KEADILAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM: JOHN RAWL

dokumen-dokumen yang mirip
KECENDRUNGAN PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENEGAKAN HUKUM (PIDANA) MELALUI MEDIASI (Alternatif Solusi Penanganan Kasus-Kasus Tindak Pidana Ringan) Oleh : Indriati Amarini.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

PUTUSAN MK DAN PELUANG PENGUJIAN KEMBALI TERHADAP PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK. Oleh: Muchamad Ali Safa at

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

I. PENDAHULUAN. persamaan perlakuan (equal treatment). Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-

LUMAKSONO GITO KUSUMO PENAL REFORM DAN UNIFIKASI HUKUM PIDANA MATERIIL

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA 28 /PUU-VIII/2010

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

Ibnu Subarkah 1

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

Daftar Pustaka. Glosarium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

MAKALAH. Kebutuhan Pendampingan Hukum Penyandang Disabilitas

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FENOMENA DALAM KEKOSONGAN HUKUM Oleh : Hario Mahar Mitendra Diterima 19 April 2018; disetujui 26 April 2018

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Distribusi Pendapatan

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

BAB III METODE PENELITIAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

DAFTAR PUSTAKA. A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial (Buku I), Sinar Harapan, Jakarta, 1988.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

BAB V PENUTUP. perkawinannya di Indonesia ada 2 (dua), yaitu : nikah pasangan beda agama. dispensasi perkawinan beda agama.

BAB I PENDAHULUAN. yang sama oleh hakim tersebut (audi et alterampartem). Persamaan dihadapan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

Disusun oleh : Tedi Sudrajat, S.H. M.H. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya untuk menjunjung hukum itu agar dapat berperilaku, bertindak dan

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

2/24/2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

PENALARAN HUKUM: Antara Nalar Deduktif dan Nalar Induktif

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

Transkripsi:

KEADILAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM: JOHN RAWL SERI FILSAFAT ILMU - Bagaimana hukum memandang keadilan Oleh : Abdul Fickar Hadjar Untuk dapat melihat bagaimana hukum memandang keadilan, maka kita tidak dapat melepaskan diri untuk melihat dan memahami praktek penegakan hukum sehari-hari. Penegakan hukum dipahami dan diyakini sebagai aktivitas menerapkan norma-norma atau kaidah hukum positif (ius constitutum) terhadap suatu peristiwa kongkrit. Penegakan hukum saat ini lazimnya bekerja seperti mesin otomatis, dimana pekerjaan menegakan hukum menjadi aktivitas subsumsi otomat, hukum dilihat sebagai variabel yang jelas dan pasti yang harus diterapkan pada peristiwa yang jelas juga pasti.1[1] Penegakan hukum dikonstruksikan sebagai hal yang rasional logis yang mengikuti kehadiran peraturan hukum. Logika menjadi kredo dalam hukum. Dimensi-dimensi moral, politik, budaya, lembaga dan manusia sebagaielaksana penegakan hukum bukanlah variabel yang diperhitungkan dalam penegakan hukum, karena hukum (Undang-undang) memiliki logika dan cara kerjanya sendiri sesuai dengan logika sylogisme, yaitu premis mayor, premis minor dan kongklusi. Logika sylogisme dalam hukum positif kita mengharuskan adanya dokumen tertulis atau buktibukti tertulis untuk meyakini dan mendasari terjadinya proses atau transaksi hukum sebagaimana tuntutan prinsip rasionalitas pada hukum materiil dan hukum formil. Selain itu harus juga ditempuh prosedur dan mekanisme2[2] dalam penegakannya.tanpa itu penegakan hukum tak 1[1] Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Methode dan Pilihan Masalah, Muhammadyah University Press, Surakarta, 2004 halaman 173. 2[2] Marc Galanter menyebut adanya sebelas ciri hukum modern, yaitu: uniform, transaksional, universal, hirarkhi, birokratis, rasional, profesionalisme, perantara, dapat diralat, adanya pengawasan

