ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA: SUATU KEBUTUHAN DAN TANTANGAN PERBANKAN KE DEPAN 1

dokumen-dokumen yang mirip
Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat 1

Mencari Struktur PerbankanYang Ideal 1

Bagaimana Nasib Perbankan Kita Setelah Ditinggal IMF 1

Mengapa Modal Minimum Bank Harus Rp100 Miliar 1

Guna mewujudkan visi API dan sasaran yang ditetapkan,

Prinsip Kehati-hatian Bank Dalam Kegiatan Reksadana 1

Program implementasi API dilaksanakan secara bertahap

Stabilitas Reksadana, Deposito dan Pembiayaan Jangka Panjang 1

BAB VI ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1

Bab 6 MATERI SIP-6 1 LATAR BELAKANG ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API) VISI API TUJUAN SASARAN API SISTEMATIKA API

Untuk mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

Reksadana, Perbankan dan Sektor Riil 1

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. karena melibatkan pengelolaan uang masyarakat dan diputar dalam bentuk

SISTEM DAN KEBIJAKAN PERBANKAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan

Mengapa Manajer Risiko Bank Harus Disertifikasi? 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecenderungan nasabah untuk melihat sebuah bank sebagai financial supermarket

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS CASH RATIO, LOAN TO DEPOSIT, DAN LOAN TO ASSET RATIO

BAB I PENDAHULUAN. transaksi antara pihak-pihak pencari dana (emiten) dengan pihak yang kelebihan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/15/PBI/2005 TENTANG JUMLAH MODAL INTI MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Manajemen resiko operasional masih relatif baru bagi bank-bank di

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam berbagai alternatif investasi.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisa pengaruh..., Wendy Endrianto, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga berperan

BAB I PENDAHULUAN. membawa kehancuran bagi perekonomian negara Indonesia serta akibatnya sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara umum, bank yang sehat adalah bank yang menjalankan fungsifungsinya

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

1.1. Latar Belakang Industri perbankan Indonesia pada masa pra-krisis merupakan salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan yang pesat antara tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis karena. melaksanakan fungsi produksi, oleh karena itu agar

BAB I PENDAHULUAN. investasi maupun modal kerja. Perkembangan yang pesat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai perantara keuangan (financial intermediary), melakukan

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998, bank didefinisikan. dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. dengan perusahaan yang menjual produk yang berbentuk jasa. Perbankan. dana, disamping menyediakan jasa-jasa keuangan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara. sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai

Konsep Dasar Kegiatan Bank

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN

SEJARAH BANK INDONESIA : PERBANKAN Periode

BAB I PENDAHULUAN. dalam industri keuangan di Indonesia khususnya dunia perbankan. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas ekonomi. Bank untuk bisa menjaga kepercayaan masyarakat, maka harus

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kondisi industri bisnis di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi

BAB I PENDAHULUAN. Januari Diakses melalui http// Tanggal 12 Oktober Undang-Undang Perbankan Syariah.

BAB II DESKRIPSI PT BANK INDEX SELINDO

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda sebagian kawasan Asia Tenggara pada

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan mengacu kepada. menawarkan rekening dan memberikan pinjaman, memperlancar lalu

BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian lndonesia pasca krisis ekonomi masih belum. sepenuhnya pulih, namun berdasarkan Laporan Statistik Perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga intermediasi keuangan yang menjadi pilar

BAB I PENDAHULUAN. Masih terbayang dibenak kita aksi protes yang dilakukan salah satu nasabah

I. PENDAHULUAN. Bank Umum Syariah telah muncul sejak tahun 1992 yang dipelopori oleh Bank

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perkembangan yang sangat pesat dari tahun-tahun sebelumnya. Hal

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Analisis posisi..., Andini Setyawati, FE UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perbankan sebagai bagian dari perekonomian, memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

