DAMPAK FLU BURUNG TERHADAP KESEJAHTERAAN PETERNAK SKALA KECIL DI INDONESIA PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
DAMPAK FLU BURUNG TERHADAP PRODUKSI UNGGAS DAN KONTRIBUSI USAHA UNGGAS TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK SKALA KECIL DI INDONESIA

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

DAMPAK WABAH FLU BURUNG TERHADAP PERUBAHAN MODAL SOSIAL MASYARAKAT PETERNAK DAN PEDESAAN DI INDONESIA. Oleh: Edi Basuno dan Yusmichad Yusdja

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

BAB I PENDAHULUAN. Industri peternakan di Indonesia saat ini sedang mengalami kelesuan. Berbagai

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENYIKAPI MASALAH FLU BURUNG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *)

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

GUBERNUR MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya berdiri

I. PENDAHULUAN. Sumber :

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

PENDAHULUAN. ( Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

KELAYAKAN USAHA TERNAK AYAM RAS PETELUR

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PROFIL PETERNAK AYAM PETELUR BERDASARKAN SKALA USAHA DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN. St. Rohani 1 dan Irma susanti 2 ABSTRAK

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN PETERNAKAN UNGGAS TAHUN 2009

Transkripsi:

DAMPAK FLU BURUNG TERHADAP KESEJAHTERAAN PETERNAK SKALA KECIL DI INDONESIA Oleh Nyak Ilham dan Yusmichad Yusdja Pusat Analisis sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani, No 70 Bogor-16161 PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia memberikan perhatian besar terhadap wabah AI di Indonesia yang sampai saat ini belum berhasil dikendalikan. Korban manusia yang meninggal akibat AI menduduki peringkat tertinggi di dunia. Karena itu, dunia mempertanyakan kemampuan Indonesia dalam mencegah terjadinya penularan AI dari unggas kepada manusia dan antara manusia dengan manusia yang pada akhirnya berpotensi berjangkit ke seluruh dunia. Selain itu, Indonesia harus mempertimbangkan banyak hal dalam mempunyai kemampuan mengendalikan wabah AI secara integratif, efektif dan adil. Karena tidak hanya memberi rasa takut pada masyarakat secara umum, tetapi pada pihak yang lain wabah AI dan pengendaliannya dapat mengancam keberlanjutan usaha peternak dan semua aktivitas yang terkait dengan industri perunggasan. Dampak AI baik langsung dan tak langsung telah menyebabkan produksi ayam turun sampai 60 persen. Karena itu, Indonesia mentargetkan bebas AI tahun 2009. Untuk mencapai harapan tersebut, Indonesia harus terlebih dahulu mempunyai pemahaman tentang dampak sosial ekonomi pada industri peternakan, sehingga perumusan program pengendalian AI dapat lebih efektif. Berdasarkan pada klasifikasi FAO, wabah AI terutama terjadi pada sektor 3 dan 4. Sektor 3 berperan besar terhadap produksi telur dan daging yakni sekitar 60 persen dari total produksi. Selain itu sektor 3 juga menyediakan kesempatan kerja yang berarti di pedesaan. Sedangkan peternakan sektor 4, merupakan lapangan usaha yang umum terdapat di pedesaaan dan wilayah suburban. Mereka memelihara ayam buras, itik, merpati, dan puyuh sebagai bagian dari pendapatan rumah tangga. Pada umumnya usaha pada sektor 4 ini merupakan usaha sambilan, namun memberikan sumbangan pendapatan yang tergolong penting bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. 20

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dampak wabah AI terhadap pendapatan, kesempatan kerja dan bagaimana keberlanjutan usaha unggas peternak. Pertanyaan penting lainnya adalah bagaimana mereka mensikapi wabah AI apakah mereka menghentikan usaha atau menggantikan dengan yang lain atau melakukan recovery dan bagaimana mereka melakukan hal itu? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diajukan di atas, maka secara umum tujuan penelitian adalah mengkaji dan mengukur efek wabah AI dan cara pengendaliannya terhadap tingkat kehidupan dan kesejahteraan. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi faktor-faktor pencetus dan penghambat pengendalian wabah AI; (2) menganalisis dampak wabah AI terhadap keberlanjutan usaha peternak; (2) menganalisis dampak wabah AI terhadap kehidupan rumah tangga peternak ; (3) menganalisis pengaruh Wabah AI dan faktor produksi terhadap produksi unggas; dan (4) merekomendasikan kebijakan pengendalian AI dan intervensi lain untuk mengurangi kerugian ekonomi akibat wabah dan pengendalian AI DAMPAK WABAH AI TERHADAP INDUSTRI PETERNAKAN UNGGAS DI INDONESIA 2003-2008 Pada pertengahan Tahun 2003, penyakit AI menyerang peternakan unggas di China. Kemudian wabah AI menyebar dengan sangat cepat ke negara tetangga yakni Thailand, Vietnam, Malaysia, Philipina. Wabah AI di negara-negara tersebut segera dapat ditanggulangi melalui program pemusnahan, vaksinasi dan depopulasi. Pada bulan Agustus 2003, wabah AI menyerang peternakan ayam di Tangerang dan berlanjut ke Pekalongan Jawa Tengah. Hanya dalam beberapa minggu kemudian, wabah AI telah menyebar ke 11 Provinsi di Indonesia khususnya Jawa dan Bali. Wabah AI di Indonesia diperkirakan terjadi relatif lama yakni enam bulan menyerang suatu kawasan yang luas sebelum dapat dikendalikan, sehingga dampak ekonomi wabah AI ini relatif besar. Namun wabah AI terus bermunculan pada wilayah-wilayah tertentu dan belum ada tanda-tanda berhenti hingga akhir tahun 2008. Dari berbagai sumber diperoleh informasi produksi telur dan daging broiler 21

mengalami penurunan sebesar 30-40 persen. Beberapa perusahaan peternakan khususnya peternakan rakyat bangkrut. Permintaan telur dan daging unggas turun sangat cepat yang mendorong harga broiler turun jauh di bawah biaya pokok. Dampaknya, peternakan kecil yang tidak tertular menderita secara tidak langsung. Jumlah Kematian Unggas Penyakit AI dilaporkan pertama muncul 29 Agustus 2003 pada peternakan ayam di Kabupaten Tangerang, kemudian menyebar ke sejumlah kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan hasil uji laboratorim diagnostik kesehatan hewan kematian tersebut akibat virus ND, sehingga pihak otoritas menyangkal kalau itu penyakit AI. Perdebatan tentang penyakit AI terus berjalan hinggga akhirnya tanggal 25 Januari 2004 Pemerintah mengumumkan bahwa penyakit AI telah menyerang peternakan di Indonesia. Lambannya penanganan wabah AI yang sebenarnya sudah merebak sejak Agustus 2003 menyebabkan tingginya angka kematian unggas pada berbagai daerah. Seharusnya langkah awal untuk memutus mata rantai penyebaran suatu penyakit melalui koordinasi pemerintah sangat diperlukan sebelum melangkah ke aspek teknis. Padahal sebelum ada kasus AI pertama tahun 2003, pada tahun 1997 sudah dilaporkan telah terjadi wabah AI di Hongkong yang mematikan banyak unggas dan meyebabkan 10 orang terinfeksi dan 6 orang meninggal 1. Seharusnya hal itu dijadikan sebagai peringatan dini. Karena dalam menghadapi penyakit infeksi menular yang bersifat zoonosis seperti AI seharusnya ada saling ketergantungan antar daerah dalam lingkup nasional dan antar negara dalam lingkup internasional dalam pengaturan produksi pertanian, perdagangan, dan kesehatan 2. Ketidaksiapan dini menghadapi wabah AI menyebabkan tingginya kematian unggas pada industri ayam ras sektor 2 dan sektor 3 (Gambar 1). Kemudian angka kematian unggas menurun pada tahun 2005-2006. Kematian yang terjadi pada saat ini umumnya terjadi pada ayam buras dan itik pada sektor 4. Penurunan kematian unggas pada sektor 2 dan sektor 3 dapat disebabkan dua hal. Pertama, industri di sektor 2 dan sektor 3 sudah melaksanakan program biosekuriti dengan baik, menjaga sanitasi kandang dengan baik, dan melakukan 1 WHO. 2004. Avian Influenza ( Bird Flu ) and The Significance of Its Transmission to Humans. WHO Fact Sheet No. 277. 2 Lokuge, B. and Lokuge, K. 2005. Avian Influenza, World Trade and WTO Rules: The Economics of Transboundary Disease Control. Australian National University, Canberra. 22

