Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

dokumen-dokumen yang mirip
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Potong pada Usaha Peternakan Rakyat di Kecamatan Mojogedang

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KINERJA REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN (PFH) DI KECAMATAN MUSUK BOYOLALI

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

Efisiensi reproduksi sapi perah PFH pada berbagai umur di CV. Milkindo Berka Abadi Desa Tegalsari Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL DI KABUPATEN TULUNGAGUNG JAWA TIMUR

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK SAPI PERAH PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN DI KELOMPOK TERNAK KUD MOJOSONGO BOYOLALI

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SAPI PERANAKAN LIMOUSINE DI KECAMATAN BERBEK KABUPATEN NGANJUK

EVALUASI REPRODUKSI SAPI PERAH PFH PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD TANI MAKMUR KECAMATAN SENDURO KABUPATEN LUMAJANG

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

EVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD SUMBER MAKMUR KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI MADURA INDUK DENGAN PERKAWINAN INSEMINASI BUATAN DI KABUPATEN PAMEKASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin... Afghan Arif Arandi

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

EVALUATION OF SLAUGHTERED FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED DIARY COWS IN PRODUCTIVE AGE AT KARANGPLOSO SUB DISTRICT MALANG

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll (SGDP) pada sapi Peranakan Ongole (PO)

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

Cahyo Andi Yulyanto, Trinil Susilawati dan M. Nur Ihsan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang Jawa Timur

ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM

PEMDERDAYAAN KELOMPOK PETERNAK SAPI SEBAGAI SUMBERDAYA PENDUKUNG BADAN USAHA MILIK RAKYAT DI KELURAHAN MALALAYANG I TIMUR

CONCEPTION RATE PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI ACEH DENGAN SAPI BRAHMAN DAN DENGAN SAPI SIMENTAL MELALUI INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN PADANG TIJI

Evaluasi Penampilan Reproduksi Sapi Perah (Studi Kasus Di Perusahaan Peternakan Sapi Perah KUD Sinarjaya)

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

WILAYAH KERJA KRADENAN III, KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH SKRIPSI

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Analisis Biaya dan keuntungan...simon pardede

Kata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

J. M. Tatipikalawan dan S. Ch. Hehanussa Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon ABSTRACT

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN PADA PARITAS BERBEDA DI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross

PENGARUH METODE PERKAWINAN TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN SAPI DONGGALA DI KABUPATEN SIGI

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DAERAH KANTONG TERNAK DI JAWA TENGAH

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI CONCEPTION RATE PADA SAPI BALI DI KABUPATEN PRINGSEWU

Veterinaria Vol 6, No. 1, Pebruari 2013

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

Syahirul Alim, Lilis Nurlina Fakultas Peternakan

PENGARUH FASE KELAHIRAN TERHADAP DAYS OPEN DAN CALVING INTERVAL PADA TERNAK SAPI PERAH

CONCEPTION RATE PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah peternak dari tiga kelompok

UPAYA MEMACU PENINGKATAN POPULASI SAPI POTONG MELALUI PELAK- SANAAN INSEMINASI BUATAN DI DAERAH CIAMIS JAWA BARAT ABSTRAK

Transkripsi:

Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1), Januari 213: 21-27 ISSN 231-21 Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo S. Fanani, Y.B.P. Subagyo dan Lutojo Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36A, Surakarta 57126 Email: lut_ojo@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja reproduksi sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik survai. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pra survai dan tahap survai. Tahap pra survai dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian dan menentukan jumlah sampel. Tahap survai bertujuan untuk mendapatkan data primer dan sekunder di lapangan. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu Kecamatan Pudak dengan pertimbangan bahwa daerah ini mempunyai populasi sapi perah tertinggi di Kabupaten Ponorogo. Pengambilan sampel ternak menggunakan metode purposive random sampling yaitu ternak sapi perah PFH yang sudah pernah beranak. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini dipilih 1 ekor sapi perah PFH. Data yang dikumpulkan dari sampel ini meliputi service per conception, conception rate, post partum mating dan calving interval. Data ini kemudian dianalisis secara deskriptif melalui persentase, rata-rata dan standar deviasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai service per conception 2,1 ± 1,38 kali, conception rate 33%, post partum mating 63,77 ± 25,61 hari dan calving interval 12,36 ± 1,22 bulan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kinerja reproduksi sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak Ponorogo sudah cukup baik. Kata kunci: peranakan Friesian Holstein, kinerja reproduksi Reproduction Perforamance of Friesian Holstein Crossbred (PFH) Dairy Cattle at Pudak District, Ponorogo Regency ABSTRACT The purpose of this research is to know the reproduction performance of Friesian Holstein crossbred (PFH) dairy cattle in Pudak district, Ponorogo, East Java. The basic method used in this research is descriptive method with survey technique. This research was conducted in two stages, pre survey stage and survey stage. Pre survey stage was conducted to determine the location of the research and the amount of the sample. Then, the purpose of survey stage is to get the primary and secondary data in the area. Research location was determined purposively at Pudak district by considered that this location has the higest population of dairy cattle in Ponorogo. The sampling of cattle is used purposive random sampling method, That is Friesian Holstein crossbred dairy cattle which is ever breed. The amount of sample in this research is 1 Friesian Holstein crossbred dairy cattle. The data which was collected from this sample are service per conception, conception rate, post partum mating and calving interval. Then this data was analyzed descriptively through percentage, average and standard deviation. The result of the research indicate that the value of service per conception 2,1 ± 1,38 times, conception rate 33%, post partum mating 63,77 ± 25,61 days and calving interval 12,36 ± 1,22 months. It can be concluded that the reproduction performance of the Friesian Holstein crossbred dairy cattle in Pudak district, Ponorogo has good enough. Keywords: Friesian Holstein crossbred, reproduction performance

