BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata mata bekerja untuk. dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan adanya pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor independen

BAB I PENDAHULUAN. auditor sebagai pihak yang dianggap independen dan memiliki profesionalisme

BAB I PENDAHULAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. a) Pengertian Auditing. yang kompeten dan independen (Arens, 2011:4).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. diasumsikan bahwa seseorang yang profesional memiliki kepintaran, profesionalismenya dalam melaksanakan tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sebagai auditor eksternal (Kurniawanda, 2013). laporan disetiap kali melakukan audit. Kantor Akuntan Publik (KAP) dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan sebagai kontrak di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak luar sangat diperlukan, khususnya

ARUM KUSUMAWATI B

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PROFESIONALISME AUDITOR EKTERNAL TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS UNTUK TUJUAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN KLIEN

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. diantara pelaku bisnis semakin meningkat. Para pelaku bisnis melakukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dan melindungi kepentingan banyak pihak inilah yang menjadi idealisme

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, dimana bisnis tidak lagi mengenal batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. berlaku di Indonesia dibutuhkan oleh pihak-pihak yang menggunakan informasi

BAB I PENDAHULUAN. dan dilaksanakan oleh seorang auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam semua area profesi akuntansi Louwers et al. dalam (Husein, 2004). Profesi

BAB I PENDAHULUAN. memadai saja yang dapat tumbuh dan bertahan. Setiap profesi dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Akuntan Publik atas auditor internal di sebuah perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pemakai laporan keuangan (Sarwini dkk, 2014). pengguna laporan audit mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah

1.2 Latar Belakang Penelitian Perkembangan profesi akuntan sejalan dengan perkembangan perusahaan dan berbagai jenis badan hukum lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara yang diatur dalam UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas yang dikelola oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. independen maka hasil pemeriksaan akan lebih akurat. kewajaran laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak memberikan

BAB I PENDAHULUAN. penilai yang bebas terhadap seluruh aktivitas perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. persaingan diantara para pelaku bisnis. Berbagai usaha untuk meningkatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat

PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS LAPORAN KEUANGAN. Annisa Lucia Kirana

BAB I PENDAHULUAN. pada laporan keuangan perusahaan terutama yang berbentuk Perseroan Terbatas,

BAB I PENDAHULUAN. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri terdapat banyak kantor akuntan publik yang memberikan jasa audit pada

PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis. Indonesia menyadarkan masyarakat untuk mengutamakan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. seorang auditor adalah melakukan pemeriksaan atau audit dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. semua kepentingan menegakkan kebenaran, kemampuan teknis dan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No.2,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

Ignatius Natanael Widjaya Ramot P. Simanjuntak Rutman Lumbantoruan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB II LANDASAN TEORI. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Islahuzzaman (2012:369) profesionalisme adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin meluasnya kebutuhan jasa professional akuntan publik sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab dalam mempersiapkan pelaporan informasi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PROSES PENGAUDITAN LAPORAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan adalah media komunikasi yang diperlukan bagi pihakpihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan laporan hasil audit atas laporan keuangan oleh akuntan publik

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), profesi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin banyaknya kebutuhan akan jasa profesional akuntan publik

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan sangatlah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan jasa audit yang berkualitas

ANALISIS PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR PROFESIONALISME AUDITOR, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS

BAB I PENDAHULUAN. tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan. Tingkat materialitas salah

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan-perusahaan yang sudah go public dapat memicu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap

BABI PENDAHULUAN. Profesi akuntan merupakan profesi yang berlandaskan kepercayaan dari

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas yang dapat menjamin bahwa laporan (informasi) yang

audit dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. berarti adanya kebebasan perdagangan dan persaingan dagang di antara negaranegara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di dunia maju sekarang ini. Namun, selain kemampuan dan keahlian

PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR, ETIKA PROFESI DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya dunia usaha yang semakin pesat ini membuat pelaku bisnis

Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Auditing a. Pengertian Auditing Auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen Arens (2011). Setiap organisasi atau perusahaan selayaknya secara sukarela melakukan audit untuk memberikan umpan balik atas kinerja yang telah dilakukan. Audit dilakukan oleh auditor yang jati dirinya adalah manusia, computer atau robot sekalipun bisa saja membantu proses pengauditan, tetapi tetap saja manusia yang menentukan dalam memberikan pertimbangan dan pegambilan keputusan. Manusia dengan segala keterbatasannya akan menentukan kualitas pertimbangan yang dihasilkan, ada faktor human being (keinginan manusia), emisi dan subjektivitas. seharusnya auditor terlepas dari faktor-faktor personalitas dalam melakukan audit. Personalitas bisa menyebabkan kegagalan audit sekaligus membawa risiko yang tinggi bagi auditor. Untuk itu risiko inheren dalam audit harus diperhitungkan dengan baik. Ada dua tipe keprilakuan yang dihadapi oleh auditor : 13