LEMBAGA KEUANGAN DAN STABILITAS KEUANGAN. Hadi Cahyono SE, MM

2 mengelola risiko; dan (iv) mengurangi ketidakpastian pasar (market uncertainty) serta kesenjangan informasi (asymmetric information). Di sisi lain,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. di sebabkan oleh runtuhnya lembaga-lembaga keuangan internasional di barat,

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dimana untuk mencapai tujuan tersebut perlu memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,

Sekilas Implementasi Basel II

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna

I. PENDAHULUAN. Perbankan dari sekian jenis lembaga keuangan, merupakan sektor yang paling

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan peran makhluk lain untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu dari

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. atas dana yang diterima dari nasabah. Sesuai dengan Undang undang RI nomor

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan ikut berperan serta membantu memutar kembali roda. perusahaan untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan operasionalnya dengan cara menghasilkan laba tinggi sehingga. profitabilitasnya terus mengalami peningkatan.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan industri perbankan di masa mendatang diramalkan masih

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang

ANALISA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA 2012

BAB I PENDAHULUAN Sistem Keuangan dan Perekonomian

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I Lembaga Keuangan

PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLEH PERBANKAN SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA TGL. 7 J J U U N N II

BAB I PENDAHULUAN. mana didasarkan pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. maka perusahaan dapat mempertahankan posisi pasarnya di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ruang lingkup perusahaan, terdapat serangkaian sumber daya yang tak

BAB 1 PENDAHULUAN. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan aset sebesar Rp 500 triliun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan terbesar didunia asal Amerika Lehman Brother, kredit

: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode RGEC Pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. : I Made Paramartha NIM :

BAB I PENDAHULUAN. kembali dalam bentuk kredit. Artinya, bank memiliki fungsi sebagai lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan.

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak

Transkripsi:

ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA: SUATU KEBUTUHAN DAN TANTANGAN PERBANKAN KE DEPAN 1 Oleh : Dr. Agus Sugiarto 2 Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan tentang arsitektur perbankan nasional baik itu dari para pakar, praktisi perbankan, anggota DPR sampai dengan pejabat bank sentral. Pembicaraan seperti ini sangat wajar mengingat masyarakat sudah lama menantinantikan seperti apa wujud dan bentuk arsitektur perbankan nasional itu sendiri. Arsitektur perbankan sebenarnya merupakan istilah baru saja, sebelumnya masyarakat sudah mengenalnya dengan beberapa istilah lain seperti blueprint perbankan, landscape perbankan, stratitifikasi perbankan ataupun pemetaan perbankan nasional. Namun demikian istilah arsitektur perbankan lebih memberikan nuansa yang bersifat lebih komprehensif dan luas mengenai tatanan perbankan yang didinginkan untuk ke depan. Filosofi dasar arsitektur perbankan nasional Arsitektur perbankan nasional bukan hanya merupakan suatu policy recommendation bagi industri perbankan nasional dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi di masa mendatang melainkan juga menjadi policy direction mengenai arah yang harus ditempuh oleh perbankan dalam kurun waktu yang cukup panjang. Dengan demikian arsitektur perbankan itu merupakan suatu blueprint mengenai tatanan industri perbankan ke depan, bagaimana arah serta bentuknya dan menyangkut hampir semua aspek yang berhubungan dengan perbankan seperti misalnya kelembagaan, struktur, pengawasan, pengaturan dan lembaga penunjang lainnya. Walaupun bersifat policy direction, arsitektur perbankan tersebut juga harus memuat tahapan-tahapan dan langkah-langkah kegiatan (action plans) yang bersifat konkrit mengenai implementasinya. 1 2 Artikel ini telah dimuat di harian Kompas, 5 Juni 2003. Peneliti Bank Senior, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia Jakarta. Penulis saat ini sedang terlibat dalam pembuatan Arsitektur Perbankan Indonesia.

