BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

BAB I PENDAHULUAN. mempertaruhkan waktu dan tenaganya untuk mengumpulkan pundi-pundi uang.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

PENYAKIT JANTUNG CORONER

BAB 1 PENDAHULUAN. kelemahan dan kematian sel-sel jantung (Yahya, 2010). Fenomena yang terjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. individu tidak akan berjalan dengan baik. Menurut Amyadin (dalam

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem tingkat resiko penyakit jantung koroner.

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang sangat menakutkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan jenis penyakit yang paling

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman dan tuntutan hidup terutama di perkotaan. Pada era

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), sampai dengan tahun 2008, PJK masih

BAB I PENDAHULUAN. masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang mendasari timbulnya penyakit penyakit tersebut. Mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai tingkah laku

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil. Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I. berbagai proses Penyakit Tidak menular (PTM) atau penyakit degeneratif. PTM

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. proses transportasi bahan-bahan energi tubuh, suplai oksigen dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. negara maju dan negara sedang berkembang. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipilih oleh calon mahasiswa dengan berbagai pertimbangan, misalnya dari

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting karena merupakan bekal bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Abstrak. Kata kunci:

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penderita penyakit kronis yang dapat menyebabkan kematian kini mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker, HIV/AIDS, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa terdapat 12 juta penderita kanker pada tahun 2010. Untuk jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia pada tahun 1990 adalah 7,8 juta dan pada akhir Desember 2007 mencapai 33,2 juta. Untuk penyakit diabetes, WHO melaporkan bahwa jumlah kematian akibat penyakit tersebut di seluruh dunia adalah 3,2 juta orang per tahun, sedangkan untuk penyakit kardiovaskular, diperkirakan 17 juta orang meninggal setiap tahun (www.who.int). Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyakit kronis yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Penyakit jantung cenderung semakin banyak dan tidak hanya diderita oleh kaum pria dan wanita yang berusia 45 tahun ke atas, tetapi juga diderita oleh kaum yang lebih muda. Salah satu penyakit kardiovaskular yang jumlah penderitanya meningkat secara pesat dari tahun ke tahun adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK). Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008 menyebutkan, PJK merupakan penyebab utama yang meliputi 12,2 persen (7,2 juta) kematian di seluruh dunia. Sementara, Survei Kesehatan Dasar Indonesia (SKDI) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menyebutkan penyakit itu merupakan penyebab 1

2 kematian terbesar ke-9 dan ke-11. Secara kumulatif, penyakit jantung menjadi penyebab kematian kedua tertinggi di Indonesia dengan persentase 9,7 persen (www.andmagz.com). Data-data dari rumah sakit pada bagian jantung di Indonesia juga menggambarkan bahwa pasien yang meninggal akibat PJK semakin meningkat dan tingkat kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk (www.suaramerdeka.com). Salah satu rumah sakit yang memiliki unit pelayanan untuk pasien penyakit jantung adalah Rumah Sakit X Bandung. Rumah sakit tersebut memiliki 2 unit pelayanan jantung, yaitu Instalasi Pelayanan Jantung (IPJ) dan poliklinik jantung. Berdasarkan wawancara peneliti dengan perawat dan catatan di bagian pendaftaran di Rumah Sakit X Bandung, diperkirakan bahwa jumlah pasien penyakit jantung di IPJ sekitar 500 pasien perbulan, sedangkan jumlah pasien penyakit jantung di poliklinik jantung lebih banyak, yaitu sekitar 1200 pasien per bulan. Menurut Dr. Erwin Sukandi, salah satu dokter senior, spesialis penyakit jantung, PJK merupakan salah satu bentuk penyakit jantung dan pembuluh darah, yaitu penyakit yang melibatkan gangguan pembuluh darah koroner, pembuluh darah yang menyuplai oksigen dan zat makanan pada jantung. Kelainan dapat berupa penyempitan pembuluh koroner yang disebabkan karena atherosclerosis (proses pembentukan endapan lemak). Atherosclerosis terjadi akibat penimbunan kolesterol, lemak, kalsium, sel-sel radang, dan material pembekuan darah (fibrin). Timbunan ini disebut dengan plak. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit jantung koroner, diantaranya: riwayat serangan jantung di dalam

