IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI

PENDEKATAN RANCANGAN. Kriteria Perancangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

SEMINAR NASIONAL TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 Yogyakarta, 26 Juli Intisari

IV. PENDEKATAN DESAIN

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL OTOMATIS UNTUK KEMUDI, KOPLING DAN AKSELERATOR PADA TRAKTOR PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

IV. ANALISA PERANCANGAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

BAB III PERANCANGAN SISTEM ATAP LOUVRE OTOMATIS

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

4 RANCANGAN SIMULATOR GETARAN DENGAN OUTPUT ARAH GETARAN DOMINAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN. penggerak belakang gokart adalah bengkel Teknik Mesin program Vokasi

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Sistem pneumatik dengan aplikasi pada mobile robot untuk menaiki dan

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGUJIAN PROPELLER DISPLAY

Module : Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

BAB 3 REVERSE ENGINEERING GEARBOX

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

PERANCANGAN ELECTRIC ENERGY RECOVERY SYSTEM PADA SEPEDA LISTRIK

RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG KABEL ROBOTIK TIPE WORM GEAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah:

PENGARUH PROFIL POROS PENGGERAK TERHADAP GERAKAN SABUK DALAM SUATU SISTEM BAN BERJALAN. Ishak Nandika G., Adri Maldi S.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

BAB 24 SISTEM EPS, WIPER, KURSI ELECTRIK

BAB III PERANCANGAN ALAT

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap


BAB III PERANCANGAN Gambaran Alat

METODOLOGI PENELITIAN

Tujuan Pembelajaran:

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Perancangan Sistem Pembangkit Listrik Sepeda Hybrid Berbasis Tenaga Pedal dan Tenaga Surya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT

MODUL I PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN

TUJUAN PEMBELAJARAN. 3. Setelah melalui penjelasan dan diskusi. mahasiswa dapat mendefinisikan pasak dengan benar

BAB III PERANCANGAN ALAT. Muiai. Kapasitas: A4 Bahan pola : Lilin Pahat: Gurdi Daya: 1/16HP. Sketsa alat. Desain gambar

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

SETYO SUWIDYANTO NRP Dosen Pembimbing Ir. Suhariyanto, MSc

III. METODE PENELITIAN

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB II SISTEM KENDALI GERAK SEGWAY

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap sistem kerja CVT, dan troubeshooting serta mencari

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

BAB III PROSES PERANCANGAN TRIBOMETER

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. buah silinder dilengkapi bearing dan sabuk. 2. Penggunaan PLC (Programmable Logic Controller) sebagai pengontrol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GERAK MELINGKAR. = S R radian

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Identifikasi Sistem Kopling dan Transmisi Manual Pada Kijang Innova

Transkripsi:

IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL Tahapan analisis rancangan merupakan tahap yang paling utama karena di tahap inilah kebutuhan spesifik masing-masing komponen ditentukan. Dengan mengacu pada hasil konsep desain yang telah disempurnakan, masing-masing komponen mekanismeakan dianalisis fungsi dan strukturnya guna mendapatkan hasil perancangan yang sesuai. Perhitungan kebutuhan daya untuk masing-masing mekanisme diuraikan dalam lampiran 1. Berdasarkan hasil perhitungn kebutuhan tenaga, analisis masingmasing komponen secara spesifik diuraikan sebagai berikut. 4.1. MEKANISME KOPLING Sistem ini berfungsi untuk mengontrol pedal kopling traktor. Sistem kontrol dirancang untuk mengontrol pergerakan kopling agar sesuai dengan waktu dan kecepatan pergerakan yang dapat diatur.pengontrolan dilakukan dengan menggunakan motor DC yang dikontrol oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Pedal kopling dikontrol untuk mencapai dua kondisi, yaitu kondisi minimum dan maksimum penekanan. Pedal kopling Lengan Kopling Klem Kabel penarik Puli 4.1.1. Pedal Kopling Gambar 12. Desain Mekanisme Pengendali Kopling Kopling berfungsi untuk menghubungkan dan melepaskan kontak antara motor penggerak dengan transmisi traktor. Dalam pengoperasiannya, pedal kopling harus selalu dalam posisi penekanan maksimum selama waktu yang diperlukan operator untuk memindahkan persneling, karena apabila pedal kopling diinjak, hubungan motor dengan transmisi terputus sehingga tidak ada tenaga yang disalurkan dari motor ke batang transmisi. Dan sebaliknya apabila pedal kopling dilepas, tenaga akan disalurkan ke batang transmisi sehingga roda traktor dapat berputar. Kopling sudah menjadi bagian dari traktor yg digunakan. Pedal kopling terletak pada bagian kaki sebelah kiri pengemudi, dengan struktur pedal kopling tegak lurus terhadap lengan sehingga torsi yang dihasilkan saat menginjak pedal kopling bernilai maksimal. 21

Panjang lengan kopling adalah 26 cm, dengan sudut yg terbentuk antara posisi minimum dan maksimum penekanan sebesar 18. Lengan kopling berupa silinder baja pejal berdiameter 2cm dan bagian pedalnya terbuat dari plat baja dengan dimensi 40mmx50mmx5mm. 4.1.2. Lengan Kopling Lengan kopling berfungsi menghubungkan antara pedal kopling dan poros putarnya. Setelah dilakukan pengukuran, didapatkan nilai gaya yang dibutuhkan untuk menekan pedal kopling sebesar 24 kgf. Kebutuhan gaya yang sangat besar tidak memungkinkan tersedianya sumber tenaga (motor DC) yang mampu menahan posisi maksimum penekanan koplimg dengan gaya sebesar itu, sehingga diperlukan perpanjangan tuas kopling (lengan tambahan). Lengan tambahan ini berfungsi untuk memperkecil kebutuhan gaya penggerak lengan kopling dengan besaran tenaga yang dihasilkan tetap sama. Desain struktural lengan tambahan pada kopling terlihat pada gambar 12. Lengan tambahan kopling terbuat dari pipa silinder baja berdiameter 1 inch, dan panjang total 76cm. Lengan kopling perlu dibengkokkan kearah luar traktor agar tidak membentur badan traktor maupun komponen lain saat pengoperasian. Semakin panjang lengan, semakin kecil kebutuhan gaya untuk menekan kopling yang semula adalah 24 kgf dapat diperkecil menjadi 8.21 kgf. Pada ujung lengan tambahan yang berbentuk pipa silinder dimasukkan sebuah baut berdiameter sama dengan diameter dalam lengan tambahan kopling, kemudian keduanya dilubangi secara vertikal sebagai tempat memasukkan kabel penarik. Bagian kepala baut dimilling menggunakan bor berdiameter 5mm hingga menembus lubang tempat kabel terpasang. Dari lubang hasil pengeboran dimasukkan sebuat baut kecil yang akan menekan dan menghimpit kabel penarik sehingga posisi kabel akan fix dan tidak berubah saat mekanisme dioperasikan. 4.1.3. Klem Klem berfungsi untuk mengikat lengan kopling dan lengan tambahannya agar tidak bergeser. Struktur kedua lengan yang berbentuk silinder sangat memungkinkan terjadi pergeseran posisi ataupun puntiran antar keduanya dikarenakan bidang kontak antara dua silinder sangat kecil.untuk itu, klem dipastikan mengikat kuat agar hal tersebut tidak terjadi. Terdapat tiga buah klem yang dipasang masingmasing pada bagian pangkal, tengah, dan ujung lengan kopling.lebar masing-masing klem adalah 3cm. Klem terbuat dari plat setebal 2mm dan lebar 2cm yang ditekuk menyerupai huruf U terbalik. Klem dipasang di tiga titik pada bagian pangkal lengan kopling.bagian bawah klem dilubangi sebagai tempat memasukkan mur dan baut sehingga klem benar-benar mengunci posisi kedua lengan agar tidak bergeser. Desain klem terlihat pada gambar 13. 22

