II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

PERENCANAAN LANSKAP GUNUNG KAPUR CIBADAK CIAMPEA BOGOR SEBAGAI KAWASAN WISATA TERPADU PUPUT NOVIANA

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Wisata Pengertian Wisata

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA

II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK

II. TINJAUAN PUSTAKA

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

Prioritas Ekosistem Karst Dengan Perkembangan Ekonomi Masyartakat

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

TAHAPAN KEGIATAN ARL PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI ANALISIS TAPAK/LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran

PENDAHULUAN Latar Belakang

ARSITEKTUR LANSKAP ANALISIS TAPAK TAHAPAN KEGIATAN ARL 9/7/2014 ARL 200. Departemen Arsitektur Lanskap CONTOH ANALISIS TAPAK

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

TINJAUAN PUSTAKA. Secara spesifik lansekap adalah suatu areal lahan atau daratan yang memiliki kualitas

LANSKAP. Mempunyai karakter (tropis, temperate; gurun, gunung, pantai; rural, urban; oriental, western; tradisional/etnik, modern, dll) time

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. UMUM. Sejalan...

TINJAUAN PUSTAKA Wisata dan Pariwisata Pariwisata Berkelanjutan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

I-1 BAB I PENDAHULUAN

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

19 Oktober Ema Umilia

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

BAB I PENDAHULUAN. tempat ini ramai dikunjung oleh wisatawan baik dari dalam maupun dari luar

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN JUDUL Fasilitas Out Bound Pengembangan Obyek Wisata Suban

Transkripsi:

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut. Dalam hal ini indera manusia memegang peranan penting dalam merasakan suatu lanskap. Menurut Hubbard dan Kimball dalam Laurie (1990), arsitektur lanskap adalah seni yang fungsi terpentingnya untuk menciptakan dan melestarikan keindahan lingkungan di sekitar tempat hidup manusia dan pada pemandangan alam yang lebih luas lagi. Setiap tempat memiliki bentukan dan karakter lanskap yang berbeda baik terbentuk secara alami ataupun buatan. Karakter lanskap alami terdiri atas banyak tipe, antara lain: gunung, bukit, lembah, hutan, padang rumput, aliran air, rawa, laut danau, dan padang pasir. Karakter ini terbentuk oleh adanya kesan harmoni atau kesatuan antara elemen-elemen lanskap yang ada di alam seperti suatu bentuk lahan, formasi batuan, vegetasi, dan fauna. Derajat dari harmoni atau kesatuan dari bermacam elemen lanskap tidak hanya diukur dari kesan menyenangkan yang akan ditimbulkan, tetapi juga dari ukuran kualitas yang disebut dengan keindahan. Keindahan dapat diartikan sebagai hubungan harmoni yang nyata dari keseluruhan komponen perasaan (Simonds, 1983). 2.2 Wisata Terpadu Menurut Organisasi Wisata Dunia dalam Holden (1991) wisata terdiri dari aktivitas perjalanan seseorang dan tinggal pada tempat di luar lingkungan mereka juga tidak berkaitan dengan liburan tahunan, bisnis, atau tujuan lain. Kawasan wisata memiliki keadaan alam dengan sumberdaya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Gunn, 1994). Aktifitas wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 80-160 km dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinitasnya menuju suatu tempat tertentu, dimana aktifitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada

5 pada tempat yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasikan keinginan mereka (Gunn, 1994). Menurut Susantio (2003) perlu dikembangkan jenis-jenis pariwisata sesuai kondisi suatu daerah. Misalnya wisata bahari/tirta, wisata sejarah, wisata arkeologi, wisata budaya, wisata agama, wisata ziarah, wisata kesehatan, wisata werdha (orang tua), wisata remaja, wisata perkebunan (wisata agro), wisata nostalgia, wisata pendidikan/ilmiah, wisata alam, wisata petualangan, wisata dirgantara, wisata berburu, wisata belanja, dan wisata industri. Adapun bentuk-bentuk wisata menurut Gunn (1994) dikembangkan dan direncanakan berdasarkan hal berikut: a. Kepemilikan (ownership) atau pengelolaa areal wisata tersebut yang dapat dikelompokkan ke tiga sektor yaitu badan pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan komersial. b. Sumberdaya, yaitu: alam dan budaya c. Perjalanan wisata/lama tinggal d. Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan atau di luar ruangan e. Wisata utama/wisata penunjang f. Daya dukung tapak dengan tingkat penggunaan pengunjung yaitu: intensif, semi intensif, dan ekstensif Wisata terpadu merupakan usaha memadukan berbagai jenis wisata dengan potensi wisata yang terdapat pada suatu kawasan. Wisata terpadu menjadi salah satu dari usaha wisata yang berkembang saat ini. Jenis wisata ini memadukan berbagai wisata yang dikemas dalam satu paket wisata. Kawasan wisata terpadu adalah suatu kawasan wisata yang menyediakan berbagai sarana, obyek dan daya tarik wisata serta jasa pariwisata yang terletak di suatu kawasan (Perda Batam, 2003). Banyak daerah di Indonesia yang telah mengembangkan wisata terpadu seperti Provinsi Banten dengan menawarkan cagar budaya, wisata air dan wisata taman batu di Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak. Selain daerah Banten adapula wisata terpadu yang ditawarkan di daerah Lamongan yaitu wisata terpadu bahari dimana menawarkan jenis wisata air. Selain kedua daerah tersebut banyak daerah yang mengembangkan jenis wisata ini, salah satu yang sudah berjalan adalah Batam. Dari setiap daerah yang telah

6 mengembangkan jenis wisata ini yang terpenting adalah perlunya suatu studi pendahuluan agar dalam mengembangkan kawasan ini tidak sulit karena masalah yang timbul di kawasan ini adalah masalah pengelolaan (Wisata nusantara.com, 2009). 2.3 Potensi Wisata Langkah pokok dalam melakukan kajian potensi objek dan daya tarik wisata adalah lewat identifikasi dan tidak terlepas dari objek tersebut. Daya tarik memiliki sifat relatif dan tergantung dari orang yang melihat, dalam hal ini wisatawan. Dengan demikian, menarik tidaknya suatu objek berkaitan erat dengan latar belakang budaya wisatawan, dan ini perlu diperhatikan pada saat tahap identifikasi objek wisata (Raharjana, 2009). Menurut Raharjana (2009) ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan berkenaan dengan daya tarik dari suatu objek wisata. Aspek-aspek ini merupakan sisi objek yang dapat dikatakan menarik. Beberapa diantaranya adalah: (1) Keunikan Suatu objek wisata biasanya menjadi menarik antara lain karena keunikannya, kekhasannya, keanehannya. Artinya objek ini sulit didapatkan kesamaannya atau tidak ada dalam masyarakat-masyarakat yang lain. Aspek keunikan ini seringkali terkait dengan sejarah dari objek itu sendiri, baik itu sejarah dalam arti yang sebenarnya maupun sejarah dalam arti yang lebih mitologis. Oleh karena itu dalam mengidentifikasi objek-objek wisata aspek keunikan ini perlu diperhatikan, karena ini dapat menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan. (2) Estetika Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah aspek keindahan, dan ini merupakan unsur yang paling penting dari suatu objek wisata untuk dapat menarik wisatawan. Aspek keindahan ini sangat perlu diperhatikan dalam proses pengembangan suatu objek wisata. Suatu objek yang tidak unik dapat saja menarik banyak wisatawan karena keindahan yang dimilikinya. Bilamana