3 keluarga, kolesterol yang tidak normal, diabetes, merokok, tekanan darah tinggi, kegemukan (obesitas), gaya hidup, dan stress (Patel Chandra, 1998). Kondisi fisik yang muncul pada kebanyakan pasien PJK adalah munculnya keringat dingin, nyeri dada, jantung berdebar-debar, pusing, dan lain-lain. Ketika gejala-gejala tersebut muncul, biasanya pasien merasa terganggu akan kondisi fisiknya dan mulai memeriksakan diri ke dokter. Setelah pemeriksaan dokter, pasien mendapatkan labeling (kondisi sosial) bahwa dirinya adalah penderita PJK, sehingga mereka diperlakukan seperti layaknya pasien, yang mewajibkan untuk mengurangi kegiatan dan aktivitas yang biasanya dilakukan, rutin meminum obat, menjaga pola makan, dan mengikuti prosedur pengobatan secara teratur. Pasien PJK akan ditangani oleh dokter berdasarkan tingkat keparahan sumbatan atau plak pada pembuluh darah koroner di jantung. Pada pasien dengan sumbatan di atas 70% diperlukan tindakan intervensi, baik itu pemasangan ring maupun operasi bypass arteri coronaria. Setelah mengetahui hasil pemeriksaan terhadap tingkat keparahan sumbatan, pasien harus berpikir dan memutuskan mengenai langkah pengobatan yang akan diambil dengan pertimbanganpertimbangan mereka masing-masing (www.medicalera.com). Berdasarkan wawancara dengan beberapa pasien PJK, ada beberapa pasien yang langsung mengambil tindakan untuk melakukan operasi atau pemasangan ring, namun ada beberapa pasien juga yang tidak berani untuk mengambil tindakan tersebut. Beberapa pasien tidak berani mengambil tindakan tersebut dikarenakan kurangnya biaya dan ketakutan mereka akan kematian. Mereka yang tidak mengambil tindakan operasi biasanya hanya mengkonsumsi obat yang

4 disaranan dokter. Kondisi-kondisi tersebut akan memunculkan kondisi psikologis, seperti: cemas, depresi, marah, takut, menyesal, dan lain-lain dari PJK yang dialaminya. Tetapi kondisi psikologis yang muncul pada masing-masing pasien itu, mungkin saja berbeda-beda, yaitu tergantung pada penghayatan pasien tersebut dalam memandang penyakitnya, penilaian pasien untuk biaya pengobatannya, dan perlakuan serta dukungan orang lain yang ada disekitarnya. Kondisi fisik, sosial, dan psikologis yang dialami pasien PJK tersebut berpotensi untuk menimbulkan stress. Stress merupakan segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan. Hal ini dapat terjadi jika keadaan tubuh individu tersebut terganggu karena tekanan psikologis yang disebabkan oleh penyakit fisik, dan rendahnya daya tahan tubuh. Secara lebih jelasnya Selye (1976) mengungkapkan bahwa, stress adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak terhadap keseimbangan dinamis seseorang yang diakibatkan adanya masalah kesehatan yang individu alami, karena setiap penyakit berat atau ringan pasti menimbulkan penderitaan dan ketegangan. Pasien PJK yang mengalami kondisi stress akan berusaha untuk meredakan ketegangan di dalam dirinya dengan menggunakan coping strategy. Coping strategy menunjukkan berbagai upaya baik mental maupun perilaku untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi atau meminimalkan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan, dengan perkataan lain coping strategy merupakan suatu proses usaha untuk menangani dan menguasai situasi stress yang menekan