vaksinasi dengan teratur sesuai kebutuhan. Kedua, untuk menghindari kepanikan konsumen yang menyebabkan penurunan permintaan, kemungkinan sebagian kematian yang terjadi tidak dilaporkan. Kemungkinan kedua ini dikuatkan dengan adanya informasi bahwa masih dijumpai pembuangan bangkai unggas pada tempat yang tidak layak seperti sungai, kebun dan semak belukar. Untuk menguji kebenaran kemungkinan kedua, sebaiknya petugas setempat melakukan pemantauan dan pengujian penyakit secara berkala tidak hanya pada usaha unggas sektor 4, tetapi juga pada sektor 3, sektor 2 dan sektor 1. Jika kemungkinan pertama yang terjadi maka permasalahan selanjutnya adalah bagaimana mengatasi pencegahan dan pengendalian perunggasan di sektor 4. Gambar 1. Kematian Unggas yang Dilaporkan Akibat Wabah AI, 2003-2007 Dalam rencana strategis yang diterbitkan Bappenas 3 ditargetkan pada akhir tahun 2008 kasus AI pada usaha unggas sektor 3 dan sektor 4 dapat ditekan. Data yang ada menunjukkan sektor 3 sudah ada perbaikan, namun sektor 4 masih menghadapi masalah. Jika sektor 4 tidak dituntaskan akan terjadi efek yang dapat menyerang balik terutama usaha di sektor 3 yang cenderung bersinggungan dengan usaha unggas sektor 4. Kalaupun sektor 3 dapat melakukan proteksi, dampak terhadap manusia masih berpeluang terus terjadi. Padahal menurut OIE, suatu 3 Bappenas (2005), 23

daerah dapat dikatakan bebas AI setelah tiga tahun tidak ditemukan lagi kasus AI sejak kasus terakhir ditemukan 4 Pada dua bulan pertama tahun 2007 wabah AI berjangkit kembali di Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan kerugian pelaku agribisnis perunggasan. Dampaknya, banyak usaha peternakan ayam ras rakyat mandiri di sektor 3 menjadi bangkrut. Dengan alasan modal terbatas mereka tidak mampu bangkit kembali. Apalagi dengan harga pakan yang terus meningkat tidak seimbang dengan peningkatan harga produk yang dihasilkan. Untuk tetap dapat berusaha, dengan modal kandang dan tenaga kerja yang ada mereka, terutama peternak broiler, begabung dengan peternak skala besar dalam usaha kemitraan 5. Namun tidak semua dapat bergabung, karena ada persyaratan, seperti ketersediaan kandang dengan kapasitas tertentu. Ini berarti ada peternak yang tidak berusaha kembali. Hingga tahun 2007, upaya utama untuk mencegah AI di Indonesia masih mengandalkan teknik vaksinasi. Namun dana untuk vaksinasi terbatas sehingga tidak semua unggas dapat divaksin, hanya diprioritaskan pada wilayah penularan AI pada manusia kasusnya tinggi 6. Ini berarti upaya vaksinasi AI pada unggas menjadi tidak efektif. Upaya yang efektif adalah pemusnahan masal (stampingout), seperti yang dilakukan Thailand dan Vietnam 7 sehingga kedua negara tersebut saat ini sudah dikatakan bebas AI. Bahkan, untuk mengefektifkan upaya pemberantasan AI, pemerintah Bangladesh melibatkan militer dalam melakukan pemusnahan unggas. Namun jajaran FMPI dan Menkes telah sepakat bahwa untuk memutus mata rantai penularan virus flu burung secara regional, yakni pada kawasan yang tertular virus flu burung, namun bukan memusnahkan seluruh unggas di Indonesia 8. Upaya ini sulit dilakukan jika tidak ada koordinasi dan pengawasan yang ketat, karena pengaturan lalu-lintas unggas sangat sulit dikendalikan. Apalagi dengan alasan keterbatasan dana, intensitas pengendalian hanya difokuskan pada wilayah tertentu dengan indikator jumlah penduduk yang terinfeksi AI. Daerah tersebut umumnya pusat konsumen, sehingga jika tidak ada pengawasan lalu-lintas yang ketat upaya tersebut juga menjadi kurang efektif. 4.com. 2005. Flu Burung di Indonesia. Flu Burung di Indonesia. http://infeksi.com/ 5 LKBN Antara. 2007a. Peternak Ayam Terpaksa Beralih Jadi Buruh. http://www.antara.co.id. 6. 2007b. Indonesia Kekurangan Vaksin Flu Burung 500 Juta Dosis http://www.antara.co.id 7 Feb 2009 dilaporkan ada kasus AI di Vietnam 8 LKBN Antara. 2007c. Masyarakat Kehilangan Rp1 Triliun Akibat Pemusnahan Unggas. http://www.antara.co.id 24

Merujuk pada berbagai artikel Harian Kompas 9 selama bulan Januari-April 2008 menggambarkan bahwa implementasi kebijakan pengendalian dan pemberantasan wabah AI yang telah dilakukan masih belum efektif. Indikasinya adalah: (1) masih rendahnya kesadaran peternak dan pedagang ternak untuk mengendalikan dan memberantas wabah; (2) masih tingginya angka kematian unggas dan masih adanya kematian manusia akibat AI; (3) terjadi mutasi virus AI; dan (4) lembaga internasional menilai Indonesia gagal mengatasi AI dan dianggap dapat membahayakan dunia. Daerah Penyebaran Di Indonesia sejak pertama kali ditemukan, penyebarannya demikian cepat di Jawa kemudian ke Bali dan daerah lainnya. Hingga saat ini perkembangan daerah terinfeksi sudah mencapai 31 provinsi dari 33 provinsi yang ada di Indonesia (Gambar 2). Dua provinsi yang masih bebas AI adalah Gorontalo dan Maluku Utara. Padahal, salah satu target dalam melakukan pencegahan dan pengendalian AI adalah mempertahankan daerah bebas AI dan membebaskan wilayah tertular serta mencegah penularan ke ternak lain (Bappenas, 2005). Gambar 2. Perkembangan Provinsi yang Terinfeksi dan Terserang AI di Indonesia, Tahun 2003-2008 Fakta ini mengindikasikan, upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini belum menunjukkan adanya penyempitan daerah terserang. 9 36 artikel yang bersumber dari http://www.kompas.com/index.php/read/xml/ 25

Jika dibandingkan kasus di Sumut, sejak terserang tahun 2005, penyebarannya semakin menyempit hingga tahun 2007. Kasus AI pertama di Sumatera Utara adalah tahun 2005 yang menyerang 14 kabupaten/kota, 26 kecamatan dan 30 desa. Pada tahun 2006 menurun menjadi 11 kabupaten/kota, 17 kecamatan, dan 26 desa. Pada Tahun 2007 hanya pada 2 kabupaten, 2 kecamatan dan 3 desa. Penyempitan sebaran tersebut disebabkan oleh gencarnya media masa memberitakan AI dan intensifnya upaya sosialisasi penanggulangan AI pada masyarakat. Hubungan Kematian Unggas dan Manusia Wabah AI mendapat lebih banyak perhatian dibandingkan penyakit lain yang menyerang ternak. Hal itu disebabkan oleh 10 : (1) sifatnya yang zoonosis dan dapat menyebabkan kematian pada manusia, (2) menyebabkan kehilangan produksi unggas dan kesejahteraan masyarakat miskin, (3) membutuhkan biaya yang besar untuk mengendalikannya, dan (4) penyebarannya sangat cepat melalui pergerakan burung-burung liar yang bermigrasi. Walaupun unggas sebagai sumber AI, apakah benar tingginya kematian unggas di suatu daerah merupakan penyebab utama infeksi AI pada manusia? Banyak peternak masih berusaha dan setiap hari mereka kontak dengan unggas namun tidak terinfeksi. pada manusia sifatnya masih acak. Data menunjukkan bahwa jumlah unggas yang mati tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang terinfeksi AI (Gambar 3). Berdasarkan fakta yang ada, sejak kasus pada manusia tahun 2005 sampai dengan Mei 2008, jumlah infeksi pada manusia tertinggi terjadi di Tangerang (24 orang), Bekasi (10 orang), Jakarta Barat (9 orang), Jakarta Selatan (9 orang), dan Jakarta Timur (8 orang). Profil daerah tersebut menunjukkan pusat konsumsi di daerah urban dengan kepadatan penduduk tinggi. Di daerah ini, kepadatan ternak yang diusahakan relatif kecil. Ini mengindikasikan bahwa infeksi pada manusia tidak hanya disebabkan oleh kontak dengan ternak yang mati. Tetapi mungkin dapat juga disebabkan oleh kontak dengan material lain, seperti kotoran unggas, sarana 10 McLeod A., N. Morgan, A. Parakash, and J. Hinrichs. 2007. Economic and Social Impacts of Avian Influenza. FAO, Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Operations (ECTAD). http://www.newsweb.org/downloads/avian-flu/.. 26

