BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Kediri)

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

EVALUASI SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. Suatu pemerintahan Daerah memiliki tujuan untuk membangun daerahnya dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

ABSTRAK. Oleh : ROSNI. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, tiap-tiap daerah dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 Alinea ke-iv, yakni melindungi

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan antara pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan tentunya mempunyai masalah dalam menyusun

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. yang sedikit mirip dengan negara serikat/federal 1. Namun terdapat perbedaanperbedaan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah sangat berdampak pada berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan pelaksanaan asas desentralisasi tersebut maka dibentuk daerah otonom yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Menurut pasal 1 dalam Undang-Undang tersebut dirumuskan bahwa Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mardiasmo (2004:46) mengemukakan bahwa misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sekurang-kurangnya ada tiga yaitu, (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah, serta (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Sedangkan tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1994 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan

2 daerah, serta undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah membawa perubahan yang mendasar pada tata pemerintahan dan sistem keuangan baik pemerintahan pusat maupun daerah. Perubahan tata pemerintahan tersebut terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal kepada pemerintah daerah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah seperti yang dikemukakan Syamsi dalam Elita Dewi (2002:2) yaitu kemampuan struktural organisasinya, kemampuan aparatur daerah, kemampuan mendorong partisipasi masyarakat dan kemampuan keuangan daerah. Di antara faktor-faktor tersebut, faktor keuangan merupakan faktor esensial untuk mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Kurangnya kemampuan pemerintahan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri khususnya dalam hal keuangan akan menyebabkan pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan dan pembangunan. Dewasa ini terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi pemerintah di daerah dalam hal keuangan seperti yang dikemukakan oleh Hirawan dalam Irianto (2005:2) yaitu pertama, sebagian besar dari penerimaan daerah berasal dari sumbangan atau subsidi pemerintah pusat, yang tercermin dari besarnya anggaran rutin melalui subsidi daerah otonom. Kedua, rendahnya kemampuan daerah untuk menggali sumber-sumber asli daerahnya. Ketiga, kurangnya usaha dan kemampuan pemerintahan daerah dalam mengelola dan menggali sumbersumber pendapatan yang ada. Keempat, masalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan pungutan lainnya.

3 Daerah dapat menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya apabila terdapat sumber pendapatan daerah. Soedjito dalam Elita Dewi (2002:3) mengemukakan bahwa semakin besar keuangan daerah, semakin besar pula kemampuan daerah untuk menyelenggarakan usaha-usahanya dalam bidang keamanan, ketertiban umum, sosial, kebudayaan dan kesejahteraan pada umumnya bagi wilayah dan penduduknya, atau dengan kata lain semakin besar kemampuan daerah untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Toha dalam Tangkilisan (2005:68) berpendapat ada empat hal penting untuk menilai suatu daerah dalam mengelola rumah tangganya sendiri yaitu : Adanya urusan-urusan yang diserahkan oleh pemerintah atasannya, pengaturan urusan tersebut dilakukan atas inisiatif dan kebijakannya sendiri, untuk mengatur ursusan tersebut diperlukan perlengkapan atau aparatur sendiri, dan untuk membiayai urusan yang diserahkan itu diperlukan sumber keuangan sendiri. Sumber keuangan ini digali dan dikelola sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah berupa PAD Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan otonomi daerah, serta merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah

4 merupakan sumber pendapatan yang sepenuhnya dapat direncanakan dan direalisasikan oleh Pemerintah Daerah. Demikian pula di Kabupaten Bandung, untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah atau penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung perlu menggali potensi pendapatan daerah seoptimal mungkin yang kemudian dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda). Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bandung mengalami peningkatan dari tahun 2003 sampai 2005, menurun pada tahun 2006 dan meningkat lagi pada tahun 2007, tetapi realisasi tiap tahunnya tidak mencapai target anggaran. PAD dari pajak daerah tidak mencapai target untuk tahun 2007. Target PAD tahun 2007 Rp 152,407 miliar terrealisasi Rp 147,540 miliar, atau 96,8%. Selain itu, target PAD Rp 62,716 miliar dari hasil pajak daerah, terrealisasi Rp 54,301 miliar. Anggaran dan realisasi PAD Kabupaten Bandung tahun 2003 sampai tahun 2007 diperlihatkan oleh Tabel 1.1 di bawah ini. TABEL 1.1 ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2003-2007 Jenis Anggaran Tahun (Rp) Penerimaan 2003 2004 2005 2006 2007 Pajak Anggaran 38.887.500.000 46.190.000.000 52.310.000.000 55.747.543.000 62.716.080.000 Daerah Realisasi 40.557.127.917 47.453.337.405 45.865.452.890 57.334.770.599 54.301.453.802 Retribusi Anggaran 36.983.376.500 43.318.739.500 49.093.130.000 40.792.654.000 44.447.399.000 Daerah Realisasi 34.334.618.485 35.255.411.212 37.079.150.186 40.907.499.229 44.750.349.784 Hasil Perusahaan Milik Daerah Anggaran 4.147.853.000 6.347.000.000 12.610.200.000 19.169.512.000 23.900.000.000 dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Realisasi 3.893.117.491 6.351.316.693 12.196.342.360 19.173.811.516 24.386.963.267 Yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Anggaran 12.843.328.000 24.120.265.000 22.318.596.000 20.699.063.000 21.343.787.000 Asli daerah Yang Sah Realisasi 20.975.715.178 20.521.778.188 13.181.409.264 20.166.417.851 24.102.220.635 Total Anggaran PAD 92.862.057.500 119.976.004.500 136.331.926.000 136.408.772.000 152.407.266.000 Total Realisasi PAD 99.760.579.071 109.581.843.498 108.322.354.700 137.582.499.195 147.540.987.488 Sumber : Laporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung (2008)

5 Pajak daerah di Kabupaten Bandung mencakup tujuh item, yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir. Realisasi penerimaan pajak daerah yang mencapai target untuk tahun 2007 adalah pajak hotel yaitu 112,24%, pajak hiburan sebesar 113,04%, dan pajak parkir sebesar 107,99%. Sedangkan pajak daerah yang tidak mencapai target adalah pajak restoran yaitu 90,57%, pajak penerangan jalan sebesar 85,32%, pajak pengambilan bahan galian golongan C sebesar 84,93% dan yang paling rendah adalah pajak reklame yaitu 79,78% dengan anggaran Rp. 2,187 miliar dan realisasi penerimaan Rp. 1,745 miliar, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang bisa mencapai 102,54%. Anggaran dan realisasi penerimaan pajak daerah Kabupaten Bandung tahun 2003 sampai tahun 2007 diperlihatkan pada Tabel 1.2. Jenis Penerimaan Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan TABEL 1.2 ANGGARAN DAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2003-2007 Penerimaan Tahun (Rp) 2003 2004 2005 2006 2007 Anggaran 550.000.000 800.000.000 1.150.000.000 1.492.575.000 1.793.480.000 Realisasi 646.060.905 906.550.087 1.263.475.072 1.630.296.849 2.013.001.546 Anggaran 1.400.000.000 1.750.000.000 2.285.000.000 2.812.005.000 3.100.000.000 Realisasi 1.499.779.557 1.839.417.703 2.380.475.700 2.935.352.381 2.807.585.410 Anggaran 900.000.000 1.110.000.000 1.220.000.000 1.233.100.000 1.287.000.000 Realisasi 982.748.052 1.184.907.559 1.120.977.785 1.321.309.950 1.454.863.194 Anggaran 575.000.000 750.000.000 1.450.000.000 1.900.000.000 2.187.500.000 Realisasi 603.613.031 880.074.162 1.646.272.572 1.948.182.431 1.745.262.742 Anggaran 35.000.000.000 41.100.000.000 45.350.000.000 47.350.000.000 53.268.750.000 Realisasi 36.331.549.086 41.938.810.592 38.589.843.730 48.500.375.392 45.447.027.174 Pajak Pengambilan Anggaran 462.500.000 680.000.000 825.000.000 932.900.000 1.049.000.000 Bahan Galian Gol. C Realisasi 493.377.285 703.577.301 848.052.130 965.155.695 890.939.233 Anggaran - - 30.000.000 26.963.000 30.350.000 Pajak Parkir Realisasi - - 16.319.900 34.097.900 32.774.500 Sumber : Laporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung (2008)

