RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

dokumen-dokumen yang mirip
3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna.

PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan

STRUKTUR PELAT. 1. Definisi

Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

1. Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI ) 3. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI-1983)

Perencanaan Struktur Baja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan batu buatan yang terbuat dari campuran agregat kasar, agregat

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

1- PENDAHULUAN. Baja Sebagai Bahan Bangunan

BAB III KONSEP PEMBEBANAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

( untuk struktur yang lain)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PEMBEBANAN STRUKTUR RANGKA

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

DINDING DINDING BATU BUATAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

PERTEMUAN IX DINDING DAN RANGKA. Oleh : A.A.M

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

TINJAUAN BALOK DAN KOLOM TERHADAP TEKANAN STRUKTUR ASRAMA DUA LANTAI HAISAL¹, SYAHRONI. ST², ARIE SYAHRUDDIN S, ST³ ABSTRAK

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

1.2. ELEMEN STRUKTUR UTAMA

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

BAB III LANDASAN TEORI

KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APLIKASI KOMPUTER DALAM KONSTRUKSI

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

LAMPIRAN. Suatu bangunan gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

DAFTAR PUSTAKA. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

Pengertian struktur. Macam-macam struktur. 1. Struktur Rangka. Pengertian :

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

Dinding Penahan Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS GEMPA PADA STRUKTUR GEDUNG IRADIATOR GAMMA KAPASITAS 2 MCi

MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Struktur Atas & Pasangan Batu Bata. Ferdinand Fassa

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

KONSTRUKSI ATAP 12.1 Menggambar Denah dan Rencana Rangka atap

PERBANDINGAN PERANCANGAN JUMLAH DAN LUASAN TULANGAN BALOK DENGAN CARA ACI DAN MENGGUNAKAN PROGRAM STAAD2004

STUDI PENGGUNAAN BAJA RINGAN SEBAGAI KOLOM PADA RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA PRAYOGA NUGRAHA NRP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

3. Bagian-Bagian Atap Bagian-bagian atap terdiri atas; kuda-kuda, ikatan angin, jurai, gording, sagrod, bubungan, usuk, reng, penutup atap, dan

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

PERBANDINGAN DIMENSI BALOK AKIBAT MENGGUNAKAN BATA KONVENSIONAL DAN BATA RINGAN

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN START. Pengumpulan data. Analisis beban. Standar rencana tahan gempa SNI SNI

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali

REDESAIN STRUKTUR ATAS (UPPER STRUCTURE) GEDUNG KANTOR DPPKAD KAB. PURWOREJO MENGGUNAKAN KONSTRUKSI BAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Desain struktur merupakan salali satu bagian dari proses perencanan

PERHITUNGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG ASRAMA KEBIDANAN LEBO WONOAYU DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERBANDINGAN DIMENSI KOLOM AKIBAT MENGGUNAKAN BATA KONVENSIONAL DAN BATA RINGAN

Jl. Banyumas Wonosobo

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

PERTEMUAN X LANTAI DAN TANGGA. Oleh : A.A.M

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,


BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Studi kasus pada penyusunan Tugas Akhir ini adalah perancangan gedung

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSTRUKSI DINDING BATU BATA

PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-1971

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

Lampiran A. Koefisien tenaga kerja dan koefisien bahan

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

Transkripsi:

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung - 1983 Kombinasi Pembebanan Pembebanan Tetap Pembebanan Sementara Pembebanan Khusus dengan, M H A G K = Beban Mati, DL (Dead Load) = Beban Hidup, LL (Live Load) = Beban Angin, WL (Wind Load) = Beban Hidup, E (Earthquake) = Beban Khusus : M + H : M + H + A M + H + G : M + H + G M + H + A + K M + H + G + K Beban Khusus, beban akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya rem dari keran, gaya sentrifugal, getaran mesin. Perencanaan komponen struktural gedung direncanakan dengan kekuatan batas (ULS), maka beban tersebut perlu dikalikan dengan faktor beban. Pada peninjauan beban kerja pada tanah dan pondasi, perhitungan Daya Dukung Tanah (DDT) izin dapat dinaikkan (lihat tabel). Jenis Tanah Pondasi Pembebanan Tetap DDT izin Pembebanan Sementara kenaikan DDT izin (kg/cm 2 ) (%) Keras 5,0 50 Sedang 2,0 5,0 30 Lunak 0,5 2,0 0-30 Amat Lunak 0,0-0,5 0 Faktor keamanan (SF 1,5) tinjauan terhadap guling, gelincir dll. Beban Mati, berat sendiri bahan bangunan komponen gedung BAHAN BANGUNAN * Catatan 1 kg/cm 2 = 98,0665 kpa (kn/m 2 ) Baja 7.850 kg/m 3 Batu Alam 2.600 kg/m 3 Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1.500 kg/m 3 Rangkuman PPIUG 1983 Suyono Nt, 2007 hal. 1 dari 9

