MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaks

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) IDENTIFIKASI MASALAH-MASALAH KETERTINGGALAN KABUPATEN DAERAH TERTINGGAL

Angka harapan hidup (jumlah rata-rata tahun. Jumlah infrastruktur kesehatan per Persentase jumlah desa di suatu kabupaten

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI. SAMBUTAN... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN...

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 37, Tam

2016, No b. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan

2016, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah

, No.1993 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahu

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan dala

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12,

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5724); 2. Peraturan Presi

2017, No Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah beberapa kali diub

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PMK.07/2015 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA TAHUN 2007

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

-2- tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2011

PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2016, No provinsi/kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2015, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/PMK.011/2013 TENTANG

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2015, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2016 (Lembaran Negara Republik Ind

2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

2017, No dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6

PERATURAN MENTERl KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016

TENTANG PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2006

-2-3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERJKEUANGAN REPUBUK JNDONESJA SALIN AN TENT ANG DA A OPERASIONAL BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN TAHUN 2017

2017, No Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2017; Mengingat : 1. Undang

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan.

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambah

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

2017, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pembinaan terhadap

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Per

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Ta

2017, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pe

2016, Mengingat. : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,

, No dan/atau Wilayah Perbatasan, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

2015, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal Daerah yang selanjutnya disebut Kapasitas Fiskal adalah g

2016, No c. bahwa usulan perubahan terhadap tarif layanan Badan Layanan Umum Politeknik Kesehatan Jakarta II pada Kementerian Kesehatan, telah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1

2016, No Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 107/M-IND/ PER/11/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian (Berita N

, No.2057 tentang Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Tahun Anggaran 2013 dan Tahun Anggaran 2014 Menurut Provinsi/Ka

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

2016, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pen

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

2016, No c. bahwa Menteri Kesehatan melalui Surat Nomor: KU.01.01/III/2772/2015 tanggal 30 Desember 2015, telah mengajukan usulan perubahan ter

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.24/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

2016, No tanaman yang menghasilkan penerimaan negara bukan pajak royalti atas hak perlindungan varietas tanaman; d. bahwa berdasarkan pertimban

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BIMA PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KOTA BIMA TAHUN

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

-2- No.1928, 2015 d. bahwa usulan tarif layanan Badan Layanan Umum Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan Tegal pada Kementerian Perhubungan sebaga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENENTUAN INDIKATOR DALAM PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL SECARA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, perlu menetapkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tentang Petunjuk Teknis Penentuan Indikator Dalam Penentuan Daerah Tertinggal Secara Nasional; : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);

- 2-3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 264), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5598); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENENTUAN INDIKATOR PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL SECARA NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. 2. Daerah Tertentu adalah daerah yang memiliki karakteristik tertentu, seperti daerah rawan pangan, rawan bencana, perbatasan, terdepan, terluar dan pasca konflik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

- 3-3. Kriteria adalah kumpulan indikator pada suatu bidang atau dimensi tertentu dan mempunyai nilai bobot tertentu yang dijadikan sebagai dasar penentuan daerah tertinggal. 4. Indikator adalah angka atau variabel statistik yang menjelaskan tentang suatu keadaan tertentu yang dipakai sebagai dasar penentuan daerah tertinggal. 5. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. 6. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). 7. Pengeluaran konsumsi perkapita adalah Pengeluaran konsumsi perkapita adalah jumlah konsumsi yang dikeluarkan mencerminkan jumlah pendapatan dari rumah tangga dan menjadi salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesejahteraan di suatu wilayah. 8. Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan jumlah tahun hidup dari individu yang berdiam di suatu wilayah dari sekelompok makhluk hidup tertentu. 9. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah jumlah tahun belajar penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal (tidak termasuk tahun yang mengulang). Untuk menghitung Rata-rata Lama Sekolah dibutuhkan informasi: a. partisipasi sekolah; b. jenjang dan jenis pendidikan yang pernah/sedang diduduki; c. ijasah tertinggi yang dimiliki; dan d. tingkat/kelas tertinggi yang pernah/sedang diduduki. 10. Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari.