transportasi unggas dan produknya, fasilitas pengepakan, kebersihan fasilitas pasar unggas, kebersihan lingkungan pemukiman dan faktor lainnya. Gambar 3. Hubungan Kematian Unggas dan AI pada Manusia di Indonesia, Tahun 2007 METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Berdasarkan biosecurity, pemerintah membagi industri peternakan ayam atas 4 sektor. Wabah AI terutama menyerang sektor 3 dan 4. Secara praktis tidak mudah menentukan status sektor peternak unggas hanya berdasarkan kriteria biosecurity. Artinya peternak skala kecil (small holder) dan backyard tidaklah identik dengan sektor 3 dan 4. Untuk menghindarkan kesulitan itu, maka ditetapkan kriteria tambahan apa yang dimaksud dengan small holder dan backyard, sebagai berikut: a. Peternak Kecil atau Small Holder adalah jika usaha itu merupakan usaha utama, yakni setidak-tidaknya mempunyai porsi 60 persen dari total pendapatan RT, mempunyai bentuk usaha bersifat dependen (bermitra) atau independen (mandiri), mempunyai investasi setidak-tidaknya membuat bangunan kandang. Pengeluaran investasi merupakan indikator bahwa usaha tersebut merupakan 27

usaha yang berorientasi pada pasar dan merupakan sektor 3 dalam klasifikasi FAO berdasarkan Tingkat Pelaksanaan Biosecurity. b. Peternakan Halaman Rumah Atau Backyard adalah jika usaha tersebut merupakan usaha sambilan yakni paling banyak mempunyai porsi 20 persen dari total pendapatan RT. Bentuk usaha dapat bersifat mandiri, pada umumnya tidak mengeluarkan biaya investasi apapun dan merupakan sektor 4 versi FAO berdasarkan Tingkat Pelaksanaan Biosecurity (Tabel 1). Sekitar 60 persen produksi daging ayam dan telur dihasilkan oleh peternak sektor 3 dan 4 atau Sektor D dan karena itu sektor ini mempunyai peran besar dalam penyediaan kesempatan kerja di pedesaan. Dengan demikian, wabah AI jelas memberikan dampak sosial ekonomi pada peternakan sektor 3 dan 4. Peternak sektor 3 mempunyai 2 sistem produksi yakni Peternak Mandiri (PM) dan Peternak Bermitra. Peternak bermitra terdiri atas dua bentuk, yakni bermitra dengan perusahaan komersil (MK) dan bermitra dengan pemilik modal (MP). Peternak PM mempunyai kebebasan dalam membuat keputusan pembiayaan dan pemasaran hasil. Peternak MK dan MP mempunyai ketergantungan pada pelayanan input dan produksi pada perusahaan komersil dan pemilik modal, karena itu harus memenuhi semua peraturan yang dikembangkan dalam kemitraan tersebut. Wabah AI yang terjadi pada sektor D memberikan dampak yang luas karena mencakup para pelaku yang berhubungan dengan sektor ini, antara lain peternak, pedagang dalam berbagai level, termasuk perusahaan pemotongan ayam. Dalam bentuk kemitraan, peternak dalam pengadaan input sangat tergantung pada pelayanan yang tersedia di sekitar lokasi. Pelayanan input ini dilakukan para pengusaha penjualan input seperti Poultry Shop. Dari berbagai dapak yang ada, tulisan ini difokuskan pada dampak ekonomi. Jika dirinci lebih jauh dampak ekonomi yang dimaksud mencakup karakteristik peternak dan aset peternak, jumlah unggas yang diusahakan, lokasi usaha, keberlanjutan usaha, peran usaha unggas terhadap kesejahteraan peternak, faktorfaktor yang mempengaruhi produksi. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan diharapkan mampu mengurangi dampak ekonomi dengan indikator menyelamatkan usaha peterkan kecil sekaligus menyelamatkan lingkungan usaha sehingga tidak merugikan masyarakat umum. 28

Tabel 1. Pembagian Sektor Menurut Bentuk Usaha dan Sistem Produksi Industri Unggas Versi PSEKP U R A I A N POSISI VERSI FAO USAHA PEMBIBITAN USAHA PEMELIHARAAN Sektor A Sektor B Sektor C Sektor D Sektor E KOMERSIL KOMERSIAL SKALA KECIL BACKYARD PEMBIBITAN KOMERSIAL MENENGAH MANDIRI BERMITRA (NON PROFIT) Sektor II Sektor III Sektor I Sektor I dan II Sektor III Sektor IV dan III dan IV SKALA USAHA Industri, komersil, Inti >100 000 ekor >30 000 <30 000 <30 000 1-100 ekor Komponen Agribisnis Terintegrasi Penuh Terintegrasi Sebagian Tidak Tidak Tidak Tidak a. Modal Sendiri Sendiri sendiri Sendiri Kerjasama tidak ada b. Pakan Sendiri Sendiri beli Beli Kerjasama tidak ada c. DOC Sendiri Sendiri/Beli Beli Beli Kerjasama sendiri/beli d. Pemasaran Hasil Sendiri Sendiri Pedagang Sendiri Kerjasama Sendiri SISTEM PEMELIHARAN a. Intensif Ya Ya Ya ya ya - b. Semi Intensif - - - - - ya c. Ekstensif - - - - - ya PRODUKSI a. DOC PS dan FS Ya Tidak tidak Tidak tidak b. DOC Komersil Ya tidak/ya tidak Tidak Tidak c. Grower Layer Ya Ya ya Tidak Tidak Ya c. Ternak Hidup Tidak Tidak ya Ya Ya Ya d. Karkas Ya Ya ya Tidak Tidak Tidak e. Telur Konsumsi Ya Ya ya Ya Ya Ya f. Telur Tetas Ya Tidak tidak tidak/ya Tidak Tidak 29