Gambar 13. Desain Bentuk Klem 4.1.4. Puli dan Kabel Penarik Kabel penarik yang dipasang pada ujung lengan berfungsi untuk menarik lengan kopling hingga ke titik maksimum penekanan. Sedangkan puli yang dipasang pada poros motor berfungsi menggulung kabel selama motor dioperasikan. Ketegangan kabel diatur sehingga pada saat puli diputar, kabel akan langsung tergulung tanpa ada jeda waktu. Puli dibuat dari bahan PVC karena selain harganya lebih murah, bahan PVC sangat mudah dibentuk dan disesuaikan dengan kebutuhan, kuat menahan tekanan dan panas yang timbul selama pengoperasian sistem. Sedangkan kabel penarik menggunakan tali kopling sepeda motor yang umum dijual di pasaran. Desain puli terlihat pada gambar 14. Puli pada mekanisme pengendali kopling ditempelkan langsung pada poros motor dengan diameter poros puli sama dengan diameter poros motor, dan dengan menambahkan sebuah baut sebagai pasak agar ikatan puli dan poros motor tidak bergeser. Dari hasil analisis perhitungan diketahui panjang stroke kopling sebesar 22 cm, dengan mengatur kecepatan putar puli menjadi 1 rps maka didapat diameter puli adalah 7cm. Gambar 14. Desain Bentuk Puli 23

4.1.5. Dudukan Motor Dudukan motor berfungsi sebagai tempat meletakkan sekaligus menempelkan motor DC ke badan traktor. Batasan masalah penelitian yang tidak mengizinkan untuk memodifikasi traktor, maka dudukan motor didesain menggunakan lubang baut yang tersedia pada badan traktor. Dudukan motor terdiri atas dua bagian. Bagian pertama berupa pipa kolom segi empat yang memiliki dua lubang baut untuk menempelkannya pada badan traktor, dan bagian kedua berupa plat setebal 5mm sebagai tempat meletakkan motor DC. Pipa kolom yang digunakan berdimensi 60cmx4cmx2cm terbuat dari bahan baja yang cukup kuat menahan beban berat motor.pada bagian pangkalnya terdapat dua lubang baut yang jarak keduanya dengan lubang baut yang ada pada badan traktor. Pada bagian ujungnya juga diberi dua lubang baut sebagai tempat menempelkan plat dudukan. Plat dudukan traktor berdimensi 20cmx30cm. pada beberapa bagian plat diberi lubang sebagai tempat pemasangan motor. 4.1.6. Motor Motor DC adalah sumber tenaga penggerak lengan kopling.dalam pengoperasian traktor secara manual kopling harus ditekan selama waktu yang dibutuhkan operator untuk memindahkan persneling.ini berarti bahwa motor DC selain berfungsi menggerakkan kopling juga harus mampu menahannya selama waktu tersebut. Berdasarkan hasil analisis perhitungan pada lampiran 2, maka dipilih motor DC 24V, 60 RPM, dan daya 35 Watt. Motor DC yang dipilih memiliki transmisi worm gear yang berfungsi mencegah poros motor berputar akibat tarikan dari gaya pegas kopling saat arus listrik ke motor DC diputus. Dengan adanya worm gear ini, posisi lengan kopling dapat ditahan pada kondisi maksimum penekanan selama mungkin. Gambar 15. Motor DC dengan transmisi worm gear 24

4.2 MEKANISME KEMUDI Sistem ini berfungsi untuk mengontrol gerakan roda depan dengan mengatur putaran stir traktor. Pengontrolan putaran stir dilakukan dengan menggunakan motor DC yang dikontrol oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge agar bergerak sesuai dengan yang diperintahkan dengan kecepatan putar yang dapat diatur. Perubahan sudut putar pada roda depan dibaca dengan menggunakan absolute encoder dan menjadi feedback ke mikrokontroler. Motor DC dan Dudukan Motor Transmisi T-Belt Kemudi Traktor Tiang Penyangga 4.2.1. Kemudi Gambar 16. Desain Mekanisme Pengendali Kemudi Kemudi traktor berfungsi memutar roda penggerak sehingga arah pergerakan maju dan mundur traktor dapat dikendalikan.kecepatan putar kemudi diukur saat membelokkan roda penggerak dari posisi belok maksimum kanan ke posisi belok maksimum kiri. Nilai kecepatan kemudi dan besarnya gaya yang dibutuhkan menjadikan acuan perhitungan kebutuhan daya dan sistem transmisi yang digunakan. Kemudi traktor berada di depan kursi pengemudi. Diameter kemudi sebesar 30 cm. dengan kemiringan 45. 4.2.2. Sistem Transmisi Sabuk Bergilir (T-Belt) Mekanisme pengontrol kemudi dilakukan dengan menggunakan motor DC dan sistem transmisi timing belt. Adapun mekanismenya dapat dilihat pada Gambar 17. Mekanisme timing belt dipilih karenaperbandingan transmisi daya atau putaran sumber tenaga dengan komponen yang digerakan besarnya tetap, hal ini dikarenakan T-Belt dapat melakukan transmisi seperti pada rantai sehingga tidak terjadi slip saat putaran berlangsung. Selain itu kelebihan transmisi daya dengan T-Belt adalah, kecepatan maksimum dapat lebih besar dibanding dengan V-belt (35 m/s), dan daya yang dapat ditransmisikan sampai 60 KW. 25

