Fiqh Ulil Amri: Perspektif Muhammadiyah 1

dokumen-dokumen yang mirip
ULIL AMRI DALAM TINJAUAN TAFSIR 1

PERSATUAN DAN KERUKUNAN

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB IV RESPONS ULAMA NU DAN MUHAMMADIYAH KUDUS TERHADAP UPAYA UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DI INDONESIA PERSPEKTIF FIKIH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

F A T W A MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG

PERBEDAAN IDUL FITRI: HISAB, RU YAH LOKAL, DAN RU YAH GLOBAL

KHILAFAH DAN KESATUAN UMAT

Adab Membaca Al-Quran, Membaca Sayyidina dalam Shalat, Menjelaskan Hadis dengan Al-Quran

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA

Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

BAB IV. asusila di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. kegiatan maupun praktik asusila, baik yang dilakukan di jalan-jalan yang

JABAT TANGAN ANTARA PRIA DAN WANITA

DAHULUKAN BEKERJA IMBALAN KEMUDIAN

Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah

A. Pengertian Fiqih. A.1. Pengertian Fiqih Menurut Bahasa:

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Kaum Muslim telah dilarang untuk merayakan hari raya orang-orang kafir atau musyrik.

{mosimage}oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG

Taat Kepada Pemimpin Kaum Muslimin

Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat

Dr. Munawar Rahmat, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an merupakan pedoman dan petunjuk dalam kehidupan manusia,

Lahirnya ini disebabkan munculnya perbedaan pendapat

Haji adalah wujud ketundukan seorang Muslim kepada Rabb-nya secara sempurna.

yuslimu-islaman. Bukti ketundukan kepada Allah SWT itu harus dinyatakan dengan syahadat sebagai sebuah pengakuan dalam diri secara sadar akan

Bab 3 Peran Sentral Guru PAI Dalam Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa

Kontroversi Fatwa Haram Golput

Memburu Malam Seribu Bulan

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Bagaimana Kita Merespon Perintah Puasa

Khotbah Jum'at - Memilih pemimpin yang baik

BAB V PENUTUP. menyelasaikan seluruh masalah yang ada dalam penelitian: 1. Apakah dalam teks lagu Iwan Fals mengandung nilai dakwah?

BAB IV ANALISIS DATA

SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

ISLAM DAN DEMOKRASI. UNIVERSITAS MERCU BUANA BEKASI Sholahudin Malik, S.Ag, M.Si. MATA KULIAH AGAMA ISLAM. Modul ke: 13Fakultas.

KEMBALI KEPADA FITRAH (MAKNA MINAL AIDIN WAL FAIZIN)

Tafsir Muqaddimah Anggaran Dasar & Kepribadian Muhammadiyah

MUQODDIMAH DAN ISI ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH. Pertemuan ke-6

Urgensi Berakhlaq Islami Dalam Bisnis

Ketahuilah wahai saudaraku sesungguhnya syariah Islam itu terbagi dua bagian:

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Sumber Ajaran Islam

Berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang

BAB IV MAKNA DAN HUBUNGAN KESAKSIAN MANUSIA TERHADAP KE- ESAAN ALLAH DI ALAM RAHIM DALAM KEHIDUPAN DI DUNIA

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

Penetapan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal

Oleh: Hafidz Abdurrahman, Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI

Para wanita di bulan ramadhan

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

LAMPIRAN TERJEMAHAN AYAT AL-QUR AN

Keshalehan Rakyat Adalah Pilar Kekuatan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kekayaan mereka tersedia hak peminta-minta dan orang-orang yang hidup

Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An Nawawi

ANGGARAN DASAR MAJELIS TA LIM TELKOMSEL BAB I NAMA, WAKTU, TEMPAT KEDUDUKAN DAN LAMBANG. Pasal 1 N a m a. Pasal 2 Waktu Diresmikan

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM

Dr. Munawar Rahmat, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Syahruddin El-Fikri, Sejarah Ibadah, (Jakarta: Republika, 2014), hlm