5 akibat masalah yang sedang dihadapi dengan cara melakukakan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Mu tadin, 2002). Coping strategy dibagi menjadi dua, yaitu: strategi mendekati (approach strategies) dan strategi menghindar (avoidance strategies). Strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stress dan usaha untuk menghadapi penyebab stress atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung. Sedangkan strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stress dan usaha untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress (Patterson et.al.,1993). Berdasarkan survei awal yang dilakukan terhadap 10 pasien PJK di kota Bandung, 1 diantaranya menunjukkan pengabaian terhadap penyakitnya tersebut, yaitu menyangkal diagnosa dokter yang menyatakan bahwa dirinya menderita PJK (avoidance). Pasien tersebut memeriksakan penyakitnya kepada 4 dokter dan setelah itu, barulah pasien menerima akan penyakitnya dan menjalani tindakan medis, yaitu pemasangan stent. Setelah pemasangan stent, pola makan pasien menjadi lebih baik, yaitu lebih banyak mengkonsumsi sayur dan buah dan menghilangkan kebiasaan merokok (approach). Namun setelah ± 3 tahun pemasangan stent, pasien kembali mengabaikan penyakitnya, yaitu jarang minum obat dan memeriksakan diri ke dokter meskipun gejala nyeri dada masih sering muncul (avoidance).

6 Dua pasien berikutnya menunjukkan adanya penanganan terhadap penyakitnya tersebut, yaitu segera melakukan tindakan medis, yaitu pemasangan stent (approach). Setelah pemasangan stent, pasien juga menunjukkan adanya keinginan yang besar untuk sembuh, yaitu dengan rajin berolahraga setiap pagi, banyak mengkonsumsi buah dan sayur, menghentikan kebiasaan merokok, rutin minum obat, dan melakukan pemeriksaan kesehatan jantung secara rutin (approach). Satu pasien berikutnya menunjukkan adanya penanganan terhadap penyakitnya tersebut, yaitu segera menjalani tindakan medis, yaitu pemasangan stent (approach). Setelah pemasangan stent, pasien lebih berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan (religius). Tiga pasien berikutnya menunjukkan adanya penanganan terhadap penyakitnya tersebut, yaitu memeriksakan diri ke dokter jantung ketika gejala fisik seperti nyeri dada muncul dan segera berkonsultasi dengan dokter jantung untuk melakukan tindakan medis yang paling tepat. Pada saat itu, mereka bersama-sama dengan dokter jantung sepakat untuk melakukan pemasangan stent (approach). Mereka beranggapan bahwa PJK tidaklah menakutkan seperti dahulu. Mereka mengatakan bahwa dengan pengobatan yang semakin canggih maka PJK dapat disembuhkan dan tidak perlu dikhawatirkan lagi, sehingga setelah pemasangan stent, pasien cenderung mengabaikan kondisi kesehatannya, yaitu meminum obat dengan tidak teratur dan jarang memeriksakan diri ke dokter jantung (avoidance).

7 Dua pasien berikutnya juga menunjukkan adanya penanganan terhadap penyakitnya, yaitu segera melakukan tindakan medis, yaitu dengan melakukan pemasangan stent dan menjaga pola makan serta berolahraga (approach); tetapi meskipun mereka sudah melakukan pengobatan yang disarankan dokter, kesehatan mereka semakin lama tidak semakin membaik. Mereka merasakan kesehatannya semakin menurun dan ketika diperiksakan ke dokter, ternyata terdapat sumbatan baru pada pembuluh darah koroner yang lain sehingga perlu dilakukan pemasangan stent lagi. Mereka berpendapat bahwa mereka sudah tidak sanggup lagi untuk membiayai pengobatan penyakitnya. Mereka beranggapan bahwa meskipun penyakitnya sudah ditangani tetapi penyakitnya tidak mungkin sembuh. Mereka kemudian cenderung mengabaikan kondisi kesehatannya, yaitu jarang berolahraga, terkadang mengkonsumsi makanan berlemak, dan merokok (avoidance). Satu pasien sisanya, menunjukkan adanya pengabaian dan penanganan terhadap penyakitnya tersebut, yaitu dengan tidak melakukan pemasangan stent yang disarankan dokter. Hal ini dikarenakan, pasien merasa takut sehingga pasien lebih menjaga kesehatannya dengan berolahraga, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi makanan berlemak (approach-avoidance). Dari hal tersebut, dapat dilihat penggunaan coping strategy yang berbedabeda pada masing-masing pasien penyakit jantung koroner. Coping strategy yang tepat dan sesuai akan membantu individu untuk mengatasi dan meminimalkan stress yang dialami (Tanumidjojo dkk, 2004). Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit X Bandung karena Rumah Sakit X adalah rumah