Spesifikasi Timing Belt yang digunakan adalah diameter puli besar 13.4 cm dengan jumlah gigi 30 buah. Sedangkan diameter puli kecil adalah 7 cm dengan jumlah gigi 17 buah. Jarak antara pusat puli kecil dengan puli besar adalah 26 cm. r 1 ω 1 l= 26cm r 2 F r 3 ω 2 Gambar 17. Mekanisme Transmisi T-Belt Puli besar : Puli Kecil: Φ= 13.4 cm Φ= 7 cm Jumlah gigi = 30 buah Jumlah gigi = 17 buah 4.2.3. Motor DC Seperti halnya pada kedua mekanisme sebelumnya, motor DC berfungsi sebagai sumber tenaga penggerak.pada mekanisme pengendalian kemudi traktor, motor DC dipasang pada puli kecil dan roda kemudi dipasang pada puli besar sistem transmisi T-Belt. Kecepatan putar motor DC akan direduksi hingga didapatkan kecepatan putar sesuai kebutuhan. Tenaga yang diperoleh dari hasil perhitungan pada Lampiran menjadi dasar pemilihan motor DC sebagai penggerak. Motor DC yang dipilih sebagai penggerak harus memiliki tenaga yang lebih besar dari 9.11 watt sebagai hasil perhitungan dikalikan dengan efisiensi sistem transmisi yang digunakan. Motor DC yang dipilh selain harus mempunyai tenaga yang dibutuhkan melainkan juga sedapat mungkin sesuai dengan suplai energy listrik yang disediakan traktor. 4.2.4. Tiang penyangga dudukan motor Tiang penyangga berfungsi menopang dudukan motor agar tetap pada posisinya saat traktor dioperasikan. Tiang penyangga terdiri dari dua buah pipa kotak yang terletak di kanan dan kiri traktor. Keduanya terhubung oleh sebuah pipa kotak yang dipasang secara melintang dan pada posisi yang tepat 26

sesuai dengan kemiringan kemudi dan dudukan motor DC. Pada kedua ujung pipa kotak yang melintang tersebut dipasang plat baja tipis yang diberi lubang berbentuk setengah lingkaran. Hal ini bertujuan agar pipa kotak tersebut dapat diputar dan kemiringannya disesuaikan dengan dudukan motor. Desain posisi dan bentuk tiang penyangga dapat dilihat pada gambar 18..Tinggi tiang penyangga dan jarak keduanya diukur berdasarkan posisi dudukan motor.dengan mempertimbangkan batasan penelitian, pada bagian bawah tiang penyangga dipasang sebuah plat baja setebal 5mm sebagai tempat menempelkan tiang dengan menggunakan baut pada lubangyang tersedia pada traktor. 4.2.5. Dudukan motor Gambar 18. Tiang Penyangga Dudukan motor berfungsi menopang motor DC yang digunakan sebagai penggerak mekanisme. Dudukan motor terbuat dari plat baja dan diberi lubang sebagai tempat memasang motor dan porosnya. Dudukan motor terbuat dari plat baja setebal 5mm, dimensi disesuaikan dengan motor DC yang digunakan. Posisi dan kemiringan dudukan motor diatur agar sejajar dengan kemudi dan dipasang pada tiang penyangga. 4.2.6. Limit Switch dan Sensor Limitswitch berfungsi sebagai pemutus arus listrik ke motor DC saat roda depan traktor mencapai posisi belok maksimum kiri dan kanan, sedangkan sensor berfungsi untuk mengetahui posisi actual sudut belok roda depan traktor. Limitswitch dan sensor dipasang pada roda depan traktor dengan menggunakan sebuah plat baja sebagai tempat dudukan sensor. Sensor yang digunakan adalah absolut encoder dan dirancang agar kecepatan perputaran porosnya sama dengan kecepatanberbelok roda depan. 27

4.3 MEKANISME AKSELERASI Sistem ini berfungsi untuk mengatur persentase akselerasi agar bergerak sesuai dengan yang diperintahkan dan kecepatan putar yang dapat diatur oleh sistem kontrol. Pengontrolan dilakukan dengan menggunakan motor DC yang dikontrol oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Potensiometer digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan sudut putaran puli yang menunjukkan persentase penekanan pedal akselerasi. Secara real time, potensiometer terus membaca posisi dan perubahan sudut putaran puli. Keluaran dari potensiometer dikonversi menjadi data digital dengan ADC dan dijadikan sebagai feedback sistem kontrol. Sensor Motor DC Puli dan kabel penarik Lubang untuk Pedal Akselerasi Batang Transmisi Batang Penyangga Dudukan Motor Dudukan Motor 4.2.1. Batang transmisi Gambar 19. Desain Mekanisme Pengendali akselerasi Batang transmisi pada sistem pengendalian akselerasi traktor berfungsi menyalurkan daya dari motor DC ke pedal akselerasi dengan menerapkan sistem batang pengungkit dimana salah satu ujungnya dipasang kabel penarik yang terhubung pada motor DC berfungsi sebagai titik kuasa, ujung lainnya yang terpasang pada pedal akselerasi berfungsi sebagai titik beban, dan pada bagian tengahnya dipasang sebuah batang silinder yang berfungsi sebagai poros pengungkit dan sebuah ball-bearing yang berfungsi sebagai dudukan poros dan melancarkan pergerakan batang transmisi saat mengungkit pedal akselerasi. Batang transmisi terbuat dari bahan plat baja setebal 5mm dengan panjang 36 cm dan lebar 5 cm. Dari analisis perhitungan kebutuhan daya penggerak pedal akselerasi pada lampiran 2, struktur batang tarnsmisi akan tampak seperti gambar 20. Di titik beban batang transmisi ditambahkan sebuah baja silinder berdiameter 1 cm dan dilubangi dengan menggunakan bor sebagai tempat memasukkan kabel penarik. Pada bagian tengah, poros yang digunakan terbuat dari silinder berdiameter 0.8 cm dan sebuah ball-bearing. Di titik beban, batang transmisi diberi lubang berbentuk elips sebagai tempat memasukkan pedal akselerasi. 28