2 Disamping itu, arsitektur perbankan nasional dapat berfungsi sebagai alat untuk perubahan-perubahan industri perbankan ke depan (as a tool of banking engineering), yang berarti, arsitektur perbankan akan menjadi benchmark, platform maupun sasaran yang akan dituju oleh perbankan nasional. Dengan menjadikan arsitektur perbankan nasional as a tool of banking engineering, diharapkan industri perbankan nasional bersama-sama dengan stakeholders lainnya akan mengetahui bagaimana bentuk dan wujud perbankan kita dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan baik itu dari sisi regulasinya, pengawasan, struktur kelembagan dan sebagainya. Perlunya arsitektur perbankan nasional Kebutuhan perbankan nasional untuk memiliki suatu blue print mengenai arsitektur perbankan yang bersifat komprehensif sudah waktunya untuk dibuat. Industri perbankan merupakan suatu industri yang bersifat capital intensive dan memiliki risiko usaha yang sangat tinggi, sehingga biaya dari exit policy akan menjadi sangat mahal. Jatuhnya industri perbankan tidak hanya berakibat buruk terhadap sistem perbankan itu sendiri, melainkan juga berpengaruh terhadap kestabilan sektor keuangan secara keseluruhan yang pada akhirnya akan berdampak langsung terhadap kelangsungan sektor riil. Runtuhnya industri perbankan nasional setelah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 membuktikan bahwa industri perbankan saat itu tidak mampu mengatasi external shocks yang datang secara bergelombang, tanpa bisa diprediksi dan terjadi dalam waktu yang begitu cepat. Ketidak mampuan sistem perbankan nasional menghadapi external shocks tersebut yang berakibat pada runtuhnya sistem perbankan pada saat itu membuktikan bahwa sistem perbankan kita masih belum siap secara keseluruhan dalam mengahadapi krisis besar yang yang terjadi secara tiba-tiba. Untuk itu kestabilan sistem perbankan maupun keuangan harus dipertahankan secara berkesinambungan dan dapat dicegah sedini mungkin. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, banking architecture yang bagus dan komprehensif diharapkan mampu menjadi salah satu supporting infrastructure kestabilan sistem keuangan secara kseluruhan. Perkembangan inovasi produk dan jasa perbankan dalam satu dekade terakhir ini memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Produk dan jasa yang ditawarkan oleh perbankan berkembang sejalan dengan keinginan nasabah untuk mendapatkan pelayanan keuangan yang semakin lengkap dan komprehensif dari perbankan. Kecenderungan nasabah untuk melihat sebuah bank sebagai financial supermarket telah memaksa bank-bank untuk

3 memasarkan produk-produk yang lebih bervariasi. Nasabah menginginkan bank untuk dapat memenuhi segala kebutuhan keuangan nasabah tersebut sejak dari mereka lahir sampai mati. Sebagai konsekueinsinya, bank dituntut untuk menyediakan semua jasa keuangan dalam satu atap, sehingga nasabah tidak hanya ingin mendapatkan produk-produk bank saja melainkan juga produk-produk yang disediakan oleh lembaga keuangan lain seperti asuransi dan perusahaan sekuritas. Kondisi tersebut telah memaksa bank-bank untuk menawarkan produkproduk lebih beragam, tidak hanya produk traditional seperti deposito, tabungan, kredit dan sebagainya, melainkan juga menawarkan produk-produk baru yang selama ini belum banyak dilakukan sektor perbankan seperti bankassurance (produk asuransi), derivatif (asset backed securities, credit linked notes) dan investasi (seperti reksadana, dan equity linked deposit). Sementara itu, kemajuan teknologi informasi yang berjalan sangat pesat menyebabkan distribution channels untuk memasarkan produk dan jasa bank menjadi semakin cepat dan mudah serta bersifat borderless. Bank-bank semakin banyak menawarkan dan mendistribusikan produk dan jasanya dengan memanfaatkan electronic based channels seprti misalnya pemakainan ATM, internet banking, phone banking dan electronic fund transfer at point of sales (EFTPOS). Dengan keterlibatan teknologi informasi dalam distribusi pelayanan jasa bank tersebut menyebabkan risiko yang dihadapi oleh industri perbankan juga semakin meningkat baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Meningkatnya exposures risiko tersebut harus mampu diantisipasi dalam prudential activities perbankan itu sendiri, sehingga mau tidak mau penerapan pengawasan dan pengaturan ke depan haruslah berbasis risiko. Selain dari pada itu, tuntutan untuk comply dengan international best practices dalam hal pengaturan perbankan juga perlu diakomodir dalam arsitektur perbankan nasional. Basel Committe on Banking Supervision (BCBS) yang berpusat di Basel, Swiss, telah mengeluarkan beberapa ketentuan perbankan yang dikenal dengan the 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision maupun amandemen terbaru yang dikenal dengan nama Basel Acoord II. Negara-negara maju telah membuat agenda yang jelas mengenai rencana implementasi Basel II tersebut sekitar tahun 2006-2007 untuk industri perbankan mereka. Sebaliknya negara-negara berkembang sebagian besar belum memiliki agenda yang pasti kapan implementasi Basel II tersebut dapat dilaksanakan. Beberapa hal yang menjadi fokus dalam implementasi tersebut antara lain seperti penerapan market risk maupun operational risk dalam perhitungan modal bank (CAR) dan penciptaan disiplin pasar

