itu asas-asas dan dasar-dasar tata hukum MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA YANG pidana dan hukum pidana colonial MENJUNJUNG TINGGI NILAI-NILAI KEADILAN

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya, oleh karena itu mengabaikan perlindungan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PERTENTANGAN ASAS LEGALITAS FORMIL DAN MATERIIL DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG KUHP *

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

RANCANGAN. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI : Pembahasan DIM RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya,

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pemidanaan

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

Perkembangan Asas Hukum Pidana dan Perbandingan dengan Islam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

HUKUM (SANKSI) PIDANA ADAT DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

BAB I PENGANTAR 1.1 Pengertian Hukum Pidana Hukum Pidana Endah Lestari D.,SH,MH. Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum merupakan suatu alat negara yang mempunyai tujuan untuk. menertibkan, mendamaikan, dan menata kehidupan suatu bangsa demi

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM GARIS-GARIS BESAR POKOK PENGAJARAN (GBPP) : HUKUM PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

Hukum Acara Pidana disebut hukum pidana formal, untuk membedakan dgn hukum pidana materiil.

MEMPERTANYAKAN KEMBALI KEPASTIAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN SISTEM HUKUM NASIONAL. Oleh : Mustafa Abdullah ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

PERGESERAN ASAS LEGALITAS FORMAL KE FORMAL DAN MATERIAL DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

LUMAKSONO GITO KUSUMO PENAL REFORM DAN UNIFIKASI HUKUM PIDANA MATERIIL

EKSISTENSI ASAS OPORTUNITAS DALAM PENUNTUTAN PADA MASA YANG AKAN DATANG

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) HUKUM PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

PERGESERAN ASAS LEGALITAS FORMAL KE FORMAL DAN MATERIAL DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL

Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

PENGGOLONGAN HUKUM. Nama anggota : Mega Aditya Lavinda (19) Megantoro Prasetyo W (20) Mitsaqan Ghalizha (21) Ahmad hafiyyan (03)

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. Ali Dahwir, SH., MH Hukum Pidana

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Ini berarti,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PELAKSANAAN PIDANA BAGI PIDANA PEMENUHAN KEWAJIBAN ADAT DALAM RANGKA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

BAB III PENUTUP. bentrokan yang tajam dan kekacauan yang besar di kalangan masyarakat dan juga alat

BAB I PENDAHULUAN. dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-1 Hakikat Perlindungan dan Penegakkan Hukum

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

Prakoso, D, (1988), Hukum Penitensir di Indonesia, Bandung: Armico.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

Transkripsi:

itu asas-asas dan dasar-dasar tata hukum MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA YANG pidana dan hukum pidana colonial MENJUNJUNG TINGGI NILAI-NILAI KEADILAN Haryono* ABSTRAK Sistem hukum Indonesia adalah sistem transpalansi dari sistem hukum kolonial, yang bersifat individual, yang bertentangan dengan hukum yang berkembang dalam masyarakat (living Law). Hukum kolonial tersebut seperti KUHP, yang legalitas formal sehingga apabila digunakan untuk menyelesaikan masalah keadilan formal (berdasarkan pasal) yang terwujud, bukan keadilan yang sesungguhnya. Dalam perkembangannya legalitas formil yang terdapat dalam KUHP dipertanyakan, karena tidak dapat menyelesaikan perkara-perkara yang seharusnya tidak perlu diperkarakan di pengadilan. Oleh karena itu perlu adanya upaya yaitu pembaharuan sistem hukum pidana yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila terutama nilai keadilan masyarakat. Dalam perumusan KUHP konsep Pembaharuan seperti konsep yang menjamin kepastian hukum dan melindungi warga Negara dari kesewenang-wenangan penguasa dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian hukum secara legalitas formil dan legalitas materiel. Dengan demikian apabila ada seseorang yang mencari kadilan akan memperoleh keadilan yang sejati atau keadilan yang substansial. Sehingga apabila digunakan dalam menyelesaikan masalah maka keadilan yang terwujud adalah keadilan substansial bukan keadilan procedural dan formal (keadilan undang-undang). Kata kunci : Sistem Hukum, Keadilan Formil dan Keadilan Materiil. A. PENDAHULUAN Sistem hukum Indonesia sebagian besar adalah produk dan warisan sistem hukum kolonial Belanda. Salah satu contohnya adalah KUHP ( yang menggunakan sistem transpalansi). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang mulai diberlakukan dengan UU No.73 tahun 1985 tentang menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946, tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia. KUHP tersebut adalah warisan hukum kolonial yang berasal dari Wetboek van Strafrecht van Nederlanddsch Indie (staatblad 1915 No. 732). Oleh karena masih tetap bertahan dengan selimut dan wajah Indonesia (Barda Nawawi Arif, 2008:30) Salah satu asas fundamental adalah asas legalitas formil. Dalam KUHP asas legalitas terdapat dalam pasa 1 ayat 1 yang redaksinya adalah tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan. Asas tersebut mempunyai sisi positif dan sisi negatif. Sisi positifnya adalah adanya kepastian hukum (rechtszekerheid), bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana jika 555