7 keindahan ini menjadi sangat menonjol, maka keindahan tersebut kemudian menyatu dengan keunikan, dan membuat objek tersebut semakin menarik. (3) Keagamaan Suatu objek wisata bisa saja tidak unik, tidak menarik, namun mempunyai nilai keagamaan yang tinggi. Artinya, objek tersebut dipercaya sebagai objek yang bersifat suci, wingit, atau mempunyai kekuatan supernatural tertentu, yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Aspek keagamaan ini perlu diperhatikan ketika identifikasi dan promosi dilakukan, karena wisatawan tertentu seringkali tertarik oleh hal-hal semacam ini. (4) Ilmiah Suatu objek wisata juga dapat menarik banyak wisatawan karena nilai ilmiah atau nilai pengetahuan yang tinggi, yang dimilikinya, walaupun unsur unik, estetis, dan keagamaannya kurang. Namun demikian, nilai ilmiah yang tinggi dari objek wisata tersebut pada dasarnya juga merupakan bagian dari keunikannya. Aspek ilmiah ini juga perlu diperhatikan dalam proses identifikasi, pengembangan dan promosi objek wisata tersebut, karena ini merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menarik lebih banyak wisatawan. Daya tarik sebuah objek wisata akan semakin kuat bilamana berbagai elemen penarik tersebut hadir bersama-sama. Jika tidak, maka dalam proses pengembangan dan promosi elemen-elemen yang masih kurang menonjol hendaknya diperkuat lagi agar objek tersebut mampu menarik wisatawan lebih banyak lagi. Selanjutnya dalam mengidentifikasi suatu objek perlu memperhatikan tiga hal, yakni: kriteria atau patokan yang digunakan dalam identifikasi, metode identifikasi, dan dokumentasi hasil identifikasi. Bagian pertama, kriteria identifikasi didasarkan kepada sifat objek yang diidentifikasi. Berdasarkan sifatnya, objek wisata terbagi menjadi dua : a. Objek material (benda) Sebagai contoh, objek budaya material adalah objek-objek yang mencakup hasil perilaku manusia, seperti rumah, barang kerajinan, ataupun objek alam yang direkayasa manusia.

8 b. Objek non material (aktivitas) Objek non material sifatnya lebih mengarah pada aktivitas manusia, baik itu aktivitas yang rutin, ataupun yang jarang dilakukan dan berlangsung karena ada sesuatu atau waktu-waktu yang khusus. Kedua, metode identifikasi objek wisata yang dilakukan seperti halnya ketika melakukan penelitian diantaranya pengamatan dan survai lapangan, pengamatan dengan partisipasi observasi, dan wawancara mendalam. 4.4 Perencanaan Lanskap dan Proses Perencanaan Lanskap Perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur. Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang panjang dan terdiri dari bagian-bagian pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada satu bagian, maka akan mempengaruhi bagian yang lain (Simonds, 1983). Perencanaan tapak (lanskap) adalah suatu kompromi antara penyesuaian tapak dan adaptasi program terhadap kondisi tapaknya. Kemudian dijelaskan dengan lebih rinci bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu proses melengkapi, menempatkan dan menghubungkan program-program satu dengan lainnya, dengan kerusakan minimum, dilengkapi dengan imajinasi serta kepekaan terhadap implikasi-implikasi pada analisis tapak. Hubungan timbal balik antara program dan tapak akan menghasilkan rencana tata guna lahan. Rencana ini akan memperihatkan dimana program secara spesifik dapat ditampung dalam tapak dan bagaimana proyek tersebut dihubungkan dengan lingkungan di sekitarnya (Laurie, 1990). Perencanaan lanskap merupakan suatu penyesuaian antara lanskap dan program yang akan dikembangkan untuk menjaga ekosistem dan pemandangan lanskap sehingga tercapai penggunaan terbaik (Mars,1983). Perencanaan tapak adalah sebuah proses dimana analisa tapak dan persyaratan-persyaratan program untuk maksud kegunaan tapak dibahas secara bersama didalam proses sintesa yang kreatif. Elemen-elemen dan fasilitas-fasilitas ditempatkan pada tapak sesuai