4 (market discipline) masih belum dapat dipastikan kapan akan dilaksanakan. Untuk itu diperlukan suatu tahapan dan rencana yang jelas dalam arsitektur perbankan nasional untuk mengakomodasi permasalahan diatas. Best Practices di negara lain Beberapa negara telah memiliki semacam blue print atau landscape perbankan yang dibuat oleh bank sentral maupun dari pemerintah masing-masing. Bahkan blue print tersebut ada juga yang bersifat lebih komprehensif dan luas, dalam arti meliputi seluruh aspek sistem keuangan, tidak hanya perbankan saja tetapi juga menyangkut lembaga keuangan lainnya. Beberapa contoh negara yang telah memiliki blue print tersebut antara lain Malaysia, Hongkong, Thailand, Canada dan Australia. Sebagai contoh, blue print sistem keuangan di Australia bersifat luas dan komprehensif, meliputi semua aspek lembaga keuangan termasuk perbankan. Cetak biru sistem keuangan di Australia tersebut dibuat oleh satu tim yang disebut Wallis Inquiry (nama Wallis diambil dari nama ketua tim : Stan Wallis) merupakan salah satu contoh financial landscape yang tidak hanya bersifat komprehensif, tetapi juga memiliki visis jauh ke depan. Ada beberapa hal dari hasil Wallis Inquiry yang bisa kita jadikan pelajaran untuk penyusunan landscape perbankan nasinal kita, antara lain larangan merger diantara 4 bank besar dan 2 perusahaan asuransi terbesar. Larangan seperti ini sangat bagus untuk menciptakan level kompetisi yang sehat diantara lembaga keuangan yang mendominasi pasar sehingga masyarakat dapat terlindungi dari praktek oligopoli maupun monopoli. Disamping itu, masih banyak good lessons yang dapat kita petik dari pengalaman dan best practices dari negara-negera yang telah memiliki landscape tersebut. Kewajiban untuk go public bagi bank-bank yang telah memiliki batas modal tertentu seperti halnya di Canada merupakan salah satu pelajaran bagus yang perlu kita pikirkan penerapannya di Indonesia. Tujuan bank-bank untuk lebih banyak melakukan go public sangat erat kaitannya dengan tranparansi keuangan lembaga perbankan itu sendiri yang pada akhirnya juga dapat menciptakan good corporate governance. Contoh-contoh tersebut merupakan hal-hal positif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan arsitektur perbankan nasional kita di masa yang akan datang.

