MODEL PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DI SEKOLAH DASAR Fahrurrozi Abstrak, Pengajaran membaca di SD dibagi dalam dua tahapan, yaitu: membaca permulaan dan membaca pemahaman. Membaca permulaan diberikan pada siswa kelas I dan II sedangkan membaca pemahaman diberikan pada siswa kelas III, IV, V, dan VI. Pengajaran membaca permulaan bertujuan agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Agar siswa mampu membaca permulaan dengan baik, guru perlu memahami dan menerapkan model pembelajaran membaca permulaan. Model membaca permulaan yang dapat diterapkan guru, yaitu: (a) model induktif, dan (2) model deduktif. Kata kunci: Membaca permulaan, membaca induktif, dan membaca deduktif. PENDAHULUAN Sekolah dasar (SD) merupakan tempat pendidikan formal yang yang pertama bagi anak dalam mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemampuan kognitif terkait dengan bagaimana seorang anak mampu mengetahui, memahami, dan menguasai berrbagai ilmu pengetahuan/mata pelajaran di SD. Kemampuan afektif merupakan sikap yang diperoleh siswa setelah dia mempelajari berbagai ilmu pengetahuan sedangkan kemampuan psikomotor terkait dengan berbagai keterampilan fisik yang dikuasai oleh anak setelah dia mempelajari ilmu pengetahuan tersebut. Kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor pada siswa SD tidak sama satu sama lain. Hal ini dikarenakan pada Siswa SD terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu siswa kelas rendah dan siswa kelas tinggi. Siswa kelas rendah dimulai pada usia, 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun atau siswa kelas rendah dimulai sejak kelas I, II, dan III. Siswa kelas tinggi dimulai sejak siswa berumur 9 atau 10 tahun sampai berumur 12 atau 13 tahun atau sejak kelas IV, V, dan VI. Di samping berbeda dalam hal usia dan tingkat kelas, siswa kelas rendah dan tinggi juga berbeda dalam kemampuan mencerna informasi. Untuk kelas rendah, siswa masih memperoleh informasi yang sifatnya konkret sedangkan siswa kelas tinggi sudah dapat memperoleh informasi yang cenderung abstrak. Namun perlu diperhatikan informasi yang abstrak sebaiknya dibatasi pada informasi yang sederhana dan tidak rumit. Sehubungan dengan hal di atas, pembelajaran di SD kelas rendah lebih ditekankan kepada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Calistung ini merupakan pondasi bagi anak dalam memahami atau berlanjut kepada penguasaan materi pelajaran di kelas tinggi. Seorang siswa yang belum mampu calistung pada kelas rendah, maka ia akan kesulitan pada mata pelajaran-mata pelajaran lain. Begitu pula sebaliknya, seorang siswa yang mampu secara calistung di kelas rendah, maka ketika berhadapan dengan materi-materi pelajaran di kelas tinggi, dia dapat mengikuti dan menguasainya. Begitu pentingnya peran
calistung di SD, tidak heran kalau dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006 memasukkan indicator ketuntasan belajar di kelas rendah adalah siswa mampu calistung. Calistung di kelas rendah di kenal dengan membaca permulaan, menulis permulaan, dan berhitung permulaan. Materi pembelajaran calistung di kelas rendah diarahkan kepada 80% melatih anak dalam kemampuan motorik dan afektif sedangkan 20% kemampuan kognitif. Artinya pada siswa kelas rendah diarahkan bagaimana siswa mampu membaca huruf, kata, kalimat dengan menggunakan bahasa yang nyaring. Tujuannya adalah bagaimana seorang anak mampu melafalkan huruf, kata, kalimat dengan baik dan benar. Pada kemampuan menulis permulaan diharapkan anak mampu melatih tangan dan gerakan mata dalam menggoreskan huruf atau angka secara baik dan benar sedangkan kemampuan