9 dengan perhubungan fungsionalnya dan dalam suatu cara yang benar-benar tanggap terhadap karakteristik-karakteristik tapak dan wilayahnya (Laurie,1990). Nurisjah dan Pramukanto (1995) menyatakan bahwa pendekatan perencanaan harus efektif untuk menyediakan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi manusia dan penggunanya. Pada awal proses perencanaan dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan, dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia dan mengakomodasi berbagai kepentingan ke produk (lahan) yang direncanakan seperti antara lain untuk mengkreasikan dan merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai bentuk pelayanan sumber daya yang tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), pada awalnya, proses perencanaan dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia, dan mengakomodasikan berbagai kepentingan ini ke produk (lahan) yang direncanakan, seperti untuk mengkreasikan dan merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia. Pada tahapan perencanaan selalu terdapat kemungkinan adanya perubahan yang diakibatkan oleh penyesuaian kepentingan dan beberapa hal yang tidak dapat dihindari. Sejauh tetap menunjang tujuan yang direncanakan pada awal, perubahan-perubahan ini masih dapat ditoleransi atau diakomodasikan. Adapun tahapan dalam proses perencanan lanskap menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) : 1. Persiapan Tahap ini merupakan tahap awal sebelum memasuki tahapan proses perencanaan. Produk utama dari tahapan ini adalah suatu usulan kegiatan kerja, yang memuat : a. Jadwal kerja kegiatan perencanaan b. Rencana biaya pelaksanaan kegiatan perencanaan c. Produk perencanaan yang akan dihasilkan

10 2. Pengumpulan Data dan Informasi Pada tahap ini dikumpulkan semua data dan informasi pembentuk tapak serta data dan informasi lain yang diduga akan mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan dibuat pada tapak. Seluruh data yang dikumpulkan, dalam bentuk data primer maupun data sekunder, dapat berasal atau diukur secara fisik dari tapak sendiri atau dapat berasal dari luar tapak. Semua data yang terkumpul dapat disajikan dalam berbagai bentuk (gambar, peta, tulisan dan lainnya) sejauh memberikan informasi terpakai mengenai kondisi tapak. Data yang dikumpulkan dapat dibagi lima kelompok: a. Data fisik b. Data biota dan habitat c. Data sosial d. Data finansial e. Data mengenai berbagai peraturan dan undang-undang 3. Analisis Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dilakukan analisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan terhadap keindahan dan kelestarian rencana pada tapak/lahan tersebut sehingga dapat diketahui masalah, hambatan, potensi serta berbagai tingkat kerawanan dan kerapuhan dari lahan atau lanskap tersebut. Secara kualitatif deskriptif, data dikelompokkan menjadi kelompok yang menyajikan: a. Potensi tapak b. Kendala tapak c. Amenities tapak d. Danger signal tapak Secara kuantitatif, dihitung daya dukung dari sumberdaya yang akan dikembangkan untuk tujuan dan fungsi yang diinginkan. Suatu tapak atau lanskap sebaiknya dikembangkan sampai batas daya dukungnya terutama untuk menjaga kelestarian dan keindahan alamnya. Hasil dari analisis ini yaitu disajikannya berbagai kemungkinan atau alternatif pengembangan

11 tapak/lanskap, baik yang bersifat total maupun hanya merupakan bagian dari tapak direncanakan. 4. Sintesis Pada tahap ini, hasil yang diperoleh dari tahap analisis yang dikristalisasi dan dikembangkan sebagai input untuk mendapatkan rencana lanskap yang sesuai dengan tujuan dan program yang diinginkan. Hasil dari tahap sintesis adalah alternatif-alternatif rencana penggunaan lahan dengan berbagai kekuatan dan kelemahannya. 5. Perencanaan Lanskap Dari hasil sintesis ditentukan alternatif terpilih. Alternatif ini dapat berupa satu alternatif, modifikasi atau kombinasi dari beberapa alternatif pra perencanaan. Alternatif terpilih ini dinyatakan sebagai rencana lanskap (landscape plan), yang dapat disajikan dalam bentuk rencana lanskap total atau rencana tapak. Bentuk hasil akhir dari kegiatan perencanaan lanskap ini bukanlah suatu pendugaan atau pra konsep yang masih mentah, tetapi konsep yang dihasilkan merupakan suatu kumpulan kebijakan atau kriteria yang dapat mewakili nilai, aspirasi dan keinginan dari masyarakat yang menggunakan lanskap tersebut. 2.5 Perencanaan Lanskap Wisata Menurut Gunn (1994), perencanaan kawasan wisata merupakan proses pengintegrasian komponen-komponen kawasan yang meliputi daya tarik, pelayanan, informasi, transportasi dan promosi. Pada proses ini, ditujukan untuk memberikan kepuasan bagi para pengunjung, meningkatkan aspek ekonomi, melindungi sumberdaya alam dan integrasi aspek sosial ekonomi dari komuniti dan kawasan. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi pada semua aspek pengembangan wisata. Lebih lanjut dikatakan Gunn (1994) bahwa berdasarkan skala perencanaan kawasan wisata terbagi atas tiga yaitu skala tapak, skala tujuan dan skala regional. Pertama adalah skala tapak, yang telah banyak dilakukan pada tapak dengan luasan tertentu seperti pada resort, marina, hotel, taman dan tapak wisata lainnya.