PENDAHULUAN Kebutuhan protein hewani di Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahun seiring dengan terus meningkatnya laju pertambahan penduduk, maka perlu adanya kesinambungan peningkatan produksi peternakan. Menurut Lubis (2), bahwa program peningkatan produksi ternak yang dilakukan pemerintah merupakan salah satu usaha untuk mengejar target akan kebutuhan gizi terhadap protein hewani bagi masyarakat. Peningkatan populasi dan produksi ternak sangat tergantung kepada keberhasilan reproduksinya, apabila reproduksi tidak diatur dengan sebaik mungkin maka tingkat produksi akan rendah. Faktor penghambat yang diduga sebagai penyebab penurunan produksi ternak di Indonesia adalah manajemen pemeliharaan yang belum optimal, yang ditandai dengan sistem pemeliharaan yang bersifat tradisional, belum berorientasi agribisnis dan tidak memperhatikan faktor produksi (Sardjito et al., 28). Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ternak dengan memperbaiki kinerja reproduksi. Proses reproduksi yang berjalan normal akan diikuti oleh produktivitas ternak sapi perah yang semakin baik. Semakin tinggi kemampuan reproduksi, semakin tinggi pula produktivitas ternak tersebut (Oktaviani, 21). Efisiensi reproduksi sapi perah pada suatu peternakan dapat diketahui dari kinerja reproduksinya. Kinerja reproduksi sapi perah dapat dilihat dari berbagai parameter, diantaranya adalah umur sapi dara saat birahi, kawin, bunting dan beranak pertama, jarak waktu saat beranak sampai dengan IB pertama (post partum mating), jarak waktu saat beranak sampai terjadi kebuntingan (days open), angka gangguan reproduksi, dan angka keberhasilan pelaksanaan IB (Effendi, 22 cit. Fitrianti, 23). Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang mulai mengembangkan ternak sapi perahnya, dimana Kecamatan Pudak merupakan salah satu kecamatan yang memiliki populasi ternak sapi perah tertinggi daripada kecamatan lainnya di Kabupaten Ponorogo. Tahun 21 populasi ternak sapi perah di Kecamatan Pudak yaitu 82 ekor (Badan Pusat Statistik, 211). Kemampuan reproduksi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai kinerja reproduksi sapi perah Peranakan Friesian Holstein untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi di tingkat peternak. Diharapkan kedepan kebijakan yang akan diterapkan sesuai dengan kebutuhan peternak dalam konteks memperbaiki kinerja reproduksi ternak sapi perah. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 212 di tiga desa di Kecamatan Pudak yaitu: Desa Tambang, Desa Krisik dan Desa Pudak Wetan, dengan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut memiliki populasi ternak sapi perah yang rendah (17 ekor), sedang (168), dan tinggi (386 ekor). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai (survey method). Penelitian survai merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 15). Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pra survai dan tahap survai. Tahap pra survai dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian dan menentukan jumlah sampel. Tahap survai bertujuan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara langsung dengan responden peternak sapi perah. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi, pencatatan, dan wawancara. Metode pengambilan sampel ternak secara sengaja (purposive random sampling) yaitu ternak sapi perah PFH yang sudah pernah beranak. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini dipilih 1 ekor sapi perah PFH. Sampel diambil dari peternak (responden) yang telah memelihara sapi perah minimal 1,5 tahun. Data primer 22 Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 213

