SUATU TINJAUAN TEORI KEAGENAN:ASIMETRI INFORMASI DALAM PRAKTIK MANAJEMEN LABA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memahami hubungan tata kelola dalam suatu organisasi atau perusahaan. Pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Principal (pemegang saham) dengan Agent (manajerial) dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. manajemen dan menjamin akuntanbilitas manajemen terhadap stakeholder

PENDAHULUAN Laba merupakan komponen yang penting dalam sebuah laporan keuangan. Laba dapat digunakan sebagai evaluasi bagi pihak internal dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diambil dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan akan. mempengaruhi penilaian kinerja perusahaan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan adalah suatu industri yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori agensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan merupakan tujuan yang dicapai untuk menarik stakeholders untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah sebuah unit kegiatan produksi yang mengolah sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk memastikan

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas yang terdiri dari:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan yang dilakukan oleh peneliti merujuk penelitian-penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. agency theory (teori keagenan) sebagai kontrak kerja antara principal dan agent,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori keagenan mengungkapkan hubungan antara pemilik (principal) dan

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM PERSPEKTIF AGENCY THEORY

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan (financial statement) merupakan sumber informasi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah

1. Pengertian Agency Theory

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian oleh agent

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (principal) dengan manajemen (agent).teori ini menjelaskan bahwa hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Financial distress yang terjadi pada perusahaan property and real estate UKDW

I. PENDAHULUAN. menilai kinerja perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan perusahaan dilakukan oleh dua pihak berbeda, dalam hal ini pihak principal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki sebuah perusahaan go public. Semakin tinggi nilai perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. eksternal untuk menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan harus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian-penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan dengan pihak pihak yang berkepentingan dengan data atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan good corporate governance dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

ISNI WIYATMI B

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

BAB II LANDASAN TEORI. Teori agensi didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan sebagai sekumpulan

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari suatu perusahaan adalah mensejahterahkan kepentingan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan informasi

Analisis Pengungkapan Good Corporate Governance (GCG) pada Perusahaan Indeks Pefindo25 (SME Index) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajer (agent) dengan pemilik perusahaan (principal) ( Jensen dan Meckling,

BAB 1 PENDAHULUAN. laporan laba rugi, menurut Financial Accounting Standard Board atau FASB

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Good Corporate Governance. Corporate Governance, antara lain oleh Forum for Corporate

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing. Tujuan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Informasi laba sebagai bagian dari laporan keuangan, sering menjadi target

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi tersebut berisikan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan karena lemahnya praktik corporate

BAB I PENDAHULUAN. Pemisahan kepemilikan dan kontrol dalam perusahaan merupakan hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan keagenan merupakan kontrak antara pemilik perusahaan (principal)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Putu Putri Suriyani, Gede Ani Yunita, Ananta Wikrama T. A. (2015)

BAB I PENDAHULUAN. dalam praktik akuntansi. Sebagaimana dikatakan Lasdi (2008), meskipun. melaporkan laporan keuangan secara konservatif.

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan sosial yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap good corporate governance yang selama ini kurang diperhatikan semakin

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Industri yang bergerak di bidang keuangan (sektor perbankan),

BAB I PENDAHULUAN. pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengungkapan informasi secara terbuka mengenai perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Isu yang sedang marak diperbincangkan saat ini adalah Good Corporate

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan laporan keuangan penting bagi para pihak eksternal

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan melalui implementasi keputusan keuangan yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. obligasi. Investasi dalam bentuk saham sebenarnya memiliki risiko yang tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perusahaan. Tingginya nilai perusahaan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Bagi perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat,

BAB 1 PENDAHULUAN. karena perusahaan lebih terstruktur dan adanya pengawasan serta monitoring

BAB I PENDAHULUAN. manajemen (Schipper dan Vincent, 2003). Menurut Standar Akuntansi

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal) melimpahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia bisnis dan usaha saat ini, corporate governance atau yang

TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dengan pemilik perusahaan. Teori ini berkata bahwa terdapat pemisahan antara

Transkripsi:

