diberi kodifikasi sesuai dengan persyaratan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Nomor SKEP/110/VI/2000 (Dirjen Perhubungan Udara, 2000). Penarikan masing-masing zona pada kawasan keselamatan operasi penerbangan berpusat pada garis permukaan utama. Permukaan utama merupakan bidang persegi panjang yang garis tengahnya berimpit dengan garis tengah landasan, dengan lebar kearah luar sepanjang 200 m sesuai klasifikasi landasan Bandar Udara Adisutjipto dengan panjang landasan 2.200 m. Kawasan keselamatan operasi penerbangan untuk daerah penelitian dibagi menjadi beberapa kawasan, diataranya yaitu kawasan pendekatan lepas landas, kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, kawasan di bawah permukaan transisi dan kawasan horisontal dalam. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan memiliki batas tepi dalam yang berhimpit dengan lebar garis permukaan utama. Kawasan ini memiliki panjang yang berhimpit dengan garis batas kawasan lepas landas sejauh 3.000 m dari perpanjangan garis poros landasan pacu. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan berbentuk trapesium ke arah permukaan utama. Sedangkan untuk kawasan horisontal dalam dibatasi oleh pertemuan dua titik berdekatan dari garis yang melingkar sejauh 4.000 meter dari masing-masing titik permukaan utama. Luas daerah penelitian sekitar 90 km 2. Ditinjau dari topografinya daerah penelitian merupakan bagian lereng selatan daratan kaki Gunungapi Merapi. Topografi daerahnya datar dengan kemiringan kurang lebih 2% ke arah selatan. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di daerah penelitian dipetakan dengan menggunakan foto udara digital Tahun 2011, dan survei lapangan Tahun 2012. Berdasarkan hasil pemetaan, penggunaan lahan di daerah penelitian secara garis besar dibedakan menjadi dua kategori yaitu lahan terbangun (built-up land) dan lahan non terbangun (non built-up land). Penggunaan lahan terbangun mencakup permukiman, perkantoran, area pendidikan, gedung maupun area bandar udara. Penggunaan lahan non terbangun meliputi lapangan, kebun, tegalan, rumput, taman, lahan kosong, sawah irigasi dan air tawar. Jenis penggunaan lahan dalam hal ini diukur dalam skala nominal dan ordinal, dengan memberikan keterangan nilai luas masing-masing jenis penggunaan lahan. Tingkat dominasi antara penggunaan lahan terbangun dan non-terbangun ditunjukkan melalui persentase penggunaan lahan. Secara keseluruhan penggunaan lahan di area bandar udara kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan dan kawasan horisontal dalam didominasi oleh jenis penggunaan lahan permukiman dengam persentase luasan sebesar 36,49% dari luasan seluruh area penelitian. Jenis penggunaan lahan yang dominan berikutnya setelah permukiman dengan nilai yang tidak begitu jauh yaitu berupa sawah irigasi dengan persentase sebesar 36,23%. Permukiman mayoritas berada di bagian barat bandar udara, dimana secara administratif semakin mendekati Kota Yogyakarta. Hampir seluruh bagian pada area ini merupakan penutup lahan terbangun, dengan mayoritas berupa permukiman. Sedangkan untuk sawah irigasi yang merupakan jenis penggunaan lahan dengan prosentase terbesar kedua setelah permukiman, menyebar di hampir seluruh bagian dari kawasan horisontal dalam dan kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan. Namun persebarannya mayoritas berada pada bagian sebelah timur bandar udara, yang masuk pada daerah administratif sebagian Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Gambar 3 memperlihatkan peta penggunaan lahan kawasan horisontal dalam Bandara Adisutjipto Yogyakarta. Gambar 3. Peta penggunaan lahan kawasan horisontal dalam Bandara Adisutjipto Yogyakarta 124