4.2.2. Puli dan Kabel Penarik Gambar 20. Batang Transmisi Seperti halnya pada mekanisme kopling, kabel penarik yang dipasang pada ujung batang transmisi mekanisme akselerasi berfungsi untuk menarik pedal akselerasi hingga ke titik maksimum penekanan. Puli yang dipasang pada poros motor berfungsi menggulung kabel selama motor dioperasikan. Ketegangan kabel diatur sehingga pada saat puli diputar, kabel akan langsung tergulung tanpa ada jeda waktu. c. Struktural Puli pada mekanisme akselerasi terbuat dari bahan dan berukuran sama dengan puli pada mekanisme kopling. Desain puli terlihat pada gambar 14. Panjang kabel penarik didesain sebesar 11 cm dan diameter puli 7cm, sehingga untuk melakukan penarikan batang transmisi ke posisi maksimum penekanan pedal akselerasi hanya dibutuhkan setengah putaran puli. Perhitungan lengkap mengenai hal ini di berikan pada lampiran 2 4.2.3. Motor Motor DC yang digunakan pada mekanisme akselerasi bertegangan 12 volt dengan diatur pada kecepatan 30 rpm sehingga motor memerlukan waktu dua detik untuk satu putaran penuh atau satu detik untuk melakukan setengah putaran. Analisis perhitungan kebutuhan motor DC pada mekanisme akselerasi dapat dilihat pada lampiran 2. Pergerakan pedal akselerasi yang dinamis (bergantung pada kondisi kecepatan traktor), motor DC yang digunakan juga harus mampu menahan dan memutar puli pada jarak-jarak tertentu Motor DC penggerak pedal akselerasi dipasang seperti pada gambar 19. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan batasan masalah penelitian dan konstruksi traktor. 29

4.2.4. Dudukan motor Dudukan motor berupa dua plat baja yang terpasang seperti gambar di atas. Selain berfungsi menopang motor DC, dudukan juga berfungsi menopang sensor dan sebagai dudukan poros batang transmisi. Dudukan motor DC terdiri dari beberapa bagian. Bagian utama berupa plat baja setebal 5mm dan panjang 36 cm. Bagian lainnya adalah penopang motor yang berupa dua plat baja setebal 4mm dengan panjang disesuaikan dengan posisi motor. Dan sepotong plat baja yang brfungsi sebagai tempat memasang poros batang transmisi terbuat dari plat baja setebal 5mm. struktur dudukan motor dapat dilihat pada gambar berikut. 4.2.5. Limitswitch dan Sensor Gambar 21. Desain Dudukan Motor Limitswitch berfungsi sebagai pemutus arus listrik ke motor DC pada saat pedal akselerasi mencapai titik maksimum dan minimum penekanan. Pergerakan pedal akselerasi yang dinamis dan bergantung pada kecepatan maju traktor saat dioperasikan, membutuhkan sensor posisi guna mengetahui posisi aktual pedal akselerasi dan besarnya putaran puli yang telah dan akan dilakukan. Sensor yang digunakan adalah potensiometer linier. Limitswitch dipasang pada sebuah plat agar saat pedal akselerasi mencapai titik maksimum atau minimum, limitswitch tertekan dan otomatis memutus arus dan menghentikan putaran motor DC. Sensor dipasang pada dudukan motor DC (lihat gambar 19) dengan menyesuaikan posisi poros potensiometer dan poros motor DC dan diatur agar kecepatan putar keduanya sama tanpa terjadi slip selama pengoperasian mekanisme pengendali akselerasi. Gambar 22. Potensiometer 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan posisi lengan kopling sebagai input, dengan bagian plant sistem kontrol berupa rangkaian elektronik yang komponen utamanya terdiri atas mikrokontroler DT-51 minimum system, pengatur arah arus (H-Bridge), limitswitch sebagai penghenti arus, ADC sebagai pengkonversi nilai tegangan keluaran dari sensor ke nilai digital, dan monitor sebagai alat pembaca nilai ADC. Output dari sistem kontrol berupa perintah menghidupkan dan mematikan motor DC. Pengendalian dilakukan sesuai dengan pengoperasian secara manual. Walaupun menggunakan sistem kontrol yang sama, namun masing-masing mekanisme pengendali tetap dapat dioperasikan secara bersamaan ataupun secara terpisah guna melakukan uji kalibrasi, validasi, dan uji statis. Pengoperasian masing-masing mekanisme secara terpisah dijelaskan Saat dioperasikan secara bersamaan, sistem kontrol bekerja dengan langkah sebagai berikut; dimulai dengan dihidupkannya traktor, accumulator sebagai sumber listrik mengalirkan arus ke rangkaian sistem kontrol. Kemudian sistem kontrol membaca dan menempatkan roda depan traktor pada posisi lurus, juga menggerakkan pedal kopling dan pedal akselerasi ke posisi minimum penekanan. Selanjutnya pedal kopling digerakkan ke posisi maksimum penekanan, ditahan sampai operator memindahkan tuas persneling. Setelah itu pedal akselerasi ditekan hingga ke kondisi kecepatan tertentu, dan langkah terakhir sistem melepaskan kopling kembali ke posisi awal secara perlahan-lahan. Dan traktor melaju lurus dengan kecepatan konstan. Selama dioperasikan sensor absolute rotary encoder terus membaca posisi roda depan. Jika sewaktu-waktu roda berbelok, sistem kontrol memerintahkan motor pengendali kemudi untuk memutar roda kembali ke posisi awal. Begitu juga jika kecepatan traktor berubah, sistem kontrol memerintahkan motor pengendali akselerasi untuk menggerakkan pedal akselerasi ke posisi awal hingga traktor kembali konstan. Perubahan kecepatan traktor dipantau dengan menggunakan sebuah encoder yang dipasang di roda belakang traktor. Alat ini menghitung jumlah putaran roda belakang sehingga jika jumlah putaran berubah maka berarti kecepatan traktor juga berubah. 5.1. MEKANISME PENGENDALI KOPLING 5.1. 1. Komponen Penyusun Permasalahan yang ada dalam perancangan mekanik sistem pengendali kopling adalah bagaimana menggerakkan pedal kopling ke posisi maksimum penekanan dan menahannya di posisi tersebut selama waktu yang dibutuhkan operator untuk memindahkan persneling, dan kemudian melepasakannya secara perlahan-lahan. Gaya yang dibutuhkan untuk menekan pedal kopling sangatlah besar, sangat sulit untuk merancang suatu sistem pengendali kopling yang menggunakan gaya tekan langsung di pedal kopling. Karena sumber tenaga listrik yang tersedia di traktor adalah accumulator 12 volt. Kesulitan yang dihadapi adalah mencari motor listrik DC yang tersedia di pasaran. Sehingga perlu dirancang suatu mekanisme yang dapat menurunkan kebutuhan gaya untuk menekan kopling dengan tenaga yang cukup. 31