8 sakit pemerintah terbesar di Kota Bandung yang memiliki 2 unit pelayanan jantung, yaitu poliklinik dan IPJ. Di Rumah Sakit X terdapat lebih dari 10 dokter spesialis jantung, alat pemeriksaan dan pengobatannya sudah cukup lengkap, dan jumlah pasien di Rumah Sakit X cukup banyak, sehingga peneliti dapat memperoleh data yang lebih kaya dan bervariasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai approach-avoidance coping strategy pada pasien PJK di Rumah Sakit X Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan mengetahui bagaimana approach-avoidance coping strategy (AACS) pada pasien PJK di rumah sakit X Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai approach-avoidance coping strategy pada pasien PJK di rumah sakit X Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih rinci dan mendalam mengenai approach-avoidance coping strategy pada pasien PJK di rumah sakit X Bandung.

9 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi bidang psikologi klinis dan kesehatan mengenai approach-avoidance coping strategy pada pasien PJK. Penelitian ini diharapkan berguna juga bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian lanjutan mengenai approach-avoidance coping strategy pada pasien PJK. 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada pasien PJK mengenai coping strategy sebagai evaluasi dan pertimbangan, agar dalam menghadapi penyakitnya mereka mampu mengembangkan coping strategy yang sesuai. Memberikan informasi kepada psikolog klinis dan kesehatan mengenai coping strategy yang digunakan sebagian besar pasien PJK serta mendorong pasien PJK untuk dapat mengembangkan coping strategy yang sesuai untuk meminimalisasikan stress yang dialami pasien. Memberikan informasi kepada keluarga dan rekan-rekan pasien mengenai coping strategy yang digunakan pasien, agar dapat membantu dan mendukung pasien untuk menanggulangi stress yang dialami. Memberikan informasi kepada Rumah Sakit X Bandung mengenai coping strategy yang digunakan sebagian besar pasien PJK agar dapat membantu pasien untuk menanggulangi stress yang dialami.

10 1.5 Kerangka Pikir PJK mengalami berbagai gejala akibat dari penyakitnya tersebut, yaitu gejala fisik, psikologis, dan sosial. Gejala fisik yang sering timbul akibat PJK adalah dada terasa sakit, sesak nafas, merasa tercekik, dan dada terasa menekan. Ketika gejala fisik tersebut muncul, mereka mengetahui bahwa di dalam tubuhnya ada sesuatu yang tidak beres, sehingga mereka memeriksakan ke dokter untuk memastikan kesehatan tubuhnya. Setelah mereka mengetahui bahwa mereka memiliki PJK, maka biasanya muncul gejala psikologis. Gejala psikologis yang biasanya timbul akibat dari penyakitnya adalah takut, khawatir, cemas, sedih, marah, atau menyesal karena PJK yang dialami. Pada saat itu juga, mereka diharuskan untuk segera menangani penyakitnya dan mengurangi aktivitas yang biasanya dilakukan. Pengurangan aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan olahraga berat (hobi) maupun pekerjaan. Penanganan penyakitnya dapat berupa tindakan meminum obat secara teratur, melakukan pemasangan ring ataupun melakukan tindakan operasi bypass. Gejala sosial yang biasanya timbul adalah biaya penanganan untuk penyakitnya tersebut tidaklah sedikit, tetapi pada saat bersamaan, mereka juga tidak diperbolehkan untuk bekerja terlalu berat. Padahal mereka perlu bekerja lebih berat untuk mendapatkan uang pengobatan yang cukup besar. Orang-orang yang ada disekitarnya juga bisanya melarang mereka untuk bekerja terlalu berat karena penyakit yang dideritanya. Meskipun mereka sudah stabil kesehatannya, biasanya mereka masih diperlakukan layaknya seperti pasien. Ketiga gejala di atas, yaitu gejala fisik, psikologis, dan sosial merupakan stressor yang dapat mengakibatkan stress. Pada dasarnya keadaan stress bersifat