- 4-11. Prasarana dan Sarana Wilayah adalah kelengkapan dasar fisik wilayah yang memungkinkan wilayah dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 12. Persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas aspal/beton adalah jumlah desa yang memiliki jalan terluas aspal dalam suatu kabupaten. 13. Persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas diperkeras adalah jumlah desa yang memiliki jalan utama terluas dalam suatu kabupaten. 14. Persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas tanah adalah jumlah desa yang memiliki jalan terluas tanah dalam suatu kabupaten. 15. Jumlah sarana dan prasarana kesehatan per 1000 penduduk adalah jumlah sarana dan prasarana kesehatan. 16. Jumlah sarana dan prasarana pendidikan dasar per 1000 penduduk adalah jumlah sarana dan prasarana pendidikan dasar. 17. Jumlah Dokter per 1000 penduduk adalah jumlah Dokter suatu kabupaten. 18. Persentase rumah tangga pengguna telepon adalah Jumlah rumah tangga pengguna telepon dalam suatu kabupaten dibagi dengan 100%. 19. Persentase rumah tangga pengguna listrik adalah Jumlah rumah tangga pengguna listrik dalam suatu kabupaten dibagi dengan 100%. 20. Persentase rumah tangga pengguna air bersih adalah Jumlah rumah tangga Pengguna air bersih dalam suatu kabupaten dibagi dengan 100%. 21. Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) adalah Selisih antara Penerimaan Umum Daerah (PAD, DAU dan DBH) dengan Belanja Pegawai (Gaji PNSD), KKD menggambarkan kemampuan keuangan yang dimiliki daerah untuk melakukan pembangunan di daerahnya.

- 5-22. Aksesibilitas adalah keadaan atau ketersediaan hubungan dari satu tempat ke tempat lainnya atau kemudahan seseorang atau kendaraan untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman, serta kecepatan yang wajar. 23. Desa gempa bumi adalah Jumlah desa dengan keberadaan gempa bumi dan yang mengalami gempa bumi selama 3 tahun terakhir di bagi dengan 100%. 24. Desa tanah longsor adalah Jumlah desa dengan keberadaan tanah longsor dan yang mengalami tanah longsor selama 3 tahun terakhir di bagi dengan 100%. 25. Desa banjir adalah Jumlah desa yang mengalami banjir selama 3 tahun terakhir di bagi dengan 100%. 26. Desa bencana lainnya adalah Jumlah desa yang mengalami bencana lainnya selama 3 tahun terakhir di bagi dengan 100%. 27. Desa di kawasan hutan lindung adalah Jumlah desa yang memiliki kawasan hutan lindung di bagi dengan 100%. 28. Desa berlahan kritis adalah Jumlah desa yang memiliki lahan kritis di bagi dengan 100%. 29. Desa konflik adalah Jumlah desa yang mengalami konflik selama 1 tahun terakhir di bagi dengan 100%. 30. Indeks Komposit adalah penjumlahan nilai Indikator yang dihitung untuk penentuan daerah tertinggal.

- 6 - BAB II KRITERIA DAN INDIKATOR PENENTU DAERAH TERTINGGAL Bagian Pertama Kriteria Pasal 2 (1) Suatu daerah ditetapkan sebagai daerah tertinggal berdasarkan kriteria: a. perekonomian masyarakat; b. sumber daya manusia; c. sarana dan prasarana; d. kemampuan keuangan daerah; e. aksesibilitas; dan f. karakteristik daerah. (2) Selain berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipertimbangkan karakteristik daerah tertentu. (3) Karakteristik daerah tertentu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. jumlah desa tertinggal; b. daerah rawan pangan; c. daerah perbatasan; d. daerah rawan bencana; e. daerah pasca konflik; dan f. daerah pulau kecil dan terluar.