Batu karang (berat tumpuk) 700 kg/m 3 Batu pecah 1.450 kg/m 3 Besi tuang 7.250 kg/m 3 Beton ( 1 ) 2.200 kg/m 3 Beton bertulang ( 2 ) 2.400 kg/m 3 Kayu (Kelas I) ( 3 ) 1.000 kg/m 3 Kerikil, koral (kering udara sampai lembap, tanpa diayak) 1.650 kg/m 3 Pasangan bata merah 1.700 kg/m 3 Pasangan batu belah, batu belat, batu gunung 2.200 kg/m 3 Pasangan batu cetak 2.200 kg/m 3 Pasangan batu karang 1.450 kg/m 3 Pasir (kering udara sampai lembap) 1.600 kg/m 3 Pasir (jenuh air) 1.800 kg/m 3 Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembap) 1.850 kg/m 3 Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembap) 1.700 kg/m 3 Tanah, lempung dan lanau (basah) 2.000 kg/m 3 Tanah hitam 11.400 kg/m 3 KOMPONEN GEDUNG Adukan, per cm tebal : - dari semen 21 kg/m 2 - dari kapur, semen merah atau tras 17 kg/m 2 Aspal, termasuk bahan-bahan mineral tambahan, per cm tebal 14 kg/m 2 Dinding Pas. Bata merah : - satu batu 450 kg/m 2 - setengah batu 250 kg/m 2 Dinding pasangan batako : Berlubang : - tebal dinding 20 cm (HB 20) 200 kg/m 2 - tebal dinding 10 cm (HB 10) 120 kg/m 2 Tanpa lubang - tebal dinding 15 cm 300 kg/m 2 - tebal dinding 10 cm 200 kg/m 2 Rangkuman PPIUG 1983 Suyono Nt, 2007 hal. 2 dari 9

Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari : - semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan tebal maksimum 4 mm 11 kg/m 2 - kaca, dengan tebal 3 4 mm 10 kg/m 2 Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit- 40 kg/m 2 langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup maksimum 200 kg/m 2 Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 7 kg/m 2 5 m dan jarak s.k.s minimum 0,8 m Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m 2 50 kg/m 2 bidang atap Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m 2 40 kg/m 2 bidang atap Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng 10 kg/m 2 Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, 24 kg/m 2 tanpa adukan, per cm tebal Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) 11 kg/m 2 Catatan : (1) Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi (2) Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis, berat sendirinya harus ditentukan sendiri. (3) Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis kayu tertentu lihat Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. Beban Hidup pada lantai gedung, sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan dan juga dinding pemisah ringan (q 100 kg/m'). Beban berat dari lemari arsip, alat dan mesin harus ditentukan tersendiri. BEBAN HIDUP PADA LANTAI GEDUNG a. Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b. 200 kg/m 2 b. Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudang-gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel. c. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran,hotel, asrama dan rumah sakit. 125 kg/m 2 250 kg/m 2 d. Lantai ruang olah raga 400 kg/m 2 e. Lantai ruang dansa 500 kg/m 2 Rangkuman PPIUG 1983 Suyono Nt, 2007 hal. 3 dari 9

f. Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti masjid,gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton g. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton yang berdiri. 400 kg/m 2 500 kg/m 2 h. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c. 300 kg/m 2 i. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f dan g. 500 kg/m 2 j. Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dan g. 250 kg/m 2 k. Lantai untuk: pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri, dengan minimum l. Lantai gedung parkir bertingkat: m 400 kg/m 2 - untuk lantai bawah 800 kg/m 2 - untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m 2 Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan minimum 300 kg/m 2 * Catatan 100 kg/m 2 = 0,980665 kn/m 2 Beban Hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg/m 2 bidang datar. Atap dan/atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang menentukan (terbesar) dari: Beban terbagi rata air hujan W ah = 40-0,8 α dengan, α = sudut kemiringan atap, derajat ( jika α > 50 o dapat diabaikan). W ah = beban air hujan, kg/m 2 (min. W ah atau 20 kg/m 2 ) Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg. Balok tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg. Beban Hidup Horizontal perlu ditinjau akibat gaya desak orang yang nilainya berkisar 5% s/d 10% dari beban hidup vertikal (gravitasi). Reduksi Beban Hidup pada perencanaan balok induk dan portal (beban vertikal/gravitasi), untuk memperhitungkan peluang terjadinya nilai beban hidup yang berubah-ubah, beban hidup merata tersebut dapat dikalikan dengan koefisien reduksi. Rangkuman PPIUG 1983 Suyono Nt, 2007 hal. 4 dari 9

