BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS,

dokumen-dokumen yang mirip
1 2

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kelahiran seorang anak dalam sebuah keluarga merupakan suatu bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap ancaman bahaya kebakaran (Kidokoro, 2008; Sufianto dan Green, 2011). Kota

BAB I PENDAHULUAN. bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap diri mereka

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

Rizka Hendarizkianny Self Compassion 2015 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. penerapan teori yang didapat sebelumnya dari periode praklinik untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupan. Masyarakat membutuhkan layanan kesehatan seperti

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. istri. Ketika pasangan suami istri memutuskan untuk memiliki anak, mereka

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan (profesi dokter) merupakan institusi yang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial di lingkungan instansi pemerintah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. 14 persen. Total dokter yang dibutuhkan secara nasional hingga tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa ia membutuhkan suatu proses belajar yang memungkinkan dirinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Deskripsi cantik fisik, setiap orang punya paham sendiri-sendiri. Orang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah untuk menampung orang-orang yang melanggar

BAB I PENDAHULUAN. orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada tahap perkembangan dewasa awal umumnya aktif, kreatif,

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Hasyim,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999.

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

I. PENDAHULUAN. Manusia yang merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dan

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap

PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 88 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB I PENDAHULUAN. anaknya akan lahir dengan kondisi fisik dan mental yang normal, sehingga

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan upaya kesehatan, dengan memberdayakan berbagai kesatuan

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. masing-masing. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tenaga pendidik yang disebut dengan dosen. Menurut jenisnya, perguruan tinggi

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

Studi Deskriptif Mengenai Self Compassion pada Ibu Rumah Tangga Penderita HIV/AIDS di Kelurahan X Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2014 semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Belakangan ini Indonesia marak terjadi kasus kekerasan. Kejadian demi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak dahulu hingga saat ini terdapat penyakit yang dapat menimbulkan kesakitan secara mendalam bagi penderitanya, baik fisik maupun psikis. Penyakit ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS, penyakit yang menurut para ahli kedokteran sulit sekali disembuhkan dan belum ada obatnya. Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV, atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya. Virus ini bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Hukuman sosial bagi penderita HIV-AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang punya hidup dengan virus HIV/AIDS (ODHA). (http://id.wikipedia.org/wiki/aids diakses pada tanggal 7 Juni 2014) HIV-AIDS dapat menular melalui perilaku beresiko, diantaranya hubungan seks tidak aman dan penyalahgunaan narkoba sehingga HIV-AIDS dapat dicegah oleh setiap individu jika individu tersebut mempunyai pengetahuan dan kepedulian untuk melakukan pencegahan. Usaha yang dilakukan agar dapat mendorong peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat mengenai HIV

2 AIDS perlu dilakukan upaya penyebarluasan informasi sehingga tumbuh kepedulian di masyarakat untuk turut berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat lebih terkoordinir dan tepat sasaran, sehingga perlu adanya suatu wadah Forum Warga Peduli AIDS atau yang biasa disebut dengan WPA. Adanya WPA terbentuk di setiap kecamatan, berguna untuk mendukung pembentukkan Forum penanggulangan AIDS. Warga Peduli AIDS terbentuk karena latar belakang permasalahan yang dianggap dapat memicu terjangkitnya virus HIV-AIDS. Melihat banyaknya warga yang meninggal disebabkan virus HIV-AIDS, ada sekelompok masyarakat Kebon Pisang yang peduli dengan lingkungannya. Sekelompok masyarakat ini tergerak hatinya untuk menolong sesama manusia, sehingga mereka memutuskan untuk bergabung dengan WPA Kecamatan Kebon Pisang. WPA di Kebon Pisang ini hanya memiliki enam anggota relawan yang berperan aktif, yaitu empat diantaranya merupakan ibu rumah tangga dan dua diantaranya merupakan pria yang bekerja untuk Dinas Sosial. Berbeda dengan relawan WPA di setiap kecamatan Kota Bandung, relawan di WPA Kebon Pisang ini tidak hanya memberikan penyuluhan tentang bahayanya virus HIV-AIDS, mereka juga berusaha memberikan pendampingan pada ODHA dengan mengajak masyarakat tersebut untuk voluntary counseling test (vst) HIV, mengantarkan ODHA untuk pergi ke klinik atau Rumah Sakit, memberitahu tentang pemakaian obat yang benar, mencatat tanggal berobat ODHA, memantau perkembangan psikis dan fisik dari ODHA setelah pemeriksaan CD4, dan menemani ODHA dalam pemeriksaan rutin. Mereka pun