meliputi: karakteristik peternak, kepemilikan peternak dan kinerja reproduksi ternak sapi perah yang meliputi : Service per Conception, Conception Rate, Post Partum Mating dan Calving Interval. Data sekunder yang berkaitan dengan data penunjang penelitian yang diperoleh melalui instansi yang terkait dengan bidang peternakan, yaitu Dinas Pertanian Ponorogo, Unit Pelaksana Teknis Daerah Pertanian Kecamatan Pudak, Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo, dan Kecamatan Pudak. Analisis Data Data primer dan data sekunder yang terkumpul dianalisis melalui persentase, ratarata dan standar deviasi, kemudian dipaparkan secara deskriptif. Variabel yang diamati adalah Service per Conception, Conception Rate (Toelihere, 13), Post partum mating (Salisbury dan Vandemark, 185) dan Calving Interval (Pramono et al., 28). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Peternak Sapi Perah Berdasarkan hasil survai yang telah dilakukan, Kecamatan Pudak memiliki daya dukung sumber daya manusia yang cukup baik untuk pengembangan peternakan khususnya peternakan sapi perah. Karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Pudak ditunjukkan pada Tabel 1. Peternak dilihat dari segi usia tergolong produktif, dimana 43,3% peternak berusia antara 3-3 tahun, kondisi ini memberikan harapan yang cukup baik terhadap dunia peternakan terbukti dengan banyaknya peternak yang berusia muda. Menurut Tarmidi (12) cit. Sani et al. (21), penduduk yang berumur 15 sampai 64 tahun masih dalam usia kerja produktif. Umur produktif merupakan suatu keuntungan karena pada usia tersebut masih mempunyai kemampuan yang besar dalam mengembangkan dan mengelola usahanya dengan baik sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan produktivitas kerjanya. Pengalaman akan mempengaruhi kemampuan seorang peternak dalam mengelola peternakannya. Semakin banyak pengalaman peternak biasanya semakin besar pula kemampuannya dalam beternak (Kurnadi, 22). Pengalaman beternak responden masih sedikit yaitu baru dibawah 5 tahun atau sekitar 3 sampai dengan 4 tahun. Peternak berpengalaman di bawah 5 tahun sesuai dengan kedatangan sapi perah pertama tahun 28. Menurut Fitrianti (23), faktor yang sangat berpengaruh dalam hal pengetahuan tata cara beternak sapi perah adalah pengalaman dan pendidikan peternak. Pengalaman yang banyak akan semakin baik bila ditunjang dengan pendidikan yang cukup. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa gambaran pendidikan peternak sapi perah sangat beragam. Sebagian responden hanya berpendidikan formal sampai tingkat Sekolah Dasar (3%), sekitar 3% responden berpendidikan sampai jenjang SLTP, sebanyak 3% responden lulusan SLTA, dan 1% lulusan Perguruan Tinggi. Pekerjaan responden terbesar adalah sebagai petani yaitu sebanyak 21 orang (7%), Wiraswasta 7 orang (23,3%), dan PNS 2 orang (6,7%). Data tersebut menggambarkan bahwa beternak hanya sebagai pekerjaan sampingan. Tingginya persentase jumlah responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani memberikan gambaran bahwa sektor peternakan dan pertanian tidak dapat dipisahkan dimana keduanya akan bekerja saling terkait. Kinerja Reproduksi Sapi Perah Proses reproduksi sangat penting bagi usaha peternakan sapi perah, mengingat tanpa adanya reproduksi mustahil produktivitas dapat diharapkan mencapai hasil yang maksimal. Menurut Pramono et al. (28), berbagai aspek yang menjadi hal penting diperhatikan dari segi reproduksi antara lain adalah service per conception (S/C), concepton rate (CR), post partum Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (Fanani et al.) 23