Integrasi Penginderaan Jauh dan Ssistem Informasi Geografis.......(Sari, E.N.I. dan Susilo, B.) Tabel 1. Uji akurasi interpretasi penggunaan lahan. Kondisi Aktual Penggunaan Lahan A B C D E F G H I J K L M Total User Accuracy (%) Error Omission (%) I A 15 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 16 93,75 6,25 n B 0 15 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 93,75 6,25 t C 1 0 12 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 14 85,71 14,29 e D 0 0 1 4 0 0 1 0 0 0 0 0 0 6 66,67 33,33 r E 2 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 8 75,00 25,00 p F 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 50,00 50,00 r G 1 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 7 85,71 14,29 e H 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 100,00 0,00 t I 1 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 5 80,00 20,00 a J 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 5 80,00 20,00 s K 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 100,00 0,00 i L 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 3 100,00 0,00 M 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 100,00 0,00 Total 21 16 14 4 6 1 8 1 5 4 1 3 1 85 Producer Accuracy (%) Error Omission (%) Keterangan A = Permukiman B = Sawah Irigasi C = Kebun D = Taman/Rumput E = Lahan Kosong F = Empang G =Tegalan 71,43 93,75 85,71 100 100 100 75 100 80 100 100 100 100 73 Overal Accuracy 28,57 6,25 14,28 0 0 0 25 0 20 0 0 0 0 Kappa 0,836 H = Lapangan I = Gedung J = Industri K = Perkantoran L = Pendidikan M =Gedung bandara 85,88 Penghalang Penerbangan (Obstacle) Suatu titik yang digunakan sebagai referensi berfungsi untuk mempermudah kegiatan perhitungan nilai ketinggian. Titik referensi yang digunakan pada umumnya ditentukan dari ambang landasan terendah. Sistem ketinggian yang digunakan sebagai referensi adalah sistem ketinggian bandar udara atau Aerodrome Elevation System (AES). AES yang nilainya diperoleh dari nilai ambang terendah landasan, yang selanjutnya disebut sebagai 0 AES. Besarnya pelanggaran ketinggian penghalang penerbangan dihitung dari selisih nilai tinggi penggunaan lahan (DSM) terhadap nilai 0 AES, dan tidak boleh melebihi (45+H) AES. Nilai H diperoleh dari selisih antara nilai elevasi landasan tertinggi dikurangi elevasi landasan terendah dibagi dua. Bandar Udara Adisutjipto memiliki nilai ambang tertinggi sebesar 116,28 dan nilai ambang terendah sebesar 114,48 mdpl sehingga diperoleh nilai H sebesar 0,904 meter. Bedasarkan perhitungan tersebut sehingga batas maksimum ketinggian penghalang penerbangan (obstacle) yang diperbolehkan sebesar 45,904 AES. Nilai Ketinggian Objek Berdasarkan perhitungan nilai batas ketinggian sesuai klasifikasi landas pacu Bandar Udara Adisutjipto, pada perhitungan di atas menunjukkan batas maksimum ketinggian obstacle (penghalang penerbangan) yang diperbolehkan sebesar 45,904 AES. Hal tersebut berarti nilai DSM maksimal yang diperbolehkan keberadaannya sebesar 114,48 + 45,904 = 160,42 mdal. Tabel 2 menyajikan nilai elevasi objek pada nilai DSM berdasarkan data LIDAR. Nilai negatif berarti objek tersebut belum melanggar karena nilai ketinggiannya masih kurang dari batas maksimal yang diperbolehkan. Untuk objek nomer 9 (berupa pohon besar) memiliki nilai batas yang diijinkan sebesar -4.88, hal tersebut berarti objek pohon itu melanggar batas yang diperbolehkan, dan seharusnya dilakukan pengurangan ketinggian sebanyak 4.88 meter. Berdasarkan analisis terhadap hasil pemetaan penggunaan lahan, diperoleh informasi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan UU No.1 Tahun 2009. Penggunaan lahan yang dimaksud adalah permukiman yang berada di KKOP khususnya di zona horizontal dalam (inner horizontal zone) Bandar Udara Adisutjipto. Luasan area permukiman pada kawasan tersebut adalah seluas kurang lebih 2.523,21 ha atau sekitar 36.49% dari total luas keseluruhan area. Persebaran penggunaan lahan permukiman seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih serius karena memiliki tingkat risiko kecelakaan tinggi dalam aktivitas penerbangan, karena lahan permukiman merupakan lahan yang hampir selalu dihuni oleh manusia. Tabel 3 menyajikan hasil identifikasi potensi pelanggaran ketinggian objek di KKOP Bandara Adisutjipto Yogyakarta. 125

