E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

dokumen-dokumen yang mirip
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN BAGI ANAK KESULITAN MEMBACA DI MIN KOTO LUAR PADANG (Deskriptif Kualitatif)

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PUSAT SUMBER (RESOURCE CENTER) SLBN DEPOK DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA DEPOK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

Buku 2: Hubungan antara Masyarakat - Guru - Orangtua dalam Menciptakan LIRP idpnorway

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diuraikan terdahulu berdasarkan fenomena-fenomena esensial di lapangan, maka

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. berkebutuhan khusus ke dalam program program sekolah reguler. Istilah

REVITALISASI SLB PASCA IMPLEMENTASI SEKOLAH INKLUSI Oleh: Slamet Hw, Joko Santosa FKIP-UMS ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

PENDIDIKAN INKLUSIF. BPK Penabur Cimahi, 11 Juli Mohamad Sugiarmin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

Landasan Pendidikan Inklusif

BAB V PENUTUP. kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri. 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

BAB I PENDAHULUAN. itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar,

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagian terpenting bagi setiap bangsa apalagi bangsa yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. kita, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Di satu sisi,

MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DI SD YAYASAN MUTIARA GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak

PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI

ANAK YANG MEMBUTUHKAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS. (Materi kuliah diklat Anak Berkebutuhan Khusus Direktorat PLB Nopember - Desember 2006)

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VIII PROSEDUR MENDIRIKAN SEKOLAH LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

PAKET 3 DIMENSI INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (Gender SOSIAL Social Inclusion (Gender Social Inclusion GSI) GSI) DALAM PENDIDIKAN 120 menit 1

PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FUNGSI KEPALA SEKOLAH DALAM MANAJEMEN KESISWAAN DI SDI AL FATTAH SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Bandar Lampung. Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. inggris perpustakaan dikenal dengan nama library. Library berasal dari bahasa Latin

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. Nasional menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tersebut menurun drastis menjadi hanya 18% waktu mereka berusia 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

PENDIDIKAN INKLUSIF DISEKOLAH DASAR KOTA PADANG Oleh: Afrina Devi Marti Abstrak: Penelitian ini di latarbelakangi oleh Permendiknas No.20 tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pendidikan inklusif di Sekolah Dasar Kota Padang yang berkaitan dengan kebijakan dan administrasi sekolah dalam mendukung pendidikan inklusif, kondisi lingkungan sekolah, keterampilan, sikap serta pengetahuan guru, kompetensi guru dalam pendidikan inklusif, peserta didik, kurikulum yang digunakan, penilaian dan dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif. Metodologi dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 82 orang guru yang mengajar anak berkebutuhan khusus termasuk guru kelas, guru mata pelajaran serta guru pembimbing khusus. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan rumus statistik persentase. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa 97,6% sekolah telah memiliki visi dan lisi tentang pendidikan inklusif, 92,7% sekolah yang memiliki lingkungan bersih, sehat dan terbuka, 68,2% guru yang memiliki keterampilan dan mengetahui penyakit pada anak, 51,2% guru telah memiliki kompetensi dengan mengikuti lokakarya pendidikan inklusif, 96,3% sekolah menerima peserta didik tanpa diskriminatif, 92,7% sekolah menggunakan kurikulum yang diadaptasikan, 59,8% sekolah menggunakan penilaian yang diadaptasikan dan 50% masyarakat yang siap memdukung pelaksanaan pendidikan inklusif. Ini berarti, jalannya pendidikan inklusif untuk Sekolah Dasar Kota Padang belum berjalan semaksimal mungkin. Kata-kata kunci: pelaksanaan; pendidikan; inklusif PENDAHULUAN Beberapa tahun terakhir ini, dunia pendidikan di Indonesia memperoleh pengayaan dengan munculnya konsep inklusi dalam seting pendidikan, khususnya bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Meskipun konsep pengenalannya dilakukan melalui pendidikan luar biasa, namun pada hakekatnya gagasan yang dikembangkan lebih luas daripada pendidikan luar biasa. Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP 1

