BAB I PENDAHULUAN. baik ( good governance government ). Hal tersebut dapat diwujudkan melalui

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. akuntansi dan didukung oleh sebuah sistem akuntansi yang handal.

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Dinamika perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah semakin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemerintah dituntut untuk mewujudkan prinsip-prinsip yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pemeriksa Keuangan ialah lembaga yang dimaksudkan. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dengan menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. organisasi sektor publik (seperti: pemerintah pusat dan daerah, unit-unit kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih meningkatkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dalam organisasi/instansi. Hal ini ditandai dengan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. principal. (Donaldson dan Davis, 1991). Teori stewardship berasumsi

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berhasil menjalankan tugas dengan baik atau tidak (Suprapto, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. khususya di tingkat Pemerintah Daerah. Korupsi sebenarnya termasuk salah

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak dan penerimaan Negara lainnya, dimana kegiatannya banyak

BAB I PENDAHULUAN. tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB.I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini ditandai dengan menguatnya

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk hasil pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. harus ditingkatkan agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. memahami garis besar lingkup pengelolaan keuangan unit-unit kerja yang

ANALISIS HASIL AUDIT LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. ini mulai menaruh perhatian besar terhadap praktik-praktik akuntansi dibanding

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan Negara merupakan suatu kegiatan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan bagi politik dan sistem pemerintahan maupun

IKA NUR MAULIDA AFFIANI B

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan hak publik. Mardiasmo, (2002).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah menantang pemerintah daerah untuk. mewujudkan pemerintah yang akuntabilitas dan transparan.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu pemerintah diharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi ekonomi, sosial dan politik adalah dengan mengembalikan kepercayaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diberlakukannya otonomi daerah yang ditandai dengan perubahan sistem pemerintahan yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi, memberi kewenangan kepada daerah untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar urusan pemerintah pusat. Kondisi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia (Mardiasmo, 2002). Akuntabilitas publik menjadi salah satu faktor yang dituntut untuk diterapkan seiring dengan menguatnya isu penyelenggaraan pemerintahan yang baik ( good governance government ). Hal tersebut dapat diwujudkan melalui pemberian informasi dan pengungkapan atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan (forum dosen akuntansi sektor publik, 2006) dalam Indriasari (2008), yang disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam pengelolaan keuangan. Diadopsinya New Public Management (NPM) (Hood,1995) menghasilkan gaya akuntabilitas yang lebih manajerial yakni akuntabilitas yang ditujukan tidak hanya pemenuhan kepada pimpinan tapi juga pihak-pihak tertentu yang relevan. Governmental Accounting Standard Board (1999) juga menyatakan

2 bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didorong oleh kesadaran adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Masyarakat sebagai pihak eksternal yang berkepentingan terhadap pelaporan keuangan pemerintah, mempergunakan informasinya untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, politik. Sedangkan pihak internal memanfaatkannya untuk penilaian kinerja dan alat pengendalian. Laporan keuangan yang akuntabel dan transparan sehingga bermanfaat bagi stakeholder harus mempunyai nilai, yakni informasi tersebut terkait dengan keputusan yang menjadi sasaran informasi, dapat dipahami, dapat digunakan dan dipercaya oleh pemakai. Kebermanfaatan (usefulness) ini merupakan karakteristik kualitatif atau disebut juga kualitas informasi karena dalam hubungannya dengan keputusan pemakai dan keyakinan pemakai terhadap informasi hanya dapat ditentukan secara kualitatif. Kualitas informasi dalam laporan keuangan pemerintah agar menjadi bermanfaat atau mempunyai nilai dibentuk oleh unsur-unsur yang tersebut dalam Rerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2005) yaitu : relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Penyelenggaraan akuntansi dalam pelaporan keuangan sejak tahun 2006 menunjukkan kinerja yang baik dalam pertanggungjawaban. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan kualitas laporan keuangan yang tercermin dari penurunan jumlah temuan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah dan