Dari hasil analisis rancangan, komponen penyusun mekanisme pengendali kopling terdiri atas: motor DC sebagai sumber tenaga penggerak, dudukan motor sebagai tempat menempelkan motor ke traktor, lengan kopling yang diperpanjang dan diikat ke pedal kopling traktor dengan menggunakan klem baja berfungsi menurunkan kebutuhan gaya saat menggerakkan pedal kopling, kabel penarik yang berfungsi menarik lengan kopling, dan puli yang berfungsi menggulung dan mengulur kabel penarik. Serta rangkaian elektronik (kontroler) yang berfungsi dalam pengontrolan (sistem kontrol). Kabel Penarik Perpanjangan Lengan Kopling Dudukan Motor DC Puli Motor DC Gambar 23. Hasil Rancangan Mekanisme Pengendali Kopling Gambar 23 menunjukkan pemasangan komponen penyusun mekanisme pengendali kopling. Hal utama yang harus diperhatikan dalam penyusunan komponen di atas adalah maksimum panjang lengan kopling. Semakin panjang lengan, semakin kecil gaya yang dibutuhkan untuk menekan pedal kopling. Tetapi semakin terbatas pula ruang yang tersedia untuk mendudukkan motor, dan menghindari lengan kopling menyentuh roda depan atau tanah saat dioperasikan. Motor DC yang digunakan dalam penelitian ini adalah motor DC 24 volt. Untuk mendapatkan tenaga output yang maksimal tegangan yang dihasilkan dari accumulator dinaikkan dengan menggunakan inverter. Motor dipasang pada dudukan motor yang terdiri atas dua bagian dengan menggunakan baut berukuran sesuai dengan lubang baut pada motor DC. Bagian yang berupa plat baja setebal 5 mm dipilih untuk menghindari kemungkinan terjadi lendutan akibat gaya tarik yang dihasilkan lengan kopling saat mengembalikannya ke posisi awal penekanan. Bagian kedua berupa pipa baja berbentuk kotak yang selain berfungsi menopang motor, bentuk ini disesuaikan dengan posisi dan ukuran lubang baut yang tersedia pada badan traktor. Puli dipasang pada poros keluaran dari motor DC. Sama halnya dengan lengan kopling, ukuran puli sangat penting. Semakin besar diameter puli maka semakin sedikit putaran poros motor yang dibutuhkan untuk menggulung kabel penarik, namun ukuran puli terbatas oleh ketersediaan ruang antara ujung lengan kopling dalam kondisi tertekan ke posisi maksimum penekanan dan letak dudukan motor. Pemasangan puli harus sejajar dengan arah gerak lengan kopling untuk menghasilkan gaya maksimum penarikan. Kabel penarik terbuat dari bahan baja yang umum dijual di pasaran sebagai tali kopling motor, bagian pangkalnya dipasang pada diameter dalam puli dengan cara melubangi puli menggunakan bor 32

berdiameter sesuai dengan diameter kabel penarik. Kabel penarik dipasang dalam kondisi tegang untuk memperkecil waktu tunggu (delay) saat puli mulai berputar dan menggulung serta menarik lengan kopling. Bagian ujung kabel penarik dipasang pada lengan kopling dengan cara melubangi baut dan lengan kopling tepat melewati poros keduanya. Lengan kopling berupa pipa baja silinder. Bentuk ini sengaja dipilih dengan mempertimbangkan bentuk lingkaran lebih tahan terhadap gaya tarik-menarik yang terjadi pada lengan kopling dibandingkan dengan bentuk lain dan juga tersedia ruang yang cukup untuk memasang kabel penarik di ujungnya. Di bagian pangkal lengan kopling, digunakan tiga buah klem di sebagai pengikat antara pedal kopling dan lengan kopling. 5.1. 2. Langkah Kerja Sistem Pengendali Setelah mekanisme berhasil dibangun, tahap selanjutnya adalah menggabungkannya dengan sistem kontrol yang telah disediakan. Sistem diset agar beroperasi sesuai dengan langkah pengoperasian traktor secara manual. Tiga hal yang manjadi patokan dalam pengoperasian kopling adalah; saat penekanan, kopling harus ditekan sekaligus dengan cepat hingga ke posisi maksimum penekanan; kemudian kopling ditahan di posisi tersebut selama waktu yang dibutuhkan operator untuk memindahkan tuas persneling traktor; setelah traktor siap dijalankan, kopling dilepas secara perlahan-lahan untuk menghindari lonjakan pada traktor dan mengurangi kemungkinan kerusakan karna aus pada kopling karena besarnya tenaga traktor. Waktu yang diperlukan setiap operator untuk melakukan ketiga hal tersebut sangat relatif. Dalam penelitian ini waktu penekanan ditetapkan selama satu detik, waktu penahanan selama sepuluh detik, dan waktu pelepasan kopling selama dua detik. Saat dinyalakan sistem kontrol memberi perintah untuk menghidupkan motor DC dengan cara mengalirkan arus sehingga puli motor berputar dan memposisikan lengan kopling pada posisi minimum penekanan. Selanjutnya puli kembali berputar dan menggulung kabel penarik sehingga lengan kopling bergerak ke arah bawah ke posisi maksimum penekanan. Saat mencapai posisi tersebut, dimana lengan kopling tepat menyentuh limitswitch, arus listrik otomatis terputus dan motor DC berhenti berputar. Karena motor DC yang dipakai dilengkapi dengan worm gear, poros motor DC dan puli tetap diam menahan lengan kopling diposisi tersebut. Setelah sepuluh detik, sistem kontrol kembali memerintahkan motor dengan arah putar sebaliknya dengan mengalirkan arus listrik yang lebih kecil dan berlawanan arah. Kabel penarik terulur dan lengan kopling kembali ke posisi awal secara perlahan-lahan. 5.1. 3. Hasil Pengujian Mekanisme pengendali kopling hasil rancangan diuji untuk mengetahui apakah motor DC mampu menarik lengan kopling hingga ke posisi maksimum penekanan dalam waktu satu detik, menahannya di posisi tersebut selama sepuluh detik, dan melepaskannya secara perlahan-lahan selama dua detik. Dari hasil pengujian, motor DC mampu menggulung kabel penarik sehingga lengan kopling tertarik dan mencapai posisi maksimum penekanan dalam waktu satu detik. Saat arus listrik ke motor DC diputus, lengan kopling tetap berada pada posisi maksimum penekanan karena tertahan oleh mekanisme worm gear yang ada pada motor DC. Setelah sepuluh detik, motor DC kembali menyala dan berputar 33

