LAPORAN KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/ PENGAMBILAN KEPUTUSAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL, 9 SEPTEMBER 2008
LAPORAN KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II / PENGAMBILAN KEPUTUSAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT PARIPURNA Selasa, 9 September 2008 Assalamu'alaikum Wr.Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang terhormat Saudara Pimpinan Rapat Paripurna; Yang terhormat para Anggota DPR RI; Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM selaku Wakil Pemerintah; dan hadirin yang kami muliakan. Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas perkenan-nya kita dapat menghadiri Rapat Paripurna dalam keadaan sehat wal'afiat, guna Pengambilan Keputusan/Pembicaraan Tingkat II terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Ombudsman Republik Indonesia. Pimpinan dan Peserta Rapat yang kami hormati, Rancangan Undang-Undang tentang Ombudsman Republik Indonesia merupakan Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya diajukan melalui Ketua DPR RI kepada Presiden dengan nomor surat RU.02/4427/DPR RI/2005 pada tanggal 30 Juni 2005, untuk dibicarakan dengan Presiden dalam sidang DPR RI guna mendapatkan persetujuan bersama.
Selanjutnya, melalui Surat Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor R.64/Pres/8/2005 tanggal 25 Agustus 2005, Pemerintah telah menunjuk dan menugaskan Menteri Hukum dan HAM sebagai wakil Pemerintah bersama DPR-RI guna membahas Rancangan Undang-undang tersebut. Berdasarkan hasil keputusan Rapat Badan Musyawarah, telah diputuskan dan menugaskan kepada Komisi III DPR-RI untuk melakukan pembahasan terhadap RUU Ombudsman Republik Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa keberadaan Komisi Ombudsman Nasional di Indonesia dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 2000. Dibentuknya Komisi Ombudsman Nasional adalah guna membantu dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta meningkatkan perlindungan hakhak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan dan kesejahteraan secara lebih baik. Pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien serta sekaligus merupakan implementasi prinsip demokrasi yang perlu ditumbuhkembangkan dan diaplikasikan guna mencegah dan menghapuskan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan serta penegakan asas-asas pemerintahan umum yang baik. Untuk penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan upaya meningkatkan pelayanan publik serta penegakkan hukum diperlukan keberadaan lembaga pengawas eksternal yang secara efektif mampu mengontrol tugas penyelenggara negara dan pemerintahan. Terkait dengan hal tersebut diatas maka masyarakat memiliki peranan dalam proses membangun penegakan hukum untuk memperoleh keadilan, karena mereka adalah bagian, dan juga sasaran, dari keadilan itu sendiri. Masyarakat adalah komponen yang semestinya merasakan keadilan, dan bukan sebaliknya, menjadi obyek serta korban ketidakadilan. Masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan karena penyelenggaraan pemerintahan dan penyelenggaraan negara pada hakikatnya didasarkan atas mandate yang diberikan rakyat melalui pemilihan umum. Pengawasan oleh Ombudsman adalah pengawasan riil, yaitu pengawasan untuk memperoleh pelayanan sebaik-baiknya dari aparatur Pemerintah.
Untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas, dan wewenang Komisi Ombudsman Nasional, perlu dibentuk undang-undang tentang Ombudsman Republik Indonesia sebagai landasan hukum yang lebih jelas dan kuat. Hal ini sesuai pula dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang salah satunya memerintahkan dibentuknya ombudsman dengan undang-undang. Akhirnya kita sepakat, dalam rangka memperkokoh keberadaan Komisi Ombudsman Nasional sebagai lembaga pengawas eksternal atas penyelenggaraan negara, maka perlu dibentuk Undang-Undang. Menyadari hal itu Komisi III DPR-RI segera melakukan kegiatan pengkajian dan penelitian serta mengadakan rapat-rapat guna membahas dan merumuskan dengan hati-hati terhadap setiap permasalahan yang terdapat dalam Rancangan Undangundang tersebut. Secara kronologis jalannya rapat dan beberapa masalah yang berkembang, dapat kami laporkan sebagai berikut : 1. Pembahasan DIM RUU tentang Ombudsman RI mulai dilaksanakan tanggal 28 Pebruari 2007 Masa Sidang 2006-2007, yang kemudian dilanjutkan kembali pada masa-masa sidang berikutnya. 2. Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut, pada tanggal 7 Pebruari 2007, PANJA terlebih dahulu mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan para pakar yaitu Prof.Dr.Romly Atmasasmita, Prof.Dr.Miftah Toha, H.Zain Badjeber, Roy V Solomo, Ketua Lembaga Ombudsman Daerah Yogyakarta dengan agenda penyampaian beberapa saran, pendapat dan masukan dalam rangka persiapan pembahasan RUU tentang Ombudsman R 3. Pembahasan RUU tentang Ombudsman dilakukan oleh Panitia Kerja sebanyak 13 (tiga belas) kali rapat dan oleh Tim Perumus dilakukan rapat-rapat sebanyak 6 (enam) kali rapat. Pembahasan Rapat Panja maupun Rapat Tim Perumus dilaksanakan secara konsinyiring, dimana pembahasannya dilakukan dari pagi hingga malam hari. 4. Selanjutnya kami sampaikan beberapa materi dari RUU tentang Ombudsman yang bersifat substansi, diantaranya sebagal berikut: 1. Dalam rancangan undang-undang ini mengatur mengenai Fungsi, Tugas dan Wewenang dari Ombudsman. Salah satu kewenangan yang sangat