- 7 - Bagian Kedua Indikator Pasal 3 Kriteria perekonomian masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a terdiri dari indikator: a. persentase penduduk miskin; dan b. pengeluaran konsumsi per kapita. Pasal 4 Kriteria sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b terdiri dari indikator: a. angka harapan hidup; b. rata-rata lama sekolah; dan c. angka melek huruf. Pasal 5 Kriteria sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c terdiri dari indikator: a. persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas aspal/beton; b. persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas diperkeras; c. persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas tanah; d. persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas lainnya; e. persentase rumah tangga pengguna telepon; f. persentase rumah tangga pengguna listrik; g. persentase rumah tangga pengguna air bersih; h. persentase desa yang mempunyai pasar tanpa bangunan permanen/semi permanen;

- 8 - i. jumlah sarana dan prasarana kesehatan per 1000 penduduk; j. jumlah dokter per 1000 penduduk; dan k. jumlah SD dan SMP per 1000 penduduk. Pasal 6 Kriteria kemampuan keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d terdiri dari indikator kemampuan keuangan daerah. Pasal 7 Kriteria aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e terdiri dari indikator: a. rata-rata jarak dari kantor desa ke kantor kabupaten yang membawahi; b. persentase desa dengan jarak pelayanan kesehatan 5 km; dan c. rata-rata jarak dari desa ke pusat pelayanan pendidikan dasar. Pasal 8 Kriteria karakteristik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f terdiri dari indikator: a. persentase desa gempa bumi; b. persentase desa tanah longsor; c. presentase desa banjir; d. persentase desa bencana lainnya; e. persentase desa di kawasan hutan lindung; f. persentase desa berlahan kritis; dan g. persentase desa konflik satu tahun terakhir.

- 9 - Bagian Ketiga Kategori Daerah Tertinggal Pasal 9 Berdasarkan kriteria dan indikator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 akan menghasilkan daerah tertinggal dengan kategori: a. berpotensi maju; b. agak tertinggal; c. tertinggal; d. sangat tertinggal; dan e. parah. Bagian Keempat Sumber Data Kriteria dan Indikator Pasal 10 (1) Penyedia data yang dijadikan dasar untuk pengukuran kriteria dan indikator adalah Badan Pusat Statistik baik di tingkat pusat maupun daerah dan Kementerian Keuangan. (2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maksimal 2 tahun berjalan sebelum penetapan daerah tertinggal. BAB III DISTRIBUSI BOBOT KRITERIA DAN INDIKATOR Bagian Pertama Bobot Kriteria Pasal 11 Bobot kriteria daerah tertinggal sebagaimana dimaksud

- 10 - dalam Pasal 2 ayat (1) didistribusikan dengan rincian sebagai berikut: a. 20% (dua puluh persen) untuk kriteria perekonomian masyarakat; b. 20% (dua puluh persen) untuk kriteria sumber daya manusia; c. 20% (dua puluh persen) untuk kriteria sarana dan prasarana; d. 10% (sepuluh persen) untuk kriteria kemampuan keuangan daerah; e. 20% (dua puluh persen) untuk kriteria aksesibilitas; dan f. 10% (sepuluh persen) untuk kriteria karakteristik daerah. Bagian Kedua Bobot Indikator Pasal 12 20% (dua puluh persen) untuk bobot kriteria perekonomian masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a didistribusikan ke dalam indikator: a. persentase penduduk miskin sebesar 10% (sepuluh persen); dan b. pengeluaran konsumsi perkapita sebesar 10% (sepuluh persen). Pasal 13 20% (dua puluh persen) untuk bobot kriteria sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b didistribusikan ke dalam indikator: a. angka harapan hidup sebesar 10 % (sepuluh persen); b. rata-rata lama sekolah sebesar 5 % (lima persen ); dan c. angka melek huruf sebesar 5 % (lima persen).

- 11 - Pasal 14 20% (dua puluh persen) untuk bobot kriteria sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c didistribusikan ke dalam indikator: a. persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas aspal/beton sebesar 1,5% (satu koma lima persen); b. persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas diperkeras sebesar 1,5% (satu koma lima persen); c. persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas tanah sebesar 1,5% (satu koma lima persen); d. persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas lainnya sebesar 1,5% (satu koma lima persen); e. persentase rumah tangga pengguna telepon sebesar 2% (dua persen); f. persentase rumah tangga pengguna listrik sebesar 2% (dua persen); g. persentase rumah tangga pengguna air bersih sebesar 2% (dua persen); h. persentase desa yang mempunyai pasar tanpa bangunan permanen/semi permanen sebesar 2% (dua persen); i. jumlah sarana dan prasarana kesehatan per 1000 penduduk sebesar 2% (dua persen); j. jumlah dokter per 1000 penduduk sebesar 2% (dua persen); dan k. jumlah SD dan SMP per 1000 penduduk sebesar 2% (dua persen).