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

Berani Berdusta Atas Nama Nabi? Anda Memesan Sendiri Tempat di Neraka

Khutbah Jum'at. Menyambut Ramadhan 1432 H. Bersama Dakwah 1

KAIDAH FIQH. "Mengamalkan dua dalil sekaligus lebih utama daripada meninggalkan salah satunya selama masih memungkinkan" Publication: 1436 H_2015 M

Shalat Berjamaah Tidak di Rumah

UMMI> DALAM AL-QUR AN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

BAB I PENDAHULUAN. Islam tersebut dinamakan orang mu min. Orang mu min adalah seseorang yang

PROFIL KADER MUHAMMADIYAH. Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah

SISTEM INFORMASI BERBASIS MULTIMEDIA TENTANG TATA CARA IBADAH SHOLAT MENURUT SUNNAH NABI MENGGUNAKAN MACROMEDIA FLASH

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan analisis dalam pembahasan disertasi ini, peneliti. 1. Matlak menurut fikih adalah batas daerah berdasarkan jangkauan

BAB V KESIMPULAN, SARAN-SARAN DAN PENUTUP. 1. Pendapat Para Mufassir tentang Q.S. Al-Mu minun Ayat 1-9

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Prestasi Belajar Aqidah Akhlak di MTsN Kunir dan MTsN Langkapan Blitar. b)

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 2 Tahun 2004 Tentang PENETAPAN AWAL RAMADHAN, SYAWAL, DAN DZULHIJJAH

Merenungi Firman Allah Ta ala

Menerapkan Syariat Islam Secara Kafah

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam

CINTAKU HANYA KARENA-NYA...

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)


FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 40 Tahun 2011 Tentang BADAL THAWAF IFADHAH (PELAKSANAAN THAWAF IFADHAH OLEH ORANG LAIN)

Surat Untuk Kaum Muslimin

Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah

Oleh: Hafidz Abdurrahman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. 1

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI

AHMADIYAH SEBAGAI PAHAM DAN GERAKAN KEAGAMAAN

Umrah dan Haji Sebagai Penebus Dosa

BAB II AHL AL-HALLI WA AL- AQDI DALAM BIROKRASI PEMERINTAHAN ISLAM

TAUJIH SYAR I MENIMBANG KEMASLAHATAN LEBIH BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Adapun firman Allah tentang jual beli terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 29

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orangorang yang ruku (Al Baqarah : 43)

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Kepimpinan Mengikut Perspektif Islam

يجب صرف الفطرة الي الاصناف الذين تصرف اليهم زكا ة المال 1

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER)

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 41 Tahun 2011 Tentang PENYEMBELIHAN HEWAN DAM ATAS HAJI TAMATTU DI LUAR TANAH HARAM

Transkripsi:

Fiqh Ulil Amri: Perspektif Muhammadiyah 1 Oleh: Yunahar Ilyas 2 Pendahuluan Dua tahun yang lalu, Muhammadiyah mengumumkan bahwa 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011, sementara pemerintah cq Menteri Agama mengumumkan bahwa 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu 31 Agustus 2011. Ini bukan kali pertama hasil hisab Muhammadiyah tentang awal Syawal berbeda dengan Pemerintah. Perbedaan awal Syawal tersebut selalu mengundang diskusi, debat, bahkan polemik. Tema-tema yang diskusikan antara lain adalah mana yang lebih valid antara metode rukyah (ru'yah al-hilâl) dengan metode hisab (al-hisâb), apakah metode hisab mengabaikan sunnah atau tetap mengikuti sunnah tetapi dengan pemahaman yang berbeda, apakah metode wujudul hilal (wujûd al-hilâl) dapat dipertanggung jawabkan, apakah ada dasar menentukan imkaniyah ar-ru'yah 2 derjat, apakah rukyah itu ta'qquli atau ta'abbudi dan juga permasalahan tentang siapakah yang dianggap sebagai ulil amri. Khusus tentang persoalan ulil amri, yang jadi persoalan bukanlah tentang keharusan patuh pada ulil amri, karena perintah patuh pada ulil amri sudah dinashkan secara jelas dalam Al-Qur'an. Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah 1 Makalah disampaikan dalam Sarasehan dan Sosialisasi Hisab Rukyat Muhammadiyah, diadakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta, Kamis 4 Sya'ban 1434 H/ 13 Juni 2013. 2 Guru Besar Ulumul Qur'an Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010-2015.

ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (Q.S. An-Nisa' 4: 59) Tetapi yang jadi persoalan adalah siapakah yang berhak disebut ulil amri dalam ayat tersebut. Satu pihak menyatakan bahwa ulil amri itu adalah pemerintah. Untuk urusan penetapan awal Ramadhan dan terutama awal Syawal, ulil amrinya adalah Menteri Agama. Dengan demikian, apabila Pemerintah sudah menetapkan awal bulan Ramadhan dan Syawal, maka semua umat Islam harus mematuhinya. Dalam hubungannya dengan Muhammadiyah, jika Muhammadiyah mengumumkan berbeda dengan Pemerintah, berarti Muhammadiyah tidak taat dengan ulil amri, berarti juga tidak melaksanakan perintah Allah dalam ayat di atas. Sementara itu, pihak lain, terutama Muhammadiyah, tidak menolak kewajiban patuh dalam ayat tersebut? Tapi yang dipertanyakan adalah pakah menteri agama itu sah disebut sebagai ulil amri? Untuk urusan keagamaan, apalagi ibadah mahdhah, harusnya diputuskan oleh lembaga yang punya kompetensi dan otoritas untuk itu? Misalnya di Mesir yang memutuskan satu Syawal adalah Grand Mufti, sementara Mentri Agama/Wakaf hanya menyaksikan, di Saudi Arabia yang memutuskan adalah Mahkamah Agung, di Malaysia yang memutuskan adalah Mufti Negara. Dan sebagian besar negara-negara Islam yang memutuskan adalah mufti. Mufti atau grand mufti ditunjuk oleh pemerintah berdasarkan kriteria keulamaan dan keahlian dalam agama. Sementara di Indonesia menteri agama adalah jabatan politik, ditunjuk oleh presiden berdasarkan pertimbangan politik bukan pertimbangan keulamaan. Indonesia tidak mempunya mufti atau grand mufti. Oleh sebab itu selama ini fatwa-fatwa keagamaan dikeluarkan oleh lembaga-lembaga fatwa yang ada pada ormas-ormas Islam seperti Majlis Tarjih dan Tajdid (Muhammadiyah), Lajnah Bahsil Matsail (Nadhlatul Ulama) atau komisi fatwa (Majelis Ulama Indonesia). Makalah ini mencoba membahas tentang masalah Ulil Amri ini. Apa pengertian ulil amri dan siapa sebenarnya yang dimaksud dengan ulil amri tersebut. 2

Pengertian Ulil Amri Secara bahasa ulî ي) (أول adalah bentuk jamak dari wali ى) (ول yang berarti pemilik atau yang mengurus dan menguasai. Bentuk jamak dari kata tersebut menunjukkan bahwa mereka itu banyak. Sedangkan kata al-amr ر) (األم adalah perintah atau urusan. Dengan demikian ulil amri adalah orang-orang yang berwewenang mengurus urusan kaum muslim. Mereka adalah orang-orang yang diandalkan dalam menangani persoalan-persoalan kemasyarakatan 3 Siapakah ulil amri tersebut? Jika dikaitkan dengan Surat Al-Maidah ayat 55 maka ulil amri itu adalah pemimpin umat yang menggantikan kepemimpinan Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)." (Q.S. Al-Maidah 5: 55) Dalam ayat di atas dijelaskan tiga hirarki kepemimpinan: Allah, Rasul-Nya dan orangorang yang beriman. Secara operasional kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, dan sepeninggal beliau kepemimpinan itu dilaksanakan oleh orang-orang yang beriman. Sebagai Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad SAW tidak bisa digantikan, tapi sebagai kepala negara, pemimpin, ulil amri tugas beliau dapat digantikan. Orang-orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus memenuhi empat kriteria sebagai mana yang dijelaskan dalam Surat Al-Maidah ayat 55 di atas. 1. Beriman kepada Allah SWT Karena ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW, sedangkan Rasulullah sendiri adalah pelaksana kepemimpinan Allah SWT, maka tentu saja yang pertama sekali harus dimiliki oleh penerus kepemimpinan beliau adalah keimanan (kepada Allah, Rasul dan rukun iman yang lainnya). Tanpa keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya bagaimana mungkin dia dapat diharapkan memimpin umat menempuh jalan Allah di atas permukaan bumi ini. 3 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2000), Volume 2, hlm. 460. 3