SUATU TINJAUAN TEORI KEAGENAN:ASIMETRI INFORMASI DALAM PRAKTIK MANAJEMEN LABA Nunung Aini Rahmah 1), Ferikawita M. Sembiring 2) 1) Program Studi Akuntansi, Universitas Jenderal Achmad Yani Jl. Terusan Jenderal Sudirman-Cimahi Email:nunung_aini@yahoo.com 2) Program Studi Manajemen, Universitas Jenderal Achmad Yani Jl. Terusan Jenderal Sudirman-Cimahi Email:ferikawita@yahoo.com Abstrak Paper ini merupakan kajian literatur yang mendeskripsikan tentang kaitan asimetri informasi dengan manajemen laba sebagai dampak dari hubungan keagenan. Teori keagenan merupakan teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan. Hubungan keagenan muncul ketika pemilik (principal) mempekerjakan pihak lain (agent) untuk memberikan jasa dan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information). Manajer sebagai pengelola perusahaan atau agent lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan principal, dengan demikian agent memiliki informasi yang asimetris sehingga dapat lebih fleksibel mempengaruhi pelaporan keuangan untuk memaksimalkan kepentingannya.. Akibat adanya kondisi asimetri informasi tersebut, maka agent dapat mempengaruhi angkaangka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan praktik manajemen laba. Implementasi Good Corporate Governance (GCG) diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba. Kata Kunci: Teori Keagenan, Asimetri informasi, Manajemen laba Proceedings SNEB 2014: Hal. 1

I. PENDAHULUAN Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory (Mursalim, 2005) yang merupakan teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan. Prinsip utama teori keagenan adalah adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu pemilik (principal) dengan pihak yang menerima wewenang yaitu manajer (agent). Hubungan ini mengimplikasikan adanya potensi konflik kepentingan antara pemilik dan manajer karena masing-masing pihak memiliki kepentingan yang berbeda. Sebagai agent, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemegang saham (principal). Namun disisi lain manajer juga memiliki kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka, sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal (Jensen & Meckling), 1976). Hubungan antara pemilik/pemegang saham (principal) dan manajer (agent) dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi/asimetri informasi (asymmetrical information) karena informasi perusahaan yang dimiliki manajer lebih lengkap dibandingkan pemilik. Laporan keuangan diperlukan oleh pihak internal (agent/manajer) dan pihak eksternal (pemegang saham/principal). Laporan keuangan penting bagi para pengguna eksternal terutama karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002). Para pengguna internal (manajemen) memiliki kontak langsung dengan perusahaan dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi, sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna eksternal (pemegang saham/pemilik). Penyajian informasi akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan, agent memiliki informasi yang asimetri sehingga dapat lebih fleksibel mempengaruhi pelaporan keuangan untuk memaksimalkan kepentingannya. Karena kondisi asimetri tersebut maka agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara manajemen laba. Ketika asimetri informasi tinggi, pemegang saham (principal) tidak memiliki sumber daya yang cukup, intensif, atau akses atas informasi yang relevan untuk memonitor tindakan manajer, di mana hal ini memberikan kesempatan atas praktik rekayasa keuangan. Adanya asimetri informasi ini akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut terkait dengan pengukuran kinerja manajer (Halim, dkk, 2005). Untuk meminimalkan konflik kepentingan antara agent dan principal, salah satu caranya adalah dengan implementasi Good Corporate Governance (GCG) dalam pengelolaan perusahaan. Prinsip-prinsip pokok GCG yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik Good Corporate Governance adalah transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan responsibilitas (responsibility). GCG diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba. II. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan agency terjadi ketika satu orang atau lebih pemegang saham (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, seperti kontrak pekerja dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan kreditur. Kontrak kerja yang dimaksud adalah kontrak kerja antara pemilik modal dan manajer perusahaan, dimana antara agent dan principal bertujuan memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Ber le dan Means (1932) dan Pratt dan Zeckhauser (1985) berpendapat bahwa dalam agency theory saham dimiliki sepenuhnya oleh pemilik (pemegang saham) sedangkan manajer diberi wewenang untuk memaksimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Masalah keagenan akan timbul diantaranya jika pihak manajemen (agent) tidak memiliki saham biasa perusahaan. Dengan kondisi seperti ini agent kurang berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan agent berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung pemegang saham, dalam bentuk peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kepuasan dan fasilitas perusahaan. 2.2. Asimetri Informasi Asimetri informasi merupakan suatu kondisi di mana manajer (agent) memiliki lebih banyak informasi atas prospek perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham (principal). Teori Agensi menekankan pentingnya pemilik perusahaan (principal) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada profesional (agent) yang lebih mengerti dan memahami cara menjalankan suatu usaha. Kondisi ini menyebabkan adanya ketidakseimbangan informasi (asimetri informasi) antara manajer (agent) dan pemegang saham (principal). Ketika asimetri informasi tinggi, pemegang Proceedings SNEB 2014: Hal. 2