Staub dan Peck (dalam Tarmansyah 2009:76) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh dikelas. Hal ini menunjukkan kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-anak berkelainan, apapun jenis kelainannya. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan anak berkelainan atau berkebutuhan khusus dapat dididik bersama-sama dengan anak normal lainnya. Tujuannya adalah tidak ada kesenjangan di antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya. Diharapkan pula anak dengan kebutuan khusus dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya. Mega Iswari (2007:2) mengemukakan anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial atau gabungan dari hal-hal tersebut sedemikian rupa baik bersifat permanen ataupun temporer sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan ketunaan mereka. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan dibeberapa SD Inklusi di Kota Padang, peneliti melihat bahwasanya di sekolah ini sudah menjalankan sistem pendidikan inklusif, namun pelaksanaan pendidikan inklusif itu sendiri belum terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dari segi kebijakan sekolah dan dukungan administrasi sekolah terhadap pendidikan inklusif dimana ada beberapa sekolah yang telah menjalankan sistem pendidikan inklusif, kebijakan sekolahnya mengenai anak yang diinklusikan belum terlaksana dengan baik sesuai peraturan. Hampir keseluruhan sekolah memiliki visi dan misi tentang pendidikan inklusif, namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang semestinya. Visi pada organisasi merupakan visi bersama (shared vision) yang berasal dari perpaduan visi-visi pribadi anggota organisasi dan dapat memberi nilai tambah bagi kehidupan organisasi serta membangun komitmen diantara angkatan kerja organisasi untuk bergerak maju menuju masa depan yang lebih baik. (Burt Nanus, 2002) Dari segi lingkungan sekolah, peneliti menemukan ada beberapa sekolah yang kondisi lingkungan disekitar sekolah belum mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif. Peneliti melihat kebersihan yang kurang terjaga di sekolah tersebut, pagar sekolah yang awut-awutan, rumput yang berkeliaran dan saluran pembuangan air yang tidak bersih. Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP 2

Dari segi kompetensi, belum seluruh guru memiliki kompetensi yang memadai mengenai pendidikan inklusif dan LIRP. Menurut Mulyasa (2001:95) kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasan berfikir dan bertindak. Guru reguler mengetahui ada anak yang berkelainan didalam kelas yang berbeda dengan anak normal lainnya akan tetapi guru terkesan tidak memahami layanan yang cocok bagi anak. Saat wawancara, penulis mendapatkan informasi bahwa pada umumnya di sekolah inklusif yang tidak ada GPKnya, guru kelas merangkap sebagai GPK. Pelayanan untuk anak diberikan setelah anak pulang sekolah, dan nyatanya pun beberapa kali peneliti ke sekolah hingga sekolah usai, peneliti tidak melihat adanya pelayanan untuk anak yang diinklusikan tersebut. Dari segi kurikulum dan penilaian yang digunakan sekolah, peneliti melihat guru terkadang memberikan materi kepada semua siswa didalam kelas termasuk ABK sama dengan anak normal lainnya. Hal ini membuat anak yang diinklusikan tidak memahami pelajaran yang mereka terima karena kemampuan mereka tidak sama dengan anak normal. Dari hasil wawancara dengan guru, peneliti mengetahui juga bahwa penilaian yang digunakan oleh sebagian sekolah tidak disesuaikan dengan kondisi anak, dilakukan sembarang saja. Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti menyimpulkan pelaksanaan pendidikan inklusif untuk SD di Kota Padang belum seluruhnya terlaksana dengan baik dan maksimal. Untuk itu, peneliti tertarik meneliti tentang Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar Kota Padang. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu mengungkap bagaimana proses pelaksanaan pendidikan inklusif untuk Sekolah Dasar Kota Padang. Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru SD yang mengajar anak berkebutuhan khusus di SD Inklusi Kota Padang, yang terdiri dari guru kelas, guru bidang studi dan guru pembimbing khusus (GPK). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dengan cara mempergunakan lembaran angket. Ada delapan aspek yang diukur melalui angket ini, yaitu: Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP 3