2. Mendirikan Shalat Shalat adalah ibadah vertikal langsung kepada Allah SWT. Seorang pemimpin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertikal yang baik dengan Allah SWT. Diharapkan nilai-nilai kemuliaan dan kebaikan yang terdapat di dalam shalat dapat tercermin dalam kepemimpinannya. Misalnya nilai kejujuran. Apabila wudhu seorang imam yang sedang memimpin shalat batal, sekalipun tidak diketahui orang lain dia akan mengundurkan diri dan siap digantikan orang lain, karena dia sadar bahwa dia tidak lagi berhak menjadi imam. 3. Membayarkan Zakat Zakat adalah ibadah mahdhah yang merupakan simbol kesucian dan kepedulian sosial. Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu berusaha mensucikan hati dan hartanya. Dia tidak akan mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak halal (misalnya dengan korupsi, kolusi dan nepotisme). Dan lebih dari pada itu dia memiliki kepedulian sosial yang tinggi terhadap kaum dhu afa dan mustadh afin. Dia akan menjadi pembela orang-orang yang lemah. 4. Selalu Tunduk Patuh Kepada Allah SWT Dalam ayat di atas disebutkan pemimpin itu haruslah orang-orang yang selalu ruku (wa hum râki ûn). Ruku adalah simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya yang secara konkret dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim yang kafah (total), baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlaq maupun mu amalat. Aqidahnya benar (bertauhid secara murni dengan segala konsekuensinya, bebas dari segala bentuk kemusyrikan), ibadahnya tertib dan sesuai tuntutan Nabi, akhlaqnya terpuji (shidiq, amanah, adil, istiqamah dan sifat-sifat mulia lainnya) dan mu amalatnya (dalam seluruh aspek kehidupan) tidak bertentangan dengan syari at Islam. 4 Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama bahwa umarâ' atau hukâm adalah ulil amri dengan syarat-syarat minimal yang sudah disebutkan di atas. Tetapi sebagian memperluas makna ulil amri tidak hanya kepada pemerintah atau penguasa semata tetapi juga kepada siapa saja yang mempunyai kompetensi dan mendapatkan amanah untuk memimpin 4 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq (Yogyakarta: LPPI UMY, 2011), hlm. 248-249. 4