14 a. Auditor dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap lingkungan audit. Misalnya ketika menilai pengendalian intern yang diterapkan oleh perusahaan. Perusahaan besar akan dianggap memiliki pengendalian intern yang memadai padahal belum tentu demikian. b. Auditor harus menyelaraskan dan sinergi dalam pekerjaan mereka, karena audit hakikatnya adalah pekerjaan kelompok, sehingga perlu ada proses review didalamnya. Interaksi ini akan banyak menibulkan proses keprilakuan dan sosial. b. Jenis-jenis Audit Menurut (Sukrisno Agoes, 2012), ditinjau dari luasnya pemeriksaan, maka jenis-jenis audit dapat dibedakan atas: 1. Pemeriksaan Umum (General Audit), yaitu suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan maksud untuk memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. 2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit), yaitu suatu bentuk pemeriksaan yang hanya terbatas pada permintaan audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan memberikan opini terhadap bagian dari laporan keuangan yang diaudit, misalnya pemeriksaan terhadap penerimaan kas perusahaan. 3. Audit Operasional (Management Audit), yaitu suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditetapkan oleh manajemen dengan

15 maksud untuk mengetahui apakah kegiatan operasi telah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis. 4. Pemeriksaan Ketaatan (Complience Audit), yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan telah mentaati peraturanperaturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan maupun pihak ekstern perusahaan. 5. Pemeriksaan Intern (Internal Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan yang mencakup laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan yang bersangkutan serta ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan. 6. Audit Komputer (Computer Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap perusahaan yang melakukan proses data akuntansi dengan menggunakan sistem Elektronic Data Processing (EDP). c. Jenis-jenis Auditor Siti dan Ely (2010) menyatakan bahwa auditor dibagi menjadi tiga bagian yaitu: a. Auditor Pemerintah b. Auditor Internal (Auditor Intern ) c. Auditor Independen (Akuntan Publik)

16 B. Profesionalisme Dalam pengertian umum, seorang dikatakan professional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan Herawaty dan Susanto (2009). Menurut Kalbes dan Fogarty (1995) dalam penelitian Wahyudi (2011) profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu bentuk profesi atau tidak. Sebagai profesional, akuntan publik mengakui dan memiliki tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi bagi akuntan publik. Secara sederhana profesionalisme berarti kemampuan untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang berkaitan dengan profesi, kemampuan profesionalisme ini dilandasi oleh adanya latar belakang spesialisasi dan profesi yang digeluti seseorang. Namun sebagai dasar untuk memahami tentang kemampuan profesionalisme maka pemahaman terhadap konsep kemampuan atau kompetensi ini perlu diperhatikan, karena dengan kompetisi inilah muncul rasa percaya diri. Dengan memiliki rasa percaya diri orang akan merasa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

17 Profesionalisme bagi akuntan publik adalah perilaku bertanggung jawab terhadap profesi, peraturan, undang-undang, klien dan masyarakat, termasuk para pemakai laporan keuangan. Fakta membuktikan bahwa perilaku profesional diperhatikan bagi semua profesi agar mendapat kepercayaan dari masyarakat. Menurut Arens dan Locbbecke (1996) perilaku profesional bagi akuntan publik meliputi : (1) Prinsip-prinsip yang meliputi tanggung jawab, bertindak untuk kepentingan masyarakat, bertindak jujur, integritas, objektivitas, independensi, bekerja cermat, serta mengevaluasi kelayakan lingkup dan sifat jasa; (2) Peraturan perilaku yang harus ditaati oleh profesi akuntan publik; (3) Interprestasi; dan (4) Kelengkapan etika Sebagai profesional, auditor mempunyai kewajiban untuk memenuhi aturan perilaku yang spesifik yang menggambarkan suatu sikap yang ideal. Kewajiban tersebut berupa tanggung jawab yang bersifat fundamental bagi profesi untuk memantapkan jasa yang ditawarkan. Seseorang yang profesional mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena diasumsikan bahwa seseorang profesional memiliki kepintaran, pengetahuan dan pengalaman untuk memahami dampak aktifitas yang dilakukan. Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia, antara lain:

18 (1) Prinsip-prinsip yang ditetapkan IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan IAI seperti dalam terminologi filosofi; (2) Peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan; (3) Interprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya; dan (4) Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya. Sebagai profesional auditor mempunyai kewajiban untuk memenuhi aturan perilaku dalam berbagai hal yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia, dan harus tetap memegang teguh prinsip independensi dalam proses audit. Auditor eksternal yang memiliki pandangan profesionalisme yang tinggi akan memberikan kontribusi yang dapat dipercaya oleh para pengambilan keputusan. Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin meluas auditor eksternal harus mempunyai wawasan luas tentang materimateri yang harus dipertimbangkan sehubungan dengan kompleksitas organisasi dan transaksi yang akan diauditnya, agar mampu mendapat gambaran yang selengkapnya tentang kondisi dan keadaan klien yang akan diauditnya Hastuti (2003). Dalam penelitian Elfitria (2007) dikatakan sebagai penjual jasa, profesi akuntan publik diwajibkan mempunyai kepedulian yang tinggi, secara teknis

19 menguasai dan mampu melaksanakan standar (Standar Akuntansi Keuangan, Standar Profesional Akuntan Publik, dan Kode Etik) yang dikeluarkan asosiasi profesi. Dalam mencari calon klien atau membina klien yang sudah ada, misalnya, akuntan publik profesional dapat menunjukkan kepedulian yang tinggi dengan melakukan hal-hal berikut: 1. Pemberian konsultasi secara tulus tanpa pretensi macam-macam pada saat bisnis klien merangkak tumbuh berkembang. Pada Kondisi pertumbuhan bisnisnya. 2. Perduli dengan informasi bulanan perusahaan, yaitu terus berusaha memantau perkembangan dan lingkungan bisnis yang termasuk klien. 3. Sering menghadiri seminar dan atau forum ilmiah yang terkait dengan bisnis klien atau memberikan seminar-seminar sekitar bisnis yang menyangkut klien. Auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan, atau kepedulian profesional. Misalnya, kecermatan dan keseksamaan profesional meliputi ketelitian dalam memeriksa kelengkapan kertas kerja, mengumpulkan bahan bukti audit yang memadai dan menyusun laporan audit yang lengkap. Sebagai seorang profesional, auditor harus menghindari kelalaian dan ketidak jujuran, tetapi tentu saja dia tidak dapat diharapkan untuk bertindak sempurna dalam setiap situasi. Hall (1968) dan Yendrawati (2008) mengembangkan konsep profesionalisme dari level individual yang digunakan untuk profesionalisme auditor, meliputi lima dimensi. yaitu:

20 1. Pengabdian pada profesi Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan hati yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahaan diri secara total merupakan komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru material. 2. Kewajiban sosial Kewajiban sosial adalah suatu pandangan tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. 3. Kemandirian Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa ada tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi). 4. Keyakinan terhadap profesi Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi,

21 bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. 5. Hubungan sesama profesi Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesinya. Di Indonesia penelitian tentang profesionalisme telah banyak dilakukan. Penelitian tersebut umumnya menggunakan dimensi-dimensi profesionalisme dari Hall (1968). Penelitian yang sejenis telah dilakukan oleh Hastuti (2003), Yendrawati (2008), Herawati dan Susanto (2008) yang menguji profesionalisme dikalangan eksternal auditor. Sumardi dan Hardiningsih (2009) yang menguji profesionalisme dikalangan BPKP, dan Lekatompesy (2003) yang menguji profesionalisme dikalangan akuntan publik. C. Etika Profesi Etika adalah norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat Herawaty dan Susanto (2008). Secara umum etika di definisikan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan

22 tertentu atau individu Sukamto (1991). Menurut Suseno Magnis (1989) dan Sony Keraf (1991) bahwa untuk memahami etika perlu dibedakan dengan moralitas. Moralitas adalah suatu sistem nilai tentang bagaimana seseorang harus hidup sebagai manusia. Dimensi etika yang sering digunakan dalam penelitian adalah 1) Kepribadian, 2) Kesadaran etis dan 3) Keperdulian pada etika profesi yaitu kepedulian pada kode etik IAI yang merupakan panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan usaha pada instansi pemerintah maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Seorang akuntan professional harus menaati peraturan kode etiknya dalam setiap perilakunya, karena hal tersebut berpengaruh pada kualitas jasa yang mereka berikan. Kode etik merupakan pedoman bagi para akuntan dalam pelaksanaan tugasnya, maka dituntut adanya pemahaman yang baik mengenai kode etik dalam memberikan jasa akuntansi tersebut Agoes (2008). D. Materialitas 1. Pengertian Materialitas Siti dan Ely (2010) mendefinisikan materialitas yaitu besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat merubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Menurut The Financial Accounting Standard Board (FASB) No.2