(1) kebijakan dan dukungan administrasi sekolah terhadap pelaksanaan sistem pendidikan inklusif; (2) kondisi lingkungan sekolah dalam mendukung sistem pendidikan inklusif; (3) keterampilan, pengetahuan dan sikap guru tentang pelaksanaan sistem pendidikan inklusif; (4) peningkatan kompetensi guru dalam melaksanakan sistem pendidikan inklusif; (5) kondisi peserta didik yang diterima disekolah inklusif; (6) kurikulum yang digunakan di sekolah inklusif; (7) penilaian yang digunakan di sekolah inklusif; (8) dukungan masyarakat tentang keberadaan sekolah inklusif. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan lima kriteria. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 100% : seluruh 81%-99% : hampir keseluruhan 51%-80% : sebagian besar 50% : sebagian 31%-49% : hampir sebagian 1%-30% : sebagian kecil 0% : tidak sama sekali HASIL PENELITIAN Sebagaimana telah dikemukakan di atas, ada delapan pertanyaan penelitian yang diajukan menyangkut bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusif di SD Kota Padang, hasil penelitiannya adalah 97,6% sekolah telah memiliki visi dan misi tentang pendidikan inklusif; 92,7% sekolah yang memiliki lingkungan bersih, sehat dan terbuka; 68,2% guru yang memiliki keterampilan dan mengetahui penyakit pada anak; 51,2% guru telah memiliki kompetensi dengan mengikuti lokakarya pendidikan inklusif; 96,3% sekolah menerima peserta didik tanpa diskriminatif; 92,7% sekolah menggunakan kurikulum yang diadaptasikan; 59,8% sekolah menggunakan penilaian yang diadaptasikan dan 50% masyarakat yang siap mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif. Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP 4

PEMBAHASAN 1. Kebijakan dan dukungan administrasi sekolah terhadap pelaksanaan sistem pendidikan inklusif Kebijakan sekolah dalam pendidikan inklusif merupakan seperangkat keputusankeputusan atau pilihan yang diambil oleh kepala sekolah untuk melakukan suatu tindakan yang dapat menunjang, memperlancar serta memperbaiki penyelenggaraan pendidikan inklusif seperti visi dan misi sekolah inklusif, aktif mencari anak-anak dalam masyarakat yang tidak bersekolah, menempatkan anak-anak usia sekolah yang tidak sekolah dalam pendaftaran sekolah, mengidentifikasi hambatan belajar dan merespon keragaman para calon peserta didik yang memiliki latar belakang dan kemampuan beragam. Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan bahwa hampir semua sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di SD Kota Padang telah memiliki dan melaksanakan kebijakan mengenai pendidikan inklusif. Hal ini dapat terlihat dari hampir semua sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di SD Kota Padang, telah memiliki visi dan misi mengenai pendidikan inklusif, hampir seluruh sekolah dapat menunjukkan dengan cara khusus bahwa pengelola sekolah dan guru memahami konsep pendidikan inklusif dan hampir seluruh sekolah memberikan keleluasaan kepada guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang kreatif dalam membantu anak belajar. Hal ini terlihat bahwa 3 aspek dari kebijakan sekolah dalam mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif di SD Kota Padang, telah berjalan dengan baik walaupun belum 100% berjalan maksimal namun hal ini sangatlah baik bagi penyelenggaraan pendidikan inklusif. Hal ini dapat disebabkan karena secara umum, sekolah yang menjadi sekolah inklusif harus memiliki kebijakan pendidikan inklusif, sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pendidikan tersebut. Namun kebijakan sekolah dalam hal pengetahuan sekolah mengenai organisasi profesional, kelompok advokasi dan organisasi masyarakat yang menawarkan sumber dayanya untuk pendidikan inklusif hanya hampir sebagian SD Inklusif di Kota Padang yang memilikinya. Hal ini disebabkan oleh belum banyaknya dan belum berdirinya organisasi profesional serta kelompok pengacara yang bernaung dibawah pendidikan inklusif dan mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif ini. Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP 5