6 Penerimaan pajak daerah di Kabupaten Bandung terus dioptimalkan karena sangat berpotensi dan strategis untuk dikembangkan sesuai dengan perkembangan Kabupaten Bandung. Perkembangan pendidikan, politik, perekonomian (perdagangan barang dan jasa), perindustrian, pariwisata dan kebudayaan, membawa dampak pada perkembangan Kabupaten Bandung yang menunjukkan kegiatan dan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung. Konsekuensi dari perkembangan tersebut adalah adanya tuntutan dan kebutuhan warga, penyelenggara reklame maupun pemerintah Kabupaten Bandung terhadap pemasangan media promosi (reklame). Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan reklame ini diperlukan adanya pengaturan agar pemasangan media promosi ini dapat mendukung penampakan keindahan, tidak menganggu lalu lintas, serta menjadi sumber pendapatan daerah yang dapat diandalkan. Pajak Reklame sebagai salah satu komponen pajak daerah, menjadi perhatian Dipenda Kabupaten Bandung. Pajak Reklame adalah pajak yang dipungut berdasarkan pemasangan iklan tertentu yang bertujuan untuk promosi. Jenis pajak ini relatif mudah dilaksanakan dan cocok sebagai sumber penerimaan daerah, karena obyek pajak mudah diketahui. Pajak Reklame ini memiliki potensi cukup baik untuk ditingkatkan hasil pungutannya, yang diharapkan akan semakin besar seiring dengan kemajuan Kabupaten Bandung. Penerimaan pajak reklame di Kabupaten Bandung sebagai salah satu komponen pendapatan daerah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame. Tabel 1.3 memperlihatkan secara lebih jelas mengenai realisasi penerimaan pajak reklame Kabupaten Bandung selama lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2003 sampai

7 tahun 2007. Penerimaan pajak reklame setiap tahunnya mengalami peningkatan dan mencapai target sebesar 102,54% pada tahun 2006. Namun, realisasi penerimaan pajak reklame pada tahun 2007 tidak memenuhi target dengan anggaran Rp. 2,187 miliar sehingga realisasinya hanya 79,78%. TABEL 1.3 ANGGARAN DAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK REKLAME KABUPATEN BANDUNG Tahun Anggaran Realisasi (Rp) (Rp) 2003 575.000.000 603.613.031 2004 750.000.000 880.074.162 2005 1.450.000.000 1.646.272.572 2006 1.900.000.000 1.948.182.431 2007 2.187.500.000 1.745.262.742 Sumber : Laporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung (2008) Jumlah penerimaan tiap sektor pajak daerah sangat mempengaruhi jumlah total pajak daerah Kabupaten Bandung. Dalam mengukur keberhasilan penerimaan pajak, menurut Kustiawan (2005:8) dan Sraun (2005:8) bahwa suatu instansi selama ini masih menggunakan sistem target yakni perbandingan antara realisasi penerimaan dan rencana penerimaan. Penggunaan tolak ukur ini masih belum menggambarkan keberhasilan penerimaan pajak yang sesungguhnya. Indikator-indikator yang digunakan oleh Simanjuntak dalam Halim (2004:91) dalam menilai pendapatan asli daerah, diantaranya adalah daya pajak masyarakat di suatu daerah, elastisitas pajak terhadap pendapatan masyarakat daerah tersebut, efisiensi biaya yang diperlukan untuk melakukan pemungutan, serta kontribusinya terhadap penerimaan pajak daerah dan PAD. Dengan demikian, perlu adanya suatu penilaian yang lebih komprehensif dalam menilai keberhasilan pendapatan asli daerah dan penerimaan pajak reklame sebagai salah satu komponen pajak daerah yang berpotensi dan strategis di Kabupaten Bandung, sehingga penerimaannya dapat lebih