Globe Volume 15 No. 2 Desember 2013 : 121-128 Tabel 2. Elevasi objek berdasarkan data LIDAR. No Nilai Elevasi pada Obyek X Y Sampel DSM 1 Gedung Amplas 434008,252366 9139802,47644 149,899900 2 Jalan Layang 435002,459135 9139581,72492 128,000000 3 Pohon2 435457,049501 9139164,80779 137,699997 4 Pohon2 437560,459121 9141574,48550 158,699997 5 Gedung 437462,732432 9141462,61416 150,000000 6 Gedung 435646,761920 9140716,20498 160,800003 7 Gedung 435353,361475 9140000,93556 162,500000 8 Pohon11 436675,548986 9141432,26699 162,699997 9 Pohon15 439548,166117 9141369,63371 165,300003 10 Gedung11 435011,965364 9141199,94112 158,100006 11 Gedung 435575,714000 9149707,06200 136,214005 12 Tower 434694,026172 9140966,13907 139,440002 13 Hotel MM 434937,037961 9141016,69963 140,563004 14 Pohon Sekolah 438050,138045 9141106,95347 145,813004 15 Ohon 437899,701019 9141278,69437 143,410004 16 Pohon 437722,240000 9141282,83500 150,417999 17 Pohon Kelapa 435986,905000 9149217,63100 135,257996 18 Pohon Beringin 440769,021000 9148769,83500 140,421005 19 Tower 432291,000000 9147433,00000 101,574997 20 Tower 432517,000000 9147533,00000 106,536003 Tabel 3. Hasil identifikasi potensi pelanggaran ketinggian objek di KKOP. No Elevasi Obyek Berdasarkan Batas Elevasi Selisih Elevasi Obyek dengan Batas Elevasi KKOP Melanggar Obyek Obyek di Melanggar Data KKOP Peta RBI Foto Udara Data Lidar KKOP KKOP Lapangan 1 149,48 149,90 160,42 10,94 Tidak 10,52 Tidak 2 142,71 128,99 160,42 17,71 Tidak 32,42 Tidak 3 137,74 137,70 160,42 22,68 Tidak 22,72 Tidak 4 169,24 158,70 160,42-8,82 Ya 1,72 Tidak 5 159,54 150,00 160,42 0,88 Tidak 10,42 Tidak 6 170,11 160,80 160,42-9,69 Ya -0,38 Ya 7 182,31 162,50 160,42-21,89 Ya -2,08 Ya 8 170,92 162,70 160,42-10,50 Ya -2,28 Ya 9 164,06 165,30 160,42-3,64 Ya -4,88 Ya 10 173,44 158,10 160,42-13,02 Ya 2,32 Tidak 11 157,89 136,21 160,42 2,53 Tidak 24,21 Tidak 12 210,49 139,44 160,42-50,07 Ya 20,98 Tidak 13 165,11 140,56 160,42-4,69 Ya 19,86 Tidak 14 156,93 145,81 160,42 3,49 Tidak 14,61 Tidak 15 160,10 143,41 160,42 0,32 Tidak 17,01 Tidak 16 176,67 150,42 160,42-16,25 Ya 10,00 Tidak 17 129,10 135,26 160,42 31,32 Tidak 25,16 Tidak 18 137,64 140,42 160,42 22,78 Tidak 20,00 Tidak 19 155,09 101,57 160,42 5,33 Tidak 58,85 Tidak 20 133,90 106,54 160,42 26,52 Tidak 53,88 Tidak Profil Bandar Udara Adisutjipto Profil melintang Bandara Adisutjipto memiliki arah tegak lurus terhadap titik tengah landasan pacu, sekitar 3 0 dari arah utara sebenarnya. Pada sebelah utara yang masih masuk dalam kawasan horisontal dalam terdapat elevasi sekitar 160-165 mdpal, hal tersebut sudah menjadi penghalang alami meskipun tanpa penutup lahan di atasnya. Sehingga apabila akan mendirikan bangunan/objek di sebelah utara area bandar udara harus benar-benar diperhatikan keberadaannya. Gambar 4 dan Gambar 5 masing-masing memperlihatkan profil melintang dan profil memanjang dari KKOP Bandara Adisutjipto. Kondisi topografi pada daerah ini sebenarnya relatif datar dan tidak begitu membahayakan kegiatan pernerbangan, namun melihat kondisi di lapangan dengan tingkat perubahan jenis penggunaan lahan yang relatif tinggi, cukup bahaya apabila pendirian bangunan/ objek yang relatif tinggi di daerah ini dilakukan. Padahal pola mendarat dan lepas landas pesawat sebagian besar melewati kawasan ini, dan pesawat harus melakukan pola terbang rendah. Dengan kondisi topografi dan penggunaan lahan tersebut maka pesawat 126

Integrasi Penginderaan Jauh dan Ssistem Informasi Geografis.......(Sari, E.N.I. dan Susilo, B.) harus terbang lebih tinggi dari pola seharusnya yang umum. Arah profil memanjang berimpitan dengan garis tengah landas pacu dan perpanjangannya. Batas ketinggian bangunan yang diijinkan sesuai dengan pola pendekatan dan lepas landas pesawat udara. Terdapat sedikit perbedaan pola terbang antara landasan 09 dan landasan 27. Apabila pada landasan 27 sistem ketinggian bandar udaranya ditetapkan +0,904 meter lebih tinggi daripada landasan 09. Namun pada Bandar Udara Adisutjipto yang digunakan sebagai referensi ketinggian bandar udara adalah pada landasan 09 dengan ketinggian 115 mdpal (meter di atas permukaan air laut). Gambar 6 menyajikan visualisasi 3D Bandara Adisutjipto Yogyakarta. Gambar 4. Profil melintang KKOP Bandara Adisutjipto. Gambar 5. Profil memanjang KKOP Bandara Adisutjipto. 127