11 individual. Artinya meskipun beberapa orang menghadapi stressor yang sama, namun masing-masing orang dapat menghayati stressor tersebut secara berbedabeda. Hal ini terjadi karena adanya penilaian yang dilakukan seseorang terhadap stressor. Penilaian ini oleh Lazarus (1984) disebut sebagai penilaian kognitif (cognitive appraisal). Ketika individu menyadari bahwa dirinya memiliki penyakit jantung koroner, maka individu tersebut akan melakukan penilaian terhadap penyakit yang dideritanya. Penilaian ini terbagi menjadi 3 tahap, yaitu penilaian primer (primary appraisal), penilaian sekunder (secondary appraisal), dan reappraisal. Penilaian primer merupakan evaluasi terhadap situasi yang sedang dihadapi. Hasil evaluasi dari penilaian primer ini dapat berupa : irrelevant, yaitu jika seseorang menghayati situasi yang dihadapi sebagai hal yang tidak berpengaruh dan tidak mengancam kesejahteraan dirinya ; benign-positive, yaitu jika seseorang menghayati situasi yang dihadapi sebagai hal yang positif dan dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan dirinya ; atau stress appraisal, yaitu jika seseorang menghayati situasi yang dihadapi sebagai threat (ancaman), challenge (tantangan) atau sesuatu yang menimbulkan harm / loss (gangguan, kerugian atau perasaan kehilangan). Bila hasil penilaian primer terhadap situasi tertentu adalah irrelevant atau benign positive maka seseorang dikatakan tidak mengalami stressfull. Namun, apabila hasil penilaiannya adalah stress appraisal maka seseorang dikatakan mengalami stressfull. Menurut Folkman (1984) seseorang akan mengalami tekanan emosi atau stress apabila situasi yang dihadapi dirasakan mengancam

12 dirinya atau apabila tuntutan dirasakan melebihi kemampuan yang dimilikinya. Dalam hal ini, pasien penyakit jantung koroner mengalami harm / loss dari penyakit yang dideritanya, yaitu pasien penyakit jantung koroner merasakan fisiknya semakin melemah, mengalami tekanan emosi akibat penyakitnya, dan mengalami kehilangan dari apa yang biasanya mereka dapat lakukan. Mereka tidak boleh bekerja terlalu berat yang membuat mereka harus membatasi kegiatan ataupun pekerjaan mereka, sehingga ketika usia mereka masih produktif, mereka kurang dapat memenuhi tugas perkembangan mereka untuk mencapai produktivitas. Setelah mereka menilai bahwa penyakitnya tersebut menyebabkan stress, maka mereka akan melakukan penilaian sekunder (secondary appraisal). Pada penilaian sekunder (secondary appraisal), seseorang mengevaluasi potensi-potensi yang ada dalam dirinya, baik fisik, psikis, sosial, maupun material untuk menghadapi stressor. Proses ini pun mencakup evaluasi mengenai bentuk penanggulangan atau strategi yang sesuai untuk menghadapi stressor dengan mempertimbangkan konsekuensi yang muncul berkaitan dengan digunakannya suatu strategi tertentu. Setelah melakukan penilaian terhadap stressor, maka individu akan menggunakan coping strategy yang dirasakan sesuai untuk mengatasi stressor tersebut. Menurut Lazarus dan Folkman, coping strategy adalah perubahan kognitif dan tingkah laku yang berlangsung terus-menerus untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya individu atau membahayakan keberadaan dan kesejahteraannya.