tidak termasuk perbuatan pidana yang diatur oleh undang-undang. Sedang sisi negatifnya adalah perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang maka dikatakan sebagai perbuatan pidana yang dapat dikenakan sanksi hukum sesuai undang-undang. Padahal hukum mempunyai fungsi yaitu keadilan dan kegunaan (Rahardjo, 2006:19). Walaupun hukum nilai dasarnya (Keadilan, Kegunaan dan Kepastian Hukum) ketiganya terdapat suatu spannungsverhalnis, suatu ketegangan satu sama lain (Rahardjo, 2006:19). Ketegangan ketiga nilai dasar hukum tersebut menjadi persoalan dalam implementasinya, jika kepastian hukum akan ditegakkan, maka ia menggeser keadilan dan kegunaan, sehingga kepastian hukum dapat mengesampingkan dan meminggirkan nilai keadilan dan kegunaan. Dari pengertian tersebut maka akan menimbulkan masalah dalam suatu persoalan. Contohnya adalah apakah orang yang mengambil barang tanpa ijin pemiliknya adalah suatu pencurian (Pasal 362 KUHP) dan dapat dipidana? Apabila dikaitkan dengan asas legalitas formil maka mengambil barang tanpa hak merupakan sebuah pencurian dan dapat dipidana. Hal tersebut merupakan kepastian tetapi permasalahannya apakah pidana tersebut adil (berkeadilan)? Konsekuensi asas legalitas adalah keputusan yang diambil adalah keputusan yang berdasarkan undang-undang, sehingga keputusan tersebut implikasinya luas dan terkadang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila seperti nilai keadilan dan terkadang melanggar HAM. Hal tersebut dapat terjadi karena sistem hukumnya tidak digali dan dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena perlu adanya pembaruan sistem hukum yang dapat mewujudkan keadilan masyarakat. Dalam penerapannya banyak sekali sistem hukum yang berlaku sekarang (keputusan hakim) bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Contoh keputusan hakim terhadap kasus seperti Mbah Minah (mengambil 3 biji kakau), Basar dan Riyanto (mengambil semangka) dan kasus di batang yang mengambil Kapok Randu setelah dipanen dan sebagainya, yang merupakan keputusan hukum yang tidak berkeadilan. Karena proses peradilan berdasarkan asas legalitas formil yang hanya akan mewujudkan keadilan yang prosedural bukan keadilan yang substansial. Keadilan yang diputuskan hakim jauh dari rasa keadilan yang sebenarnya, karena diputus atas dasar legalitas formil yang berdasarkan Pasal 362 KUHP. Oleh karena itu perlu ada solusi, yaitu pembaharuan terhadap sistem hukum Indonesia yang merupakan warisan kolonial menjadi sistem hukum yang berbasis nilai-nilai Pancasila. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam pembaharuan sistem hukum Indonesia sebagai terobosan terhadap asas legalitas formal dalam sistem hukum pidana? 2. Bagaimana perumusan asas legalitas dalam konsep KUHP 556