- 12 - Pasal 15 20% (dua puluh persen) untuk bobot kriteria aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e didistribusikan ke dalam indikator: a. rata-rata jarak dari kantor desa ke kantor kabupaten yang membawahi sebesar 6,67% (enam koma enam tujuh persen); b. persentase desa dengan jarak pelayanan kesehatan 5 km sebesar 6,67% (enam koma enam tujuh persen); dan c. rata-rata jarak dari desa ke pusat pelayanan pendidikan dasar sebesar 6,67% (enam koma enam tujuh persen). Pasal 16 10% (sepuluh persen) untuk bobot kriteria karakteristik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf f didistribusikan ke dalam indikator: a. persentase desa gempa bumi sebesar 1,43% (satu koma empat tiga persen); b. persentase desa tanah longsor sebesar 1,43% (satu koma empat tiga persen); c. peresentase desa banjir sebesar 1,43% (satu koma empat tiga persen); d. persentase desa bencana lainnya sebesar 1,43% (satu koma empat tiga persen); e. persentase desa di kawasan hutan lindung sebesar 1,43% (satu koma empat tiga persen); f. persentase desa berlahan kritis sebesar 1,43% (satu koma empat tiga persen); dan g. persentase desa konflik 1 tahun terakhir sebesar 1,43% (satu koma empat tiga persen).

- 13 - BAB IV MENENTUKAN ARAH KETERTINGGALAN Pasal 17 (1) Dalam menentukan arah ketertinggalan suatu daerah diukur berdasarkan indeks komposit positif dan negatif yang nilainya diantara +1 (positif satu) dan -1 (negatif satu) pada kriteria. (2) Indeks komposit positif +1 (positif satu) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diartikan semakin tinggi indeks suatu kriteria, maka keadaan kriteria tersebut semakin buruk dan semakin buruk keadaan suatu daerah. (3) Indeks komposit negatif -1 (negatif satu) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diartikan semakin rendah indeks suatu kriteria, maka keadaan kriteria tersebut semakin baik dan semakin baik keadaan suatu daerah. Pasal 18 (1) Kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (2), tercermin dalam indikator persentase penduduk miskin, persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas tanah, persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas lainnya, persentase desa yang mempunyai pasar tanpa bangunan permananen/semi permanen, rata-rata jarak kantor desa ke kabupaten, pesentase desa dengan jarak ke pelayanan kesehatan 5 Km, rata-rata jarak desa dengan pelayanan pendidikan dasar, persentase desa gempa bumi, persentase desa tanah longsor, presentase desa banjir, persentase desa bencana lainnya, persentase desa di kawasan hutan lindung, persentase desa berlahan kritis, dan persentase desa konflik 1 tahun terakhir.

- 14 - (2) Kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (3) tercermin dalam kriteria pengeluaran konsumsi per kapita, angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas aspal/beton, persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas diperkeras, persentase rumah tangga pengguna telepon, persentase rumah tangga pengguna listrik, persentase rumah tangga pengguna air bersih, jumlah sarana dan prasarana kesehatan per 1000 penduduk, jumlah dokter per 1000 penduduk, dan jumlah SD dan SMP per 1000 penduduk, dan Kemampuan Keuangan Daerah. BAB V TATA CARA PENGHITUNGAN Pasal 19 (1) Tata Cara Penghitungan kabupaten daerah tertinggal dan klasifikasi kabupaten daerah tertinggal ada pada lampiran peraturan ini. (2) Seluruh isi lampiran merupakan satu kesatuan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini. BAB VI JENIS DATA DAN SUMBER DATA Pasal 20 (1) Dalam hal perhitungan sebagaimana dimaksud pasal 19 menggunakan jenis data Potensi Desa (PODES), data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Kemampuan Keuangan Daerah (KKD).

