BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Audit intern adalah audit yang dilakukan oleh pihak dari dalam organisasi auditi dalam hal ini harus dilihat dengan sudut pandang yang tepat. Organisasi auditi misalnya adalah pemerintah daerah, kementerian negara, lembaga negara, perusahaan, atau bahkan pemerintah pusat. Sebagai contoh, untuk pemerintah daerah maka audit intern adalah audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern daerah yang bersangkutan Badan Pengawas Daerah (BAWASDA). Sedangkan pada organisasi kementerian negara audit intern dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit intern dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan dalam manajemen. Jadi pelaksanaan audit intern lebih diarahkan pada upaya membantu Bupati/ Walikota/ Gubernur/ Menteri/ Presiden meyakinkan pencapaian tujuan organisasi, BPKP (2009). Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (BPKP, 2009). (Arens and Loebbecke, 2000) Audit adalah kegiatan mengumpulkan dan mengevaluasi dari bukti-bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah 1
2 ditetapkan. Sedangkan, kualitas audit merupakan ketaatan pada standar profesi dan perikatan kontrak selama audit berlangsung, Lowenshon et al. (2005). Salah satu unit yang melakukan audit/pemeriksaan terhadap pemerintah daerah adalah inspektorat daerah. Menurut Falah (2005), inspektorat daerah mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah dan tugas lain yang diberikan kepala daerah, sehingga dalam tugasnya inspektorat sama dengan auditor internal. Audit internal adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang merupakan bagian dari organisasi yang diawasi (Mardiasmo, 2005). Peran dan fungsi inspektorat provinsi, kabupaten/ kota secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 64 tahun 2007. Pasal tersebut menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan pemerintahan, inspektorat provinsi, kabupaten/ kota mempunyai fungsi sebagai berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pemeriksaan. Berkaitan dengan peran dan fungsi tersebut, Inspektorat Kabupaten Tabanan sebagai salah satu Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan Kabupaten Tabanan secara yuridis sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Tabanan Nomor 23 Tahun 2010 Pasal 33 maka tugas pokok Inspektorat Daerah adalah membantu Bupati Tabanan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah dibidang pembinaan dan pengawasan internal diantaranya menyelenggarakan pemeriksaan terhadap aparatur
3 Pemerintahan Kabupaten Tabanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar pelaksanaan tugas tidak menyimpang dari peraturan yang berlaku. Kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat Inspektorat Kabupaten Tabanan saat ini masih menjadi sorotan, karena masih banyaknya temuan audit yang tidak terdeteksi oleh aparat inspektorat sebagai auditor internal, akan tetapi ditemukan oleh auditor eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pada tahun 2013 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer atas hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah kabupaten tabanan tahun anggaran 2012. Temuan Pemeriksaan BPK RI terdiri dari Sistem Pengendalian Intern 10 temuan dan Kepatuhan 14 temuan senilai Rp2.140.418.029,00. Sementara Temuan Pemeriksaan Inspektorat Daerah Kabupaten Tabanan pada tahun yang sama sejumlah 100 Temuan senilai Rp97.932.845,00. Berdasarkan perbandingan Temuan Pemeriksaan BPK RI dan Inspektorat Kabupaten Tabanan terhadap LKPD T.A 2012 dapat disimpulkan Secara kuantitas jumlah temuan Inspektorat Kabupaten Tabanan tinggi namun nilai temuan kerugian Negara/daerah yang ditemukan oleh Inspektorat Kabupaten Tabanan masih rendah. Hal itu menunjukan bahwa kualitas audit yang dilakukan oleh auditor internal dalam hal ini Inspektorat Kabupaten Tabanan masih sangat rendah akibat dari banyaknya temuan audit dari auditor eksternal yang tidak terdeteksi oleh aparat Inspektorat Kabupaten Tabanan. Hal tersebut akibat dari lemahnya kompetensi dan pengalaman kerja Auditor itu sendiri karena terbukti berdasarkan data kepegawaian Inspektorat Kabupaten Tabanan sampai dengan saat ini, jabatan fungsional auditor yang
4 bersertifikat baru 10 orang Tidak mengherankan jika pelaksanaan audit di lapangan kualitas hasil auditnya belum memadai. Bahkan lebih jauh lagi dalam beberapa pelaksanaan audit di lapangan juga mengikutsertakan pegawai yang tidak mempunyai latar belakang atau pendidikan di bidang audit dan seringnya mutasi dilingkungan Pemerintah Kabupaten Tabanan akibat adanya pengembangan potensi bagi pegawai dalam hal ini mutasi dari dan ke Inspektorat sehingga menyebabkan pegawai yang berpengalaman tergantikan oleh yang kurang berpengalaman. Kondisi demikian mengakibatkan penyelesaian atas target jumlah obyek audit menjadi prioritas utama dibandingkan upaya untuk mengejar kualitas hasil audit yang lebih baik. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. Pernyataan standar umum pertama SPKN adalah: Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan. Berdasarkan pernyataan standar tersebut pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan harus memiliki pengetahuan, keahlian serta pengalaman yang cukup oleh karena itu mutasi diinspektorat harus mempertimbangkan hal itu sehingga aparat yang memiliki kompetensi, keahlian serta pengalaman yang memadai dapat dipertahankan.