Pemilihan Lokasi dan Responden Lokasi penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria tingkat serangan wabah AI, yaitu ringan, sedang dan berat. Tingkat serangan wabah ditentukan oleh: a. Jumlah kematian unggas pada saat wabah terjadi yakni tahun 2004 dan 2005. b. Jenis unggas yang terserang dalam wilayah wabah harus memiliki populasi ayam broiler, petelur, itik dan buras. c. Lokasi tersebut merupakan pusat sentra produksi ayam ras sektor 3 atau sektor D. Berdasarkan data wabah kasus AI sejak tahun 2004 sampai 2005 di Indonesia ditetapkan tiga provinsi penelitian yakni provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Lampung masing-masing mewakili kriteria tingkat serangan wabah berat, sedang dan ringan. Setiap provinsi dipilih dua kaabupaten, masing-masing untuk Jawa Barat : Kabupaten Bandung Selatan (Desa/Kecamaan Cangkuang dan Desa/Kecamatan Haur); dan Kabupaten Bandung Barat (Desa/Kecamatan Sarinagen dan Desa/Keamatan Baranangsiang. Lokasi Jawa Timur: Kabupaten Blitar (Desa/Kecamatan Suruhwadang dan Desa/Kecamatan Tumpang); Kabupaten Magetan (Desa/Kecamatan Manjung dan Desa/Kecamatan Kiringan). Lokasi Lampung: Kabupaten Lampung Selatan (Desa/Kecamatan Natar dan Desa/Kecamatan Tegineneng); Kabupaten Lampung Timur (Desa/Kecamatan Purbolinggo dan Desa/Kecamatan Pekalongan). Sebaran dan jumlah responden per kecamatan/desa penelitian secara lebih rinci disampaikan pada Tabel 2. Table 2. Jumlah Responden Menurut Provinsi dan Jenis Responden Provinssi AI Incidence Kab. Desa Contoh Responden Per Desa Key Informant Interview/ Desa Jabar Tinggi 2 4 Desa 60 3 Jatim Medium 2 4 Desa 60 3 Lampung Rendah 2 4 Desa 60 3 Total 6 12 Desa 720 Peternak 36 Key Informant Interviews Pengumpulan Data dan Informasi Dua jenis data yang dikumpulkan yakni data sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan mulai dari instansi pusat di Jakarta hingga tingkat lokasi penelitian. Pengumpulan data sekunder disesuaikan dengan kebutuhan analisis. Pengumpulan data primer dilakukan kepada responden peternak dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner terstruktur dan kepada informen kunci dengan pedoman wawancara yang berisi topik dan subtopik terkait permasalahan wabah AI dan penanggulangannya. Informen kunci yang diwawancari mencakup berbagai pemangku kepentingan dari tingkat kecamatan sampai provinsi di lkasi penelitian. 30

Kerangka Analisis Analisis Deskriptif Penelitian ini akan menggunakan analisis deskripsi kuantitatif dan kualittatif untuk memperoleh bukti-bukti dan gambaran peternak kecil dan peternak backyard dalam kerangka memahami bagaimana peternak dan masyarakat menghadapi dampak wabah AI baik langsung atau tidak langsung. Pendekatan kualitatif terutama ditujukan untuk mengekplorasi isue kunci dan mendapatkan pengertian yang mendalam atas isu tersebut dan akses tingkah laku responden. Pendekatan kuantitatif terutama ditujukan untuk mendapatkan bukti-bukti statistik dampak wabah AI terutama pada usaha skala kecil. Analisis Regresi-Fungsi Produksi Fungsi produksi terdiri atas fungsi produksi daging unggas dan telur unggas. Tujuan penggunakan alat analisis fungsi produksi adalah untuk melihat: a. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan berapa besaran koofisiennya b. Melihat dampak tingkat serangan wabah AI terhadap produksi. c. Dampak usaha unggas terserang AI dan kontrol ( Infected) terhadap produksi d. Dampak waktu serangan wabah AI: sebelum, saat dan setalah terhadap produksi Fungsi Produksi untuk melihat dampak tingkat serangan wabah AI dan kondisi infeksi (berat, sedang dan ringan; terinfeksi dan tidak terinfeksi) Q = AX 1 1 X 2 2 X 3 3...X 5 5 e b1d1 e b2d2 dimana: Q = Produksi broiler/eggs (Kg per tahun) X 1 = Pakan (Rp/thn) X 2 = Kematian unggas (ekor/thn) X 3 = Obat dan vaksin (Rp/thn) X 4 = Tenaga kerja (HOK/thn) X 5 = Tingkat pendidikan peternak (Tahun) D 1 = Dummy Tingkat Serangan AI, D = 1: Berat, D = 0 untuk sedang dan ringan D 2 = Dummy Kondisi Serangan AI, D = 1: terserang, dan D = 0 untuk tidak terserang A = Intersep ; = Koefisien regresi Fungsi Produksi untuk melihat dampak tingkat wabah AI (sebelum, saat dan setelah) Q = AX 1 X 2 X 3...X 5 e b3d3 e b4d4 dimana: Q = Produksi broiler/eggs (Kg per tahun) X 1 = Pakan (Rp/thn) X 2 = Kematian unggas (ekor/thn) X 3 = Obat dan vaksin (Rp/thn) X 4 = Tenaga kerja (HOK/thn) X 5 = Tingkat pendidikan peternak (Tahun) D 3 = Dummy Waktu Wabah: D3= 1 untuk Sebelum dan D3= 0, untuk Sedang/Sesudah A = Intersep ; = Koefisien regresi 31

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI Karateristik Peternak Umur peternak berkisar 45-49 tahun. Kisaran itu merupakan usia produktif dan matang dalam menjalankan usaha. Namun demikian, tingkat pendidikan mereka relatif rendah, bahkan sebagian besar buta huruf. Peternak dengan tingkat pendidikan SMA dan yang lebih tinggi sedikit. Demikian juga anggota keluarga, termasuk peternak, yang merupakan kader desa jumlahnya sangat terbatas (3%-4%) (Tabel 3). Berlatar belakang pendidikan rendah dan pengetahuan tentang teknik budidaya unggas umumnya hanya mengandalkan pengalaman mereka melakukan usaha. Tabel 3. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Tingkat Serangan dan Status wabah AI di Indonesia, tahun 2008. Uraian Tingkat Serangan Wabah AI Ringan Sedang Berat Total Umur KK (tahun) 47.0 48.0 45.7 44.3 48.7 45.5 47.2 45.8 Pendidikan KK(%) a. Buta huruf 31.7 12.9 26.7 14.6 45.8 13.3 34.7 13.6 b. SD 9.6 4.2 13.3 10.4 17.5 3.8 13.5 6.1 c. SMP 17.5 9.6 19.2 13.3 14.2 2.1 16.9 8.3 d. SMA 7.9 4.6 1.7 0.8 2.1 1.3 3.9 2.2 e. Lainnya 1.3 0.8 0 0 0 0 0.4 0.3 JART (jiwa) 4.2 4.3 4.3 4.3 4.6 4.7 4.4 4.4 Usia ART (%) a. Belum kerja (0-14 thn) 24.2 24.6 24.0 26.4 29.3 28.5 26.2 26.3 b. Usia kerja (15-55 thn) 66.6 66.2 63.9 62.5 61.1 65.4 63.6 64.4 c. Usia Pensiun (> 55) 9.2 9.2 12.1 11.1 9.6 6.1 10.2 9.3 ART Kader Desa (%) a. Kader 3.2 2.4 3.5 4.2 4.3 3.5 3.7 3.4 b. Bukan kader 96.8 97.6 96.5 95.8 95.7 96.5 96.3 96.6 Sebagian dari peternak pada awalnya adalah pekerja pada perusahaan unggas. Berbekal pengetahuan dan keterampilan dari pengalaman kerja di perusahaan mereka melakukan usaha unggas. Banyak juga di antara mereka berusaha unggas hanya ikutikutan berawal dari melihat keberhasilan peternak pemula di lingkungan mereka. Berjalan dengan waktu melalui bimbingan petugas peternakan pemerintah dan swasta para peternak meningkatkan pengetahuannya. Peran petugas swasta yang terdiri dari technicall service 32