- 15 - (2) Untuk ketersediaan data sebagaimana ayat (1) sumber data yang digunakan maksimal 3 (tiga) tahun terakhir. (3) Untuk data PODES dan SUSENAS yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan KKD berasal dari Kementerian Keuangan. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21 (1) Daerah otonom baru hasil pemekaran sebelum diatur dalam Peraturan Menteri ini, dapat dilakukan pengkajian ketertinggalan daerah dengan berpedoman pada indikator sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. (2) Daerah otonom baru hasil pemekaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang datanya tidak tersedia untuk pengukuran ketertinggalan suatu daerah dapat menggunakan data yang berasal dari daerah induknya.

- 16 - BAB VIII PENUTUP Pasal 22 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Salinan sesuai aslinya pada tanggal 3 Maret 2016 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Kepala Biro Hukum, Organisasi, MENTERI DESA, PEMBANGUNAN dan Tata Laksana DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, Eko Bambang Riadi ttd. MARWAN JAFAR Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Maret 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 357

- 17 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENENTUAN INDIKATOR DAN KRITERIA PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL SECARA NASIONAL METODOLOGI PENENTUAN DAERAH TERTINGGAL Metodologi penentuan daerah (kabupaten) tertinggal atau tidak tertinggal dilakukan melalui 6 (enam) tahapan, yaitu i) penentuan populasi, ii) penentuan indikator yang menentukan ketertinggalan daerah, iii) standarisasi nilai indikator, iv) penentuan bobot dan arah indikator, v) penghitungan indeks komposit, dan vi) penentuan klasifikasi kabupaten. Berikut adalah penjelasan secara rinci masing-masing tahapan dalam penentuan kabupaten tertinggal. 1. Penentuan Indikator Ketertinggalan. Indikator yang digunakan untuk menentukan ketertinggalan kabupaten dalam Rencana Pembangnan Jangka Menengah (RPJMN) 2009-2014 terdiri 27 indikator yang dikelompokkan dalam 6 kriteria, yaitu ekonomi (2 indikator), sumber daya manusia (3 indikator), infrastruktur (11 indikator), aksesibilitas (3 indikator), karakteristik daerah (6 indikator), dan kemampuan keuangan daerah (1 indikator). Rincian 6 kriteria dan 27 indikator secara lengkap akan diuraikan pada bab selanjutnya. 2. Standarisasi Nilai Indikator. Seperti diketahui bahwa 27 indikator yang digunakan dalam penentuan daerah tertinggal mempunyai nilai dengan ukuran yang berbeda-beda, diantaranya adalah persentase, km, rupiah, dan tahun. Secara rinci ukuran nilai masing-masing indikator dapat dilihat dari Tabel A1.Terkait dengan nilai indikator yang mempunyai ukuran berbeda, maka nilai-nilai indikator tersebut tidak bisa digabung (dijumlahkan atau dikurangkan). Agar nilai-nilai indikator tersebut dapat dijumlahkan atau dikurangkan maka perlu dilakukan suatu standarisasi nilai indikator.

- 18 - Menggunakan model statistik, nilai-nilai indikator yang mempunyai ukuran berbeda dapat distandarisasi dengan cara menghitung Z-score untuk masing-masing indikator dengan rumus dasar sebagai berikut: dimana, Z = x µ σ... (1) Z : nilai indikator yang telah distandarisasi x : nilai asal indikator yang distandarisasi µ : rata-rata nilai asal indikator yang distandarisasi σ : simpangan baku nilai asal indikator yang distandarisasi Agar setiap indikator dapat distandarisasi, maka masing-masing nilai indikator harus dihitung rata-rata dan simpangan baku dari seluruh kabupaten (tidak termasuk kota). Rumus penghitungan rata-rata dan simpangan baku untuk masingmasing indikator : Rata-rata setiap nilai indikator µ j = x i,j i =1 N N t.. (2) Simpangan baku setiap nilai indikator:σ j = N i =1 (x i,j µ j )2....(3) di mana: µ j = rata-rata indikator ke-j σ j = simpangan baku indikator ke-j N = jumlah seluruh kabupaten (tidak termasuk kota) x i,j = nilai indikator j pada kabupaten ke i i = 1, 2,..., N j = 1, 2,..., 27 (indikator 1 sampai dengan indikator 27) Menggunakan rumus umum persamaan (1) dan persamaan (2) dan (3) maka nilai masing-masing indikator distandardisasi menggunakan rumus: N Indikator terstandardisasi: z i,j = x i,j µ j σ j.....(4) di mana: z i,j = nilai indikator ke-j (standardized) dari kabupaten ke-i xi,j = nilai indikator ke-j dari kabupaten ke-i