bisa dijalankan. Begitulah cara pandang dan keyakinan para penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) dalam menegakaan atau menerapkan hukum terhadap suatu kasus. Keharusan adanya hukum positif (UU) yang sesuai dengan asas legalitas, serta tersedianya buktibukti tertulis atau saksi-saksi, prosedur dan mekanisme yang tetap dalam wujudnya, seringkali dirasakan tidak adil oleh pihak tertentu yang dirugikan atau pihak korban (dalam perkara pidana) yang tidak memiliki cukup bukti. Kasus-kasus pelanggaran HAM misalnya dipastikan akan menghadapi kendala pada level hukum materiil, formil, prosedur, mekanisme dan kemampuan manusia pelaksana hukum itu sendiri. Fenomena penegakan hukum dalam perspektif normatif itu banyak dikritik sebagai penegakan hukum yang buta atas realitas dimana hukum itu dibuat, hidup dan bekerja. Keadilan formal (formal justice) yang mengacu sepenuhnya pada terpenuhinya unsur-unsur materiil dari tindakan serta prosedur dan mekanisme dari pelaksana hukum, tanpa menghiraukan adanya aspek-aspek sosial, moral, politik, kultural, dan manusia pelaksana hukum. Karenanya tepat apa yang dikatakan oleh Francis Fukuyama bahwa penegakan hukum di Indonesia mengalami moral miniaturization 3[3] atau pengerdilan moral; suatu ungkapan kritis dalam mengapresiasi penegakan hukum yang menafikan aspek-aspek keadilan dalam tataran praksis. Begitulah perspektif praktis penegakan hukum di Indonesia, meskipun secara normatif dalam ketentuan perundang-undangan ic UU Kekuasaan Kehakiman diperintahkan bahwa hakim dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan selain mempertimbangkan kepastian hukum (wetmatig) juga harus dipertimbangkan segi-segi keadilan dalam masyarakat (rechtmatige) dan aspek kemanfaatannya bagi kehidupan bersama secara menyeluruh (doelmatige). Namun perintah UU itu hanya berhenti sebagai text hukum saja, karenanya tidak sedikit putusan-putusan pengadilan itu melahirkan ketidak adilan. politik dan adanya pembedaan. Lihat Marc Galanter: Hukum Hindu dan Perkembangan sistem hukum India Modern dalam AAG Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial, Buku Teks Sosiologi Hukum, Jilid III, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1990, halaman 147-149 3[3]3[3] Francis Fukuyama, The Great Disruption: Human Nature and the Reconstruction of Social Order, Profile Book, 1999, halaman 281-282.

- JOHN RAWLS tentang keadilan (justice) - John Rawls (1921-2002), dalam bukunya A Theory of Justice, menyajikan argument yang mendukung Keadilan dalam paham liberalisme kesejahteraan. - Rawls berpendapat bahwa prinsip keadilan yang mengatur masyarakat harus merupakan prinsip yang akan dipilih oleh orang-orang yang tidak mengetahui bahwa di masyarakat mereka akan digolongkan sebagai golongan kaya atau miskin, berbakat atau tidak berbakat, hitam atau putih, laki-laki atau perempuan, dsb. - Menjawab pertanyaan Prinsip keadilan apakah yang adil bagi semua orang? Rawls mengusulkan tiga prinsip : 1) prinsip kebebasan yang setara, 2). prinsip kesempatan yang setara, dan 3). prinsip perbedaan. - Ad. 1) Prinsip kebebasan yang setara dimaksudkan untuk mengatur lembaga politik utama masyarakat (konstitusinya, pemerintahannya, pengadilannya, sistem legislatifnya dan hukumnya). Prinsip kebebasan yang setara ini menyatakan bahwa setiap orang yang berpartisipasi dalam politik praktis atau yang dipengaruhi oleh prinsip tersebut memiliki hak yang sama terhadap kebebasan yang paling luas yang sesuai dengan kebebasan untuk semuanya. - Prinsip kebebasan yang setara berarti bahwa setiap orang harus memiliki hak dan kebebasan politik seluas mungkin, selama setiap orang lainnya dapat memiliki hak dan kebebsan politik yang sama juga. Sebagai contoh, setiap orang minimal harus memiliki hak untuk memberikan suara yang sama, hak hak legal yang sama, hak yang sama dihadapan pengadilan, hak kebebasan berbicara yang sama, hak kebebasan kesadaran yang sama, hak kebebasan pers yang sama, dan hak-hak lainnya. - Dalam lingkup politik, semua orang harus setara dan semua orang harus diberikan tingkat kebesan yang sama dengan yang dimiliki orang-orang lainnya. Dikarenakan prinsip kebebasan yang setara mewajibkan kesetaraan., Rawls berpendapat, prinsip ini adil untuk semua orang. Oleh karena itu, lembaga politik masyarakat akan stabil selama lembaga-lembaga tersebut didasarkan pada prinsip yang adil ini. - Ad 2). Prinsip kesempatan yang setara, seharusnya digunakan untuk mengatur lembaga ekonomi masyarakat. Prinsip ini menyatakan bahwa pekerjaan dan posisi yang diinginkan