5 Sasaran yang ingin dicapai. Perlunya banking landscape bagi perbankan Indonesia tentunya masih dapat diperdebatkan untung ruginya oleh semua pihak termasuk dari kalangan perbankan sendiri. Namun demikian fakta-fakta empiris di lapangan membuktikan bahwa kehadiran banking landscape dirasakan sangat perlu untuk perbankan nasional. Memang tidak secara langsung dapat disimpulkan bahwa negara-negara yang telah memiliki banking landscape akan terhindar dari krisis ekonomi ataupun krisis perbankan. Setidak-tidaknya banking landscape tersebut akan memberikan kejelasan arah dan pandangan mengenai segala aspek yang berkaitan dengan perbankan nasional ke depan. Dengan adanya tatanan yang baik dan kerangka dasar yang jelas mengenai arah perbankan ke depan, diharapkan perbankan nasional mampu menjadi industri perbankan yang sehat dan kuat dalam rangka menjaga kestabilan sistem perbankan itu sendiri maupun sistem keuangan secara keseluruhan. Beberapa hal yang perlu dirumuskan dalam cetak biru perbankan nasional adalah isuisu strategis yang selama ini masih menjadi permasalahan maupun potensi pengembangan kebijakan ke depan. Isu-isu strategis tersebut harus mampu dipecahkan dan diselesaikan dalam cetak biru perbankan nasional. Beberapa masalah tersebut antara lain adalah masalah kebijakan jumlah bank yang selama ini sering sekali diperdebatkan oleh banyak pihak. Pertanyan mendasar adalah apakah kita memerlukan jumlah bank sedemikian banyak yang saat ini mencapai 139 bank (posisi Maret 2003) namun sebagian besar adalah bank-bank yang beraset kecil, ataukah sebaliknya kita memerlukan jumlah bank yang sedikit namun kuat dari sisi permodalan maupun volume asetnya. Pertanyaan seperti ini tidak mudah untuk dijawab dan tentunya harus dipertimbangkan untung ruginya. Beberapa pihak tentu bisa beragumen bahwa jumlah bank haruslah kita biarkan tumbuh dengan sendiri sesuai dengan mekanisme pasar (market driven), jadi tidak perlu diatur lagi jumlahnya karena pertumbuhan jumlah bank akan mengikuti filosofi dasar banks follow the trade yang artinya bank akan berdiri jika ada peluang pasar yang terbuka. Namun sebaliknya, ada pemikiran lain yang menginginkan jumlah bank dibatasi namun kantornya tetap banyak seperti sekarang dengan berbagai argumen seperti misalnya menciptakan economies of scales, efisiensi pengawasan maupun alasan static effect (yang artinya, kekuatan aset dan modal yang lebih besar akan meningkatkan kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan). Sementara itu, meningkatnya kualitas dan kuantitas kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan yang bersifat menyeluruh telah mendorong bank-bank untuk

6 menyediakan semua jenis produk dan jasa perbankan dalam satu atap seperti halnya supermarket. Nasabah menginginkan kemudahan semua kebutuhan keuangan maupun perbankan dapat dipenuhi dalam satu rumah saja, sehingga perlu adanya ide pembentukan universal banking. Universal banking disini berarti bank dapat melakukan kegiatan jasa perbankan secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada produk tradisional saja, melainkan juga produk keuangan lain seperti asuransi, investasi, leasing, dan sebagainya, yang selama ini tidak boleh dilakukan oleh bank sesuai ketentuan undang-undang perbankan kita. Dengan adanya universal banking tersebut mengakibatkan terjadinya perpindahan risiko (risk transfer) dari lembaga keuangan lain ke lembaga perbankan apabila bank melakukan kegiatan usaha dalam bentuk universal banking. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa aspek pengamanannya, seperti misalnya masalah risk mitigant (upaya memimimalkan risiko) mengingat risiko usaha bank menjadi semakin luas dan besar, kebutuhan modal yang mencukupi untuk mengakomodir risiko-risiko tersebut serta koordinasi pengawasan dengan otoritas pengawas jasa keuangan lain. Masalah strategis lain yang perlu dicarikan pemecahannya adalah mengenai sustainability daripada bank-bank penerima obligasi rekap. Sejak program rekap dimulai tahun 1998 sampai dengan tahun 2000, pemerintah telah menyuntikkan dana dalam bentuk obligasi rekap sebesar Rp431 triliun. Tujuan penambahan dana tersebut adalah untuk mempertahankan kelangsungan kinerja bank-bank yang direkap khususnya dalam rangka memperkuat struktur permodalannya. Di satu sisi, setoran dana pemerintah dalam bentuk obligasi rekap tersebut memang menjadikan bank-bank rekap tersebut survive dan memiliki permodalan yang mencukupi pada saat itu. Namun di sisi lainnya, suntikan obligasi rekap tersebut belum sepenuhnya membuat bank-bank rekap tersebut menjadi sustainable untuk jangka panjang. Ketergantungan bank-bank rekap atas bunga obligasi rekap masih sangat besar sejak program rekap dimulai, dan dalam dua tahun terakhir ini pangsanya masih cukup tinggi yaitu 33,8% dari seluruh total pendapatan bunga bank pada akhir tahun 2000 dan meningkat menjadi 35,8% pada akhir tahun 2002. Yang menjadi pertanyaan fundamental adalah bisakah bank-bank rekap tersebut dapat hidup sendiri (sustainable) tanpa bantuan obligasi rekap. Untuk itu perlu dicarikan pemikiran dan solusi yang terbaik bagaimana caranya bank-bank rekap tersebut tidak lagi bergantung pada obligasi pemerintah dan sebaliknya mampu meningkatkan proses intermediasi perbankan yang pada akhirnya mampu mendukung pertumbuhan ekonomi.