dari distributor obat hewan, teknisi perusahaan inti, dan pemilik poultryshop jauh lebih intensif dibandingkan petugas pemerintah. Jika dihubungkan tingkat pendidikan dengan status infeksi, usaha unggas terinfeksi wabah AI jauh lebih banyak terjadi pada peternak yang buta huruf. Selanjutnya jika dipilah berdasarkan tingkat serangan, pada daerah tingkat serangan berat yaitu Jawa Barat, sebagian besar (59.1%) peternaknya buta huruf. Fakta ini menunjukan bahwa pada usaha unggas tingkat pendidikan peternak menentukan mengelola usaha, diantaranya mencegah dan mengendalikan penyakit ternak. Selain pengetahuan dan keterampilan, usaha unggas juga membutuhkan tenaga kerja untuk melakukan aktivitas pembelian saprodi, pemeliharaan unggas dan pemasaran produk. Umumnya jumlah anggota rumah tangga peternak berjumlah 4-5 orang, yang terdiri dari seorang suami sebagai kepala keluarga, isteri, dan 2-3 orang anak dan atau anggota keluarga lain. Distribusi anggota keluarga berdasarkan umur, sekitar tiga orang masih berusia produktif dan 1-2 orang berusia non produktif. Dari tiga orang yang berusia produktif, seotang merupakan anak peternak. Sebagian dari mereka masih dalam usia sekolah, sehingga tidak mungkin membantu orangtuanya membantu mengelola usaha unggas. Dengan demikian, sebagian besar peternak membutuhkan tenaga kerja luar keluarga dalam mengelola usaha unggas. Pada umumnya tenaga kerja luar keluarga ini berasal penduduk desa setempat. Itulah sebabnya, jika satu desa plotting usaha unggas terkena wabah AI maka dapat diperkirakan bahwa dampaknya akan luas. Karateristik Asset Peternak Pemilikan asset dapat dijadikan indikasi kesejahteraan dan kemampuan peternak melakukan pemulihan usaha jika usaha mengalami kebangkrutan, seperti akibat serangan wabah AI. Ada empat kelompok asset penting milik peternak yang diidentifikasi yaitu rumah, asset rumah tangga, asset pertanian, dan lahan (Tabel 4 dan Tabel 5). Pada umumnya peternak memiliki satu unit rumah, namun ada juga peternak yang memiliki dua unit rumah. Bahkan di Lampung dan Jatim ada peternak yang memiliki rumah sampai tiga unit. Sebaliknya ada peternak yang tidak memiliki rumah. Mereka adalah peternak muda yang masih tinggal serumah dengan orangtua mereka. Jumlah peternak yang tidak memiliki rumah ada sembilan peternak di Jabar dan dua peternak di Jatim. Jenis asset rumah tangga terdiri dari berbagai jenis, diantaranya adalah: TV dan perlengkapannya, kamera, mesin cuci, kulkas, kompor gas, mobil, sepeda motor, dan handphone. Demikian juga jenis asset pertanian terdiri dari berbagai jenis, diantaranya adalah: mesin pengolah pakan, sprayer, mobar, sumur dan pompa air, ternak kerja, truck, gerobak tenaga manusia, dan kuda. Peternak Jawa Timur dan Lampung memiliki nilai asset 33

jauh lebih tinggi dibandingkan peternak Jawa Barat. Peternak pada lokasi Jawa Barat, ternyata adalah masyarakat relatif miskin, yang menggantungkan pendapatannya pada usaha unggas. Usaha unggas merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi masyarakat, karena pendidikan yang rendah dan kemiskinan mereka mempunyai peluang yang sedikit untuk mendapatkan pekerjaan di luar desa kecuali berburuh. Tabel 4. Pemilikan Rumah dan Nilai Asset Peternak, Tahun 2008 Jenis dan Nilai Asset 1. Jumlah rumah (unit/peternak) Lampung Jatim Jabar a. Satu unit 155 69 138 92 176 48 b. Dua unit 7 8 5 2 7 0 c. Tiga unit 1 0 1 0 0 0 d. Empat unit 0 0 0 0 0 0 2. Nilai Aseet (Rp000) a. Nilai Aset Rumah 82995 85376 94815 108330 43223 33888 b. Nilai Asset Rumah Tangga 18584 15498 25274 31800 5818 5402 3. Nilai Asset Pertanian 5877 5795 1206 3277 646 317 4. Total Nilai Asset 107456 106669 121295 143407 49687 39607 Tabel 5. Pemilikan Rumah dan Nilai Asset Peternak, Tahun 2008 (Ha) Lampung Jawa Timur Jawa Barat Penggunaan Status Asset Tidak Tidak Tidak Lahan Tan. Pangan Milik sendiri 0,79 1,15 0,28 0,18 0,17 0,18 Diusahakan 0,81 1,15 0,26 0,15 0,22 0,18 Tan. Horti. Milik sendiri 0,03 0,05 0,03 0 0,02 0,01 Diusahakan 0,03 0,05 0,03 0 0,02 0,01 Kolam Milik sendiri 0 0 0,01 0 0 0 Diusahakan 0 0 0,01 0 0 0 Milik sendiri 0,19 0,07 0,01 0 0 0 Lahan Hutan Diusahakan 0,19 0,07 0,01 0 0,01 0 Padang Milik sendiri 0 0 0 0 0 0 rumput Diusahakan 0 0 0 0 0,01 0 Total Luas Milik sendiri 1,01 1,27 0,33 0,18 0,19 0,19 Diusahakan 1,03 1,27 0,31 0,15 0,26 0,19 Berdasarkan luas pemilikan lahan, peternak Lampung memiliki lahan terluas (1,01 Ha -2,07 Ha) dibandingkan dengan peternak Jawa Timur (0,18 ha 0,33 Ha) dan Jawa Barat (0,19 Ha). Sebagian besar lahan digunakan peternak untuk usaha budidaya tanaman sebagai sumber pendapatan lain. Bahkan peternak di Lampung dan Jawa Barat, untuk menambah penghasilan rumah tangga mereka mengusahakan lahan tanaman pangan melebihi yang dimilikinya dengan cara menyewa atau bagi hasil. Sebaliknya peternak Jawa 34

Timur, dengan alasan perlu perhatian khusus pada usaha unggasnya, mereka menyewakan atau bekerjasama dengan petani lain untuk mengusahkan lahan yang dimilikinya. Berdasarkan kepemilikan asset, peternak Lampung dan Jawa Timur memiliki asset relatif lebih tinggi dibandingkan peternak Jawa Barat. Karakteristik pemilikan asset ini akan mempengaruhi kinerja usaha unggas yang dilakukan peternak. Hal tersebut terkait dengan perhatian terhadap pengelolaan usaha unggas, sumber pendapatan, dan risiko guncangan usaha utama yang mereka lakukan. Dampak Wabah AI terhadap Jumlah Unggas yang Diusahakan Sebagian besar responden memelihara broiler dan layer. Dampak wabah AI terhadap jumlah unggas yang dipelihara menurut tingkat serangan, usaha yang terinfeksi dan tidak terinfeksi serta periode sebelum dan setelah wabah AI cenderung turun (Tabel 6). Kecuali responden yang mengusahakan ayam layer yang tidak terinfeksi wabah AI jumlah unggas yang diusahakan justeru meningkat sebesar 6,5 persen. Penurunan jumlah unggas yang diusahakan pada usaha yang terinfeksi merupakan dampak langsung akibat serangan wabah AI. Sementara itu jika penurunan tersebut pada usaha unggas yang tidak terinfeksi merupakan efek tidak langsung. Dalam hal ini ketakutan konsumen tertular AI menyebabkan permintaan terhadap daging dan telur menurun. Akibatnya harga turun dan usaha merugi dan sebagian mengalami kebangkrutan. Hal ini mempengaruhi produksi dan usaha yang tidak terinfeksi. Pada usaha layer yang tidak terinfeksi wabah AI, peningkatan jumlah unggas yang dipelihara disebabkan tidak terkena pengaruh langsung dan tidak langsung. Pengaruh tidak langsung tidak berpengaruh berarti permintaan telur pada usaha ini tidak terganggu. Hal ini dapat disebabkan karena penanganan produk untuk konsumsi cukup baik. Selain itu banyak produk telur yang diolah sebagai bahan untuk produk lain, seperti kue dan roti, sehingga konsumen tidak bersentuhan langs ung dengan telur segar yang peluang terinfeksi virus lebih besar. Keadaan itu juga merupakan dampak adanya kesigapan sosialisasi bahaya AI, cara mencegah dan mengendalikan, penanganan produk untuk konsumsi. Jika pilah menurut lokasi usaha pada tingkat serangan yaitu ringan, sedang dan berat fenomenanya menunjukkan hal yang sama. Hanya besaran perubahan yang berbeda. Makin berat tingkat serangan maka jumlah unggas yang dipelihara semakin banyak berkurang. Temuan ini perlu kajian lebih lanjut, faktor penting apa yang menyebabkan terjadinya tingkat serangan berat. Jika faktor ini diketahui maka untuk menghindari serangan wabah AI pada usaha unggas dapat dilakukan dengan cara menghindari lokasi yang berpotensi menyebabkan tingkat serangan tersebut tinggi. Faktor tersebut dapat terdiri dari, kepadatan teknis dan kepadatan ekonomis, kemampuan peternak mengendalikan penyakit, pembinaan dari petugas teknis, dll. 35