Tabel 1. Karakteristik responden peternak sapi perah di Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo Karakteristik Jumlah (Orang) Persentase (%) a. Umur peternak 2-2 tahun 3-3 tahun 4-4 tahun 5-6 tahun b. Pengalaman Beternak <5 tahun 6-1 tahun 11-15 tahun >15 tahun c. Pendidikan Formal SD SMP SMA Perguruan Tinggi d. Pekerjaan Pokok Peternak Petani Wiraswasta PNS Sumber : Data Primer diolah, 212. 2 13 6 3 3 21 7 2 6,7 43,3 3 2 1 3 3 3 1 7 23,3 6,7 Tabel 2. Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian holstein di Kecamatan Pudak Variabel Hasil Service per Conception 2,1 ± 1,38 kali Conception Rate 33% Post Partum Estrus 5,68 ± 24,2 hari Post Partum Mating 63,77 ± 25,61 hari Calving Interval 12,36 ± 1,22 bulan Sumber : Data Primer diolah, 212. mating dan calving interval (CI). Kinerja reproduksi sapi perah tertera pada Tabel 2. Service per Conception (S/C) adalah angka yang menunjukkan jumlah inseminasi untuk menghasilkan kebuntingan dari sejumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh ternak betina sampai terjadi kebuntingan (Toelihere, 13). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rataan S/C sapi perah di Kecamatan Pudak adalah 2,1 ± 1,38 masuk dalam service per conception sebanyak 2 kali. Nilai S/C ini menunjukkan tingkat kesuburan dari hewan betina. Semakin rendah nilai tersebut maka semakin tinggi kesuburan dari sapi-sapi betina yang di IB dan sebaliknya, semakin tinggi nilai S/C maka semakin rendah tingkat kesuburan sapi betina dalam kelompok tersebut. Beberapa penelitian lain mengenai pencapaian rata-rata angka S/C untuk sapi perah sebesar 2,75 kali (Saptono, 211); 2,55 kali (Octaviani, 21); 2,27 kali (Leksanawati, 21). Bila dibandingkan dengan hasil S/C peneliti sebelumnya hasil S/C sapi perah di Pudak sudah cukup baik walaupun masih sedikit dibawah optimal yakni berkisar antara 1,6 sampai 2, kali (Toelihere, 13). Tingkat kesuburan sapi betina ini dipengaruhi oleh faktor internal dari hewannya, termasuk kesehatan reproduksi hewan dan manajemen pemeliharaan (Fitrianti, 28). Selain kondisi ternak (kesuburan betina), faktor lain yang juga mempengaruhi nilai S/C adalah keterampilan inseminator dalam melakukan 24 Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 213

kegiatan inseminasi, yaitu mengenai teknik inseminasi (Oktaviani, 21). Soeharsono et al. (21) menambahkan, faktor lain yang tidak kalah penting dan berpengaruh terhadap nilai S/C adalah pengetahuan dan keterampilan peternak dalam deteksi birahi. Deteksi birahi yang tepat dan pengetahuan peternak tentang waktu optimum untuk inseminasi disertai pelaporan pada waktu yang tepat akan sangat membantu dalam keberhasilan kegiatan IB. Menurut Pramono et al. (28), service per conception dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketepatan mendeteksi birahi, kondisi ternak sendiri serta keterampilan dan ketepatan inseminator dalam menginseminasi sapi perah. Conception rate menunjukkan angka persentase ternak yang bunting pada perkawinan pertama yang didiagnosa per rectal (Jalius, 211). Berdasarkan hasil yang didapat diketahui bahwa nilai CR adalah 33%. Nilai tersebut masih belum optimal berdasarkan beberapa literatur dan masih bisa untuk ditingkatkan. Menurut Toelihere (13), CR yang baik mencapai 6-7%, sedangkan yang dapat dimaklumi untuk ukuran Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi alam, manajemen dan distribusi ternak yang menyebar sudah dianggap baik jika nilai CR mencapai 45-5%. Nilai CR ditentukan oleh kesuburan pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi (Susilawati, 25). Kesuburan pejantan salah satunya merupakan tanggung jawab Balai Inseminasi Buatan (BIB) yang memproduksi semen beku disamping manajemen penyimpanan di tingkat inseminator. Kesuburan betina merupakan tanggung jawab peternak dibantu oleh dokter hewan yang bertugas memonitor kesehatan sapi induk. Sementara itu, pelaksanaan IB merupakan tanggung jawab inseminator (Kurnadi, 22). Post partum mating adalah jangka waktu yang menunjukkan perkawinan atau inseminasi buatan pertama kali setelah induk melahirkan (Oktaviani, 21). Kawin pertama setelah melahirkan atau disebut post partum mating pada sapi perah rata-rata 63,77 ± 25,61 hari. Tetapi sebagian besar sapi perah kembali IB setelah partus umumnya langsung ketika birahi pertama sekitar kurang dari 6 hari. Hal ini kurang baik karena menurut Salisbury dan Vandemark (185), sapi betina sebaiknya dikawinkan 6-8 hari setelah beranak karena diperlukan waktu minimal 5-6 hari untuk mencapai involusi uteri yang sempurna pada sapi. Dengan demikian pengetahuan peternak mengenai keadaan sapi setelah partus masih kurang baik, atau ada faktor terlalu tergesa-gesa mengawinkan sapi mereka kembali. Panjang pendeknya post partum mating secara mendasar dipengaruhi oleh dua pertimbangan utama, yaitu pertimbangan fisiologis dan ekonomi (Noor, 211). Secara fisiologi post partum mating memberi kesempatan berlangsungnya involusi uterus atau pemulihan kondisi organ reproduksi induk setelah melahirkan sampai induk siap kembali untuk proses reproduksi selanjutnya. Pertimbangan ekonomis dilakukan berdasarkan pengaruh post partum mating terhadap tingkat konsepsi, kebuntingan, efisiensi tenaga kerja dan produktivitas susu induk. Calving interval adalah jangka waktu yang dihitung dari tanggal seekor sapi perah beranak sampai beranak berikutnya atau jarak antara dua kelahiran yang berurutan (Leksanawati, 21). Calving interval merupakan salah satu penilaian terhadap baik buruknya kinerja reproduksi. Rerata calving interval yaitu sebesar 12,36 ± 1,22 bulan. Faktor yang mempengaruhi lama jarak beranak adalah post partum estrus, post partum mating, dan S/C (Winarti dan Supriyadi, 21). Semakin lama post partum estrus dan post partum mating maka jarak beranak akan semakin lama, serta semakin tinggi nilai S/C maka jarak beranak akan semakin lama pula. Beberapa penelitian mengenai rerata pencapaian calving interval yaitu sebesar 13 bulan (Leksanawati, 21); 12,63 bulan (Octaviani, 21). Menurut Hardjopranjoto (15) efisiensi reproduksi pada sapi dianggap baik apabila jarak antar Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (Fanani et al.) 25