3 meningkatnya jumlah kekayaan bersih pemerintah. Laporan keuangan pemerintah daerah yang mendapatkan opini paling baik, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) jumlahnya meningkat. Daerah yang mendapat opini WTP pada tahun 2011 sebanyak 67 daerah, lebih banyak jika dibandingkan tahun 2010 yang hanya 32 daerah. Namun masih ada 316 daerah yang mendapat penilaian Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion) tahun 2011 yang justru meningkat dari tahun 2010 yang hanya 257 daerah. Predikat Tidak Wajar (Adverse) juga meningkat pada tahun 2011 yaitu sebanyak 32 dari sebelumnya yang hanya 8 daerah di tahun 2010. Selain itu masih ada 6 daerah yang Disclaimer tahun 2011, menurun dari tahun 2010 yang semula 30 daerah. Masih banyaknya jumlah daerah yang belum mampu meraih predikat terbaik dalam pelaporan keuangan mengindikasikan belum terpenuhinya beberapa faktor diantaranya : laporan keuangan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Daerah atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dengan baik, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta didukung dengan bukti-bukti audit yang mencukupi. Dengan kata lain sebagian besar pelaporan keuangan masih diragukan kualitasnya. Pentingnya nilai atau kualitas informasi terkait dengan pengambilan keputusan berbagai pihak yang berkepentingan menjadi alasan penulis untuk meneliti ulang faktor-faktor yang diduga berpengaruh pada terwujudnya kualitas tersebut.

4 BPK dalam melaksanakan pekerjaan audit menggunakan dasar Konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Pada bab Standar Pekerjaan Lapangan Pemeriksaan Keuangan mengenai Pengendalian Intern, menyebutkan bahwa sistem akuntansi yang terdiri dari metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, mengikhtisarkan dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang dan ekuitas yang bersangkutan, merupakan salah satu sistem informasi yang relevan dengan tujuan laporan keuangan (BPK RI, 2006). Sistem akuntansi yang ada selalu memerlukan manusia untuk menjalankannya. Oleh sebab itu, kapasitas sumber daya manusia pelaksana sistem akuntansi sangatlah penting guna menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Pemerintah melakukan perubahan-perubahan di bidang akuntansi sebagai upaya meningkatkan akuntabilitas. Diantaranya sistem akuntansi single entry dan basis akuntansi kas menuju akrual, secara bertahap dirubah menjadi double entry dan basis akrual. Single entry dinilai tidak dapat memberikan informasi yang komprehensif dan mencerminkan kinerja yang sesungguhnya. Sedangkan basis akrual memberikan gambaran yang lebih akurat atas kondisi keuangan pemerintah, karena pengaruh transaksi dicatat pada saat terjadinya. Penerapan basis akuntansi baru, tidak hanya berpengaruh pada bagaimana mencatat transaksi dan menyajikan laporan keuangan, namun ada hal yang lebih penting yakni menentukan kebijakan akuntansi, perlakuan akuntansi untuk suatu transaksi, pilihan akuntansi, juga mendesain atau menganalisis sistem akuntansi

5 yang ada. Pegawai dengan pengetahuan yang memadai di bidang akuntansi sangat diperlukan untuk dapat melakukan aktivitas-aktivitas tersebut (Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik, 2006). Berkaitan dengan kapasitas sumber daya manusia telah dilakukan penelitian oleh Dinata (2004) dan Budiono dan Fidelis (2004) dalam Indriasari (2008) yang secara umum menyimpulkan masih minimnya kualitas sumber daya manusia di instansi pemerintah. Dengan kapasitas pegawai pemerintah yang dinilai masih rendah, apakah dapat dihasilkan laporan keuangan yang andal dan tepat waktu? Faktor lain yang ditengarai berpengaruh terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah adalah pemanfaatan teknologi informasi. Kecenderungan APBN/D yang meningkat dari tahun ke tahun, dari sudut pandang akuntansi menggambarkan kuantitas volume transaksi yang semakin besar dan kualitas yang semakin kompleks. Sugijanto (2002) berpendapat bahwa peningkatan volume dan kompleksitas volume transaksi harus diikuti dengan kemampuan pengelolaan keuangan pemerintah. Kemajuan Teknologi Informasi harus dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah dan menyalurkan informasi keuangan daerah kepada pelayanan publik. Pemanfaatan Teknologi Informasi oleh pemerintah bahkan diwajibkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah yang merupakan