23 materialitas adalah jumlah atau besarnya kekeliruan atau salah saji informasi akuntansi yang kaitannya dengan kondisi yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut. Mulyadi (2011) menerangkan definisi materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut. Definisi tentang materialitas tersebut mengharuskan auditor mempertimbangkan baik keadaan yang berkaitan dengan entitas maupun kebutuhan informasi pihak yang meletakan kepercayaan atas laporan keuangan auditan. Tujuan dari penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan bahwa tingkat materialitas rendah maka akan lebih banyak lagi bukti yang harus dikumpulkan dan begitupun sebaliknya jika tingkat materialitas tinggi maka hanya sedikit bahan bukti yang harus dikumpulkan, (Mulyadi 2011) 2. Menentukan Pertimbangan Awal Tingkat Materialitas Auditor menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji, hal ini disebut pertimbangan awal tingkat materialitas karena menggunakan unsur pertimbangan profesional, dan masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembangan yang baru. Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah

24 saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan terpenting yang diambil oleh auditor, yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai, (Wahyudi dan Aida 2008). Tujuan penetapan materialitas ini adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan dari pada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama audit. Jika ini dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materilitas. Sebabsebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkannya, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar, (Wahyudi dan Aida 2008). Menurut Arens (2009) dalam menetapkan tingkat materialitas ada lima langkah yang dilakukan, yaitu: a. Tentukan pertimbangan awal mengenai materialitas (set preliminary judgment about materiality). b. Alokasi pertimbangan awal mengenai materialitas keadaan segmen (Allocate preliminary judgment about materialityto segments). c. Estimasikan total salah saji dalam segmen (Estimate total misstatement in segment). d. Estimasikan salah saji gabungan (Estimate combined misstatement).

25 e. Bandingkan estimasi gabungan dengan pertimbangan awal mengenai materialitas (Compare combined estimate with preliminary about materiality). E. Pertimbangan dan pengambilan keputusan pada pengauditan Menurut Dr. I Wayan Suartana (2010) dalam beberapa dekade tahun belakangan ini para akademisi menaruh perhatian yang sangat serius terhadap pertimbangan (judgment) dalam pengauditan.pertimbangan auditor dipengaruhi oleh persepsi terhadap situasi yang ada. Pertimbangan auditor dipengaruhi oleh pendidikan, budaya, dan pengalaman. Berikut ini menyajikan proses audit yang membutuhkan pertimbangan auditor : Tabel 2.1 Proses Audit Aktivitas pertimbangan Hasil Penilaian Menetapkan materialitas a. Materialitas Akuntansi b. Materialitas Audit c. Risiko Bisnis Mengidentifikasi tujuan dan asersi audit yang penting a. Audit Area b. Aliran Transaksi c. Asersi Laporan Keuangan Menilai lingkungan inheren a. Implikasi lingkungan klien untuk mengidentifikasi struktur pengendalian b. Penilaian risiko inheren untuk laporan

26 Mengevaluasi internal pengendalian keuangan a. Perbaikan efisiensi dan efektivitas audit b. Risiko pengendalian untuk asersi laporan keuangan c. Kelemahan dalam pengendalian Mengembangkan strategi audit a. Hasil terhadap uji pengendalian b. Kemungkinan pendekatan audit yang berbeda c. Penekanan terhadap keseimbangan atau aliran transaksi d. Identifikasi terhadap asersi strategic Mengembangkan Program Audit a. Memilih kombinasi yang tepat dari prosedur audit spesifik dan menentukan ruang lingkup dan waktu aplikasi Memilih dan mengevaluasi prosedur review analitis a. Prosedur tertentu untuk diaplikasikan b. Pengembangan ekspektasi c. Formulasi untuk menjelaskan fluktuasi Mengevaluasi hasil-hasil dari pengujian audit a. Kesimpulan terhadap prosedur audit spesifik dalam kaitan dengan tujuan dan hasil yang diperoleh Menetukan status going concern perusahaan Mengaplikasikan standard audit yang berterima umum dan prinsipprinsip akuntansi a. Status going concern perusahaan satu tahun ke depan a. Identifikasi terhadap standar auditing b. Identifikasi terhadap arah dari standard audit yang diaplikasikan