Globe Volume 15 No. 2 Desember 2013 : 121-128 Gambar 6. Visualisasi tiga dimensi peraturan batas tinggi. KESIMPULAN Batas Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara Adisutjipto yang digunakan sebagai daerah penelitian digambarkan sebagai suatu area atau kawasan berbentuk elips yang tidak sempurna, karena merupakan perpaduan dari kawasan horisontal dalam dan kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, dimana peraturan penarikan batas terluar dari kedua kawasan tersebut tidak sama jaraknya. KKOP memiliki radius seluas kurang lebih 5 km dari titik tengah kedua ujung permukaan utama dan luas sekitar 90 km 2 Kondisi penggunaan lahan di zona horisontal dalam (inner horizontal zone) KKOP Bandar Udara Adisutjipto mayoritas merupakan lahan permukiman dengan luasan 2.523,2 ha atau 36,5% dari total luas keseluruhan area. Luas kawasan yang digunakan sebagai lahan terbangun pada zona kemungkinan bahaya kecelakaan adalah 40,47 ha atau 33, 67% dari luas kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan dengan jarak mendatar sejauh 1.100 meter. Keberadaan permukiman di zona KKOP, memiliki risiko terhadap bahaya kecelakaan penerbangan, khususnya untuk kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan tidak diperbolehkan keberadaannya. Terdapat objek atau kenampakan, di zona horisontal dalam (inner horizontal zone) KKOP Bandar Udara Adisutjipto, yang melampaui batas ketinggian obstacle yang diperbolehkan. Objek tersebut berupa gedung dan pohon. Kelebihan ketinggian objek gedung tersebut kurang lebih 0,3 sampai dengan 2 meter, sedangkan kelebihan ketinggian objek pohon berkisar 2,2 sampai dengan 4,8 m. Kondisi aktual penggunaan lahan dan obstacle yang ada di lingkungan Bandar Udara Adisutjipto belum sepenuhnya sesuai dengan persyaratan tentang penggunaan lahan dan obstacle yang tertuang pada UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 44 Tahun 2005 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7112-2005 mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan Sebagai Standar Wajib (Kementerian Perhubungan, 2005). Karena masih terdapat beberapa objek yang keberadaannya tidak sesuai, diantaranya yaitu luasan permukiman yang dominan di kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan dan beberapa ketinggian objek yang melanggar batas yang diijinkan. DAFTAR PUSTAKA Berita Sore. (2010). Pembangunan CBD Polonia Sebaiknya Dihentikan Dulu. Dimuat pada http://beritasore.com/ 2010/11/24/pembangunan-cbd-polonia-sebaiknyadihentikan-dulu/. [Diakses pada 13 Mei 2013]. BSN. (2005). SNI 03-7112-2005 tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Bintarto. (1987). Interpretasi Foto Udara dan Studi Kekotaan. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Dirjen Perhubungan Udara. (2000). Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP/110/VI/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di Bandar Udara dan Sekitarnya. Jakarta. Lillesand, T.M., and R.W. Kiefer. (1999). Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kementerian Perhubungan. (2005). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 44 Tahun 2005 tentang Pemberlakuan SNI 03-7112-2005 Mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan Sebagai Standar Wajib. Jakarta. Sutanto. (1977). Interpretasi Tataguna Tanah Kota. Diktat Kuliah Pasca Sarjana. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sutanto. (1986a). Penginderaan Jauh 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sutanto. (1986b). Penginderaan Jauh 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Tempo. (1993). Bandara Polonia. Dimuat pada http://store.tempo.co/foto/detail/p0509200200041/bandar a-polonia#.u2lullcnix0. [Diakses 13 Mei 2013].. 128