6 pengganti dari Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2001 tentang Informasi Keuangan Daerah. Teknologi Informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (software dan hardware) yang digunakan untuk memproses atau menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi (Martin,1999). Teknologi informasi menawarkan banyak manfaat antara lain : kecepatan pemrosesan transaksi dan penyiapan laporan, keakuratan perhitungan, penyimpanan data dalam jumlah besar, kos pemrosesan lebih rendah dan kemampuan multiprocessing (Wahana Komputer, 2003). Namun, apabila teknologi informasi yang sudah ada, tidak atau belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, implementasi teknologi informasi bisa menjadi sia-sia dan semakin mahal, karena penerapannya berkaitan dengan kondisi perangkat keras, perangkat lunak yang digunakan, pemutakhiran data, kondisi sumber daya manusia, dan ketersediaan dana yang terbatas. Meskipun demikian, pemerintah secara bertahap memanfaatkan dan mengembangkan teknologi informasi dalam memberikan pelayanan kepada publik dan pengelolaan keuangan negara. Dari tahun ke tahun pelayanan pemerintah kepada masyarakat menjadi lebih baik, begitu pula dengan pelaporan keuangan yang semakin dapat dipertanggungjawabkan. Implementasi teknologi informasi ini mungkin berpengaruh pada keandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pengendalian intern merupakan

7 proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tercermin dari keandalan laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan. Keandalan laporan keuangan merupakan tujuan pokok sistem pengendalian intern yakni pengendalian akuntansi, sedangkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan merupakan pengendalian administrasi. Dari uraian tersebut terlihat adanya kemungkinan bahwa keterandalan pelaporan keuangan dipengaruhi oleh pengendalian intern akuntansi. Penerapan manajemen dan pelayanan publik di Indonesia yang dititikberatkan pada tata kelola yang baik dan pemerintahan yang bersih dapat diindikasikan dari peningkatan kepercayaan dan kredibilitas. Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Negara Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam rangka Akuntabilitas dan Pelaksanaan Manajemen Pemerintahan memperlihatkan bahwa pemerintah sedang bekerja keras merealisasiikan sasaran dan tujuannya. Dalam merealisasikan sasaran dan tujuannya diperlukan pengawasan yang merupakan salah satu tahapan dalam siklus kegiatan organisasi. Pengawasan dapat dilakukan secara represif maupun preventif. Secara preventif pengawasan dilakukan auditor internal pada saat kegiatan masih berlangsung untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya ketidakpatuhan, ketidaktercapaian target dan kinerja, ketidaktepatan sasaran dan ketidakefisienan operasi. Fungsi ini

8 di lingkungan pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah. Oleh karena itu, peran auditor internal diperkirakan mendukung dihasilkannya pelaporan keuangan yang bermanfaat. Beberapa penelitian mengenai pengaruh kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi terhadap nilai informasi pelaporan keuangan permerintah daerah sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Indriasari dan Nahartyo (2008) dan Zuliarti (2012), dimana hasilnya kapasitas sumber daya manusia tidak berpengaruh terhadap keterandalan laporan keuangan, sedangkan pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern berpengaruh. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Winidyaningrum dan Rahmawati (2010) yang memberikan hasil empiris bahwa kapasitas sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap keterandalan. Wansyah, dkk (2012) dan Ariesta (2013) mengulang penelitian serupa dan hasilnya adalah kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern berpengaruh terhadap keterandalan. Terdapat perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh Winidyaningrum, Wansyah, dkk dan Ariesta dengan Indriasari dan Zuliarti, dimana dari penelitiannya, Indriasari dan Zuliarti menyimpulkan kapasitas sumber daya manusia tidak berpengaruh terhadap keterandalan. Adanya