suatu urusan, baik itu perorangan atau lembaga. Ahlul halli wal aqdi adalah ulil amri dalam bidang-bidang yang ditugaskan dan menjadi wewenang mereka, misalnya dalam pemilih kepala negara, menetapkan undang-undang dan urusan-urusan lainnya. Menurut Ibn Abbâs, ulil amri adalah ahli fiqh dan agama. Menurut Mujâhid, Athâ dan Abu al- Aliyah serta Hasan al-bashri, ulil amri itu adalah ulama. Menurut Ibn Katsîr sendiri, ulil amri mencakup keduanya, umara dan ulama. 5 Menurut Muhammad Abduh, ulil amri adalah jamaah ahlul ahli wal aqdi dari kaum Muslimin. Mereka adalah umara (pemerintah) dan hukama (penguasa), ulama, para panglima, dan semua pemimpin masyarakat. Jika mereka semua sepakat tentang suatu urusan, kita semua wajib mematuhinya asal tidak bertentang perintah Allah dan Rasul-Nya. 6 Menurut sebagian ulama, karena kata al-amr yang berbentuk ma'rifah atau difinite, maka wewenang pemilik kekuasaan terbatas hanya pada persoalan-persoalan kemasyarakatan semata, bukan persoalan akidah atau keagamaan murni. Untuk persoalan aqidah dan keagamaan murni harus dikembalikan kepada nash-nash agama (Al-Qur an dan As-Sunnah). Dalam hal ini Muhammad Abduh mengatakan: Dalam ungkapan Abduh di atas tampak bahwa perbedaan pendapat sangat mungkin terjadi dalam pemahaman terhadap nash, bukan dalam mematuhi nash. Dalam masalah hadits tentang tata cara untuk mengetahui awal Ramadhan dan awal Syawal, persoalannya bukan pada masalah patuh atau tidak patuh pada petunjuk Rasul tersebut, tetapi tentang bagaimana memahami hadits tersebut. Menurut pandangan Muhammadiyah, hadits itu ada illatnya, yaitu karena umat pada masa itu belum mempunyai cara lain untuk mengetahui awal bulan kecuali dengan melihat hilal. Kalau gagal melihat hilal karena mendung, maka bulan yang sedang 5 Al-Hâfizh Imâd ad-dîn Abû al-fadâ Ismâîl Ibn Katsîr al-qurasyi ad-dimasyqi, Tafsîr al-qur an al- Azhîm (Riyâdh: Dâr Alam al-kutub, 1997), jld 2, hlm. 345. 6 As-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr Al-Qur an al-hakim (Tafsir al-manâr), (Beirut: Dâr al-fikr, 1973), jld 5, hlm. 147. 7 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, 5: 147 5

berjalan itu digenapkan 30 hari. Sekarang, ilmu astronomi sudah demikian maju, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui awal bulan. Oleh sebab itu Muhammadiyah yakin tidak melanggar sunnah tatkala menggunakan hisab hakiki untuk menentukan awal bulan. Sebagian memahami, bahwa yang bersifat ta abbudi (tidak boleh dirubah sedikitpun) adalah puasa Ramadhan dimulai tanggal 1 Ramadhan dan shalat Idul Fitri tanggal 1 Syawal. Sedangkan bagaimana cara menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal itu adalah sesuatu yang bersifat ta aqquli (rasional, dapat berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi) dan lebih bersifat teknis. Penutup Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ulil amri itu adalah: 1. Umarâ dan hukâm dalam pengertian yang luas (legislatif, eksekutif dan yudikatif) dengan segala perangkat dan wewenangnya yang terbatas; 2. Semua pemimpin masyarakat dalam bidangnya masingmasing; 3. Para ulama baik perorangan ataupun kelembagaan seperti lembaga-lembaga fatwa. Jika terjadi perbedaan pendapat dalam persoalan pemahamaan nash-nash agama, diselesaikan dengan menggunakan kaedah-kaedah perbedaan pendapat yang sudah ada dan biasa dalam sejarah pemikiran hukum Islam. Pemerintah tidak dapat intervensi dalam persoalan pemahaman terhadap nash, karena hal itu bukan wilayah wewenangnya. Tetapi jika terjadi perbedaan pendapat dalam persoalan kemasyarakatan yang bersifat ijtihadi, maka pemerintah dapat memutuskan pendapat mana yang akan diikuti. Dalam perbedaan pendapat dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal, dalam kitannya dengan pelaksanaan ibadah puasa dan shalat Ied, maka penyelesaiannya diserahkan kepada para pemimpin agama dalam membimbing umat. Tetapi urusan libur Iedul Fithri dan hal-hal lain di luar urusan keagamaan murni, diputuskan oleh Pemerintah. * * * 6