berlawanan arah sehingga lengan kopling kembali ke posisi awal selama dua detik. Dan tepat pada saat lengan kopling mencapai posisi awal (posisi minimum penekanan), limitswitch tertekan dan arus listrik diputus sehingga motor DC berhenti berputar. Rangkaian ini diharapkan mampu bekerja setiap saat dibutuhkan sesuai perintah yang diberikan oleh sistem kontrol. Selama rangkaian tetap terhubung ke sumber listrik dan tidak ada kerusakan pada kompinen mekanismenya, sistem kontrol dapat sewaktu-waktu memberikan perintah pengendalian kopling. Namun yang menjadi kendala adalah dikarenakan tenaga operator masih dibutuhkan untuk memindahkan tuas persneling secara manual maka operator harus menyesuaikan waktu pengoperasinya baik momen maupun durasi penekanan persneling dengan kerja sistem yang sudah ditetapkan. Kendala lain yang dihadapi dalam pengujian mekanisme ini adalah motor yang digunakan bertegangan 24 volt sedangkan tegangan yang dihasilkan oleh accumulator traktor sebagai sumber daya hanya sebesar 12 volt. Untuk mengatasi masalah ini, digunakan sebuah inverter yang mampu menaikkan tegangan accumulator menjadi 24 volt sehingga dapat digunakan untuk menggerakkan motor DC. Namun demikian, arus yang dihasilkan oleh inverter yang digunakan dalam penelitian kali ini tidak mencukupi. Output arus inverter hanya 4 Ampere, sedangkan berdasarkan pengukuran arus yang dibutuhkan motor DC pada saat dibebani adalah 7.6 Ampere. Sehingga tenaga yang dihasilkan oleh motor tidak maksimal untuk menggerakkan lengan kopling. Solusi terbaik untuk mengatasi kendala di atas adalah dengan menggunakan dua buah accumulator bertegangan output 12 volt dan arus 45 ampere yang dirangkai secara seri. Output dari rangkaian seri accumulator ini menghasilkan output tegangan 24 volt dan arus 45 Ampere. Motor DC dapat menggerakan lengan kopling dengan menggunakan dua buah accumulator yang dirangkaikan secara seri. 5.2. MEKANISME PENGENDALI KEMUDI 5.2.1. Komponen Penyusun Mekanisme pengendali kemudi adalah sebuah mekanisme yang mampu memutar kemudi dan membelokkan roda depan traktor ke kiri maupun ke kanan sesuai dengan perintah yang diberikan. Tujuan perancangan mekanisme ini adalah kemudi traktor dapat dikendalikan agar berputar ke posisi tertentu dan mengatur kecepatan putarnya sesuai dengan program yang diperintahkan. Komponen penyusun mekanisme pengendali kemudi terdiri atas; Motor DC sebagai penggerak kemudi; absolute rotary encoder sebagai sensor pendeteksi posisi sudut belok roda depan; Transmisi T-Belt sebagai penyalur tenaga dari motor DC ke kemudi; accumulator sebagai sumber energi listrik untuk motor DC; rangka baja sebagai tiang penyangga, dudukan motor, dan dudukan sensor; rangkaian elektronik (kontroler) yang berfungsi dalam pengontrolan dan masukan instruksi. Gambar 24 menunjukan posisi pemasangan dan pengaplikasian komponen mekanisme pengendali kemudi. Tiang penyangga terbuat dari pipa baja segi empat yang terpasang pada lubang baut yang tersedia pada badan traktor. Diantara kedua tiang penyangga, dudukan motor yang berfungsi menopang motor sekaligus T-Belt dipasang dengan kemiringan sejajar dengan kemiringan kemudi traktor, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai maksimum gaya yang ditransmisikan dari motor ke kemudi. Dengan diapit kedua tiang penyangga, dudukan ini diharapkan menopang motor DC dan T-belt cukup 34

kuat sehingga tidak mudah bergeser atau berubah posisi. Puli besar dari transmisi T-Belt dipasang pada poros kemudi, sedangkan puli kecil dipasang pada poros motor DC. Kemudi Traktor Tiang Penyangga Transmisi Timing Belt Dudukan Motor DC Motor DC Gambar 24 a. Pemasangan komponen Mekanisme Pengendali Kemudi (Tampak Atas) Kemudi Traktor Motor DC Dudukan Motor T-Belt Tiang Penyangga Gambar 24 b. Pemasangan komponen Mekanisme Pengendali Kemudi (Tampak Samping) Gambar 25 menunjukkan posisi pemasangan absolute rotary encoder dan limitswicth. Absolute rotary encoder dipasang pada komponen traktor yang mengalami gerak putar ketika kemudi dibelokan ke kiri atau ke kanan, yaitu dipasang pada poros roda depan traktor. Hal ini bertujuan agar perubahan posisi ketika traktor belok kiri atau belok kanan dapat terdeteksi. Limitswicth dipasang pada kedua ujung lintasan putar roda traktor, yaitu pada ujung kiri dan ujung kanan. Limitswicth pada ujung kiri dipasang untuk menghentikan aliran listrik pada motor DC saat traktor belok ke arah kiri mencapai maksimum. Sedangkan limitswicth yang dipasang pada ujung kanan untuk menghentikan aliran listrik pada saat traktor belok kea rah kanan mencapai maksimum. Penghentian aliran listrik ke motor DC bertujuan agar motor DC berhenti berputar ketika sudah mencapai belok maksimum baik ke arah kiri maupun ke arah kanan. 35

Rotary Encoder Dudukan Sensor Lintasan Putaran Dudukan Limitswitch Gambar 25. Pemasangan Sensor (Absolute Rotary Encoder) dan Limitswicth 5.2.2. Langkah Kerja Sistem Pengendali Mekanisme pengendali kemudi yang sudah dirancang kemudian dirangkai dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan sama dengan sistem yang mengontrol mekanisme pengendali kopling. Langkah pengoperasian mekanisme pengendali kemudi dimulai dengan pembacaan posisi roda depan dan mengalirkan arus listrik ke motor DC sehingga roda depan bergerak dan berhenti tepat pada nilai encoder saat roda depan dalam posisi lurus. Selanjutnya sensor absolute rotary encoder terus membaca posisi roda depan. Jika sewaktu-waktu posisi roda depan berubah yang ditandai dengan berubahnya nilai encoder yang terbaca, maka sistem kontrol kembali memerintahkan motor DC untuk berputar dan menyesuaikan posisi roda depan traktor kembali ke posisi lurus. 5.2.3. Hasil Pengujian Uji mekanisme pengendali kemudi bertujuan untuk mengetahui apakah mampu memutar kemudi sesuai perintah yang diberikan oleh sistem kontrol, mengetahui waktu tempuh depan traktor untuk berbelok dari kiri ke kanan dan sebaliknya, mengetahui besaran nilai encoder yang dihasilkan terhadap perubahan sudut belok roda depan traktor (uji kalibrasi), dan untuk mengetahui besarnya sudut belok yang dibentuk oleh roda depan berdasarkan set point nilai encoder yang ditentukan (uji validasi). a. Pengukuran kecepatan putar Pengukuran kecepatan putar roda saat berbelok bertujuan agar pengontrolan yang dilakukan lebih baik dan lebih teliti. Pengukuran kecepatan sudut dilakukan secara manual. Langkah awal dimulai dengan mengukur jarak antara titik belok kiri dan titik belok kanan maksimum roda depan. Pada poros belok salah satu roda depan, masing-masing titik belok maksimum ditandai dan jarak antara keduanya diukur. 36