5 Auditor yang kompeten adalah auditor yang mempunyai hak atau kewenangan untuk melakukan audit menurut hukum dan memiliki keterampilan dan keahlian yang cukup untuk melakukan tugas audit, BPKP (2009). Auditor sebagai institusi mempunyai hak atau kewenangan melakukan audit berdasarkan dasar hukum pendirian organisasi itu (mandate audit) atau penugasan. Auditor sebagai individu mempunyai hak dan kewenangan untuk melakukan audit berdasarkan surat tugas audit. Kompetensi menurut hukum (dasar kewenangan) lazimnya dicantumkan didalam surat tugas audit dan laporan hasil audit. Kompetensi ditunjukan pula dengan keharusan bagi setiap auditor untuk memiliki keterampilan atau kemahiran profesi auditor yang diakui umum untuk melakukan audit. Karena itu secara profesi tidak semua orang boleh melakukan audit. Selain kompetensi, faktor pengalaman auditor juga berpengaruh terhadap kualitas audit dan fakta yang ada seringnya mutasi di Inspektorat Kabupaten Tabanan mengakibatkan aparat yang berpengalaman tergantikan oleh yang kurang berpengalaman. Rahmawati dan Winarna (2002), dalam risetnya menemukan fakta bahwa pada auditor, expectation gap terjadi karena kurangnya pengalaman kerja dan pengetahuan yang dimiliki hanya sebatas pada bangku kuliah saja. Mulyadi (2002), pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja, sehingga semakin lama tingkat pengalaman yang dimiliki pemeriksa dalam tugasnya melaksanakan pemeriksaan, maka akan mampu memberikan kualitas hasil pemeriksaan yang maksimal. Para peneliti sebelumnya telah banyak melakukan Penelitian-penelitian yang mengangkat topik tentang kompetensi dan pengalaman kerja diantaranya
6 adalah Penelitian yang dilakukan oleh Lauw dkk. (2012), Nugraha (2012) dan Ardini (2010) tentang kompetensi menemukan hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit kemudian penelitian yang sama juga dilakukan oleh Liana (2014) dan Affandi (2013) menemukan hasil bahwa kompetensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2012), Martini (2011) dan Sukriah dkk. (2009) menemukan hasil bahwa pengalaman kerja berpengaruh terhadap kualitas audit/ pemeriksaan. Akan tetapi beberapa hasil penelitian ada yang kontradiktif diantaranya yang dilakukan oleh Harvita (2012) menemukan hasil yang berbeda dimana pengalaman kerja tidak mempengaruhi kualitas audit. Ketidakkonsistenan penelitian terdahulu menyebabkan penelitian tentang Kualitas Audit ini semakin menarik untuk dikaji dan diteliti kembali khususnya faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan kualitas audit aparat Inspektorat Kabupaten Tabanan. Motivasi diduga dapat memoderasi pengaruh antara kompetensi dan pengalaman kerja terhadap kualitas audit karena tanpa adanya motivasi tidak bisa menjamin audit yang dilakukan akan benar-benar terlaksana dengan baik. Goleman (2001), hanya dengan adanya motivasi maka seseorang akan mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada. Sehingga motivasi akan mendorong aparat inspektorat untuk melaksanakan audit sesuai dengan standar yang ada serta memiliki inisiatif dan semangat yang tinggi. Hal ini didukung dari hasil penelitian Ardini (2010) menyatakan bahwa motivasi mempengaruhi kualitas audit. Berdasarkan uraian diatas peneliti termotivasi untuk melakukan pengujian kembali
7 tentang pengaruh kompetensi dan pengalaman kerja pada kualitas audit dengan motivasi sebagai variabel pemoderasi pada Inspektorat Kabupaten Tabanan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka rumusan masalah yang menjadi dasar bagi penulisan ilmiah ini adalah : 1) Apakah motivasi memoderasi pengaruh kompetensi pada kualitas audit? 2) Apakah motivasi memoderasi pengaruh pengalaman kerja pada kualitas audit? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: a) Untuk mengetahui kemampuan motivasi memoderasi pengaruh kompetensi pada kualitas audit. b) Untuk mengetahui kemampuan motivasi memoderasi pengaruh pengalaman kerja pada kualitas audit. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) Dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori yang berkaitan dengan Teori Atribusi yang ditentukan baik internal maupun eksternal
8 untuk menjelaskan perilaku pada diri seseorang seperti motivasi pada Kualitas Audit. 2) Dapat memberikan bukti empiris khususnya mengenai pengaruh kompetensi dan pengalaman kerja pada kualitas audit dengan motivasi sebagai variabel pemoderasi pada Inspektorat Kabupaten Tabanan. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat penelitian ini bagi lembaga terkait adalah sebagai berikut: 1) Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang faktor kompetensi, pengalaman kerja, dan motivasi dalam memperbaiki kualitas audit untuk menunjang peningkatan fungsi pengawasan Inspektorat Kabupaten Tabanan dimasa yang akan datang. 2) Diharapkan dapat berguna sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas audit demi tercapainya peran dan fungsi pengawasan internal pemerintah daerah.