Pada lokasi tingkat serangan ringan dan sedang, jumlah unggas pada usaha layer yang tidak terinfeksi mengalami peningkatan. Dari fakta ini dapat dijadikan pelajaran bahwa usaha layer lebih resisten dibandingkan usaha broiler menghadapi serangan wabah AI. Jika diurai lebih lanjut usaha ini umumnya dilakukan secara mandiri atau bekerja sama terbatas dengan pihak poultryshop. Pemasaran juga dapat dilakukan langsung oleh peternak dan/atau melalui poultryshop. Disamping itu telur yang dihasilkan dapat tahan disimpan pada suhu kamar sebelum dikonsumsi selama 15 hari. Kondisi ini dapat dijadikan dasar bahwa usaha layer dapat dikembangkan sebagai usaha mandiri. Berbeda dengan usaha broiler yang banyak melibatkan pihak pengusaha besar sebagai inti dalam usaha kemitraan. Tabel 6. Jumlah Unggas yang Dipelihara Peternak Sebelum dan Sesudah Wabah AI berdasarkan Tingkat Serangan (ekor) Tingkat Serangan Ringan Sedang Berat Total Periode Wabah AI Broiler Layer Itik Total Total Sebelum 27332 24996 52328 1761 1931 3692 60 86 146 Sesudah 15247 23767 39014 1270 2152 3422 41 84 125 % Perubahan -44,2-4,9-25,4-27,9 11,4-7,3-31,7-2,3-14,4 Sebelum 17500 0 17500 3423 2220 5643 0 0 0 Sesudah 3500 0 3500 1929 2337 4266 200 0 200 % Perubahan -80,0 - -80,0-43,6 5,3-24,4 - - - Sebelum 2775 15998 18773 2502-2502 284 262 546 Sesudah 657 11333 11990 162-162 51 245 296 % Perubahan -76,3-29,2-36,1-93,5 - -93,5-82,0-6,5-45,8 Sebelum 6292 19624 25916 2590 2122 4712 257 191 448 Sesudah 2982 16343 19325 1286 2260 3546 53 181 234 % Perubahan -52,6-16,7-25,4-50,3 6,5-24,7-79,4-5,2-47,8 Total Pengaruh Lokasi Kandang terhadap Wabah Wabah AI Lokasi kandang ayam ras dipengaruhi oleh pemilikan aset lahan, pola usaha, aturan pemerintah desa setempat. Peternak yang memiliki lahan alternatif selain di halaman rumah (backyard) usaha ini biasanya dilakukan pada lahan terpisah dari rumah. Bagi yang tidak memiliki lahan terpisah dengan rumah, mereka melakukan di halaman rumah. Lokasi di halaman rumah ada yang bergandengan langsung dengan rumah ada juga yang dipisahkan dengan pagar. Untuk menghindari lalat, dikendalikan dengan menjaga kebersihan kandang, melakukan penyemprotan, dan memberikan suplemen anti bau pada makanan ayam. Usaha ayam ras dapat dilakukan secara mandiri (layer) maupun bekerjasama dengan sistem kemitraan (broiler). Pada usaha kemitraan umumnya unggas yang diusahakan adalah broiler. Skala usaha minimal ditentukan oleh inti yaitu 3000-5000 ekor 36

dengan produksi setahun sekitar 20 sampai 50 ribu ekor. Pada usaha ini umumnya kandang terpisah dengan rumah. Tidak demikian pada usaha layer yang umumnya merupakan usaha mandiri banyak dilakukan di sekitar rumah peternak. Selain itu, aturan pemerintah desa setempat juga menentukan lokasi kandang. Di Lampung, usaha unggas yang dibuka setelah ada wabah AI, keberadaan lokasi kandang harus mendapat ijin tetangga yang ditetapkan pemerintah desa. Kandang yang sudah ada sebelum wabah tidak dipersoalkan masyarakat. Namun kandang baru harus memenuhi jarak tertentu dari rumah. Distribusi lokasi kandang usaha ayam ras pada daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 dan tabel 8 Tabel 7 menunjukkan bahwa secara relatif pada lokasi tingkat serangan ringan kandang broiler banyak berlokasi di luar halaman rumah (desa+tersendiri+lain) (75,7%) dibandingkan lokasi tingkat serangan berat (67,0%). Demikian juga usaha layer di daerah tingkat serangan ringan lebih banyak dilakukan di luar halaman rumah (67,4) dibandingkan di lokasi sedang dan berat (57,3%). Dari temuan ini dapat dikatakan bahwa lokasi kandang ada pengaruh dengan tingkat serangan. Di daerah tingkat serangan ringan, dalam hal ini Lampung, pemilikan lahan peternak relatif masih luas. Rumah mereka merupakan kaplingkapling yang luas. Harga tanah relatif masih murah. Dengan demikian lokasi kandang banyak dilakukan di luar halaman rumah. Kalaupun di halaman rumah, luas halaman relatif luas. Pada kenyataannya, peternak Jawa Barat menderita paling besar akibat wabah AI. Karena itu perlu diperhitungkan kembali kepadatan usaha dan poplasi dalam satu desa, untuk emncegah kerugian yang lebih besar. Tabel 7. Sebaran Peternak berdasarkan Lokasi Kandang pada Usaha Broiler menurut Status dan Tingkat Serangan AI (%) Tingkat Serangan Ringan Status AI Di Rumah Di lahan Kas Desa Lokasi Kandang Di Lahan Tersendiri Di Desa lain 10.8 0.0 18.9 0.0 infeksi 13.5 2.7 54.1 0.0 Total 24.3 2.7 73.0 0.0 100.0 0.0 0.0 0.0 Sedang 1 infeksi 0 0.0 0.0 0.0 Total 100.0 0.0 0.0 0.0 Berat 14.7 5.5 42.2 0.9 infeksi 18.3 0.0 17.4 0.9 Total 33.0 5.5 59.6 1.8 14.3 4.1 36.1 0.7 Total infeksi 17.0 0.7 26.5 0.7 Total 31.3 4.8 62.6 1.4 Keterangan: 1 Hanya seorang responden yang mengusahakan broiler 37

Tabel 8. Sebaran Peternak berdasarkan Lokasi Kandang pada Usaha Layer menurut Status dan Tingkat Serangan AI (%) Tingkat Serangan Ringan Sedang Berat Total Status AI Di Rumah Lokasi Kandang Di lahan Kas Desa Di Lahan Tersendiri Di Desa Lain 24.3 0.0 50.2 0.6 infeksi 8.3 0.0 16.0 0.6 Total 32.6 0.0 66.2 1.2 35.3 0.4 23.1 1.7 infeksi 23.1 0.4 16.0 0.0 Total 58.4 0.8 39.1 1.7 41.5 0.0 56.1 1.2 infeksi 1.2 0.0 0.0 0.0 Total 42.7 0.0 56.1 1.2 32.3 0.2 38.3 1.2 infeksi 14.2 0.2 13.4 0.2 Total 46.5 0.4 51.7 1.4 Kelanjutan Usaha Unggas Keberlanjutan usaha diindikasikan dari jumlah responden yang berusaha setelah wabah AI dibandingkan dengan sebelum wabah. Tingkat serangan wabah AI berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha (Gambar 4). Makin berat tingkat serangan keberlanjutan usaha semakin rendah. Perlu telaah lebih lanjut apa saja yang mempengaruhi keberlanjutan usaha selain tingkat serangan wabah. Beberpa faktor yang perlu dilihat antara lain adalah kepadatan lokasi usaha, jenis unggas yang dipelihara, respon peternak terhadap program pencegahan dan pengendalian wabah AI, intensitas petugas membina peternak. Gambar 4. Keberlanjutan Usaha Unggas pada Tiga Lokasi dengan Tingkat Serangan Wabah AI yang berbeda 38