seharusnya terbuka bagi semua orang yang mememnuhi kualifikasi sesuai kemampuannya. Ini berarti bahwa kualifikasi pekerjaan harus berhubungan dengan persyaratan pekerjaan dan tidak mendiskriminasikan berdasarkan ras atau jenis kelamin. Hal ini juga berarti bahwa masyarkat harus menyediakan orang-orang dengan pelatihan dan pendidikan yang dibutuhkan untuk memiliki kualifikasi dari pekerjaan yang diinginkan, sebagai contoh : dengan menyediakan sistem sekolah umum gratis dan universitas serta sekolah pelatihan gratis dan secara virtual. - Ad 3). Prinsip pembedaan, prinsip ini dimaksudkan untuk mengatur lembaga ekonomi masyarakat. Tidak seperti di ranah politik, dimana semua orang harus setara, di ranah ekonomi harus ada pengecualiaan, harus memperbolehkan ketidaksetaraan. John Rawls menyatakan bahwa ketidaksetaraan diperlukan di dalam ranah ekonomi untuk menyediakan insentif bagi yang produktivitasnya lebih baik. Jika penghargaan secara ekonomi meningkat (pendapatan dan kekayaan) diberikan kepada orang-orang yang bekerja keras dan memiliki kemampuan yang lebih baik, mereka akan termotivasi menjadi lebih produktif dan masyarakat akan mendapatkan manfaat dari produktivitas yang lebih baik ini. - Namun, ketidaksetaraan pada kenyataannya dapat meningkatkan kemungkinan ketidakadilan dan ketidakstabilan. Orang-orang yang merasa dirugikan ( yaitu orang-orang yang tidak dapat bekerja atau memiliki sedikit bakat dan kemampuan) dapat dirugikan dengan prinsip-prinsip yang mengijinkan ketidaksetaraan ini. Oleh karena itu, John Rawls mengusulkan bahwa ketidaksetaraan harus diperkenankan hanya jika kondisi yang dirugikan ini dikonpensasi dengan (melalui program kesejahteraan) produktivitas ekstra dimana insentif pekerjaan yang tidak setara dapat dihasilkan. - Prinsip pembedaan yang diusulkan John Rawl untuk mengatur ketidaksetaraan di dalam lembaga social dan ekonomi adalah sebagai berikut: Ketidaksetaraan social dan ekonomi akan disusun sehingga mereka menyediakan program kesejahteraan yang memadai bagi mereka yang mendapatkan manfaat paling sedikit. Rawls menyebut prinsip ini prinsip pembedaan karena prinsip ini memfokuskan pada perbedaan di antara orang-orang. - Prinsip keadilan Rawl yang disebut sebagai prinsip keadilan liberalisme kesejahteraan dapat disimpulkan sebagai berikut : Pembagian manfaat dan beban di masyarakat adalah adil jika 1. setiap orang memeilki kebebasn berpolitik yang sama

2. ketidaksetaraan ekonomi disusun sehingga a. setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki kualifikasi untuk semua posisi, dan b.ketidaksetaraan menghasilkan manfaat bagi mereka yang mendapatkan keuntungan atau merde yang mendapat manfaat paling sedikit. - John Rawl berpendapat kedua prinsip ini adil, karena prinsip ini berdasarkan asas resiprokal. Prinsip tersebut mengntungkan mereka yang memiliki bakat dan kemampuan karena mereka memiliki kesempatan yang sama untuk berkompetisi untuk pekerjaan dan posisi yang diinginkan. Usaha mereka menambah produktivitas dalam masyarakat. Namun mereka yang tidak beruntung juga mendapatkan manfaat karena barang-barang yang dihasilkan oleh usaha mereka yang berbakat memberikan manfaat bagi orang yang tidak beruntung melalu program kesejahteraan. Oleh karena itu, orang yang beruntung membayar kembali orang yang tidak beruntung untuk ketidaksetaraan dari manfaat yang mereka terima. Asas resiprokal ini membuat prinsip ini adil bagi semua orang. - Meskipun banyak orang mendukung idelisme keadilan dalam prinsip-prinsip John Rawls, tetapi tidak semua orang mendukungnya, khususnya, penganut paham kebebasan klasik yang mengkritik Rawls.