berhitung, bagaimana seorang anak mampu mengenali angka-angka secara baik dan benar. Sebagai bagian dari kegiatan calistung di kelas rendah, membaca permulaan merupakan hal yang paling penting dalam kegiatan pembelajaran di kelas rendah. Dikatakan sangat penting, karena anak yang memiliki kemampuan mengenal huruf, kata, dan kalimat pada secara baik akan mampu mempelajari mata pelajaran-mata pelajaran secara baik. Begitu pula sebaliknya, ketidakmampuan anak mengenal huruf, kata dan kalimat di kelas rendah akan berimplikasi kepada mata pelajaran lain yang tidak dapat dikuasai secara baik. Karena begitu pentingnya peran membaca permulaan di sekolah dasar ini, maka guru dituntut untuk menguasai berbagai metode-metode pengajaran membaca permulaan. Seorang guru yang mampu menerapkan metode membaca permulaan sesuai dengan karakteristik siswa tentu akan berimplikasi kepada kemampuan membaca anak. PEMBAHASAN 1. Pengertian Membaca Pembelajaran membaca di SD merupakan kegiatan yang diarahkan kepada pengembangan kemampuan verbal dari seseorang. Membaca tidak hanya membutuhkan mata untuk mengenali hurufhuruf yang ada di dalan tulisan. Lebih dari itu, membaca membutuhkan kerjasama yang baik antara mata dan pikiran dalam mengolah katakata yang dibaca untuk dipahami maknanya. Oleh karena itu, pembelajaran membaca di SD sangat penting bagi siswa SD. Hal ini tercermin dari pendapat Abbas (2006:102) yang mengatakan bahwa membaca adalah suatu aktifitas untuk menangkap informasi bacaan baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan secara literal, inferensial, evaluatif, dan kreatif dengan memanfaatkan pengalaman belajar membaca. Pendapat di atas dapat dipahami bahwa dengan membaca seseorang tidak hanya mampu menangkap informasi yang ada di dalam tulisan, tetapi juga mampu memahami yang berada diluar tulisan. Artinya dengan membaca seseorang akan dapat memahami tulisan bukan sekedar mengenal huruf atau lambang-lambang akan tetapi seseorang akan mampu secara tepat memaknai huruf atau symbol tersebut. Senada dengan pendapat di atas, Klein, dalam Rahim (2007:3) mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup: (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah
strategis, (3) membaca merupakan interaktif. Maksud dari definisi ini adalah kemampuan membaca seseorang tidak hanya didapatkan secara instan akan tetapi kemampuan membaca perlu dilatihkan secara terus menerus sehingga seseorang dapat mahir dalam membaca. Selain itu, membaca merupakan salah satu keterampilan yang cukup penting dikuasai karena siswa akan mampu mempelajari berbagai ilmu pengetahuan apabila ia telah lancar dalam membaca. Tidak itu saja, membaca merupakan sarana yang efektif dalam membangun komunikasi antara penulis dan pembaca dengan bantuan pesan yang tertuang dalam bacaan. Penulis dapat mengekspresikan ide, gagasan, dan pesannya kepada khalayak secara bebasa dan pembaca dapat memahami maksud dari penulis tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan membaca merupakan proses kegiatan yang melibatkan mata dan pikiran untuk dapat bekerjasama dalam menelusuri, memahami, hingga mengeksplorasi berbagai simbol berupa rangkaian huruf-huruf dalam suatu tulisan. 