BAB II IDENTIFIKASI DATA

dokumen-dokumen yang mirip
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB II. A. Bentuk-Bentuk Perbuatan Yang Digolongkan Dalam Perbuatan Tindak. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

Modul ke: Etik UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

ETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Pendahuluan. Modul ke: Daftar Pustaka. 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PENGERTIAN KORUPSI. Bab. To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

LAMPIRAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA YANG TERKAIT DENGAN. atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemain sandiwara atau pemain utama; dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu :

UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PERLUKAH PASAL 12 B DIHAPUS? Agustinus Pohan

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

1 Merugikan keuangan negara; 2 Suap menyuap (istilah lain: sogokan atau pelicin); 3 Penggelapan dalam jabatan; 4 Pemerasan; 5 Perbuatan curang;

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

ETIK UMB. Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867]

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kasus Korupsi PD PAL

Lampiran 1. Peraturan perundang-undangan terkait Pemberantasan IL di Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbuatan-perbuatan yang berpotensi sebagai tindak pidana Korupsi

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG GRATIFIKASI, SEBAGAI AWAL DARI KORUPSI. Oleh : Ennoch Sindang Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK, Kementerian Keuangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab XII : Pemalsuan Surat

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOL. III. Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

NO PERTANYAAN JAWABAN 1 Kalau Anda mendapati sebuah tindakan korupsi di wilayah tempat tinggal Anda, apa yang Anda Lakukan?

Bab XXV : Perbuatan Curang

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Laporan Kasus Korupsi

ANALISIS YURIDIS TERHADAP GRATIFIKASI DAN SUAP SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN

BAB 4 ANALISA KASUS. Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tertanggal 27 Mei 2008, No. 06/Pid/Prap/2008/PN Jkt-Sel

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

LAMPIRAN: Undang-Undang no 20 Tahun Tindak Pidana Korupsi

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

CACATAN TERHADAP RUU PERLINDUNGAN SAKSI BERDASARKAN UU DAN PP TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat). Hal ini

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

KONSEKUENSI HUKUM TERHADAP KETIDAKSESUAIAN KELENGKAPAN ADMINISTRASI DAN FISIK PENYEDIAAN BARANG/JASA

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

BAB II PENGADAAN DANA PENGHARGAAN DITINJAU DARI UU NO. 31. TAHUN 1999 jo UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER VII TAHUN 2017/2018

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

Transkripsi:

BAB II IDENTIFIKASI DATA 2.1. Definisi Buku Saku Secara umun buku adalah kumpulan kertas tercetak dan terjilid berisi informasi yang dapat dijadikan salah satu sumber dalam proses belajar dan membelajarkan. Sedangkan buku saku adalah buku dengan ukurannya yang kecil, ringan, dan bisa disimpan di saku. Sehingga praktis untuk dibawa ke mana-mana, dan kapan saja bisa dibaca. 2.2. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang mengandung unsur perbuatan atau tindakan yang dapat dipidanakan yaitu melanggar hukum Dan unsur pertanggungjawaban pidana kepada pelakunya. Dalam hal ini khususnya yang menyangkut tindak pidana korupsi yang mana segala perbuatan atau tindakan hukum yang terkait dengan tindak pidana korupsi. 2.3. Definisi Korupsi Asal kata Korupsi berasal dari bahasa latin, yang merupakan perpaduan dua kata yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah atau jebol. Yang kemudian diadaptasi dalam bahasa Inggris yaitu corrupt. Istilah korupsi juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Menurut perspektif hukum, definisi korupsi telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. 6

2.4. Definisi Memahami Untuk Membasmi Dalam ini menyangkut dengan tindak pidana korupsi umumnya di indonesia. Yang maksudnya memahami atau mengerti tentang tindak pidana korupsi mulai dari perbuatan apa yang termasuk korupsi, apa saja bentuk korupsi, siapa saja yang dapat terlibat pidana korupsi, akibat yang bisa ditimbulkan dari korupsi. Buku tersebut dimaksudkan unruk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tindak pidana korupsi sehingga diharapkan masyarakat turut serta membasmi korupsi di indonesia. Setelah memahami apa itu korupsi, masyarakat dapat membantu kinerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan mengawasi dan melaporkan tindakan korupsi yang terjadi. 2.5. Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi merupakan bentuk atau perbuatan yang dapat dijerat oleh hukum yang berkaitan dengan korupsi. 2.5.1 Korupsi Yang Terkait Dengan Kerugian Keuangan Negara 1. Melawan Hukum untuk memperkaya diri dan dapat merugikan Keuangan Negara Terdapat pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, yang menyebutkan Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. 2. Menyalahgunakan Kewenangan untuk Menguntungkan diri Sendiri dan dapat merugikan keuangan Negara Rumusan korupsi yang ada pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 7

Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. 2.5.2 Korupsi Yang Terkait Dengan Suap-Menyuap 1. Menyuap Pegawai Negeri Rumusan korupsi pada Pasal 5 ayat (1) huruf a dan buu No. 20 Tahun 2001: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. 2. Memberi Hadiah Kepada Pegawai Negeri Karena Jabatannya Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut 8

3. Pegawai Negeri Menerima Suap Pasal 5 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, yang menyebutkan : Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 4. Pegawai Negeri Menerima Hadiah Yang Berhubungan Dengan Jabatannya Rumusan korupsi pada Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; 5. Menyuap Hakim Rumusan korupsi pada Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001, yang menyebutkan : memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; 6. Menyuap Advokat Rumusan korupsi pada Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001, yang menyebutkan : memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan 9

menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. 7. Hakim dan Advokat Menerima Suap Rumusan korupsi yang ada pada Pasal 6 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001, yang menyebutkan : Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerimapemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b. 2.5.3 Korupsi Yang Terkait Penggelapan Dalam Jabatan 1. Pegawai Negeri Menggelapkan Uang Atau Membiarkan Penggelapan Rumusan korupsi pada Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001, yang menyebutkan : pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. 2. Pegawai Negeri Memalsukan Buku Untuk Pemeriksaan Administrasi 10

Rumusan korupsi pada Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, yang menyebutkan : pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. 3. Pegawai Negeri Merusakkan Bukti Rumusan korupsi pada Pasal 10 huruf a UU No. 20 Tahun 2001, yang menyebutkan : menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, ataumembuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya. 4. Pegawai Negeri Membantu Orang Lain Merusakkan Bukti Rumusan korupsi pada Pasal 10 huruf c UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan : membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut. 2.5.4 Korupsi Yang Terkait Dengan Perbuatan Pemerasan 1. Pegawai Negeri Memeras Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan : pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan 11

hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. 2. Pegawai Negeri Memeras Pegawai Negeri Yang Lain Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf f UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan : pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang. 2.5.5 Korupsi Yang Terkait Dengan Perbuatan Curang 1. Pemborong Berbuat Curang Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan : pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang. 2. Pengawas Proyek Membiarkan Perbuatan Curang Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan : 12

setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a 3. Rekanan TNI/Polri Berbuat Curang Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf c UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan: setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang 4. Pengawas Rekanan TNI/Polri Membiarkan Perbuatan Curang Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf d UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan: setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c. 5. Penerima Barang TNI/Polri Membiarkan Perbuatan Curang Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan: Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c 13

6. Pegawai Negeri Menyerobot Tanah Negara Sehingga Merugikan Orang Lain Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf h UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan: pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan 2.5.6 Korupsi Yang Terkait Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan Pegawai Negeri Turut Serta Dalam Pengadaan Yang Diurusnya Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf i UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan: pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. 2.5.7 Korupsi Yang Terkait Gratifikasi Pegawai Negeri Menerima Gratifikasi Dan Tidak Lapor KPK Rumusan korupsi pada Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan: 14

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap 2.6. Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi 1. Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara Korupsi Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 21 merupakan bentuk pemidanaan yang dimuat pada UU No. 31 Tahun 1999, Yang menyebutkan: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. 2. Tersangka Tidak Memberi Keterangan Mengenai Kekayaannya Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 28 UU No. 31 Tahun 1999. Yang menyebutkan: Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar. 3. Bank Yang Tidak Memberikan keterangan Rekening Tersangka Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 29 UU No. 31 Tahun 1999, Yang menyebutkan: 15

Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar 4. Saksi Atau Ahli Yang Tidak Memberi Keterangan Atau Memberi Keterangan Palsu Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 ini harus dikaitkan dengan Pasal 35 UU No. 31 Tahun 1999, Yang menyebutkan: Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar 5. Orang Yang Memegang Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan Atau Memberi Keterangan Palsu Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 36 UU No. 31 Tahun 1999, Yang menyebutkan: Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36, yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar. 6. Saksi Yang Membuka Identitas Pelapor Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 24 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999, Yang menyebutkan: Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31. 16

2.7. Pasal-Pasal Tentang Tindak Pidana Korupsi UU NO 31 TAHUN 1999 JO. UU NO 20 TAHUN 2001 Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Pasal 3 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 17

Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada peg awai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 6 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau 18

b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menur ut ketentuan peraturan per undangundang an ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 7 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah): a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan 19

perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c. (2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 8 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskanmenjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. Pasal 9 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 20

Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Pasal 10 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: a. meng gelapkan, menghancurkan, mer usakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut. Pasal 11 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 21

Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. Pasal 12 Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) a. pegawai negeri atau penyeleng g ara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengar uhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; d. seseorang yang menurut ketentuan peratura perundang- undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau 22

pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili; e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima peker jaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; h.pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentang an deng an peraturan perundang-undangan; atau i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. 23

Pasal 12 B (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh jutarupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. (2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 12 C (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi terebut diterima. (3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. (4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana 24

dimaksud ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 13 Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 25

2.8. Pasal-Pasal Tentang Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi UU NO 31 TAHUN 1999 JO. UU NO 20 TAHUN 2001 Pasal 21 Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 22 Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000.00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 23 Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429, atau Pasal 430 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima 26

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Pasal 24 Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) 27

2.9. Analisa Permasalahan Strength (kekuatan) Buku saku tindak pidana korupsi Memahami Untuk Membasmi dari KPK ini membahas sekitar tindak pidana korupsi yang menyangkut tindakan dan pasal-pasal mengenai korupsi. Pemaparannya cukup jelas dan detail, mulai dari apa saja yang dapat dikategorikan tindakan korupsi, dan siapa saja yang dapat terlibat sebagai pelaku korupsi. Weaknesess (kelemahan) Kekurangan dalam buku ini adalah hanya membahas tindakan yang menyangkut dengan korupsi dan pasal-pasal yang berhubungan dengan korupsi namun tidak membahas tentang kerugian apa yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi tersebut sehingga tidak menumbuhkan kesadaran pembaca akan bahaya korupsi bagi negara. Analisa 5 w + 1 H Analisa rumus 5 w+1 H (what, Who, Why, Where, When, dan How) ini merupakan teknik penelitian yang dilakukan oleh penulis. Karena dengan menggunakan rumus tersebut banyak membantu untuk menggali tentang pembahasan dan permasalahan yang ada dalam penelitian tersebut, berikut pemaparan mengenai teknik penelitian yang digunakan: What (apa) Buku bagi remaja untuk memahami apa itu tindak pidana korupsi Who (Siapa) Remaja usia 15-18 tahun di Kota Sumedang 28

Why (Kenapa) Untuk Menumbuhkan pemahaman sejak dini mengenai tindakan dan akibat yang ditimbulkan oleh korupsi. Where (Dimana) Sasaran penyebaran media informasi ini difokuskan di sekolahsekolah seperti SMU/SMK di Kota Sumedang yang lokasinya strategis atau banyak dilalui oleh orang Sumedang. When (Kapan) Penyebaran media informasi ini akan disosialisasikan pada waktu diluar jam sekolah seperti setelah pembagian rapor untuk mengisi kegiatan liburan dengan memanfaatkan waktu luangnya untuk membaca buku saku mengenai korupsi. How (Bagaimana) Media utama yang dibuat untuk menyampaikan informasi tentang tindakan korupsi adalah buku panduan bagi remaja untuk memahami apa itu tindak pidana korupsi. 29

2.10 Target Sasaran Target sasaran atau segmentasi dari informasi ini adalah kalangan remaja usia 15-18 tahun yang masih duduk dibangku sekolah menengah atas seperti SMA/SMK yang ada di Kota Sumedang yang lokasinya jauh dari pusat kota sehingga tidak terjangkau oleh media informasi moderen seperti internet yang merupakan sumber informasi di masa sekarang ini. Penyebaran media informasi berupa buku untuk memahami apa itu korupsi ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran remaja sejak dini yang merupakan generasi penerus bangsa ini. Sehingga memiliki pondasi yang kuat jika dikemudian hari mereka menjadi pemimpin bangsa, dan dapat memberikan teladan bagi generasi berikutnya. Sehingga dimasa depan calon-calon pemimpin bangsa ini diharapkan bersih dari perbuatan korupsi. Berikut target sasaran informasi menurut aspek Demografis, Geografis, dan Psikografis: 1. Demografis Remaja usia 15-18 tahun yang duduk dibangku sekolah menengah yaitu SMA/SMK. 2. Geografis ( Lokasi ) Secara geografis mencakup daerah yang tak terjangkau oleh media informasi moderen seperti di daerah pinggiran Kota Sumedang. 3. Psikografis ( prilaku ) Remaja yang kurang mendapat media informasi. 30