3 senantiasa terbuka dan berusaha menjadi teman berbagi suka dan duka bagi ODHA membutuhkan. Berdasarkan hasil wawancara, para relawan ini turut prihatin dengan lingkungan mereka, karena banyak di lingkungan mereka yang memakai obatobatan terlarang. Hingga pada akhirnya banyak anggota keluarga mereka dan masyarakat Kebon Pisang lainnya meninggal karena terinfeksi virus AIDS. Mereka menyadari bahwa menjadi pendamping bagi ODHA tidaklah mudah, sebagian dari mereka merasa berat dalam menjalani tugasnya sebagai relawan. Hambatan yang dihadapi dalam mendampingi ODHA begitu banyak, hal ini membuat beberapa relawan ini seringkali merasa gagal dalam mendampingi ODHA dan enggan memberikan pendampingan lagi. Hal ini tidak berlaku untuk sebagian besar relawan, mereka merasa hambatan yang mereka hadapi bukanlah suatu ancaman, melainkan usaha untuk senantiasa introspeksi diri agar dapat memberikan pendampingan yang terbaik bagi ODHA. Para relawan ODHA di WPA Kebon Pisang ini seringkali mendapat teguran dari keluarga para ODHA, dan selalu menyalahkan dirinya dalam mendampingi ODHA, ketika ODHA mengalami kondisi tubuh yang kian menurun, seperti dari HIV menjadi AIDS. Kebanyakan relawan menanggapi hal tersebut sebagai hal yang wajar dan tidak terlalu memikirkan hambatan tersebut. Mereka merasa bahwa ini merupakan ujian dalam menjalani kebaikan. Banyaknya hambatan dalam mendampingi ODHA, membuat sebagian besar relawan berusaha untuk tidak menyalahkan diri sendiri atas kelalaian dalam mendampingi ODHA, dengan menerima kekurangan diri dalam mendampingi ODHA, dan berusaha menghibur diri, agar selalu memberikan pendampingan yang baik bagi ODHA.

4 Mereka senantiasa bersikap ramah, dan peduli pada ODHA, seperti membujuk ODHA untuk rajin melakukan pengobatan. Mereka pun berusaha untuk fokus terhadap tugas dan tanggungjawab dirinya sebagai relawan yang mendampingi ODHA. Beberapa dari relawan ini, merasa sedih dengan menunjukkan sikap menyalahkan diri atas kelalaian dalam mendampingi ODHA, mereka enggan terbuka untuk menerima kekurangan diri dalam mendampingi ODHA, sehingga mengakibatkan beberapa relawan ini kurang memberikan pendampingan yang baik bagi ODHA. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dari beberapa relawan ketika mendampingi ODHA, seperti bersikap tidak peduli, dan tidak ramah. Beberapa dari relawan ini pun merasa tidak ingin mendampingi ODHA secara intens. Ketika terdapat ODHA yang enggan untuk mengkonsumsi obat dan memberhentikan pengobatannya, beberapa relawan merasa gagal karena tidak dapat memantau pengobatan ODHA serta tidak dapat membujuk ODHA untuk berobat kembali. Pada awalnya beberapa relawan pun terbawa emosi, seperti kesal dan marah, relawan juga merasa ingin ODHA dapat mengikuti pengobatan dengan baik dan lancar, dan menginginkan ODHA dapat menjaga kondisi tubuhnya mengalami kemajuan. Hal ini mengakibatkan sebagian relawan ini merasa gagal dalam melakukan pendampingan, namun sebagian besar relawan berusaha memberikan pendampingan yang maksimal agar dapat membangkitkan wilayah Kebon Pisang. Kabanyakan relawan mampu menahan emosinya, dengan tetap bersikap ramah kepada ODHA, seperti mengajak ODHA menghabiskan waktu bersama dengan pergi berjalan-jalan, makan siang bersama, membujuk,