13 Terdapat 8 aspek coping strategy, yaitu confrontive coping, distancing, selfcontrol, seeking social support, accepting responsibility, escape avoidance, planful problem solving, dan positive reappraisal. Confrontive coping merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kekesalan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko. Distancing merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk melepaskan diri atau berusaha untuk tidak melibatkan diri dalam permasalahan dan disaat yang lain menciptakan pandangan-pandangan yang positif. Self-control merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk meregulasi perasaan maupun tindakannya. Seeking social support merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk mencari dukungan dari pihak luar baik berupa informasi, bantuan nyata, ataupun dukungan emosional. Accepting responsibility merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk mengakui peran dirinya dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba untuk mendudukan segala sesuatu dengan benar sebagaimana mestinya. Escape avoidance merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien penyakit PJK untuk menghindar atau melarikan diri dari masalah yang sedang dihadapi. Planful problem solving merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk memecahkan masalah yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis. Positive reappraisal merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk menciptakan makna yang positif dengan memusatkan pada pengembangan pribadi dan juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.

14 Dalam hal ini, Patterson et al (1993) mengelompokkan 8 aspek tersebut menjadi 2 dimensi, yaitu approach dan avoidance coping strategy. Hal ini dikarenakan chronic illness (penyakit jantung koroner) merupakan stressor yang tidak dapat diubah dan akan berlangsung selamanya. Oleh karena itu, istilah dimensi problem focus coping yang digunakan oleh Lazarus dinilai kurang efektif digunakan bagi pasien chronic illness. Approach coping strategy terdiri dari aspek: confrontive coping, seeking social support, planful problem solving, dan positive reappraisal, sedangkan aspek yang termasuk avoidance coping strategy yaitu: distancing, self-control, accepting responsibility, dan escape avoidance. Strategi mendekati (approach strategies), meliputi usaha kognitif pasien PJK untuk memahami penyebab stress dan usaha untuk menghadapi penyebab stress tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung. Strategi menghindar (avoidance strategies), meliputi usaha kognitif pasien PJK untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stress dan usaha untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress. Menurut Lazarus & Folkman (1984) terdapat enam faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan coping strategy, yaitu : kesehatan dan energi, keterampilan untuk memecahkan masalah, keyakinan yang positif, keterampilan sosial yang adekuat dan efektif, dukungan sosial, dan sumber-sumber material. Kesehatan dan energi, merupakan sumber-sumber fisik yang dapat mempengaruhi upaya seseorang dalam menangani atau menanggulangi stress. Seorang penderita PJK akan lebih mudah untuk menanggulangi masalah penyakitnya apabila kesehatannya dalam keadaan stabil. Dengan adanya keadaan

15 kesehatan yang stabil maka pasien memiliki energi yang cukup pula untuk melakukan aktivitas. Hal ini dapat mempengaruhi pasien penyakit jantung koroner dalam mengatasi stress yang dialaminya, yaitu dengan mengambil resiko akibat penyakit jantung koroner yang dialaminya, seperti pengambilan keputusan untuk melakukan penanganan medis (dimensi approach). Keterampilan untuk memecahkan masalah, merupakan kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah sebagai usaha dalam mencari alternatif tindakan, mempertimbangkan, memilih dan menerapkan rencana yang tepat dalam menanggulangi stress. Keterampilan untuk memecahkan masalah ini diperoleh melalui pengalaman, pengetahuan, kemampuan intelektual atau kognitif dalam menggunakan pengetahuan tersebut serta kapasitas untuk mengendalikan diri. Seseorang pasien PJK akan lebih mudah untuk menanggulangi masalah yang ditimbulkan dari penyakitnya, yaitu mereka secara rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter jantung serta mencari tahu lebih dalam mengenai pengobatan, olahraga, dan makanan yang sehat untuk pasien PJK (dimensi approach). Keyakinan yang positif, merupakan pandangan yang positif terhadap kemampuan sumber daya psikologis yang ada di dalam diri. Seorang pasien PJK yang memiliki keyakinan positif, akan lebih yakin bahwa kesehatannya akan semakin membaik dan juga memiliki keyakinan dalam memilih dan memutuskan jenis pengobatan yang akan dijalani (dimensi approach). Keterampilan sosial yang adekuat dan efektif, merupakan keterampilan untuk melakukan komunikasi dengan orang lain untuk memudahkan pemecahan

