1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS TERPADU DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI SMAN 2 PROBOLINGGO Desita Tri Anggraini, Muhardjito, Sutarman Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang Email: desita.3arifien@gmail.com ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains terpadu dan prestasi belajar siswa yang belajar dengan model pembelajaran Levels of Inquiry lebih tinggi, daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Metode penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimen dengan Only Posttest Control Design. Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji t yang dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan proses sains terpadu dan prestasi belajar siswa yang menerapkan model pembelajaran Levels of Inquiry lebih tinggi, daripada siswa yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Kata Kunci: model pembelajaran Levels of Inquiry, keterampilan proses sains terpadu, prestasi belajar fisika Pembelajaran merupakan aspek terpenting dalam pelaksanaan pendidikan. Proses pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa memahami alam sekitar secara ilmiah. Pengalaman langsung yang dimaksudkan adalah kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif selama proses pembelajaran secara aktif mencari tahu dan melakukan kegiatan. Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang menghendaki dan membawa siswa menjadi aktif dan kreatif dalam menemukan berbagai fakta ilmiah (Marnita, 2013:43). Keterampilan proses sains sangat diperlukan dalam pembelajaran karena semua kegiatan inkuiri atau penyelidikan melibatkan keterampilan proses sains (Deta, 2013:29). Keterampilan proses sains dikelompokkan menjadi dua yaitu keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terpadu. Keterampilan proses sains dasar diperuntukkan untuk siswa sekolah dasar dan menengah pertama, sedangkan keterampilan proses sains terpadu diperuntukkan bagi siswa sekolah menengah atas dan perguruan tinggi (Akinbobola, 2010:1). Dengan demikian keterampilan proses sains yang perlu dikembangkan oleh siswa sekolah menengah atas ialah keterampilan proses sains terpadu. 1
2 Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis diperoleh bahwa pembelajaran fisika di sekolah, lebih banyak pada penjelasan guru mengenai konsep. Oleh sebab itu keterampilan proses sains terpadu siswa kurang memadai, karena pembelajaran yang dilalukan cenderung pada penguasaan konsep saja. Keterampilan proses sains dalam pembelajaran fisika bertujuan agar siswa mampu menemukan konsep-konsep melalui metode ilmiah sebagai bagian dari hakikat IPA yang mendasari pembelajaran fisika (Rahmatsyah, 2011:13). Model pembelajaran Levels of Inquiry berlandaskan teori belajar konstruktivis yang menekankan pada peran aktif siswa dalam mengkonstruk pengetahuan secara bermakna, pentingnya gagasan dalam mengkontruk secara bermakna, dan proses mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru. Model pembelajaran ini tepat untuk digunakan dalam pembelajaran sains khususnya fisika karena siswa dapat meningkatkan kemampuan pemahaman mengenai materi yang disajikan secara bertahap dari konsep dasar hingga aplikasinya untuk konsep yang lebih kompleks. Model pembelajaran Levels of Inquiry dapat digunakan untuk mengoptimalkan keterampilan proses sains terpadu dan prestasi belajar fisika. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian kuasi eksperimen (Quasy Experiment) dan desain penelitian Posttest Control Group Design. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI SMAN 2 Probolinggo Tahun Ajaran 2013/2014. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random. Sampel penelitian ini adalah dua kelas XI yaitu kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol. Instrumen perlakuan penelitian ini berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Levels of Inquiry dan kelas kontrol yang meneggunakan model pembelajaran konvensional. Lembar Kerja Siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dibuat sama, namun untuk Lembar Diskusi Siswa hanya digunakan oleh kelas eksperimen.