5 menenangkan ODHA, dan mencari tahu penyebab mengapa ODHA tersebut sulit untuk mengikuti pengobatan. Sebagian besar relawan menanggapi hambatan yang mereka hadapi adalah suatu hal yang wajar dalam tugas dan tidak ingin meratapinya. Mereka mengatakan bahwa bekerja sebagai relawan merupakan panggilan hati tanpa ada dorongan dari orang lain. Mereka melihat ODHA merupakan orang yang memerlukan bantuan, serta dukungan dan merasa ingin menolong ODHA tersebut. Mereka ingin membantu ODHA semaksimal mungkin karena melihat kondisi ODHA yang selalu memerlukan bantuan. Ketika mereka merasa tidak berhasil dalam melakukan pendampingan, mereka terkadang melakukan kegiatan sharing dengan relawan lain atau meminta bantuan untuk mengatasi hambatan tersebut. Mereka merasa senang bila ODHA dapat menerima keadaan dirinya dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, sehingga dapat berguna bagi masyarakat di sekitarnya. Dalam mendampingi ODHA, tak jarang para relawan ini merasa kelelahan, hingga kondisi fisik menurun. Mereka berusaha untuk tetap bijak dalam membagi waktu, dengan cara memperhatikan kondisi tubuh dengan pergi berobat ke dokter memeriksakan kesehatan, selain itu, mereka juga tidak lupa untuk merawat diri dan merawat lingkungan rumah. Para relawan berusaha untuk selalu mengajak ODHA untuk menghabiskan waktu bersama dengan mengajak makan siang bersama, pergi ke taman, tanpa merasa malu atau direpotkan dengan keadaan ODHA. Hal ini mereka lakukan guna menghilangkan kejenuhan dalam mandampingi ODHA.

6 Banyaknya tantangan dalam menjalankan tugas sebagai relawan, tidak jarang mereka melakukan kesalahan ketika sedang melakukan tindakan pendampingan. Kesalahan dalam mendampingi ODHA misalnya, lupa mencatat jadwal berobat para ODHA sehingga ODHA ditegur oleh dokter yang menanganinya, tidak memantau pemakaian obat untuk ODHA sehingga kondisi tubuhnya menurun, yaitu rentan terkena meningitis, TBC dan lain sebagainya. Mereka merasa bersalah serta menyadari kesalahan yang diperbuat, namun mereka berusaha untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Akan tetapi mereka menyadari kesalahan yang diperbuat tidak hanya dilakukan oleh diri mereka sendiri, bahkan dirasakan juga oleh teman sesama relawan. Mereka mengatakan bahwa bekerja sebagai relawan merupakan panggilan hati tanpa ada dorongan dari orang lain. Menurut hasil wawancara dengan para relawan WPA Kebon Pisang, di Setiap harinya selalu terdapat warganya yang terjangkit virus HIV dan tak jarang pula yang sudah terinfeksi AIDS. Para relawan ini berusaha untuk menekan banyaknya ODHA di lingkungannya, dengan cara memantau ke setiap wilayah. Menurut sebagian warga kebon Pisang, upaya yang dilakukan relawan untuk menekan banyaknya ODHA, dirasa sia-sia. Hal ini disebabkan karena, hampir di setiap harinya banyak masyarakat yang terjangkit virus tersebut, dan banyak warga yang mengeluhkan bahwa kinerja relawan kurang teliti, akan tetapi para relawan berusaha untuk tidak menghakimi dirinya secara berlebihan. Sebagian relawan merasa hal ini tidak adil bagi para relawan, sehingga dirinya seringkali menyalahkan keadaan dan menyalahkan dirinya. Pada saat mendampingi ODHA, relawan merasa pertolongan yang mereka berikan sudah optimal, namun kematian pada ODHA tidak dapat dihindari.