Hal lain dalam aspek kebijakan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif yaitu pengubahan kebijakan sekolah dalam hal biaya, jalinan hubungan sekolah dengan masyarakat untuk menciptakan perubahan positif pendidikan inklusif dan mekanisme pendukung dalam pendidikan inklusif dapat digambarkan bahwa sebagian besar sekolah yang telah memiliki aspek kebijakan diatas tersebut. Ini dapat disebabkan oleh sulitnya mengubah kebijakan sekolah dalam hal biaya karena keterbatasan dana yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di sekolah, hubungan sekolah dan masyarakat belum terjalin semestinya karena masih awamnya pemahaman masyarakat mengenai inklusif sehingga masyarakat tidak bisa menyalurkan ide-ide dan gagasan mereka untuk perubahan positif pendidikan inklusif serta tidak tersedianya mekanisme pendukung pendidikan inklusif yang bisa melakukan pengawasan dan memantau praktek pelaksanaan pendidikan inklusif di tiap-tiap sekolah. Sedangkan dalam hal administrasi sekolah, menunjukkan hampir sebagian SD Inklusif di Kota Padang memiliki data anak usia sekolah dimasyarakat, baik yang sekolah ataupun yang belum sekolah dan data daftar hambatan yang dialami sekolah untuk mengembangkan LIRP. Ini disebabkan oleh kurangnya efektifnya kegiatan administrasi yang dilakukan oleh sekolah untuk mencatat dan merekap data yang berhubungan dengan pendidikan inklusif dan pengembangan LIRP. Hal ini dapat berakibat nantinya pada sarana dan prasarana sekolah yang tidak lengkap bagi anak yang diinklusikan. Kalau sekolah tidak mencatat daftar hambatan dan data anak yang diinklusikan, maka pihak dinas terkait tentu tidak akan mengetahui apa-apa saja yang kurang di suatu sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pencacatan ini tentu saja sudah menjadi tugas tata usaha sekolah dan tugas wakil kepala sekolah dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana seperti yang dijabarkan pada Bab II yaitu tugas para administrator sekolah. Administrasi sekolah dalam hal kelengkapan sekolah mengenai dokumen penting yang berhubungan latar belakang dan kemampuan anak yang beragam pada sekolah inklusif terlihat sebagian sekolah telah memiliki dokumen tersebut. Belum seluruh sekolah yang memiliki dokumen ini disebabkan lagi oleh kurang berjalan kegiatan administrasi sekolah yang berhubungan dengan pendidikan inklusif. Sebagian sekolah lagi menganggap bahwa pencatatan jenis anak yang memiliki kemampuan yang beragam ini tidak penting karena Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP 6