Titik maksimum belok kanan Titik maksimum belok kiri Gambar 26. Jarak antara Dua Titik Belok Maksimum Roda Depan Gambar 26 menunjukan jarak antara dua titik belok maksimum roda depan yaitu sebesar 8 cm dengan jari-jari putaran 6 cm. Dengan rumus perbandingan keliling dan sudut lingkaran, Jarak dua titik belok ( s ) = 8 cm Jari-jari poros ( r ) = 6 cm Keliling poros ( K ) = (2π x r) = 37.7 cm Besar sudut antara dua titik belok = = 76.39 0 Perubahan sudut maksimum gerak belok roda depan traktor sebesar 76.4 0 Ulangan Jarak Tempuh (cm) Tabel 3. Waktu dan Kecepatan Belok Roda Depan Traktor Sudut Tempuh (derajat) Waktu Tempuh (s) Kecepatan (cm/s) Kecepatan ( 0 /s) Kiri - Kanan Kanan - Kiri Kiri - Kanan Kanan - Kiri Kiri - Kanan Kanan -Kiri 1 8 76.4 8.06 13.08 0.99 0.61 9.48 5.84 2 8 76.4 7.31 12.56 1.09 0.64 10.45 6.08 3 8 76.4 6.4 13.6 1.25 0.59 11.94 5.62 4 8 76.4 7.31 12.93 1.09 0.62 10.45 5.91 5 8 76.4 7.28 12.6 1.1 0.63 10.49 6.06 6 8 76.4 7.47 12.97 1.07 0.62 10.23 5.89 7 8 76.4 7.53 13.32 1.06 0.6 10.15 5.74 8 8 76.4 7.47 13 1.07 0.62 10.23 5.88 9 8 76.4 7.7 14 1.04 0.57 9.92 5.46 10 8 76.4 7.5 13.5 1.07 0.59 10.19 5.66 Rata-rata 8 76.4 7.4 13.16 1.08 0.61 10.32 5.81 Tabel 2 menunjukan hasil pengukuran waktu tempuh dan kecepatan ketika roda depan traktor diputar dari titik belok kiri maksimum ke titik belok kanan maksimum dan sebaliknya. Pengukuran dilakukan dalam keadaan motor DC diberi catu daya maksimum sehingga kecepatan putarnya juga maksimum. Dari tabel diatas dapat dilihat Hal ini menunjukan bahwa waktu tempuh rata-rata gerak belok roda depan dari kiri ke kanan sebesar 7.4 detik dan waktu tempuh dari kanan ke kiri adalah 13.16 detik. Kecepatan belok roda depan traktor dari kiri ke kanan sebesar 10.32 0 /s, sedangan putar ke kiri 5.81 0 /s; Kecepatan putar roda berbelok dari kanan ke kiri lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan putar roda dari kiri ke kanan. Keadaan ini disebabkan karena tahanan pada roda depan lebih besar ketika roda berputar dari kiri ke kanan. 37

b. Kalibrasi Kalibrasi dilakukan untuk mengetahui besaran nilai encoder yang dihasilkan sebagai respon terhadap perubahan sudut roda depan traktor saat berbelok. Total jarak antara titik belok kiri maksimum dan titik belok kanan maksimum dibagi menjadi sembilan titik, masing-masing diberi tanda dari 0 hingga 8, kemudian dilakukan pembacaan nilai encoder pada masing-masing titik tersebut. Pembacaan nilai encoder dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Titik Sudut ( 0 ) Tabel 4. Kalibrasi Sudut Belok Roda Depan Traktor Nilai Pembacaan Encoder Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ulangan 5 Ulangan 6 Rata-rata 0 0.00 32 34 32 34 32 35 33.17 1 9.55 44 46 41 44 41 43 43.17 2 19.10 52 55 49 54 53 54 52.83 3 28.65 61 66 64 65 63 65 64.00 4 38.20 72 75 72 75 74 76 74.00 5 47.75 84 87 85 86 85 87 85.67 6 57.30 97 98 97 99 97 98 97.67 7 66.85 106 108 107 108 106 108 107.17 8 76.39 119 119 117 119 117 117 118.00 160,00 Kalibrasi Sudut Belok Roda Traktor Pembacaan Encoder 120,00 80,00 40,00 y = 1.1217x + 32.23 R² = 0.9994 0,00 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 Sudut Belok Gambar 27. Grafik Hasil Kalibrasi Sudut Belok Roda Traktor Nilai encoder dicatat mulai dari posisi roda depan traktor berbelok maksimum dari kanan maksimum (titik 0) hingga belok kiri maksimum (titik 8), dengan nilai terkecil encoder adalah 33.17 dan nilai encoder terbesar adalah 118, sehingga selisih nilai encoder terbesar dengan nilai encoder terkecil adalah 84. Hasil uji kalibrasi kemudian dibuat persamaan. Gambar 27 menunjukkan grafik hasil kalibrasi sudut belok roda depan traktor dan persamaan nilai encoder (y) terhadap sudut belok roda (x) adalah; y = 1.1217x + 32.23. Pola perubahan nilai encoder terhadap sudut putar berbentuk garis linier, hal ini menunjukkan bahwa absolut encoder yang digunakan adalah linier. 38

c.. Validasi Proses validasi dilakukan untuk mengetahui besarnya sudut putaran roda depan yang terbentuk berdasarkan nilai set point encoder yang ditentukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui presisi sudut putaran yang dibentuk oleh mekanisme kontrol yang telah dibuat. Tabel 5 menunjukkan hasil validasi sudut pada tiga titik setting nilai encoder. Tabel 5. Validasi Sudut Belok Roda Depan Traktor Encoder Set Point Sudut hasil kalibrasi ( 0 ) 40 7.56 67 33.82 100 65.92 Hasil Kontrol Sudut Ulangan Aktual ( 0 ) 1 8.00 2 7.56 3 7.56 1 33.82 2 34.77 3 33.82 1 65.92 2 65.92 3 65.92 Rata-rata ( 0 ) 7.71 34.12 65.92 Sudut Hasil Kontrol (0) 70 60 50 40 30 20 10 y = 0,9971x + 0,2562 R² = 1 0 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 Sudut Set Point (0) Gambar 28. Grafik Validasi Sudut Belok Roda Depan Traktor Dari hasil validasi pada tabel 4 dapat dilihat pada tiga titik set point nilai encoder, besarnya sudut belok roda depan traktor berdasarkan persamaan kalibrasi dibandingkan dengan hasil pembacaan actual tidak jauh berbeda. Perbandingan nilai rata-rata sudut belok dan sudut hasil persamaan kalibrasi ditampilkan pada gambar 28. 5.3. MEKANISME PENGENDALI AKSELERASI 5.3. 1. Komponen Penyusun Mekanisme pengendali akselerasi terdiri atas beberapa komponen, yaitu; motor DC sebagai sumber tenaga penggerak; dudukan motor yang berfungsi menopang motor, potensiometer, dan sebagai 39