8 ditingkatkan lagi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis bagaimana kontribusi penerimaan pajak di Kabupaten Bandung dari sektor pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah selama lima tahun terakhir yakni dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Bandung, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber diluar pendapatan asli daerah, karena pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah. Dengan menggali dan meningkatkan pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah Kabupaten Bandung juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah. Berdasarkan UU nomor 22 tahun 1999 pasal 79 disebutkan bahwa sumber atau komponen dari pendapatan asli daerah Kabupaten Bandung adalah hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Tuntutan peningkatan pendapatan asli daerah ini semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah Kabupaten Bandung. Jika dibandingkan dengan sumber lain dari pendapatan asli daerah di Kabupaten Bandung, pajak daerah yang seharusnya dapat direalisasikan secara maksimal, tidak mencapai target pada tahun 2007 sehingga mempengaruhi jumlah total pendapatan asli daerah yang juga tidak mencapai target.

9 Pajak daerah Kabupaten Bandung yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah adalah pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C, dan pajak parkir. Setiap tahun pajak penerangan jalan adalah pajak yang memberikan sumbangan paling besar. Kontribusi penerimaan tiap sektor pajak daerah ini sangat mempengaruhi total pencapaian target pajak daerah setiap tahunnya. Pajak hotel, pajak hiburan, dan pajak parkir adalah pajak daerah Kabupaten Bandung yang mencapai target untuk tahun 2007 maupun tahuntahun sebelumnya. Sedangkan untuk pajak restoran, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak reklame tidak mencapai target pada tahun 2007. Persentase pencapaian target pajak reklame adalah yang paling rendah yaitu hanya mencapai 79,78 %. Persentase ini dari tahun 2004 sampai tahun 2007 terus mengalami penurunan. Pajak reklame sebagai salah satu komponen pajak daerah adalah salah satu unsur penerimaan daerah Kabupaten Bandung yang perlu dianalisis untuk mengetahui keberhasilan pemerintah daerah terutama Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung dalam melaksanakan tugasnya berkaitan dengan konsekuensi adanya tuntutan dan kebutuhan warga Kabupaten Bandung terhadap pemasangan media promosi (reklame) akibat dari perkembangan pendidikan, politik, perekonomian (perdagangan barang dan jasa), perindustrian, pariwisata dan kebudayaan. Sebagai sumber pendapatan daerah yang memiliki potensi maka perlu adanya suatu penilaian yang lebih komprehensif dalam menilai keberhasilan

10 penerimaan pajak reklame dan pendapatan asli daerah di Kabupaten Bandung, sehingga penerimaannya dapat lebih ditingkatkan lagi. Dalam mengukur keberhasilan penerimaan pajak, suatu instansi selama ini masih menggunakan sistem target yakni perbandingan antara realisasi penerimaan dan rencana penerimaan. Penggunaan tolak ukur ini masih belum menggambarkan keberhasilan penerimaan pajak yang sesungguhnya. Berdasarkan uraian latar belakang, maka perlu dilakukan analisis yang menyangkut kontribusi penerimaan pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Bandung selama lima tahun terakhir yakni tahun 2003 hingga tahun 2007 yang akan difokuskan pada masalah-masalah yang meliputi laju pertumbuhan, daya pajak, efektivitas, dan efisiensi. 1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran penerimaan Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung dari tahun 2003 sampai 2007. 2. Bagaimana gambaran Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bandung tahun 2003 sampai 2007. 3. Bagaimana Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bandung Tahun 2003 sampai 2007.

11 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian adalah untuk mengetahui : 1. Gambaran penerimaan Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung dari tahun 2003 sampai tahun 2007. 2. Gambaran Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bandung tahun 2003 sampai tahun 2007. 3. Kontribusi penerimaan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bandung tahun 2003 sampai tahun 2007. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna antara lain : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu Akuntansi Publik khususnya mengenai akuntansi keuangan daerah terutama bidang perpajakan daerah. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung dalam menilai keberhasilan pendapatan asli daerah dan penerimaan pajak reklame sehingga dapat menjadi masukan yang berharga bagi penetapan kebijakan dalam mengelola pajak daerah terutama pajak reklame. 3. Hasil penelitian ini diharapkan juga sebagai informasi atau acuan dan sekaligus untuk memberikan rangsangan dalam melakukan penelitian selanjutnya khususnya mengenai optimalisasi penerimaan yang bersumber dari pajak daerah.