7 Disamping permasalahan diatas, masih banyak permasalahan lain yang juga memerlukan perhatian dalam rangka meningkatkan ketahanan dan kestabilan industri perbankan ke depan. Masalah-masalah tersebut antara lain, perlindungan konsumen perbankan yang pada saat ini kondisinya masih jauh dari memuaskan dan memerlukan perhatian yang lebih besar, implementasi the New Basel Accord yang perlu dipersiapkan secara matang, masalah consolidated supervision, serta pembentukan beberapa infrastruktur perbankan seperti credit bureau dan asset management company yang diperlukan untuk menunjang kegiatan perbankan ke depan. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan strategis tersebut, diperlukan arahan yang jelas mengenai rencana dan implementasinya ke depan, sehingga perbankan nasional akan memiliki pijakan yang jelas bagaimana mereka harus menyesuaikan rencana bisnis mereka agar supaya sejalan dengan arahan yang akan dicapai industri perbankan ke depan. Penyusunan Arsitektur Perbankan saat ini Untuk memenuhi tuntutan perubahan-perubahan tersebut, Bank Indonesia saat ini sedang menyusun blueprint perbankan nasional yang lebih dikenal dengan istilah Arsitektur Perbankan Nasional (API). Penyusunan banking landscape tersebut merupakan suatu upaya terpadu yang menyangkut seluruh aspek perbankan dari A sampai Z sehingga diharapkan seluruh permasalahan yang terkait dengan perbankan telah terakomodir semuanya. Seperti halnya negara-negara lain yang telah memiliki banking landscape, permasalahan yang diakomodir dalam arsitektur perbankan Indonesia bersifat menyeluruh. Dalam menyusun API tersebut, Bank Indonesia telah memiliki kerangka dasar yang jelas yang dirumuskan dalam bentuk enam pilar seperti dalam gambar dibawah ini. 6 Pilar Arsitektur Perbankan Indonesia Sistem Pengawasan Perbankan Sistem Pengaturan Perbankan Struktur Perbankan Yang Sehat Industri Perbankan Yang Kuat Infrastruktur Perbankan Perlindungan Konsumen

8 Kerangka dasar dalam bentuk enam pilar tersebut nantinya akan dituangkan lebih lanjut dalam bentuk rekomendasi kebijakan mengenai arah yang akan ditempuh untuk masing-masing pilar diatas. Selanjutnya rekomendasi tersebut akan dijabarkan secara lebih konkrit dalam bentuk action plans yang pencapaiannya dilakukan dalam waktu 10 tahun ke depan.