3 Instrumen pengukuran untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam penelitian ini sama yaitu lembar observasi dan tes. Lembar observasi berisi rubrik penilaian indikator keterampilan proses sains terpadu digunakan sebagai instrumen pengukuran keterampilan proses sains terpadu. Pengumpulan data keterampilan proses sains terpadu dilakukan selama pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Tes berupa soal pilihan ganda digunakan sebagai instrumen pengukuran prestasi belajar siswa. Penilaian tes dilakukan setelah pelaksanaan pemberian perlakuan kedua kelas. Uji prasyarat analisis data dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji prasyarat yang dilakukan meliputi uji normalitas dengan teknik Liliefors dan uji homogenitas dengan menggunakan teknik Bartlett. Setelah memenuhi uji prasyarat maka dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan uji t untuk dua sampel independen. HASIL PENELITIAN 1. Uji hipotesis keterampilan proses sains terpadu Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan keterampilan proses sains terpadu antara siswa yang menggunakan model pembelajaran Levels of Inquiry dan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Uji hipotesis keterampilan proses sains terpadu kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan menggunakan uji t. Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan antara keterampilan proses sains terpadu siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pengujian hipotesis data keterampilan proses sains terpadu diperoleh t hitung = 6,293 > 2,01 (t 0,05;51), maka terdapat perbedaan keterampilan proses sains terpadu siswa yang menggunakan model pembelajaran Levels of Inquiry dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Penentuan pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa diperlukan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Scheffe karena jumlah n 1 n 2. Hasil uji Scheffe keterampilan proses sains terpadu diperoleh F hitung =39,613 > 4,04 (F 1;510,05 ). Dengan demikian keterampilan proses sains terpadu siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Levels of
4 Inquiry lebih tinggi, daripada keterampilan proses sains terpadu siswa kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. 2. Uji hipotesis prestasi belajar fisika Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara siswa yang menerapkan model pembelajaran Levels of Inquiry dan siswa yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Uji hipotesis pretasi belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan menggunakan uji t. Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan antara prestasi belajar fisika siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Levels of Inquiry dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil pengujian hipotesis data prestasi belajar fisika diperoleh t hitung = 8,246 > 2,01 (t 0,05;51 ), maka ada perbedaan prestasi belajar fisika fisika, siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Levels of Inquiry dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Penentuan pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa diperlukan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Scheffe karena jumlah n 1 n 2. Hasil uji Scheffe keterampilan proses sains terpadu diperoleh F hitung = 67,99 > 4,04 (F 1;510,05 ). Dengan demikian Keterampilan proses sains terpadu siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Levels of Inquiry lebih tinggi, daripada keterampilan proses sains terpadu siswa kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. PEMBAHASAN 1. Pengaruh model pembelajaran Levels of Inquiry terhadap keterampilan proses sains terpadu Penilaian keterampilan proses sains terpadu diperoleh ketika pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Penilaian pengamatan langsung dan penilaian LKS dan LDS didasarkan pada rubrik penilaian keterampilan proses sains terpadu. Penjelasan hasil analisis setiap indikator keterampilan proses sains terpadu dijelaskan sebagai berikut.
5 a) Merancang percobaan Data LKS yang dianalisis diperoleh bahwa siswa kelas eksperimen lebih tepat dalam menjelaskan rancangan percobaan daripada siswa kelas kontrol. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran Levels of Inquiry sebelum pelaksanaan eksperimen, siswa sudah mempelajari konsep awal yang berkaitan dengan materi pelajaran, sehingga siswa dapat lebih baik dalam menyusun rancangan eksperimen dibandingkan dengan model konvensional. b) Menyusun hipotesis Pernyataan hipotesis rata-rata siswa sudah sesuai dengan rumusan masalah namun masih belum berupa pernyataan hipotesis yang utuh dan benar. Siswa masih kurang terlatih dalam menyusun hipotesis yang benar, temuan lain dalam penelitian ini adalah sebagian besar siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen masih kurang tahu pentingnya penyusunan hipotesis dalam suatu percobaan. c) Definisi Operasional Variabel Penilaian aspek ini diukur dari jawaban siswa pada LKS, jawaban siswa dalam mendeskripsikan pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain dengan didasarkan dari data percobaan yang diperoleh. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sudah cukup baik dalam mendeskripsikan pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain dengan didasarkan dari data percobaan yang diperoleh. d) Melakukan Percobaan Penilaian aspek melakukan eksperimen ini diperoleh selama siswa melakukan percobaan dengan didasarkan pada penilaian prosedur percobaan yang tepat dan dan pengoperasian alat percobaan yang benar. Prosedur percobaan dan pengoperasian alat yang dicapai siswa kelas kontrol dan eksperimen sudah baik. e) Mengontrol Variabel Penilaian aspek mengontrol variabel meliputi menentukan variabelvariabel yang berkaitan dengan percobaan, menentukan variabel bebas dan variabel terikat yang diamati dalam percobaan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perolehan sekor kedua kelas kurang baik, karena siswa belum terbiasa menentukan variabel bebas dan variabel terikat dalam suatu percobaan.