penting dari Ombudsman adalah menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak. 2. Terhadap tugas dan wewenang yang ada pada Ombudsman, Panja menyetujui memberikan dukungan penuh kepada Ombudsman dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, sehingga Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan. Namun ketentuan ini tidak berlaku apabila Ombudsman melakukan pelanggaran hukum. 3. Terkait dengan susunan dari keanggotaan Ombudsman, telah disetujui bahwa komposisi anggota Ombudsman terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota dan 7 (tujuh) orang anggota. Sedangkan lamanya masa jabatan untuk Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan. 4. Dalam hal pemeriksaan laporan dari setiap warga negara Indonesia atau penduduk yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ketentuan RUU ini, Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip independen, non-diskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya. Selain ketentuan hal tersebut diatas, dalam melakukan pemeriksaan, Ombudsman wajib menjaga kerahasiaan, kecuali demi kepentingan umum. Kepentingan umum dalam hal ini adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Kewajiban menjaga kerahasiaan tersebut tidak gugur, walaupun Ombudsman berhenti atau diberhentikan dari jabatannya. 5. Selain kewenangan melakukan pemeriksaan laporan, Ombudsman juga dapat melakukan pemeriksaan lapangan. Dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan, Ombudsman dapat melakukan pemeriksaan ke objek pelayanan publik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan, dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban, dan kesusilaan. 6. Terkait dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Ombudsman, Ombudsman dapat menolak suatu laporan. Ombudsman menolak suatu Laporan, satu diantaranya apabila substansi yang dilaporkan telah diselesaikan dengan cara mediasi dan konsiliasi oleh Ombudsman berdasarkan kesepakatan para pihak.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penyampaian laporan yang dilakukan oleh orang yang sama mengenai persoalan yang sama yang telah diselesaikan oleh Ombudsman antara lain dengan cara mediasi dan konsiliasi. 7. Dalam hal Ombudsman menerima Laporan dan memberikan Rekomendasi apabila ditemukan Maladministrasi, Terlapor dan atasan Terlapor yang tidak melaksanakan Rekomendasi tersebut atau hanya melaksanakan sebagian Rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Ombudsman, Ombudsman dapat mempublikasikan atasan Terlapor yang tidak melaksanakan Rekomendasi dan menyampaikan laporan tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. Terhadap Terlapor dan atasan Terlapor yang melanggar, dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 8. Terhadap suatu Laporan atau informasi yang mengandung atau dapat menimbulkan konflik kepentingan dari Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman, dalam pembahasan telah disepakati bahwa, terhadap mereka dilarang turut serta untuk memeriksa suatu Laporan atau informasi yang mengandung atau dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan dirinya. 9. Keberadaan Komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional dinyatakan sebagai Ombudsman menurut Undang-Undang ini. Terhadap susunan dan keanggotaan Komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tetap menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini sampai ditetapkannya keanggotaan Ombudsman yang baru. 10. Terhadap penggunaan nama " Ombudsman ", pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, nama "Ombudsman" yang telah digunakan sebagai nama oleh institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang bukan merupakan lembaga Ombudsman yang melaksanakan fungsi dan tugas berdasarkan Undang-Undang ini, harus diganti dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini. Terhadap Institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana tersebut diatas dianggap menggunakan nama "Ombudsman" secara tidak sah. 11. Pada tanggal 1 September 2008, Komisi III DPR RI melakukan Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan HAM dalam rangka Pembicaraan Tingkat I. Melalui kesepakatan dari fraksi-fraksi, Komisi III DPR-RI menyetujui draft RUU tentang Ombudsman Republik Indonesia untuk dilanjutkan ke
Pembicaraan Tingkat II pengambilan keputusan guna disahkan menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR-RI hari ini, Selasa 9 September 2008. Yth. Saudara Pimpinan Dewan; Yth. Saudara Bapak/lbu Anggota Dewan; Yth. Saudara Menteri Hukum dan HAM yang mewakili Pemerintah beserta jajarannya; dan Hadirin yang kami hormati. Pada kesempatan ini perkenankanlah kami untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Saudara Menteri Hukum dan HAM, Dirjen Perundang-Undangan beserta seluruh jajarannya, yang bersama-sama anggota Komisi III telah melakukan pembahasan Rancangan Undang-undang ini secara tekun dan cermat. Kami sampaikan ucapan terima kasih pula kepada semua pihak, yang telah banyak membantu kelancaran dalam pembahasan Rancangan Undang-undang ini. Termasuk juga terhadap lembaga swadaya masyarakat maupun media massa, baik cetak maupun elektronik yang secara langsung maupun tidak langsung mengamati dan mendukung pembahasan RUU dimaksud. Demikianlah Laporan Komisi III DPR-RI mengenai pembahasan dan perumusan terhadap RUU tentang Ombudsman Republik Indonesia dan apabila ada kekurangan dan kesalahan baik dalam proses pembahasan RUU maupun dalam penyampaian laporan ini, dengan segala kerendahan hati kami menyampaikan maaf. Selanjutnya perkenankanlah kami untuk menyerahkan RUU dimaksud kepada Sidang Paripurna hari ini guna diambil keputusan. Terima kasih Wassalamu'alaikum Wr.Wb.