tidak akan ada artinya. Hal ini tentu saja tidak akan baik dan tidak akan menambah pemahaman pihak aparat sekolah dalam melaksnanakan pendidikan inklusif, sehingga pelaksanaan pendidikan untuk semua ini pun akan tersendat-sendat. 2. Kondisi lingkungan sekolah dalam mendukung sistem pendidikan inklusif Dalam menciptakan lingkungan inklusif, ramah terhadap pembelajaran perlu dilakukan adaptasi atau penyesuaian lingkungan. Bagi bidang pendidikan khusus, adaptasi lingkungan sangat diperlukan seperti bidang orientasi mobilitas untuk peserta didik yang mengalami gangguan penglihatan. Lingkungan sekitar sekolah seperti persediaan air minum bersih dan makanan yang sehat juga menjadi poin yang harus diperhatikan dalam adaptasi lingkungan pendidikan inklusif. Berdasarkan dari hasil analisis data, menunjukkan bahwa hanya sebagian SD di Kota Padang memiliki fasilitas yang memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dana dari masing-masing sekolah untuk melengkapi dan mempunyai fasilitas yang dibutuhkan oleh peserta didik berkebutuhan khusus. Akibatnya anak yang diinklusikan yang mengalami hambatan tidak bisa sepenuhnya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurang mendapatkan semangat belajar, karena adaptasi lingkungan dapat mendorong semangat belajar peserta didik. Hal ini disebabkan oleh kurang efektifnya pencatatan sekolah dalam hal hambatan dalam mengembangkan pendidikan inklusif sehingga dinas lembaga pendidikan terkait juga tidak menurunkan bantuan dana untuk kelengkapan fasilitas bagi anak yang diinklusikan. Namun, jika dilihat dari ketersediaan makanan dan minuman yang sehat dilingkungan sekolah menunjukkan hampir semua sekolah memiliki air minum bersih dan kantin yang menjual makanan yang bergizi. Hal ini dikarenakan oleh sekolah-sekolah tersebut telah menjalin kerja sama dengan lembaga kesehatan setempat seperti PUSKESMAS untuk memberikan pemeriksaan kesehatan secara periodik dan memberikan penyuluhan tentang kebersihan. Lingkungan sekolah yang memiliki tata cara prosedur sekolah untuk membantu para guru, staf pengajar dan orang tua anak serta memiliki guru konselur dan guru bilingual yang dapat membantu dan mengidentifikasi semua anak hanya sebagian besar SD Inklusif di Kota Padang yang memilikinya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya dan tidak adanya di Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP 7

tiap-tiap sekolah yang memiliki guru bilingial atau guru pembimbing khusus sehingga tidak semua anak yang memiliki hambatan dengan anak normal lainnya dapat diindentifikasi dan dibantu berdasarkan kebutuhannya masing-masing. Seharusnya sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif idealnya memiliki guru yang berlatar belakang pendidikan khusus agar pelaksanaan inklusi berjalan baik dan lingkungan sekolah mendukung dalam jalannya pendidikan inklusif. 3. Keterampilan, pengetahuan dan sikap guru tentang pelaksanaan sistem pendidikan inklusif Seorang guru harus memiliki keterampilan dalam mengajar. Dengan latar belakang dan kemampuan anak yang beragam pada sekolah inklusi, disinilah guru dituntut memiliki keterampilan mengajar. Guru harus mampu menyesuaikan materi pembelajaran dengan kondisi peserta didik yang berkelainan didalam kelas dan mampu mengadaptasi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sedangkan dalam hal pengetahuan, guru reguler yang mengajar peserta didik yang berkelainan harus tahu dan memahami kelainan dan kecacatan yang dimiliki anak. Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan bahwa hanya sebagian besar guru yang memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam pendidikan inklusif yang disebabkan oleh belum seluruh guru yang terlibat dalam menjaring anak usia sekolah dimasyarakat, belum seluruh guru yang bisa mengadaptasi penggunaaan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan belum seluruh guru yang mengetahui tentang faktor penyebab kelainan pada anak. Sikap guru terhadap anak yang diinklusikan pada sekolah reguler biasanya juga menjadi hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif. Guru kelas dan guru pembimbing khusus hendaknya bersikap terbuka dan menerima keadaan anak sehingga mereka tidak merasa minder atau dikucilkan di kelas ataupun dilingkungan sekolah. Dari segi sikap guru terhadap pendidikan inklusif, menunjukkan bahwa hampir seluruh guru di SD Kota Padang bersikap positif terhadap terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif maupun terhadap anak yang diinklusikan itu sendiri. Hal ini dapat terlihat dari Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP 8