- 19 - i = 1, 2,3, N (jumlah seluruh kabupaten) j = 1, 2,3.., 27 (jumlah indikator) Dengan telah distandarisasinya nilai masing-masing indikator dari xi,j menjadi zi,j, maka nilai zi,j dapat dijumlah atau dikurangi karena ukurannya sudah dihilangkan 3. Penentuan Bobot dan Arah Indikator Setiap indikator yang telah distandarisasi (dihilangkan ukuran nilianya) dapat digabung (dijumlahkan/dikurangkan) untuk penghitungan indeks komposit. Seperti diketahui bahwa 27 indikator tersebut dikelompokkan mejadi 6 kriteria, yaitu infrastruktur (11 indikator), aksesibilitas (3 indikator), karakteristik daerah (7 indikator), ekonomi (2 indikator), sumber daya manusia (3 indikator), dan kapasitas keuangan daerah (1 indikator). Untuk penghitungan indeks komposit, setiap kriteria dan indikator diberi bobot oleh Tim berdasarkan hasil diskusi dan exercise perhitungan indikator menggunakan data Susenas 2010, 2011, dan Kapasitas Keuangan daerah 2012. Total bobot untuk 6 kriteria dan 27 indikator adalah 1,00 atau 100 persen. Bobot untuk masing-masing kriteria tidak semuanya sama, ada yang 0,20 atau 20 persen (Infrastruktur, Aksesibilitas, Ekonomi, dan Sumber Daya Manusia), sedangkan untuk Karakteristik daerah dan Celah Fiskal/KKD masing-masing diberi bobot masing-masing 0,10 atau 10 persen. Oleh karena banyaknya indikator untuk masing-masing kriteria tidak sama, maka bobot untuk setiap indikator dapat berbeda. Secara lengkap bobot dan arah masing-masing indikator menurut kriteria dapat dilihat pada Tabel berikut.

- 20 - Tabel 1. Daftar Bobot 6 Kriteria dan 27 Indikator dalam Penghitungan Indeks Komposit Kabupaten Daerah Tertinggal No Kode Nama Indikator/Variabel Arah Bobot Sumber Data 1. Kriteria Infrastruktur 0,200 BPS, 1 V01 Jumlah desa dengan permukaan jalan terluas aspal Negatif 0,015 BPS, 2 V02 Jumlah desa dengan permukaan jalan terluas diperkeras Positif 0,015 BPS, 3 V03 Jumlah desa dengan permukaan jalan terluas tanah Positif 0,015 BPS, 4 V04 Jumlah desa dengan permukaan jalan terluas lainnya Negatif 0,015 BPS, 5 V05 Jumlah desamempunyai pasar tanpa bangunan permanen Positf 0,020 BPS, 6 V06 Jumlah prasarana kesehatan per 1000 penduduk Negatif 0,020 BPS, 7 V07 Jumlah dokter per 1000 penduduk Negatif 0,020 BPS, 8 V08 Jumlah SD/SMP per 1000 penduduk Negatif 0,020 BPS, 9 V09 Persentase Rumahtangga Pengguna Listrik Negatif 0,020 BPS, Susenas 10 V10 Persentase Rumahtangga Pengguna Telepon Negatif 0,020 BPS, Susenas 11 V11 Persentase Rumahtangga Pengguna Air Bersih Negatif 0,020 BPS, Susenas 2. Kriteria Aksesibilitas 0,200 9 V09 Rata-rata jarak Kantor Desa ke Kantor Kabupaten Positif 0,067 BPS, 10 V10 Jumlah desa dengan akses ke pelayanan kesehatan > 5 km Positif 0,067 BPS, 11 V11 Akses ke pelayanan kesehatan (km) Positif 0,067 BPS,