Indonesia yang bisa mewujudkan keadilan yang menjadi nilai dasar dan asasasas hukum? C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hukum Indonesia merupakan Transpalansi Hukum Belanda Sistem hukum Indonesia adalah menggunakan sistem transpalansi dari sistem hukum kolonial. Padahal menurut Robert Seidman bahwa hukum tidak dapat dipindahkan ke hukum (The Law on Non Transferability of Law). Artinya pemindahan hukum dari budaya satu ke budaya lainnya, tidak akan membuat hukum dapat bekerja dengan baik. Karena hukum tidak akan berlaku sama terhadap hukum yang digunakan di tempat asal. Sistem hukum kolonial adalah sistem hukum individual, sedangkan sistem hukum masyarakat Indonesia berdasarkan sistem hukum masyarakat yang communal. Hal ini menimbulkan masalah. Karena hukum colonial tidak sesuai dengan hukum yang berkembang dalam masyarakat. Transpalansi hukum Belanda ke Indonesia mangakibatkan termarjinalnya bentuk-bentuk tatanan local yang disebut hukum adat. Namun hukum adat sebagai tatanan local masih berkembang dan dapat memberikan solusi disaat hukum warisan colonial yang mengagungkan kepastian hukum menemui kebuntuan dalam menyelesaikan konflik. Dalam membahas hukum Belanda yang diterapkan di Indonesia, Satjipto Rahardjo membedakan dua golongan yuris, yaitu sebagai pemain (Medespeler) dan sebagai penganut (Weschouwer). Golongan pemain maka posisi mereka berhadapan dengan hukum, adalah posisi yang melekat dengan hukum. Kredo mereka adalah menyelesaikan soal dengan menerapkan undang-undang. Sedang golongan pengamat termasuk penstudi hukum atau ilmuwan hukum, melihat hukum sebagai suatu objek yang dipelajari yang tujuannya adalah mencari kebenaran. Kepedulian mereka adalah menemukan kebenaran tentang hukum, bukan keharusan menjalankan hukum. Posisi mereka mengambil jarak. Kredo mereka adalah pencarian dan pencerahan (Rahardjo, 2007:11). 2. Terobosan terhadap Asas Legalitas Formil Hukum Pidana Asas Legalitas formil sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 ayat 1 KUHP adalah didesain untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi warga Negara dari kesewenang-wenanngan penguasa. Pemikiran tersebut awalnya untuk melindungi rakyat banyak. Namun di Negara barat cenderung menitik beratkan kepentingan individu. Asas legalitas formil pada hakekatnya adalah suatu kepastian hukum. Namun menurut pendapat Satjipto Rahardjo, walalupun hukum menjamin kepastian hukum tetapi kehadiran peraturan (hukum) itu masih juga menimbulkan keragu-raguan yang berarti berkurangnya nilai kepastian tersebut. Keadaan tersebut terjadi karena dalam jagat perundangundangan, suatu peraturan tanpa disadari bertentangan dengan peraturan 557

lain (Rahardjo, 2007:78). Menurut Stamford kepastian hukum merupakan keyakinan yang dipaksakan daripada keadaan yang sebenarnya. Kepastian hukum menurut Gustav Radbruch bahwa kepastian berpotensi bertabrakan dengan keadilan dan kemanfataan social, keadilan berpotensi untuk mengalami konflik dengan kepastian dan kemanfaatan. Sedang tuntutan terhadap kemanfaatan pada suatu ketika akan bertabrakan dengan keadilan dan kepastian (Rahardjo, 2007:80). Dengan penjelasan tersebut maka dapat disimpulan bahwa legalitas formil atau kepastian hukum akan menimbulkan masalah terhadap nilai keadilan dan nilai kemanfataan. Oleh karena itu perlu adanya pembaharuan suatu kepastian hukum yang tidak bertentangan dengan nilai keadilan dan nilai kemanfaatan. Asas legalitas formil yang dijadikan dasar dalam hukum pidana untuk memidanakan seseorang tidak ada sifat melawan hukumnya. Padahal sifat melawan hukum merupakan asas yang penting dalam pemidanaan, karena asas tiada pertanggung jawaban tanpa sifat melawan hukum merupakan asas penting dalam hukum pidana. Dalam pasal 1 ayat 1 KUHP asas sifat melawan hukum materiil tidak ada. Sifat melawan hukum merupakan salah satu unsur dari suatu tindak pidana. Konsep tindak pidana dapat dipidana menurut Komariah Emong Suparadjaja, apabila memenuhi delik (legalitas formil), melawan hukum dan pembuat salah melakukan perbuatan. Hal itu dapat dijelaskan bahwa asas legalitas formil dapat dikesampingkan dengan melihat apakah si pelakunya bersalah dan adanya sifat melawan hukum. Menurut Soedarto, unsur tersebut merupakan penilaian objektif terhadap perbuatan bukan si pembuat. Sifat melawan hukum pada dasarnya dibagi menjadi dua ( Sudarto, 1980:76) yaitu : a. Menurut ajaran sifat melawan hukum yang formil Suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum apabila perbuatan diancam dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-undang, sedang sifat melawan hukumnya perbuatan itu dapat hapus hanya berdasarkan undang-undang. Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan atau bertentangan dengan undangundang. (hukum tertulis) b. Menurut ajaran sifat melawan hukum yang materiil Suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undan-undang (yang tertulis) saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyatanyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis (iibrgesetzlich) ( Sudarto, 1980:78). Sifat melawan hukum mempunyai dua fungsi yaitu: fungsi negatif dan fungsi positif. Fungsi negatifnya adalah mengakui kemungkinan adanya halhal yang ada di luar undang-undang menghapus sifat melawan hukumnya perbuatan yang memenuhi rumusan 558