saham tidak memiliki sumber daya yang cukup, intensif, atau akses atas informasi yang relevan untuk memonitor tindakan manajer, di mana hal ini memberikan kesempatan atas praktik manajemen laba. Adanya asimetri informasi ini akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut terkait dengan pengukuran kinerja manajer (Halim, dkk, 2005). Scott (2000) menyatakan bahwa terdapat dua jenis asimetri informasi sebagai berikut: 1. Adverse Selection, adalah bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor (pemegang saham). Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. 2. Moral Hazard, adalah bahwa kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun investor (pemberi pinjaman), sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak yang secara etika tidak layak dilakukan. Asimetri informasi menimbulkan terjadinya konflik antara manajer dan pemegang saham untuk saling mencoba memanfaatkan masing-masing pihak untuk kepentingannya. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu: 1. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest) 2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa yang akan datang (bounded rationality) 3. Manusia selalu menghindari risiko (risk adverse) 2.3. Manajemen Laba Beidlemen dalam Belkaoui (2004) mendefinisikan manajemen laba sebagai pengurangan atau fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa tingkatan laba yang saat ini dianggap normal oleh perusahaan. Dari definisi ini, manajemen laba mencerminkan suatu usaha dari manajemen perusahaan untuk menurunkan variasi yang abnormal dalam laba sejauh yang diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen yang baik. Schipper (1989) dalam Arief (2010) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Healy dan Wahlen (1999) dalam Arief (2010) menyatakan bahwa pengertian manajemen laba mengandung beberapa aspek sebagai berikut: 1. Intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgement, seperti judgement yang digunakan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi dimasa depan untuk ditunjukkan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai residu aset tetap, tanggung jawab pensiun, penangguhan pajak, kerugian piutang, dan penurunan nilai asset. Disamping itu manajer memiliki pilihan untuk penerapan metode akuntansi seperti metode penyusutan aset tetap dan metode biaya. 2. Tujuan manajemen laba untuk menyesatkan pemegang saham mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak principal. Belkaoui (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya definisi operasional dari manajemen laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Banyak penelitian menunjukkan bukti dimana akrual spesifik atau metode akuntansi digunakan untuk praktik manajemen laba, seperti: 1. Estimasi penyusutan dan provisi piutang tak tertagih yang melingkupi penawaran saham perdana. 2. Cadangan kerugian pinjaman bank dan cadangan kerugian klaim asuransi 3. Cadangan penilaian pajak tangguhan. Informasi tentang laba akan mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996) dalam Ndaruningpuri (2008) sehingga hal tersebut dapat menyebabkan para manajer melakukan manajemen laba. Belkaoui (2004) menyatakan motivasi manajer dalam melakukan manajemen laba didasari oleh hipotesis berikut: 1. Hipotesis rencana bonus berpendapat bahwa manajer perusahaan dengan rencana bonus kemungkinan besar menggunakan metoda akuntansi yang meningkatkan laporan laba periode berjalan. Dasar pemikirannya adalah bahwa tindakan seperti itu mungkin akan meningkatkan nilai bonus jika tidak terdapat penyesuaian terhadap metode terpilih. 2. Hipotesis ekuitas utang berpencapat bahwa semakin tinggi utang/ekuitas perusahaan, yaitu sama dengan semakin ketatnya perusahaan terhadap batasan-batasan yang terdapat di dalam perjanjian utang dan semakin besar kesempatan atas pelanggaran perjanjian dan terjadinya biaya kegagalan teknis, maka semakin besar kemungkinan bahwa para Proceedings SNEB 2014: Hal. 3