16 masalah yang dilakukan bersama-sama. Seorang pasien PJK yang memiliki keterampilan sosial, akan lebih mampu untuk berkomunikasi dengan pihak luar baik untuk mendapatkan informasi mengenai PJK, bantuan nyata, ataupun dukungan emosional (dimensi avoidance). Dukungan sosial, merupakan bentuk pertolongan yang dapat berupa materi, emosi, dan informasi yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti keluarga, sahabat, teman, saudara, dokter, rekan kerja atupun atasan atau orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Dengan adanya dukungan sosial, maka pasien PJK akan mendapat dukungan dari pihak luar baik berupa informasi, bantuan nyata, ataupun dukungan emosional (dimensi avoidance). Sumber-sumber material, merupakan sumber daya yang berupa uang, barang atau fasilitas lain yang dapat mendukung terlaksananya coping secara lebih efektif. Pasien PJK yang memiliki sumber material yang cukup, akan membantu pasien penyakit jantung koroner dalam mengatasi stress yang dialaminya, yaitu dengan memeriksakan kondisi kesehatannya ke dokter jantung dan menjalani pengobatan yang disarankan dokter (dimensi approach). Berdasarkan teori yang ada, dari 8 aspek coping strategy tersebut akan dikelompokkan menjadi 2 dimensi, yaitu: approach dan avoidance; tetapi dalam kenyatannya 8 aspek coping strategy tersebut dapat dikelompokan menjadi 4 kategori, yaitu approach, approach-avoidance kuat, avoidance, dan approachavoidance lemah. Pasien PJK yang menggunakan approach adalah mereka yang lebih dominan menggunakan approach dibandingkan avoidance coping strategy. Pasien PJK yang menggunakan approach-avoidance kuat adalah mereka yang

17 menggunakan approach dan avoidance coping strategy secara kuat dan seimbang. Pasien PJK yang menggunakan avoidance adalah mereka yang lebih dominan menggunakan avoidance dibandingkan approach coping strategy. Pasien PJK yang menggunakan approach-avoidance lemah adalah mereka yang menggunakan kedua coping strategy secara lemah dan seimbang.

18 Faktor-faktor internal yang mempengaruhi: - Kesehatan dan energi Pasien PJK menghadapi stressor fisik, psikologis, dan sosial. - Keterampilan untuk memecahkan masalah - Keyakinan yang positif - Keterampilan sosial yang adekuat dan efektif Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi: - Dukungan sosial - Sumber-sumber material Approach - Approach- Cognitive Appraisal tahap 1, yaitu: Primary Appraisal Irrelevant Benign positive Stress appraisal Stressfull Strategy Coping Cognitive Appraisal tahap 2, yaitu: Secondary Appraisal Balance Avoidance Avoidance Kuat - Approach- Avoidance Lemah Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

19 1.6 Asumsi 1) PJK merupakan suatu kondisi (stressor) yang tidak dapat diubah. 2) Pasien PJK menilai penyakit yang dideritanya (primary appraisal) sebagai stress appraisal. 3) Pasien PJK pada umumnya berada dalam situasi stressfull. 4) Pasien PJK (pasien dengan chronic illness) akan menggunakan approachavoidance coping strategy (AACS) untuk mengatasi stress yang berasal dari stressor yang tidak dapat diubah. 5) Penggunaan coping strategy untuk mengatasi stress, dipengaruhi oleh faktor-faktor internal, yaitu kesehatan dan energi, keterampilan untuk memecahkan masalah, keyakinan yang positif, dan keterampilan sosial yang adekuat dan efektif. 6) Penggunaan coping strategy untuk mengatasi stress, dipengaruhi juga oleh faktor-faktor eksternal, yaitu dukungan sosial dan sumber-sumber material.