banyaknya guru yang memiliki harapan yang tinggi terhadap anak dan bersikap terbuka terhadap keberadaan anak. 4. Kompetensi guru dalam melaksanakan sistem pendidikan inklusif Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh dari pendidikan pra jabatan atau pelatihan-pelatihan. Dari hasil analisis data memperlihatkan bahwa kompetensi guru-guru yang mengajar di SD Inklusif di Kota Padang belum sepenuhnya berjalan dengan maksimal. Hanya sebagian besar guru dari seluruh SD Inklusif Kota Padang telah berkompeten dalam pendidikan inklusif. Guru tersebut telah mengikuti lokakarya mengenai pendidikan inklusif, telah melaksanakan komunikasi kepada orang tua yang berhubungan dengan pendidikan inklusif dan pengembangan LIRP dan para guru telah mampu mengembangkan bahan ajara yang berkaitan dengan LIRP. Sebagian besarnya para guru yang berkompetensi dalam uraian diatas disebabkan karena kurang meratanya pelatihan-pelatihan dan lokakarya yang diadakan mengenai pendidikan inklusif sehingga tidak semua guru dapat mengikuti pelatihan tersebut. Selain itu, adanya diselenggarakan pelatihan hanya diperuntukkan bagi guru pembimbing khusus di sekolah reguler dan pihak sekolah pun jika ada pelatihan terus mengutus guru pembimbing khusus untuk pergi sehingga guru reguler lainnya tidak secara maksimal mengetahui karakteristik pendidikan inklusif dan LIRP. Namun hal peningkatan dalam pengetahuan dalam berbagai mata pelajaran seperti mata pelajaran matematika hampir semua guru berkompeten dalam bidang mata pelajarannnya masing-masing. Hal ini disebabkan oleh karena mata pelajaran tersebut sudah menjadi makanan guru-guru tersebut sehari-hari. Kompetensi guru dalam melaksanakan studi banding pada model sekolah LIRP hanya sebagian kecil guru yang telah melakukan studi banding tersebut. Hal ini dikarenakan belum adanya program yang tersusun secara resmi dan terstruktur dari masing-masing sekolah dalam melaksnakan studi banding tersebut. Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP 9

5. Kondisi peserta didik disekolah Sasaran pendidikan inklusif adalah semua anak usia sekolah termasuk anak berkebutuhan khusus atau ABK. ABK terdiri atas anak yang mengalami hambatan permanen, temporer maupun hambatan dalam perkembangan. Selain anak berkebutuhan khusus, anak anak yang tinggal didaerah terpencil atau terbelakang, suku terasing, korban bencana alam atau sosial, kemiskinan, warna kulit, gender, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak pedesaaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba HIV/AIDS (ODHA), anak gelandangan dan nomaden juga menjadi sasaran dalam pendidikan inklusif. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa bahwa hampir keseluruhan guru menerima semua peserta didik yang bersekolah di sekolah inklusi. Guru bersikap terbuka terhadap semua anak, memperhatikan semua anak dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam serta bersikap nondiskriminasi terhadap semua anak. Namun dari sekolah yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik dalam membuat peraturan kelas di sekolah inklusif, ditemukan hampir sebagian guru yang memberikan kesempatan tersebut kepada para peserta didik. 6. Isi kurikulum yang digunakan disekolah Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa guru-guru yang mengajar di SD Inklusif Kota Padang telah menggunakan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi peserta didiknya masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari hampir seluruh guru menggunakan metode mengajar yang berbeda yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak, materi yang diajarkan guru memuat gambar, contoh dan informasi mengenai berbagai hal dan hampir semua guru SD Inklusif di Kota Padang mengadaptasikan kurikulum khususnya anak berkesulitan belajar. Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP10