undang-undang, hal tersebut sebagai alasan penghapus sifat melawan hukum. Dan fungsi positifnya menganggap sesuatu perbuatan tetap sebagai suatu delik, meskipun tidak nyata diancam dengan undang-undang apabila bertentangan dengan hukum atau ukuran-ukuran lain yang ada di luar undang-undang. Dengan demikian ada pengakuan hukum yang tak tertulis sebagai sumber hukum yang positif( Sudarto, 1980:81-82). Dari penjelasan di atas jelas bahwa apa yang tertulis dalam undang-undang bukan sebagai sumber hukum utama dalam penyelesaian suatu masalah pidana. Asas legalitas formil bukanlah asas hukum pidana yang kaku yang harus diagungkan dan tak dapat diterobos keberlakuannya. Kekakuan asas legalitas formil yang menjadi asas dasar dalam hukum pidana dapat diterobos dengan menggunakan hukum yang tidak tertulis yang tumbuh dalam masyarakat. Cara-cara tersebut seperti kompromi, musyawarah serta pendekatan yang lain dapat digunakan dalam menyelesaikan suatu konflik, tidak harus menggunakan asas legalitas formil, tetapi dengan asas legalitas materiil. Jadi suatu masalah dapat diselesaikan dengan menggunakan caracara di luar hukum, seperti dengan musyawarah, kompromi dan sebagainya. 3. Perumusan Asas Legalitas Formil dalam Konsep KUHP Indonesia yang dicita-citakan Dalam menyelesaikan masalah hukum dapat digunakan tatanan lokal yang berasal dari hukum yang tidak tertulis, hal itu merupakan terobosan terhadap asas legalitas formil dalam hukum pidana. Untuk itu bagaimana perumusan asas legalitas formil dalam konsep KUHP Indonesia sebagai Ius Constituendum atau hukum yang dicitacitakan. Seperti kita ketahui dalam rekomendasi dalam Seminar Hukum Nasional 1 Tahun 1963, agar Rancangan kodifikasi hukum nasional selekas mungkin diselesaikan. Tahun 1964, kemudian berturut-turut tahun 1964, 1971/1972, tahun 1982/1983 dan konsep 1987/1988, tahun 1991/1992, 2004 sampai dengan 2006-2007 (Barda Nawawi Arif, 2008:96). Perumusan redaksional asas legalitas formil dalam KUHP Konsep (baru) adalah sebagai berikut : Pasal 1 (1) Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan ini dilakukan (2) Dalam menetapkan adanya tindakan pidana dilarang menggunakan analogi (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan (4) Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 sepanjang sesuai dengan nilai-nilai 559