Dari sisi lokasi usaha tidak ada data khusus, namun berdasarkan pengamatan langsung, secara umum dapat dikatakan bahwa usaha unggas di Lampung dilakukan pada lokasi yang relatif tidak padat dibandingkan Jawa Timur dan Jawa Barat. Dua faktor terakhir akan dibahas pada topik lain. Dalam subbab ini akan dilihat apakah faktor jenis unggas mempengaruhi keberlanjutan usaha. Tabel 9 menunjukkan bahwa secara umum keberlanjutan usaha menurun sebesar 30 persen. Usaha layer relatif lebih resisten terhadap usaha broiler dan unggas lainnya. Jika hasil agregat ini dikomparasi dengan Tabel 10 yang dirinci berdasarkan jenis unggas dan tingkat serangan, dapat diperoleh informasi bahwa: a. Secara total, keberlanjutan usaha unggas di Lampung lebih baik dibandingkan di Jawa Timur dan Jawa Barat; b. Secara total, usaha layer lebih resisten terhadap wabah AI dibandingkan usaha broiler; c. Di Lampung, usaha unggas lain lebih bertahan dibandingkan usaha layer. Jika dilihat kasus Lampung, keberlanjutan usaha broiler cukup baik, bahkan setelah wabah jumlahnya bertambah. Tingkat keberlanjutan usaha yang baik disebabkan pola usaha broiler di Lampung merupakan pola kemitraan. Dengan demikian kerugian usaha akibat wabah, dengan cepat dapat pulih karena ada dukungan dana, dan bimbingan dari mitra usaha. Bahkan ada peternak layer yang bangkrut beralih ke usaha broiler. Tabel 9. Keberlanjutan Usaha Akibat Wabah AI Berdasarkan Jenis Unggas di Indonesia (unit) Jenis Unggas Before During After Perubahan before/after (%) Layer 502 484 384-23,5 Broiler 147 143 81-44,9 Lainnya 71 59 39-45,1 Total 720 686 504-30,0 Tabel 10. Keberlanjutan Usaha Akibat Wabah AI Berdasarkan Jenis Unggas pada Berbagai Tingkat Srangan (unit) Lokasi Perubahan (%) Jenis Unggas Before During After (Tingkat Serangan) (before-after) Lampung Layer 182 182 161-11,5 Broiler 37 37 38 2,7 Lainnya 21 20 20-4,8 Total 240 239 219-8,8 Jatim Layer 238 232 208-12,6 Broiler 1 1 2 100,0 Lainnya 1 1 1 0,0 Total 240 234 211-12,1 Jabar Layer 82 70 15-81,7 Broiler 109 105 41-62,4 Lainnya 49 38 18-63,3 Total 240 213 74-69,2 39

Akibat usaha yang merugi atau bahkan ada yang bangkrut, mereka menambah pendapatan dari atau beralih ke usaha lain. Berdasarkan pengelompokkan usaha, maka jumlah peternak yang bekerja di usaha selain unggas akibat wabah AI dapat dilihat pada Tabel 11. Peternak Jawa Barat yang sebagian besar bangkrut dan beralih usaha bekerja pada usaha orang lain dan usaha non pertanian. Di Lampung dan Jawa Timur, para peternak yang bangkrut justru pada umumnya memilih pindah ke usaha tanaman. Peralihan usaha ini terkait dengan dinamika sumber pendapatan pada bahasan berikut. Tabel 11. Bidang Usaha Baru Peternak sebagai Cabang Usaha atau Peralihan Usaha Akibat Wabah AI (%) Lokasi Ternak Tanaman Petanian Usaha Orang lain Lampung 9.7 53.6 26.8 9.7 Jawa Timur 12.7 40.4 31.7 21.9 Jawa Barat 0 7.2 36.1 56.7 Total 5.4 25.9 31.9 36.7 Peran Unggas Bagi Kehidupan Rumah Tangga Peternak Paling tidak ada tiga peran usaha unggas pada rumah tangga peternak. Pertama sebagai sumber pendapatan rumah tangga dari penjualan hasil utama yaitu ayam dan telur. Selain itu juga penjualan ayam afkir pada usaha layer dan feces (kotoran ayam). Kedua, sebagai bahan konsumsi rumah tanggga, dimana produk unggas berperan penting menigkatkan gizi keluarga. Ketiga, sebagai tempat bekerja atau sebagai pencipta lapangan kerja. Usaha peternak selain melibatkan tenaga kerja keluarga bahkan juga luar keluarga. Sumber Pendapatan Sebagian besar pendapatan peternak bersumber dari usaha unggas. Dinamika struktur pendapatan peternak akibat wabah AI di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 12. Sebelum ada wabah AI, selain dari usaha unggas, usaha lain yang memberikan kontribusi relatif besar (5%-7%) adalah usaha tanaman dan non pertanian. Saat wabah AI, sebagian usaha mengalami kerugian dan ada juga yang collaps, sehingga sebagian mereka berusaha di bidang lain. Usaha yang banyak dilakukan adalah usaha tanaman, non pertanian, dan bekerja pada orang lain, dimana usaha non pertanian memberikan kontribusi terbesar. Jika dipilah berdasarkan responden yang usahanya terinfeksi dan tidak, informasi yang dapat diperoleh adalah bahwa kontribusi usaha unggas noninfeksi lebih cepat pulih dibandingkan usaha yang terinfeksi. Hal ini terlihat dari kontribusi pendapatan sebelum dan setelah wabah menurun dari 83,5 persen menjadi 68,7 persen pada usaha yang terinfeksi dan menurun dari 83,1 persen menjadi 75,0 persen pada usaha yang tidak terinfeksi. 40

Temuan ini menguatkan bahwa usaha yang tidak terinfeksi terkena dampak tak langsung dari adanya wabah AI. Tabel 12. Dinamika Sumber Pendapatan Rumah Tangga Peternak Akibat Wabah AI menurut Status di Indonesia Status AI Waktu Besaran Unggas Ternak Tanaman Sebelum Saat Setelah Sebelum Saat Setelah Pertanian Upah Bekerja Lainnya Total Rp ribu 38745 185 2501 3216 1460 308 46415 (%) 83,5 0,4 5,4 6,9 3,1 0,7 100,0 Rp ribu 21633 378 3164 4462 2009 647 32293 (%) 67,0 1,2 9,8 13,8 6,2 2,0 100,0 Rp ribu 44401 799 5333 8355 4575 1174 64637 (%) 68,7 1,2 8,3 12,9 7,1 1,8 100,0 Rp ribu 47331 261 2340 4060 2504 466 56962 (%) 83,1 0,5 4,1 7,1 4,4 0,8 100,0 Rp ribu 34221 409 2357 4443 2772 497 44699 (%) 76,6 0,9 5,3 9,9 6,2 1,1 100,0 Rp ribu 42751 550 3024 6578 3388 702 56993 (%) 75,0 1,0 5,3 11,5 5,9 1,2 100,0 Secara ekonomi, dinamika sumber pendapatan selain dipengaruhi keahlian peternak juga peluang usaha yang ada di suatu lokasi. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebelum ada wabah, pada umumnya sumber pendapatan peternak berasal dari usaha unggas. Kisarannya antara 87-91 persen untuk peternak Jawa Timur, 76-81 persen untuk Lampung dan 71-79 persen untuk peternak Jawa Barat. Wabah AI yang terjadi berdampak terhadap usaha peternak sehingga pangsa penerimaan dari usaha unggas menurun. Pangsa tersebut belum pulih kembali seperti belum terjadi wabah. Jika dipilah berdasarkan status serangan, penurunan pangsa usaha unggas tidak menunjukkan keunikan. Namun penurunan pangsa yang terjadi di Jawa Barat lebih besar dibandingkan penurunan yang terjadi di Jawa Timur dan Lampung. Selain dipengaruhi GPF, hal ini dapat juga disebabkan ketersediaan modal untuk pemulihan dan kerjasama usaha. Dari tiga lokasi, kemampuan pemulihan usaha peternak di Lampung relatif lebih baik. Kemampuan ini kemungkinan disebabkan peran usaha lain yaitu usaha tanaman dan non pertanian pada peternak di Lampung lebih besar masing-masing 4,7-9,3 persen dan 8,4-10,8 persen dibandingkan di Jawa Timur masing-masing 2,5-3,2 persen dan 3,8-5,6 persen, dan Jawa Barat 5,4-5,9 persen dan 7,5-7,9 persen. Temuan ini mengindikasikan bahwa usaha unggas sebagai core bussiness masih memerlukan usaha lain sebagai cabang usaha sehingga mampu mengurangi risiko dan mendukung dana untuk memulihkan usaha. 41