27 Mengaplikasikan mengenai kode etik aturan-aturan a. Ada pelanggaran etik atau tidak Memilih opini audit yang tepat a. Apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar selama satu periode akuntansi Sumber: Dr. I wayan suartana (2010) F. Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu NAMA PENELITI Andhika (2013) Iriyadi dan Vannywati (2011) Herawaty dan Susanto JUDUL PENELITIAN Pengaruh Profesionalisme auditor Terhadap Tingkat Meterialitas dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Etika Profesi Auditor Terhadap Tingkat Pertimbangan Materialitas Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi HASIL PENELITIAN Pada variabel profesionalisme auditor sangat berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas begitupun secara simultan mempunyai hasil yang sama 1. Profesionalisme mempunyai pengaruh sebesar 50,7% terhadap pertimbangan tingkat materialitas 2. Etika profesi mempunyai pengaruh 75% terhadap pertimbangan tingkat materialitas 1. Profesionalisme mempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,231) dan signifikan pada p-

28 (2008) Kekeliruan, Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas value di bawah 0,05 (p=0,004). 2. Etika Profesi mempunyai koefisien regresi bernilai positif Novanda (2012) Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Tingkat Pertimbangan Materialitas (0,233) dan signifikan pada p- value di bawah 0,05 (p=0,002). 1. Profesionalisme auditor mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas, yang ditunjukkan oleh nilai sig sebesar 0,048 < tingkat kepercayaan 5% 2. Etika Profesi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas, yang ditunjukkan oleh nilai sig sebesar 0,000 < tingkat kepercayaan 5% G. Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian diatas, gambaran menyeluruh tentang pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan awal tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan maka dapat dibuat kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut:

29 GAMBAR 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y) PROFESIONALISME ETIKA Pertimbangan awal tingkat materialitas laporan keuangan H. Hipotesis 1. Profesionalisme dengan pertimbangan tingkat materialitas Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andhika (2013) mengenai pengaruh profesionalisme terhadap pertimbangan tingkat materialitas, hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat profesionalisme auditor maka akan semakin tepat pertimbangan auditor terhadap materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan, hubungan sesama profesi maka akan semakin tepat pertimbangan auditor terhadap materialitas dalam pengauditan laporan keuangan. Michael Gibbins (1984) dalam Andhika (2013) berusaha meneliti mengenai bagaimana cara kerja pertimbangan profesional akuntan publik secara psikologis, dan menemukan bahwa PJPA (Professional Judgement Accountant Public) adalah proses yang pragmatik. Suatu proses melalui faktor-faktor yang berupa; pengalaman sehari-hari, terutama yang berhubungan dengan menghadapi

30 lingkungan yang penuh tuntutan, menjalani hidup hari demi hari, menghasilkan uang, pembenaran terhadap tindakan, merespon terhadap motivasi dari kantor tempat bekerja dan belajar dari feedback atau tidak belajar dari kesalahan. Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008) meneliti tentang hubungan profesionalisme dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam pengauditan laporan keuangan dengan menggunakan lima dimensi profesional yang sebelumnya dikembangkan oleh Hall (1968). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat profesionalisme mempunyai hubungan yang signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas, semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, semakin baik pertimbangan tingkat materialitasnya. Ha1: Terdapat pengaruh signifikan profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas. 2. Etika profesi dengan pertimbangan tingkat materialitas Setiap profesi memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip moral yang mengatur tentang perilaku profesional Agoes (2004). Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuat keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Menurut Murtanto dan Marini (2003) dalam penelitian Herawaty (2008) etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya. Hasil penelitian dari Herawaty dan Susanto (2008) mengenai etika profesi

31 dengan pertimbangan tingkat materialitas adalah bahwa etika profesi berhubungan secara signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas adalah bahwa etika profesi berhubungan secara signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Koefisien korelasinya bersifat positif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin tinggi akuntan publik menaati kode etik maka semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu maka penulis merumuskan hipotesa sebagai berikut: Ha2: Terdapat pengaruh signifikan etika profesi auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.