Pancasila dari/atau prinsipprinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsabangsa. Dari pasal 1 KUHP konsep di atas dapat dijelaskan bahwa KUHP Konsep berbeda dengan KUHP yang berlaku sekarang ini. Karena KUHP Konsep memberikan ruang bagi berlakunya hukum yang tidak tertulis secara tertulis. Pasal 1 ayat 1 merupakan asas legalitas (dalam pengertian formil) sementara pasal 1 ayat 3 merupakan asas legalitas (dalam arti materiel). Kemudian pasal 1 ayat (2 ) merupakan rambu-rambu /pedoman dalam penerapan asas legalitas formil, sementara pasal 1 ayat (4) nilai-nilai Pancasila dan prinsip-pinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa merupakan ramburambu/pedoman dalam penerapan asas legalitas materiel. Legalitas materiel dalam KUHP Konsep dicantumkan sedangkan dalam KUHP sekarang ini tidak dicantumkan, dan tidak ada asasasas hukum pidana yang terletak di luar KUHP. Oleh karena itu mengakibatkan tidak diakuinya keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat.sehingga hukum kita terbelenggu akan suatu kepastian hukum yang legalitas formil. Konsep KUHP Baru, menegaskan keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat agar ajaran sifat melawan hukum materiel tidak dilupakan, bahwa selain legalitas formil yaitulegalitas bersumber pada undang-undang saja tetapi bersumber legalitas materiel yang ada dalam hukum masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) UU Kehakiman No. 4 Tahun 2004 yang berbunyi ; Segala putusan pengadilan selain harus memuat alas an dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dalam peraturan perundangundangan yang bersangkjutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili dan Pasal 28 ayat (1) UU yang sama : Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Antara legalitas formil dan legalitas materiel sekilas terdapat pertentangan. Namun kalau kita lihat dalam realitas maka legalitas materiel adalah sebagai alat penyeimbang legalitas formil. Contoh suatu kasus yang terjadi di Cilacap (mbah Minah), di Jawa Timur (Basar dan Wiyanto), dan di Batang, apabila penanganan kasus tersebut menggunakan asas legalitas materiel maka orang-orang yang dipersangkakan melakukan pencurian (terkena pasal 362 KUHP) tidak akan sampai proses peradilan di pengadilan. Kasus tersebut cukup dan bisa ditangani oleh tokoh masyarakat setempat. Karena penanganan tersebut menggunakan asas legalitas formil maka kasus tersebut sampai di pengadilan ( sampai vonis Hakim). Karena menggunakan asa legalitas formil yaitu menggunakan Pasal 1 ayat 1 KUHP maka putusannya hakim adalah bertentangan dengan keadilan masyarakat. Mengapa putusan pengadilan yang legalitas formil bertentangan dengan nilai keadilan masyarakat? Karena legalitas formil hanya menggunakan asas yang terdapat dalam 560

undang-undang, yaitu kepastian hukum. Apabila memenuhi ketentuan delik undang-undang orang yang melakukan perbuatan dapat dikenakan sanksi hukum. Hal tersebut bertentangan nilainilai yang hidup dalam masyarakat terutama nilai keadilan dan kemanfataan. Oleh karena itu KUHP yang berlaku untuk segera diganti dengan KUHP baru yang dapat mewujudkan keadilan yang substansial bukan yang prosedural. KUHP Konsep Baru Merupakan Ius Constituendum, yaitu merupakan KHUP yang legalitas (formil dan materiel) merupakan citacita hukum Indonesia. substansial. Konsep tersebut di atas yang merupakan suatu jawaban terhadap legalitas formil karena mengakui legalitas materiel, yaitu mengakui legalitas hukum yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian keadilan yang yang dicari adalah keadilan yang sebenarnya atau keadilan substansial. Sehingga apabila digunakan dalam menyelesaikan masalah maka keadilan yang terwujud adalah keadilan substansial bukan keadilan prosedural (keadilan undang-undang). DAFTAR PUSTAKA D. KESIMPULAN Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu simpulan bahwa legalitas formil yang terdapat dalam KUHP dipertanyakan, karena tidak dapat menyelesaikan perkara-perkara yang seharusnya tidak perlu diperkarakan di pengadilan. Oleh karena itu perlu adanya upaya yaitu pembaharuan sistem hukum pidana yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila terutama nilai keadilan masyarakat. Sedang perumusan KUHP konsep Pembaharuan seperti konsep yang kepastian hukum dan melindungi warga Negara dari kesewenang-wenangan penguasa dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian hukum secara legalitas formil dan legalitas materiel. Dengan demikian apabila ada seseorang yang mencari kadilan akan memperoleh keadilan yang sejati atau keadilan yang Arief, Barda Nawawi, RUU KUHP Baru Sebuah Restrukturisasi dan Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia, Semarang, Penerbit Pustaka Magister, 2008 --------------------------, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Indonesia, Semarang, Penerbit Pustaka Magister, 2008 --------------------------, Perkembangan Asas Hukum Pidana Indonesia, Semarang, Penerbit Pustaka Magister, 2008. --------------------------, Kapita Selekta Hukum Pidana,PT. Citra aditya Bakti, Bandung, 2003 Mulyatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2002. Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Cetakan Keenam, PT Citra aditya Bakti, Bandung, 2006 561

------------------------, Hukum dalam Jagat ketertiban, UKI, Press Jakarta, 2006 ------------------------, Biarkan Hukum Mengalir, Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, Kompas, Jakarta, 2007 *Haryono, SH., MH Dosen Prodi PPKn Universitas PGRI Semarang 562