9 ketidakseragaman hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masalah ini layak untuk diteliti kembali. Peneliti-peneliti sebelumnya menyatakan memiliki keterbatasan dalam hal kurangnya pemahaman responden terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner serta sikap kepedulian dan keseriusan dalam menjawab semua pertanyaan yang ada. Padahal masalah subjektivitas dari responden dapat mengakibatkan hasil penelitian rentan terhadap biasnya jawaban responden. Oleh karena itu, keduanya menyarankan untuk melengkapi metode survey dengan wawancara karena ditemukan adanya perbedaan antara jawaban di kuesioner dan jawaban lisan untuk pertanyaan/pernyataan yang sama. Sedangkan Wansyah, dkk menyarankan juga untuk menambahkan variabel independen lain yaitu pengaruh auditor internal. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Wansyah, dkk (2012) dengan mengambil obyek pemerintah Kabupaten Semarang yang terdiri dari 73 Satuan Kerja Perangkat Daerah. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian-penelitian terdahulu menghasilkan kesimpulan bahwa variabel-variabel bebas yakni pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi berpengaruh terhadap nilai informasi pelaporan keuangan. Sedangkan kapasitas sumber daya manusia menurut hasil penelitian Indriasari dan Wansyah tidak berpengaruh terhadap keandalan tapi berpengaruh terhadap

10 ketepatwaktuan. Lain halnya dengan hasil penelitian Winidyaningrum dimana kapasitas SDM berpengaruh pada keterandalan tapi tidak pada ketepatwaktuan, maka dirumuskanlah permasalahan sebagai berikut : 1) Apakah kapasitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap nilai informasi pelaporan keuangan? 2) Apakah pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap nilai informasi pelaporan keuangan? 3) Apakah pengendalian intern akuntansi berpengaruh terhadap nilai informasi pelaporan keuangan? 4) Apakah peran auditor internal berpengaruh terhadap nilai informasi pelaporan keuangan? 5) Apakah kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, pengendalian intern akuntansi dan peran auditor internal secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai informasi pelaporan keuangan? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya, serta seberapa kuat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yakni : 1) Untuk mengetahui pengaruh kapasitas sumber daya manusia terhadap nilai pelaporan keuangan 2) Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap nilai pelaporan keuangan

11 3) Untuk mengetahui pengaruh pengendalian intern akuntansi terhadap nilai pelaporan keuangan 4) Untuk mengetahui pengaruh peran auditor internal terhadap nilai pelaporan keuangan 5) Untuk mengetahui pengaruh kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, pengendalian intern akuntansi dan peran auditor internal secara bersama-sama terhadap nilai pelaporan keuangan 1.4 Kontribusi dan Manfaat Penelitian Penelitian untuk menguji kebenaran hipotesis di lingkungan pemerintah Kabupaten Semarang ini dilakukan dengan menambahkan satu variabel independen yaitu peran auditor internal sebagaimana direkomendasikan oleh Wansyah,dkk. Sedangkan manfaat yang diharapkan akan diperoleh dari penelitian ini diantaranya : 1) Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan bisa berpartisipasi dalam menyumbang pengembangan ilmu ekonomi, khususnya akuntansi, dalam meningkatkan kebermanfaatan (usefulness) pelaporan keuangan pemerintah daerah. Selain itu diharapkan bisa menjadi bahan referensi dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan nilai informasi pelaporan keuangan daerah

12 2) Manfaat Praktis Bagi Pemerintah Kabupaten Semarang Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten agar laporan keuangan yang dihasilkan selalu memenuhi kriteria keterandalan dan ketepatwaktuan.