6 f) Interpretasi Data Penilaian aspek interpretasi data meliputi memperoleh data percobaan yang tepat sesuai prosedur, menganalisis data percobaan dengan disertai kajian literatur yang mendukung, dan menyusun kesimpulan. Siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sudah baik dalam menyusun kesimpulan dan memperoleh data percobaan yang sesuai prosedur, namun untuk menganalisis data percobaan dengan didukung literaur yang mendukung masih rendah. Temuan dari hasil analisis LKS diperoleh bahwa hanya siswa-siswa dengan data yang diperoleh tidak sesuai dengan hipotesis, yang menjelaskan alasan-alasan mengapa hasil yang diperoleh berbeda, serta memberikan penjelasan dengan didukung literatur yang sesuai untuk menjelaskan hasil percobaan yang diperoleh. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan inkuiri melibatkan keterampilan proses sains. Khan (2011) menyatakan bahwa pembelajaran dengan metode inkuiri di laboratorium sangat efektif dalam mengoptimalkan keterampilan proses sains siswa di sekolah. Dengan demikian pelaksanan kegiatan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Levels of Inquiry, melatih keterampilan proses sains terpadu yang dimiliki siswa, sehingga perolehan sekor keterampilan proses sains terpadu siswa akan maksimal. 2. Pengaruh model pembelajaran Levels of Inquiry terhadap prestasi belajar fisika Karakteristik utama dari model pembelajaran Levels of Inquiry adalah materi ajar disajikan dengan tahapan pembelajaran yang sistematis dan terintegrasi dengan sintaks sehingga siswa mempelajari konsep fisika secara komprehensif dan menyeluruh. Pengenalan konsep fisika dimulai dari konsep dasar untuk kemudian dikembangkan hingga konsep fisika yang lebih kompleks. Dengan demikian miskonsepsi konsep fisika yang mungkin terjadi dapat diminimalisir. Kelebihan lain dari model pembelajaran Levels of Inquiry yaitu memberikan kesempatan siswa belajar dengan mendalami konsep-konsep fisika secara mandiri dan terstruktur. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Wenning (2011) yang menyatakan bahwa tahapan pembelajaran yang sistematis, akan
7 membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir secara mandiri daripada pembelajaran yang hanya mendengarkan atau membaca saja. Materi ajar disajikan dengan tahapan yang terintegrasi dengan sintaks yang disusun secara sistematis, akan membantu siswa melatih kemampuan kognitifnya dari tahap mengingat hingga menganalisis. Belajar fisika dalam model pembelajaran Levels of Inquiry, bukan hanya sebagai konsep namun juga sebagai proses belajar mengenal alam (Wenning, 2011:11). Kegiatan pembelajaran dalam model pembelajaran Levels of Inquiry mengajak siswa belajar, melalui pengalamannya sendiri sehingga pemahaman konsepnya semakin meningkat. Perolehan rerata sekor prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Levels of Inquiry lebih tinggi dari siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. KESIMPULAN Hasil analisis uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan proses sains terpadu dan prestasi belajar kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran Levels of Inquiry dengan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil uji Scheffe menunjukkan bahwa keterampilan proses sains terpadu dan prestasi belajar kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran Levels of Inquiry lebih tinggi daripada kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran Levels of Inquiry merupakan model pembelajaran berbasis inkuiri yang dapat mengoptimalkan keterampilan proses sains terpadu dan prestasi belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Akinbobola, Akinyemi & Afolabi, F. 2010. Analysis of Science Process Skills in West African Senior Secondary School Certificate Physic Practical Examination in Nigeria. American-Eurasian Journal of Scientic Research, (Online), 5 (4): 234-240, (http://www.idosi.org/aejsr/5(4)10/3.pdf), diakses tanggal 5 September 2013.
Deta, U.A, Suparmi, dkk. 2013. Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing dan Proyek, Kreativitas, serta Keterampilan Proses Sains terhadap Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, (Online), 9 (2013) 28-34, (http://journal.unnes.ac.id), diakses tanggal 29 September 2013. 8 Khan, Muzaffar & Iqbal, M. Zafar. 2011. Effect of Inquiry Lab Teaching Method on the Development of Scientific Skills Through the Teaching of Biology in Pakistan,Journal Scientific Skills, Technology Biology, Secondary School Science Student, (Online), 11 (1) 169-178,diakses tanggal 2 Desember 2013. Marnita. 2013. Peningkatan Keterampilan Proses Sains melalui Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Semester 1 Materi Dinamika. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, (Online), (http://journal.unnes.ac.id ), diakses tanggal 2 September 2013. Rahmatsyah, Simanora, Hari. 2011. Pengaruh Keterampilan Proses Sains melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Gerak di Kelas VII SMP. Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika, 3 (2) 13-19. Wenning, Carl J. 2011. Levels of Inquiry Model of Science Teaching: Learning Sequences to Lesson Plans. Journal Physic Teacher Education Summer 2011, (Online), 6 (2): 17-20, (http://www.phy.ilstu.edu), diakses tanggal 31 Agustus 2013. Wenning, Carl J. 2011. The Levels of Inquiry Model of Science Teaching. Journal Physic Teacher Education Summer 2011, (Online), 6 (2): 9-17,(http://www.phy.ilstu.edu), diakses tanggal 29 Agustus 2013.