2. Membaca Permulaan Membaca permulaan diajarkan pada siswa SD kelas rendah, yaitu kelas I dan kelas II. Pengajaran membaca permulaan di kelas rendah dimaksudkan agar siswa mampu melafalkan bumyi symbol/huruf, kata, dan kalimat dengan benar dan sesuai dengan intonasi yang tepat. Oleh karena itu, membaca permulaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan proses membaca secara mekanik. Membaca secara mekanik maksudnya adalah siswa membunyikan bacaan yang dibacanya dengan menggunakan suara yang nyaring. Menurut Shiba i (2000:94) untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan hal sebagai berikut, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambanglambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Maksud dari kemampuan membunyikan adalah bagaimana siswa mampu melafalkan huruf, kata, kalimat secara tepat sesuai dengan intonasi. Selain itu, kebulatan atau kejelasan huruf pada saat siswa membunyikan huruf, kata, dan kalimat perlu dilatih secara terus menerus karena siswa kelas I dan II masih mengalami perkembangan motoric termasuk alat ucapnya. Selanjutnya, maksud dai penguasaan kosa kata untuk memberi arti adalah dengan membunyikan kata, siswa akan mengenali makna dari kata yang diucapkannya karena kegiatan membaca permulaan pada prinsipnya merupakan pembelajaran yang terintegrasi antara membaca dan menulis. Terakhir, yang dimaksud memasukkan makna dalam kemahiran berbahasa adalah setelah siswa mengenal dan mampu membunyikan kata atau kalimat siswa akan mampu menyusun kalimat sesuai dengan tujuan berkomunikasi. Artinya, ketika seorang siswa membacakan suatau bacaan, ia akan segera memahami maksud dari bacaan tersebut. Oleh karena itu pembelajaran membaca permulaan diberikan dengan tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Sehubungan dengan hal di atas, dalam KTSP (2006) dikatakan bahwa Hasil belajar yang diharapkan dalam pembelajaran
Membaca Permulaan di kelas 1 SD/MI antara lain siswa dapat: (1) membiasakan diri dan bersikap dengan benar dalam membaca gambar tunggal, gambar seri, dan gambar dalam buku; (2) membaca nyaring suku kata, kata, label, angka Arab, kalimat sederhana; (3) membaca bersuara (lancar) kalimat sederhana terdiri atas 3-5 kata; (4) membacakan penggalan cerita dengan lafal dan intonasi yang tepat. 3. Model Pembelajaran Membaca Permulaan Hasil belajar membaca permulaan yang digariskan oleh Depdiknas melalui KTSP 2006 membawa ilmplikasi yang cukup berat bagi guru-guru SD kelas rendah. Hal ini tidak hanya siswa diharapkan mampu membaca huruf, kata, kalimat sederhana, lebih dari itu, siswa dituntut untuk dapat membaca pengggalan cerita dengan lancar sesuai dengan intonasi yang tepat. Oleh karena itu, diperlukan peran guru yang efektif dalam mengajarkan membaca permulaan dengan berbagai model pembelajaran yang tepat dan efektif. Menurut Akhadiah (1991) model pembelajaran yang dapat diajarkan guru adalah dengan (1) model deduktif dan (2) model induktif. 1) Model Induktif. Pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan model pembelajaran membaca induktif dimaksudkan agar, siswa diperkenalkan unit bahasa terkecil terlebih dahulu baru kemudian mengenalkan kalimat dan wacana. Peran guru dengan model ini adalah guru terlebih dahulu mengenalkan huruf-huruf dengan membunyikan secara jelas dan tepat. Setelah siswa mampu membunyikan maka langkah selanjutnya adalah siswa merangkainya menjadi kata, kemudian menjadi kalimat. Agar siswa dalam waktu yang singkat dapat mengenali dan membunyikan huruf, maka guru sebaiknya mengenalkan hurufhuruf berupa konsonan yang paling banyak berada dalam kosakata bahasa Indonesia. Konsonan-konsonan yang sering muncul dalam kosakata bahasa Indonesia seperti konsonan /b/, /m/, /n/, /r/, /p/, dan lain sebagainya. Sedangkan konsonan yang sedikit muncul dalam kosakata bahasa Indonesia seperti; /w/, /x/. /z/, /q/ dan sebagai sebaiknya dikenalkan setelah siswa mengenali semua konsonan yang sering muncul dalam kosakata bahasa Indonesia Selain itu, untuk lebih mempercepat kemampuan siswa dalam mengenali