Informasi lain yang dapat diperoleh adalah bahwa saat terjadi wabah pangsa penerimaan peternak di Jawa Barat yang bersumber dari usaha non pertanian dan upah bekerja meningkat tajam. Hal ini dapat terjadi disebabkan lokasi usaha di daerah ini berdekatan dengan kota besar Bandung. Dengan demikian peternak yang usaha unggas mengalami kerugian ataupun kebangkrutan berpeluang lebih besar untuk mengalihkan ke usaha non pertanian dan bekerja di daerah perkotaan. Tabel 13. Dinamika Pangsa Pendapatan Rumah Tangga Peternak Akibat Wabah AI menurut Status dan Tingkat Serangan Lokasi Lampung Jawa Timur Jawa Barat Periode Sumber Pendapatan Unggas Ternak Tanaman Pertanian Upah Bekerja (%) Lainnya Sebelum 75,5 0,7 9,3 10,8 3,3 0,5 Saat 73,7 0,6 10,0 11,6 3,4 0,6 Setelah 67,2 0,8 12,2 14,9 4,2 0,7 Sebelum 81,4 0,5 4,7 8,4 4,3 0,8 Saat 77,5 0,6 5,6 10,1 5,3 0,9 Setelah 77,4 0,4 6,0 10,3 5,0 0,8 Sebelum 91,2 0,3 2,5 3,8 1,7 0,5 Saat 73,9 2,1 6,9 10,0 4,9 2,1 Setelah 81,9 1,7 4,2 6,9 3,8 1,5 Sebelum 87,0 0,5 3,2 5,6 3,1 0,6 Saat 78,9 1,4 4,1 9,5 5,3 0,8 Setelah 76,3 1,6 4,1 12,2 4,9 0,9 Sebelum 79,1 0,2 5,4 7,5 6,4 1,4 Saat 23,4 1,2 15,3 31,8 20,8 7,4 Setelah 38,5 1,1 9,9 23,8 21,7 5,1 Sebelum 70,7 0,2 5,9 7,9 12,5 2,8 Saat 55,8 0,6 9,3 11,2 18,6 4,5 Setelah 52,3 0,7 8,3 14,9 17,8 6,0 Kehilangan Pendapatan Kehilangan hasil usaha unggas saat wabah AI dapat disebabkan oleh kematian unggas (dampak langsung) maupun akibat harga produk yang turun karena permintaan terhadap produk unggas akibat konsumen takut tertular AI (dampak tidak langsung). Tabel 14 menunjukkan bahwa secara total kehilangan hasil pada usaha layer lebih besar pada peternak yang tidak infeksi, sebaliknya pada usaha broiler kehilangan saat wabah lebih besar dialami kelompok usaha yang infeksi. 42

Pada usaha layer hal itu dapat terjadi karena dua hal, yaitu: (a) turunnya harga menyebabkan penerimaan menurun dan (b) masa produksi yang relatif lama menyebabkan biaya operasional meningkat untuk pencegahan dan pengendalian AI dan sebagian ternak stress karena pemberian vaksin dan menyebabkan produksi turun sehingga kehilangan hasil meningkat. Pada usaha yang terinfeksi, kerugian yang dialami relatif dalam waktu singkat kemudian usaha dihentikan menunggu kondisi wabah reda. Sebaliknya terjadi pada usaha broiler karena siklus produksi yang singkat (30-40 hari) kehilangan hasil pada ternak yang tidak terinfeksi lebih disebabkan turunnya harga. Sementara itu pada usaha yang terinfeksi kematian ternak menyebabkan kerugian yang lebih besar. Tabel 14. Nilai Kehilangan Hasil Usaha Unggas Saat terjadi Wabah AI di Indonesia, Tahun 2003-2004 Nilai kehilangan pendapatan (Rp 000) Lokasi Jenis Unggas Tidak infeksi Lampung Jawa Timur Jawa Barat Total Broiler 36536 9038 Layer 15023 19800 Broiler 20250 0 Layer 39491 82428 Broiler 8170 10212 Layer 48957 36750 Broiler 11913 9932 Layer 32599 58009 Tenaga Kerja Pengelolaan usaha unggas dilakukan menggunakan tenga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Curahan jam dan hari kerja yang dilakukan peternak bersama anggota keluarganya menurut jenis kegiatan dapat dilihat pada Tabel 15. Secara umum, curahan kerja terbesar peternak sehari-hari dilakukan untuk pemberian pakan dan minum ternak. Namun berdasarkan lokasi, curahan jam kerja per hari bervariasi. Di Lampung dan Jatim pada usaha yang tidak terinfeksi curahan kerja lainnya (mengawasi) lebih besar dari pemberian pakan dan minum ternak, peternak di Jawa Barat pada usaha yang terinfeksi, kegiatan pengumpulan telur dan penjualan hasil lebih besar dari pemberian pakan. Dari berbagai kegiatan, kegiatan pemberian pakan dan pengawasan merupakan faktor penting untuk mencapai produksi optimal. Namun demikian kegiatan menjaga kebersihan kandang, terutama terkait dengan pencegahan penyakit, juga tidak kalah penting, sehingga tiga kegiatan ini wajar jika lebih lama dari yang lain. Jika kegiatan menjual hasil relatif besar, kemungkinan peternak menjual hasilnya sendiri ke pasar, namun 43

kegiatan pengumpulan telur yang relatif lama di Jawa Barat mengindikasikan bahwa produktivitas mereka lebih rendah dari peternak Lampung dan Jawa Timur. Informasi yang menarik adalah bahwa baik secara umum maupun berdasarkan lokasi bahwa semua peternak yang unggasnya tidak terinfeksi mencurahkan jam kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan peternak yang unggasnya terinfeksi. Ini mengindikasikan bahwa kebersihan kandang termasuk kegiatan disinfektasi sebagai upaya peningkatan biosecurity berbanding lurus dengan status serangan wabah AI. Tabel 15. Curahan Jam dan Hari Kerja Anggota Keluarga Menurut Jenis Pekerjaan pada Usaha Ayam Ras Lokasi Status Kebersihan Lampung Jatim Jabar Total Pemberian Pakan Penjualan Hasil Pengumpulan Telur Lainnya Jumlah Jam/hari Jumlah HOK/tahun 1.14 1.59 1.09 1.08 1.01 5.91 270 Tidak 1.45 1.57 1.10 1.00 1.58 6.70 306 1.21 1.28 0.95 1.04 1.31 5.79 264 Tidak 1.22 1.15 0.86 0.95 1.20 5.38 245 1.10 1.78 1.83 2.83 0.76 8.30 379 Tidak 1.18 1.65 0.42 0.33 0.74 4.32 197 1.16 1.54 1.27 1.38 1.11 6.46 295 Tidak 1.29 1.37 0.83 0.96 1.21 5.66 258 Usaha unggas sebagai lapangan usaha membutuhkan waktu kerja anggota keluarga peternak selama 5,66 6,46 jam per hari atau berdasarkan waktu kerja per hari selama delapan jam maka curahan hari kerja anggota keluarga selama setahun antara 258 295 hari. Jika dirinci berdasarkan lokasi, di Jawa Barat pada kelompok usaha unggas yang terinfeksi, curahan hari kerjanya mencapai 379 hari per tahun. Ini berarti melibatkan lebih seorang tenaga kerja dalam keluarga Umumnya anggota keluarga yang terlibat adalah suami sebagai kepala keluarga dan isteri membantu terutama dalam kegiatan pengumpulan telur atau penjualan hasil. Jika dibandingkan Tabel 15 dan Tabel 16, secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih besar dari dalam keluarga. Demikian juga untuk peternak di Lampung dan Jatim. Namun tidak demikian dengan peternak Jabar, keterbatasan modal, yang diindikasikan pada karakteristik asset, menyebabkan sebagian besar peternak banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Bahkan pada peternak yang tidak terinfeksi tidak ada yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Usaha unggas memerlukan tenaga kerja yang disiplin dan memahami perilaku ternak. Jika tidak dapat mempengaruhi tingkat stress yang terjadi pada ternak. Tingkat 44