12 Skala kedua adalah tujuan, dimana atraksi-atraksi wisata dikaitkan dengan keberadaan masyarakat sekitar, pemerintah daerah, dan sektor swasta juga dilibatkan. Skala yang ketiga adalah wilayah, dimana pengembangan lebih terarah pada kebijakan tata guna lahan yang terkait dengan jaringan transportasi, sumberdaya yang harus dilindungi dan dikembangkan sebagai daerah yang sangat potensial. Gunn (1994) juga mengungkapkan pengembangan daerah tujuan wisata harus memperhatikan semua sumberdaya alam dan budaya, serta lingkungan agar tidak terjadi degradasi. Pengembangan kawasan wisata harus selalu melindungi sumberdaya yang ada karena penting sekali bagi keberhasilan wisata, selain hal tersebut juga harus menonjolkan kualitas asli atau lokal dari suatu tempat. Perencanaan kawasan yang baik harus dapat melindungi badan air dan menjaga air tanah, mengkonservasi hutan, dan sumberdaya mineral, menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk aktifitas rekreasi dan suaka margasatwa, serta dapat melindungi tapak yang memiliki keindahan dan ekologis (Simond, 1983). 2.6 Karst Karst adalah jenis batuan gamping yang telah mengalami proses pelarutan dengan batuan asam karbonat dan asam lainnya sebagai hasil dari proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan di atasnya. Pembentukan Fisiografis secara umum berupa bukit-bukit dengan besar dan ketinggian yang beragam. Ciri khas bentang alam ini selain pembukitan, adanya dekokan/cekungan dengan berbagai ukuran. Pengasatan permukaan yang terganggu, serta gua dan sistem pengasatan bawah tanah. Perlindungan kawasan karst dan gua-gua di bawahnya dalam UU No. 24 th 1992 bahwa yang termasuk kawasan lindung diantaranya kawasan resapan air dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan (pasal 7) yang merupakan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan dibawahnya (pasal 3) (Rahmadi, 2007). Menurut Purnomo (2005), Topografi karst adalah bentukan rupa bumi yang unik dengan kenampakan atau fenomena khas akibat proses pelarutan dan pengendapan kembali CaCO 3 diatas dan dibawah permukaan bumi. Selain itu,

13 bentang alam seperti karst juga dapat terjadi dari proses pelapukan, hasil kerja hidrolik misalnya pengikisan, pergerakan tektonik, pencairan es dan evakuasi dari batuan beku (lava). Karena proses utama pembentukanya bukan pelarutan, maka bentang alam demikian disebut pseudokarst. Sementara itu karst yang terbentuk oleh pelarutan disebut truekarst. Lebih Lanjut dikatakan Purnomo (2005), salah satu potensi yang ada di daerah karst adalah air bawah tanah yang tersimpan dalam bentukan morfologi karst, dimana batuan karbonat bertindak sebagai akuifer dengan jumlah penyimpanan air tanah yang melebihi akifer jenis lain. Air tanah merupakan salah satu unsur sumber daya alam ( Natural Resources ) yang sangat penting keberadaanya untuk kehidupan makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan) karena menunjang berbagai aktivitas kehidupan. Maka dari itu pengoptimalan pemanfaatan dan perlindungan karst dengan pembagian daerah karst perlu diperhatikan untuk menunjang kelestarian daerah karst.