Namun hanya sebagian besar guru yang menggunakan limgkungan dan sumber daya yang tersedia (mudah dan murah) untuk membantu peserta didik dalam belajar dan menggunakan kurikulum yang mengembangkan sikap seperti saling menghormati, toleransi dan pengetahuan tentang latar belakang dan buadaya yang beragam. 7. Penilaian yang digunakan disekolah Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan. Penilaian bagi anak berkebutuhan khusus, tidak sama dengan anak normal biasanya. Penilaian anak berkebutuhan khusus disesuiakan dengan kemampuan anak tersebut. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa penilaian yang digunakan di SD Inklusi Kota Padang menggunakan jenis penilaian dan jenis instrumen yang cocok bagi kondisi peserta didik. Hal ini dapat terlihat dimana hampir seluruh guru memberikan remedial bagi anak berkesulitan belajar dan memiliki instrumen yang cocok untuk melakukan evaluasi disamping dengan nilai ujian. 8. Dukungan masyarakat tentang keberadaan sekolah inklusif Penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Stake holder pendidikan lain seperti masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam rangka memajukan pendidikan. Apalagi dalam semangat otonomi daerah dimana pendidikan juga merupakan salah satu bidang yang didesentralisasikan, maka keterlibatan masyarakat merupakan suatu keharusan. Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa hanya sebagian masyarakat seperti orang tua yang siap membantu dan mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai sistem pendidikan ini sehingga masyarakat dan orang tua belum berminat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah. Guru dan pihak sekolah lain pun tidak secara berkesinambungan dan tidak giat mensosialisasikan pendidikan inklusif itu apa kepada masyarakat dan orang tua. Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP11

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang di peroleh maka penulis menyimpulkan bahwasanya pelaksanaan pendidikan inklusif sudah bisa dikatakan dengan baik tetapi belum maksimal sepenuhnya. Dari segi dukungan administrasi sekolah dan kondisi dilingkungan sekitar sekolah dapat dilihat bahwa pendidikan inklusif sudah berjalan baik. Akan tetapi dari segi kompetensi guru dan dukungan masyarakat mengenai pendidikan inklusif belum berjalan maksimal. Saran Berdasarkan simpulan tersebut disarankan agar: (1) Bagi Pemegang Kebijakan di Bidang PLB Dinas Pendidikan Kota Padang agar dinas pendidikan terkait lebih mengawasi dan memperhatikan jalannya pendidikan inklusif di setiap sekolah agar kendala-kendala yang dihadapi sekolah seperti biaya dapat teratasi; (2) Bagi Kepala Sekolah agar lebih giat mengelola penyelenggaraan pendidikan inklusif dari kebijakan, administrasi, sarana prasarana, kurikulum dan aspek lainnya yang mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif berjalan dengan maksimal; (3) Bagi GPK untuk lebih sering memperhatikan pelaksanaan pendidikan inklusif. Dan terus menerus melakukan sosialisasi dilingkungan sekolah, orang tua dan masyarakat sekitar agar konsep inklusif dimata semua orang tidak menjadi sesuatu hal yang baru lagi; (4) Bagi Guru Reguler agar senantiasa meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya mengenai pendidikan inklusif agar seluruh guru di SD Inklusif Kota Padang mengerti konsep inklusif dan LIRP itu seperti apa dan giat menjalin hubungan dan komunikasi dengan orang tua serta masyarakat yang berkaitan dengan pendidikan inklusif dan LIRP; (5) Bagi Orang Tua dan Masyarakat hendaknya berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif ini agar hal-hal yang menjadi kendala sekolah dalam pelaksanaan pendidikan inklusif bisa terbantu dan teratasi DAFTAR RUJUKAN Bandi Delphie. 2006. Aditama. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung : Refika Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP12

Mega Iswari. 2007. Kecakapan Hidup Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Depdiknas Suharsimi Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Asdi Mahasatya. Sumadi Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Tarmansyah. 2007. Inklusi ( Pendidikan Untuk Semua). Jakarta : Depdiknas. Tarmansyah. 2012. Pedoman Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Inklusif. Padang : Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Afrina Devi Marti Jurusan PLB FIP UNP13