Reduksi Beban Hidup pada perencanaan balok induk dan portal (beban horisontal/gempa dan angin), dapat dikalikan dengan faktor reduksi. KOEFISIEN REDUKSI BEBAN HIDUP Penggunaan Gedung PERUMAHAN/HUNIAN Koefisien Reduksi beban Hidup Peninjauan Beban Gravitasi Peninjauan Beban Gempa Rumah tinggal, asrama, hotel, rumah sakit 0,75 0,30 PENDIDIKAN Sekolah, ruang kuliah 0,90 0,50 PERTEMUAN UMUM Masjid, gereja, bioskop, restoran, ruang dansa, ruang pagelaran PERKANTORAN 0,90 0,50 Kantor, bank 0,60 0,30 PERDAGANGAN Toko, toserba, pasar 0,80 0,80 PENYIMPANAN Gudang, perpustakaan, ruang arsip 0,80 0,80 INDUSTRI Pabrik, bengkel 1,0 0,90 TEMPAT KENDARAAN Garasi, gedung parkir 0,90 0,50 GANG DAN TANGGA - perumahan/hunian 0,75 0,30 - pendidikan, kantor 0,75 0,50 - pertemuan umum, perdagangan, penyimpanan, industri, tempat kendaraan 0,90 0,50 Reduksi Beban Hidup pada perencanaan elemen vertikal struktur (kolom, dinding dan pondasi), dapat dikalikan dengan faktor reduksi. Kecuali untuk kegunaan lantai bangunan: lantai gudang, ruang arsip, perpustakaan dan ruang penyimpanan sejenis; lantai ruang yang memikul beban berat tertentu yang bersifat tetap, seperti alat dan mesin. Pada perencanaan pondasi, Beban Hidup pada lantai yang menumpu di atas tanah harus turut ditinjau, diambil penuh tanpa dikalikan koefisien reduksi. Rangkuman PPIUG 1983 Suyono Nt, 2007 hal. 5 dari 9

KOEFISIEN REDUKSI BEBAN HIDUP KUMULATIF Jumlah lantai yang dipikul (n) Koefisien reduksi yang dikalikan kepada beban hidup kumulatif 1 1,0 2 1,0 3 0,9 4 0,8 5 0,7 6 0,6 7 0,5 n 8 0,4 Beban Angin, menganggap adanya tekanan positif (pressure) dan tekanan negatif/isapan (suction) bekerja tegak lurus bidang yang ditinjau. Tekanan Tiup: daerah jauh dari tepi laut, diambil minimum 25 kg/m 2. di laut dan tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai, diambil minimum 40 kg/m 2 atau diambil dari rumus pendekatan p= V 2 16 (kg/m2 ) dengan, V = kecepatan angin, m/det (ditentukan instansi terkait) Struktur cerobong, ditentukan dengan rumus pendekatan q wind = 42,5 0,6 h dengan, q wind = tekanan tiup, kg/m 2 h = tinggi total cerobong, m. Tekanan tiup tersebut diatas dapat direduksi sebesar 0,5 jika dapat dijamin gedung terlindung efektif dari suatu arah tertentu oleh gedung/bangunan lain. 1. Koefisien Angin diambil sesuai bentuk gedung (untuk α lain gunakan interpolasi) Gedung tertutup Rangkuman PPIUG 1983 Suyono Nt, 2007 hal. 6 dari 9

Dinding vertikal Atap segitiga dengan sudut kemiringan α Atap lengkung dengan sudut pangkal (ke titik puncak) β Atap segitiga majemuk 2. Gedung terbuka sebelah Rangkuman PPIUG 1983 Suyono Nt, 2007 hal. 7 dari 9

3. Atap tanpa dinding 4. Dinding yang berdiri bebas Rangkuman PPIUG 1983 Suyono Nt, 2007 hal. 8 dari 9

5. Cerobong dengan penampang lingkaran 6. Struktur rangka (lattice structure) Struktur rangka bidang Struktur rangka ruang dengan penampang lintang persegi Struktur rangka ruang dengan penampang lintang segitiga sama sisi (dipihak angin), Struktur rangka ruang dengan penampang lintang segitiga sama sisi (dibelakang angin) 7. Gedung dan bangunan dengan bentuk lain, koefisien angin dapat diambil nilainya dari bentuk yang hampir serupa. Rangkuman PPIUG 1983 Suyono Nt, 2007 hal. 9 dari 9