7 Mereka pun merasa sedih dan kecewa ketika ODHA yang ditangani meninggal dunia. Mereka menyadari bahwa kematian merupakan hal yang wajar dan pasti terjadi, bukan hanya pada ODHA namun pada semua makhluk hidup. Terlihat dari hasil observasi, beberapa relawan menunjukkan sikap memberi kehangatan pada orang lain, mempunyai antusias yang tinggi dalam mendampingi ODHA, optimis dalam menghadapi kegagalan serta berusaha memperbaiki kesalahan, dan menunjukkan emosi yang positif. Hal ini terlihat, ketika relawan merasa dirinya mempunyai banyak tantangan dalam proses pendampingan, dirinya tetap menjaga kestabilan emosinya dengan tetap memberikan kehangatan serta perhatian pada ODHA. Tantangan yang berliku dihadapi oleh para relawan dalam proses pendampingan, tidak membuat beberapa relawan lepas dari tanggung jawabnya, sehingga hal ini pula yang membuat relawan tetap berusaha optimis dapat memberikan pendampingan yang terbaik bagi ODHA. Para relawan menunjukkan bahwa dirinya mampu memberikan pendampingan yang baik bagi ODHA, walaupun tanpa diberikan imbalan. Mereka merasa, bahwa mereka wajib menolong ODHA. Hal ini menunjukkan, kebanyakan relawan bersikap ramah, berhati lembut dan menunjukkan kerelaan. Beberapa relawan memiliki toleransi yang tinggi, ketika dirinya di kritik oleh banyak orang tentang pendampingan yang diberikannya, dirirnya pun berusaha tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Sebagian besar relawan berusaha untuk mementingkan kepentingan orang lain, seperti mampu fokus pada pendampingan pada ODHA. Menurut para relawan, merupakan suatu prestasi yang membanggakan jika mereka dapat menangani semua masyarakat Kebon Pisang yang terkena virus

8 HIV/ODHA secara intens. Oleh karena itu, sebagian besar relawan berusaha keras dan tidak mudah menyerah, untuk memberikan pendampingan yang terbaik bagi ODHA. Para relawan terus berusaha menanggulangi masyarakat Kebon Pisang yang enggan terbuka bahwa dirinya terinfeksi virus HIV/AIDS, mereka pun melakukan pendekatan yang intens dengan menngunjungi rumah ODHA dan menjadi teman berbagi cerita bagi ODHA. Kondisi tubuh ODHA yang tidak dapat dikontrol dan kian menurun, merupakan hal yang menakutkan bagi para relawan, sehingga beberapa relawan menunjukkan perilaku cemas dan khawatir pada keadaan saat ini. Banyaknya teguran dari keluarga ODHA yang menyalahkan dirinya selama pendampingan, membuat beberapa relawan merasa bersalah dan terus menerus menghakimi dirinya. Bagi kebanyakan relawan, teguran merupakan hal yang biasa, dan mereka pun berusaha untuk tidak menyalahkan dirinya, dan selalu mengintrospeksi segala kesalahan yang dilakukan. Berdasarkan penjelasan di atas, ketika dihadapkan dengan hambatan yang mereka alami dan tidak dapat mengatasi hal tersebut atau mengalami kegagalan, relawan tetap bersikap ramah, berusaha semaksimal mungkin memberikan pendampingan, tetap semangat dalam mendampingi ODHA, menganggap hal tersebut sebagai suatu yang wajar, tidak terlalu memikirkan kegagalan tersebut, dan tidak menyalahkan diri ataupun ODHA. Hal-hal tersebut menunjukkan self compassion. Menurut Kristin Neff (2003) self compassion adalah memberikan pemahaman dan kebaikan kepada diri sendiri ketika mengalami kegagalan ataupun membuat kesalahan, namun tidak menghakimi dengan keras dan tidak mengkritik diri sendiri dengan berlebihan atas ketidaksempurnaan, kelemahan,

9 dan kegagalan yang dialami diri sendiri. Peneliti mengamati bahwa mereka memiliki ciri-ciri prilaku yang khas, cara berpikir serta merasakan, seperti memiliki kecendrungan extraversion, agreeableness, conscientiousness dan neuroticsm. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Neff, ditemukan bahwa self-compassion mempunyai hubungan dengan faktor internalnya yaitu, trait kepribadian The Big Five. 1.2 Identifikasi Masalah Tugas sebagai relawan di WPA Kebon Pisang tidaklah mudah, mereka harus senantiasa mendampingi ODHA dalam pengobatan dengan sepenuh hati. Relawan ini memiliki berbagai hambatan dan keluhan dalam penyelesaian tugastugasnya. Terdapat relawan yang realistis, mengasihani diri sendiri, dan beusaha tidak menghakimi ODHA. Perilaku yang dimunculkan oleh relawan tersebut, muncul ketika dihadapkan pada situasi yang dianggap oleh para relawan dalam menghadapi situasi yang sulit. Saat dihadapkan pada situasi yang sulit tersebut para relawan memerlukan keyakinan diri bahwa mereka mampu menghadapi keadaan tersebut dengan memberikan pendampingan yang baik. Saat dihadapkan dengan kesulitan, para relawan juga harus memiliki daya tahan untuk melewati dan mengatasinya, oleh karena itu para relawan ini menunjukkan self compassion yang tinggi. Self compassion adalah adalah kemampuan individu untuk memberikan pemahaman dan kebaikan kepada diri, menghibur diri dan peduli ketika diri sendiri mengalami gagal, membuat kesalahan ataupun mengalami penderitaan dengan tidak menghakimi kekurangan dan kegagalan yang individu alami secara berlebihan, melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua

10 manusia, serta tidak menghindari penderitaan, kesalahan atau kegagalan yang individu alami. Self compassion memiliki tiga komponen, yaitu self kindness, common humanity, mindfulness (Neff, 2003). Self compassion dibutuhkan relawan dalam menjalankan perannya sebagai caregiver. Caregiver adalah seseorang yang melakukan perawatan atau kasih sayang terhadap orang lain. Disaat berperan sebagai caregiver, maka seorang relawan membutuhkan kemampuan self compassion dalam dirinya saat melayani orang lain yang berhubungan dengan energi emosionalnya. Self compassion dapat melindungi peran sebagai care giver, agar terhindar dari rasa lelah, dan untuk meningkatkan kepuasan perannya sebagai care giver (Neff, 2011). Untuk melakukan tugasnya sebagai relawan, para relawan WPA Kebon Pisang ini memiliki self compassion, hal ini terlihat ketika mereka sedang menjalankan perannya sebagai care giver mereka turut merasakan apa yang ODHA rasakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan Self Compassion adalah karakteristik personal individu, terutama trait kepribadian. Trait kepribadian didefinisikan sebagai dimensi perbedaan individual yang menunjukkan pola pikiran, perasaan, dan perbuatan yang konsisten (McCrae, 2002). Menurut Mc Crae dan Costa (dalam Pervin, Cervone & John, 2005: 292) The Big Five Personality adalah sebuah kesepakatan di antara pendekatan teoritis yang mengacu pada lima faktor dasar kepribadian manusia yang terdiri dari neuroticsm, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness. Adapun definisi dari kelima trait kepribadian tersebut, antara lain :

11 a. Extraversion (E), Mencangkup tingkat kenyamanan seseorang terhadap suatu hubungan. Memperlihatakan interaksi kuantitas dan intensitas dalam interaksi interpersonal (Costa & McCrae, 1992) b. Agreeableness (A), menggambarkan kualitas orientasi interpersonal seseorang secara berkesinambungan dari perasaan terharu sampai perasaan menentang dalam pikiran, perasaan dan tindakan. c. Conscientiousness (C), menggambarkan perilaku tugas dan arah tujuan, dan secara social membutuhkan impuls kontrol. d. Neuroticsm (N), merupakan penyesuaian diri dengan ketidakstabilan emosi. Faktor ini mengenal individu yang mudah tertekan secara psikologis, ide-ide yang tidak realistis, idaman atau dorongan yang berlebihan dan respon maladptif. e. Openess to Experience (O), menggambarkan secara luas, kedalaman, kerumitan mental individu dan pengalaman hidup. Berdasarkan uraian di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalalah : Seberapa erat hubungan antara trait kepribadian The Big Five dengan Self Compassion pada Relawan di WPA Kebon Pisang Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian A. Maksud Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran mengenai trait kepribadian tertentu yang mempengaruhi Self Compassion pada Relawan di WPA Kebon Pisang Bandung.

12 B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris mengenai gambaran keeratan hubungan antara trait kepribadian dengan self compassion pada Relawan di WPA Kebon Pisang di Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis a. Mengetahui hubungan antara trait kepribadian The Big Five dengan self compassion pada relawan di WPA kebon Pisang Bandung. b. Menambah dan memperluas khazanah dalam keilmuan Psikologi khususnya dalam trait kepribadian dan Self Compassion 2) Kegunaan Praktis a. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sebuah masukan bagi WPA di kota Bandung ataupun orang-orang yang berada di sekitar relawan, khususnya trait kepribadian tertentu yang dapat mempengaruhi self compassion pada relawan lainnya, sehingga dapat berguna bagi proses pendampingan agar dapat memberikan pendampingan yang baik pada ODHA. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi para relawan dalam mendampingi ODHA, sehingga para relawan dapat mempertahankan self compassion yang sudah dimiliki dengan mempertahankan sikap serta pemikirannya, dan dapat berbagi pengalaman (sharing) pada relawan lain.