manajer menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan laba. 3. Hipotesis biaya politis berpendapat bahwa perusahaan besar kemungkinan besar akan memilih metode akuntansi untuk menurunkan laporan laba. 2.4. Good Corporate Governance (GCG) Good corporate governance didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholdernya.. Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan instrument baru Good Corporate Governance (GCG) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Dua hal yang menjadi perhatian konsep ini adalah, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya, dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi dan kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder (Thomas Kaihatu : 2006). Kedua hal tersebut penting karena secara empiris terbukti bahwa penerapan prinsip GCG dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan (Beasly et al., 1996; Wright, 1996). Penerapan Good Corporate Governance (GCG) dapat didorong dari dua sisi yaitu etika dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individu individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan pemegang saham, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Sedangkan dorongan dari peraturan (regulatory driven) memaksa perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan atau stakeholder, (Komite Nasional Kebijakan Governance/KNKG:2006). penjelasan asas GCG adalah sebagai berikut: 1. Transparansi (Transparancy) Untuk menjaga obyektifitas dalam bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang materiil dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya (2.4 secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3. Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 4. Independensi (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. 5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. III. PEMBAHASAN Teori keagenan merupakan teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan. Teori keagenan menyebabkan adanya potensi konflik kepentingan antara principal dan agent dalam perusahaan. Teori Agensi tersebut mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manager (agent) dengan pemilik (principal). Sistem Corporate Governance yang baik dapat memberikan perlindungan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan yaitu para pemegang saham, manajemen maupun kreditor. Sistem Corporate Governance terdiri dari mekanisme Corporate Governance internal dan eksternal. Untuk mengurangi konflik kepentingan antara principal dan agent salah satu caranya adalah dengan penerapan Corporate Governance. Hal ini dibuktikan oleh Frank Yu (2006) dalam Ndaruningpuri (2008), yang menemukan adanya hubungan antara mekanisme Corporate Governance dengan manajemen laba. Dengan menggunakan mekanisme internal Corporate Proceedings SNEB 2014: Hal. 4

Governance yaitu konsentrasi kepemilikan dan struktur dewan direksi, serta mekanisme eksternal Corporate Governance yaitu tekanan take over dan kepemilikan institusional, Yu menemukan bahwa perusahaan yang memiliki struktur kepemilikan yang tinggi dan struktur dewan komisaris yang kecil akan menyebabkan meningkatnya manajemen laba. Sedangkan perusahaan dengan kepemilikan institusional dan tekanan yang tinggi akan mengurangi manajemen laba. Sedangkan Warfield, et al (1995) dalam Ndaruningpuri (2008) menyatakan bahwa indikator GCG (kepemilikan manajerial) berhubungan negatif dengan manajemen laba. IV. KESIMPULAN 1. Teori keagenan menyebabkan adanya potensi konflik kepentingan antara principal dan agent dalam perusahaan. Teori Agensi tersebut mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manager (agent) dengan pemilik (principal). 2. Asimetri informasi terjadi karena adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh agent dan principal. Agent mengetahui informasi dan prospek perusahaan lebih banyak, sehingga mempengaruhi manajer untuk melakukan manajemen laba. 3. Manajemen laba mencerminkan suatu usaha dari manajemen perusahaan untuk menurunkan variasi yang abnormal dalam laba sejauh yang diizinkan oleh prinsipprinsip akuntansi dan manajemen yang baik. 4. Salah satu cara mengatasi masalah keagenan adalah dengan implementasi GCG. Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraan. REFERENSI Ali Irfan (2002). Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi. Lintasan Ekonomi Vol. XIX No. 2. Juli 2002 Ahmed Riahi Belkaoui (2004). Accounting Theory. Penerbit Salemba Empat. Arief Ujiyantho (2010). Asimetri Informasi dan Manajemen Laba:Suatu Tinjauan dalam Hubungan Keagenan. Institut Akuntan Publik Indonesia Beiner, S., W. Drobetz, F Schmid dan H. Zimmerman. 2003. Is Board Size an Independent Corporate Governance Mechanism? Jensen, Michael C dan W.H, Meckling (1976). Theory of the Firm:Managerial Behaviour, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics3. Pp. 305-360 Julia Halim, Carmel Meiden dan Rudolf Lumban Tobing (2005). Pengaruh Manajemmen Laba pada Tingkat pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang termasuk dalam Indeks LQ 45 SNA VIII Solo Mursalim (2005). Income Smoothing dan Motivasi Investor. Studi Empiris pada Investor di BEJ. SNA VIII IAI Ndaruningpuri Wulandari dan Widaryanti (2008). Pengaruh Asimetri Informasi, Manajemen Laba, dan Indikator Mekanisme Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia. Fokus Ekonomi Vol. 3 No. 1 Juni 2008. ISSN:1907-6304. Pp. 1-23 Thomas Kaihatu. (2006). Good Corporate Governance dan penerapannya di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 8 No. 1 Biodata Penulis Nunung Aini Rahmah, SE., MSi, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Akuntansi STIE YPKP Bandung, lulus tahun 1995. Memperoleh gelar Magister Science (MSi) Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman, lulus tahun 2004. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi Ferikawita M Sembiring, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Manajemen Universitas Jenderal Achmad Yani, lulus tahun 1994. Memperoleh gelar Magister Science (MSi) Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung, lulus tahun 2004. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi Proceedings SNEB 2014: Hal. 5

Proceedings SNEB 2014: Hal. 6