poros batang transmisi; Potensiometer sebagai sensor posisi pedal akselerasi; puli, kabel penarik, sistem transmisi tenaga, dan limitswitch. Posisi pemasangan komponen dapat dilihat pada gambar 29. Satu komponen terakhir yang sangat penting dalam pengoperasian di lapangan adalah sebuah sensor kecepatan berupa encoder yang terpasang di roda belakang traktor. Pada prinsipnya alat ini menghitung jumlah putaran roda belakang permenit untuk mendeteksi laju traktor. Namun karena penelitian kali ini hanya sampai uji statis, kecepatan maju traktor dianggap stabil. Semua komponen memiliki fungsi dan cara pemasangan yang sama dengan dua mekanisme sebelumnya. Kecuali pada sistem transmisi, mekanisme pengendali akselerasi memanfaatkan prinsip mesin sederhana berupa pengungkit dengan titik tumpu (poros) berada di antara titik kuasa, dan titik beban. Poros batang transmisi ini menempel pada dudukan motor. Puli Motor Potensiometer (sensor) Dudukan Motor Kabel Penarik Pedal Akselerasi Batang Penyangga Dudukan Motor Batang Transmisi Gambar 29. Pemasangan dan Pengaplikasian Komponen Pengendali Akselerasi Limitswitch Atas Limitswitch Bawah Batang Transmisi Pedal Akselerasi 5.3. 2. Langkah Kerja Sistem Pengendali Gambar 30. Posisi limitswicth Atas dan Bawah Seperti yang sudah disinggung sebeblumnya, langkah pengoperasian mekanisme pengendali akselerasi dimulai saat traktor dihidupkan dan arus listrik mengalir ke accumulator. Kemudian sistem kontrol membaca posisi pedal akselerasi dan memerintahkan motor untuk menggerakkannya ke posisi 40

minimum penekanan. Dalam penelitian kali ini, mekanisme pengendali akselerasi hanya diuji statis tanpa menguji melakukan uji di lapangan. Oleh karena itu, dalam pengujiannya akselerasi traktor diset pada satu nilai tertentu dan dibaca nilai keluaran sensornya. 5.3. 3. Kalibrasi dan Validasi a.. Pengukuran Kecepatan Kalibrasi dilakukan dengan mengukur jarak antara titik minimum dan maksimum penekanan pedal akselerasi. Kemudian mencatat waktu yang dibutuhkan mekanisme untuk melakukan penekanan dan pelepasan pedal tersebut sehingga didapat kecepatan penekanan dan pelepasan pedal akselerasi. Tabel 6 menunjukkan hasil pengkuran waktu dan kecepatan penekanan pedal akselerasi. Tabel 6. Waktu dan Kecepatan Kendali Akselerasi Waktu (s) Kecepatan (cm/sekon) Ulangan Waktu Pelepasan Waktu Penekanan Kecepatan Kecepatan Penekanan Pelepasan 1 0.28 0.33 21.43 18.18 2 0.29 0.34 20.69 17.65 3 0.29 0.33 20.69 18.18 4 0.29 0.33 20.69 18.18 5 0.28 0.34 21.43 17.65 6 0.29 0.34 20.69 17.65 7 0.27 0.33 22.22 18.18 8 0.29 0.33 20.69 18.18 9 0.29 0.34 20.69 17.65 10 0.29 0.34 20.69 17.65 Rata-rata 0.286 0.335 20.99 17.91 Jarak titik minimum-maksimum pedal akselerasi = 6 cm Rata-rata waktu penekanan pedal = 0.335 Rata-rata waktu pelepasan pedal = 0.286 Kecepatan rata-rata penekanan pedal = 20.99 Kecepatan rata-rata pelepasan pedal = 17.91 Tabel diatas menunjukan lama waktu saat melakukan penekanan akselerasi dan juga saat melepaskan pedal akselerasi. Tabel tersebut menunjukan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses pengegasan dan melepaskan pedal akselerasi tidak sama. Waktu untuk melakukan pengegasan lebih lama dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk proses pelepasan pedal akselerasi. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya pegas pada pedal akselerasi yang menahan gaya tarik motor saat melakukan proses penekanan pedal akselerasi, sehingga waktu yang dibutuhkan lebih lama dan kecepatan penekanan lebih kecil dibanding kecepatan saat pelepasan. b. Kalibrasi Kalibrasi pada mekanisme pengendalian pedal akselerasi dilakukan untuk mengetahui besaran hambatan keluaran potensiometer yang dihasilkan terhadap perubahan persentase penekanan pedal. Nilai keluaran ini kemudian dikonversi menjadi nilai digital menggunakan ADC. Sebelumnya jarak antara titik maksimum dan minimum penekanan dibagi menjadi empat bagian, masing-masing ditandai sebagai 41

persentase penekanan pedal akselerasi dan dicatat berapa waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing persentase penekanan. Hasil kalibrasi potensiometer dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini. Persentase Pengegasan (%) Tabel 7. Hasil Kalibrasi Potensiometer Ulangan Pembacaan ADC (decimal) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata (decimal) 0 70 80 80 79 80 80 80 81 81 78 78.9 25 134 129 138 135 140 133 143 140 140 132 136.4 50 186 189 186 187 188 183 185 189 190 186 186.9 75 225 229 223 224 224 224 224 224 222 224 224.3 100 252 252 252 252 250 250 253 253 252 252 251.8 Nilai ADC (desimal) 300 250 200 150 100 50 0 y = -0,0084x 2 + 2,5702x + 78,477 R² = 0,9999 0 20 40 60 80 100 120 Persentase Pengegasan (%) Gambar 31. Grafik Kalibrasi Potesiometer Nilai ADC yang terbaca untuk masing-masing titik kemudian dikonversi sehingga didapatkan persamaan nilai ADC (y) terhadap persentase penekanan pedal gas (x), yaitu; -0.0084x 2 + 2.5702x + 78.477. Pola perubahan nilai ADC terhadap nilai persentase penekanan pedal membentuk kurva polynomial, hal ini menunjukkan bahwa jenis potensiometer yang digunakan tidak linier. 42