huruf, maka sebaiknya ketika guru mengenalkan huruf, huruf yang dikenalkan jangan terlepas tetapi sebaiknya dipasangkan dengan konsonan. Hal ini mengingat siswa SD memiliki karakteristik dalam memahami informasi secara kongkret tentu ketika dikenalkan huruf/konsonan secara terlepaslepas, maka siswa sulit untuk mengingatnya kembali. Oleh karena itu, guru perlu memasangkan huruf konsonan dan vokal secara bersamaan. Contoh: Ketika guru mengajarkan huruf /p/ + /a/ + /p/ + /a/ = papa (ayah). Huruf konsonan dan vokal yang digabungkan akan bermakna seperti contoh tersebut. 2) Model Deduktif Berbeda dengan model pembelajaran membaca di atas, model pembelajaran deduktif siswa diperkenalkan unit bahasa terbesar terlebih dahulu (kalimat, wacana) baru kemudian mengenalkan kata, suku kata, sampai dengan huruf-huruf atau bunyi-bunyi bahasa. Model ini, mengarahkan siswa
terlebih dahulu untuk membaca beberapa kalimat. Setelah siswa membaca kalimat, siswa dihadapkan kepada penguraian kata per kata dan huruf per huruf. Setelah siswa menguraikan kalimat, kata, suku kata, dan huruf kemudian siswa merangkaikan huruf, suku kata, kata, dan kalimat. Pennggunaan model deduktif ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Dilihat dari kelebihan dari model ini adalah: (a) pembelajaran membaca permulaan lebih panjang waktunya dibandingkan dengan model induktif karena siswa diminta mengenali huruf, suku kata, kata, dan kalimat secara timbal balik; (b) siswa langsung dihadapkan kepada makna kata bukan huruf-huruf yang terlepas-lepas; dan (c) kemampuan menulis siswa akan semakin baik karena adanya pengulangan penulisan huruf, kata, dan kalimat. Selain kelebihan tersebut, kelemahan dari model deduktif ini adalah: (a) siswa merasa bosan karena secara terus menerus membaca huruf, suku kata, kata, dan kalimat, (2) waktu pembelajaran menjadi tersita untuk mengenal huruf, kata, dan kalimat, (3) Karakteristik pembelajaran model deduktif ini adalah abstrak, siswa kelas rendah belum mampu berpikir secara abstrak. membaca permulaan agar dapat dihafal dan lafalkan secara tepat oleh siswa perlu mendapatkan penanganan yang baik oleh guru. Penanganan itu adalah dengan cara guru mamu menggunakan berbagai model pembelajaran membaca permulaan sesuai dengan karakteristik siswa. Oleh karena itu, guru perlu mengenal dan mampu menerapkan model pembelajaran membaca induktif dan deduktif. Model pembelajaran induktif siswa diperkenalkan unit bahasa terkecil terlebih dahulu baru kemudian mengenalkan kalimat dan wacana., Sedangkan model pembelajaran deduktif siswa diperkenalkan unit bahasa terbesar terlebih dahulu (kalimat, wacana) baru kemudian mengenalkan kata, suku kata, sampai dengan huruf-huruf atau bunyi-bunyi bahasa. PENUTUP 1. Kesimpulan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada kelas rendah memuat tujuan dan pengembangan kemampuan berbahasa siswa. Salah satunya adalah siswa dapat membaca bersuara, Siswa akan dapat membaca bersuara apabila siswa sudah hafal abjad dan pelafalannya. Tanpa adanya kemampuan tersebut, maka siswa belum dapat membaca dengan baik. Membaca bersuara atau
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Saleh Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Efektif di Sekolah Dasar, Jakarta : Depdiknas, 2006. Akhadiah Sabarti, dkk, Bahasa Indonesia Jilid 1, (Jakarta : Depdikbud,1992. As-Shiba i, Musthafa Cakrawala Jendela Dunia, Jakarta: Intimedia Cipta Nusantara, 2000. Depdiknas, KTSP 2006, Jakarta: Depdiknas. 2006. Rahim, Farida Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Daftar Riwayat Hidup Peneliti: Dr. Fahrurrozi, adalah Dosen PGSD FIP UNJ.