- 21-3. Kriteria Karakteristik Daerah 0,100 12 V12 Persentase jumlah desa terkena bencana gempa bumi Positif 0,0143 BPS, 13 V13 Persentase jumlah desa terkena bencana tanah longsor Positif 0,0143 BPS, 14 V14 Persentase jumlah desa terkena bencana banjir Positif 0,0143 BPS, 15 V15 Persentase desa dengan terkena bencana lainnya Positif 0,0143 BPS, 16 V16 Persentase desa di kawasan hutan lindung Positif 0,0143 BPS, 17 V17 Persentase desa mempunyai lahan kritis Positif 0,0143 BPS, 18 V18 Persentase desa yang mempunyai konflik Positif 0,0143 BPS, 4. Kriteria Ekonomi 0,200 19 V19 Persentase Penduduk Miskin Positif 0,100 BPS, Susenas 20 V20 Pengeluaran Penduduk Perkapita Negatif 0,100 BPS, Susenas 5. Kriteria Sumber Daya Manusia 0,200 21 V21 Angka Harapan Hidup Negatif 0,100 BPS, Susenas 22 V22 Rata-rata Lama Sekolah Negatif 0,050 BPS, Susenas 23 V23 Angka Melek Huruf Negatif 0,050 BPS, Susenas 6. Kiteria Kemampuan Keuangan Daerah 0,100 (KKD) 27 V27 Kemampuan Keuangan Daerah Negatif 0,100 Kemen keu Jumlah Bobot 1,000

- 22-4. Penghitungan Indeks Komposit. Klasifikasi kabupaten termasuk daerah tertinggal atau tidak tertinggal ditentukan oleh besaran indeks komposit (IK) kabupaten yang merupakan penjumlahan dari 27 nilai indikator yang telah distandarisasi (standardized indicator) dikalikan dengan bobot masing-masing indikator. Mengacu pada persamaan (4) dan memperhatikan bobot masing-masing indikator, maka indeks komposit untuk masing-masing kabupaten dihitung menggunakan rumus berikut : IKi = 27 j =1 z i,j a j *bj...(5) di mana: IKi = indeks komposit kabupaten ke-i aj= arah indikator (+1 atau -1) ke-j bj= nilai bobot/penimbang masing-masing indikator ke-j z i,j = nilai indikator j yang telah distandarisasi dari kabupaten ke-i i = 1, 2,3..., N (jumlah seluruh kabupaten) j = 1, 2, 3..., 27 (jumlah indikator). 5. Penentuan Klasifikasi Kabupaten Klasifikasi kabupaten termasuk tertinggal atau tidak tertinggal ditentukan berdasarkan hasil perhitungan indeks komposit dari nilai 27 standardized indicators masing-masing kabupaten. Secara runtut tahapan penentuan klasifikasi kabupaten adalah sebagai berikut: a. Menggunakan persamaan (4), hitung zi,j (standardized indicators) untuk indikator ke-j dari kabupaten ke-i, dimana j : 1,2,3,...,27 (jumlah indikator) dan i : 1,2,3..., N (jumlah seluruh kabupaten). b. Menggunakan persamaan (5), hitung indeks komposit masing-masing kabupaten (IKi). c. Hitung nilai selang indeks komposit Kabupaten (NSK) = IKmaks IKmin. d. Tentukan banyaknya kategori (n) kelompok/kelas kabupaten yang diinginkan. Dalam hal ini n=5 karena kabupaten dikategorikan menjadi5 kelas/kelompok, yaitu potensi maju, agak tertinggal, tertinggal, sangat tertinggal, dan parah. e. Hitung interval (I) = NSK/n. f. Hasil kategori kabupaten sebagai berikut:

- 23 - Kelompok kabupaten berpotensi maju, apabila IKmin (IKi ) < IKmin+ I Kelompok kabupaten agak tertinggal, apabila IKmin + I (IKi) < IKmin + 2I Kelompok kabupaten tertinggal, apabila IKmin + 2I (IKi) < IKmin +3I Kelompok kabupaten sangat tertinggal, apabila IKmin (IKi) < IKmin + 4I Kelompok kabupaten parah, apabila IKmin + 4I (IKi ) IKmaks MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, ttd. MARWAN JAFAR Salinan sesuai aslinya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Kepala Biro Hukum, Organisasi, dan Tata Laksana Eko Bambang Riadi