kelahiran tidak melebihi 12 bulan atau 365 hari. Nilai yang didapatkan menunjukkan bahwa calving interval yang ada di tingkat peternak Kecamatan Pudak sudah cukup baik, serta dapat menunjukkan bahwa peternak mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam melakukan deteksi estrus. SIMPULAN Kinerja reproduksi sapi perah peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo menunjukkan efisiensi reproduksi yang sudah cukup baik walaupun belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari nilai service per conception 2,1 kali, conception rate 33%, post partum mating 63,77 hari dan calving interval 12,36 bulan. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 211. Ponorogo Dalam Angka Tahun 211. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo, Ponorogo. Fitrianti, A. T. 23. Penampilan Reproduksi Sapi Perah di Peternakan Sapi Perah Rakyat Wilayah Kerja KUD Mojosongo Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hardjopranjoto. 15. Ilmu Kemajiran Ternak. Airlangga University Press, Surabaya. Jalius. 211. Hubungan Mortalitas Progresif dan Keutuhan Membran Sperma dalam Semen Beku Sapi Bali dengan Keberhasilan Inseminasi. Agrinak. 1(1) : 43-47. Kurnadi, A. 22. Kinerja Reproduksi dan Keberhasilan Inseminasi Buatan di KUD Mandiri Bayongbong, Garut. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leksanawati, A. Y. 21. Penampilan Reproduksi Induk Sapi Perah Peranakan Friesien Holstein di Kelompok Ternak KUD Mojosongo Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Lubis, N. 2. Evaluasi Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Perah FH di Kelompok Tani Permata Ibu Padang Panjang. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Noor, A. E. O. 211. Manajemen Reproduksi pada Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Enrekang. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasannudin. Makassar. Oktaviani, T. T. 21. Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) Di Kecamatan Musuk Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Pramono, A., Kustono dan H. Hartadi. 28. Calving Interval Sapi Perah di Daerah Istimewa Yogyakarta Ditinjau Dari Kinerja Reproduksi. Buletin Peternakan. 32(1) : 38-5. Salisbury, G.W. dan N. L. Van Demark. 185. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi (Diterjemahkan oleh R. Djanuar). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sani, L. O. A., K. A. Santosa dan N. Ngadiyono. 21. Curahan Kerja Keluarga Transmigran dan Lokal pada Pemeliharaan Sapi Potong di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Buletin Peternakan. 34(3) : 14-21. Saptono, H. S. 211. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Sardjito, T., A. Hertiwirani dan Sarmanu. 28. Keberhasilan Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Beku yang Dibawa dengan Es. Jurnal Veterinaria Medika. 1(3) : 137-142. Singarimbun, M. dan S. Effendi, 15. Metode Penelitian Survai. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. Soeharsono, R.A. Saptati dan K. Diwyanto. 21. Kinerja Reproduksi Sapi Potong Lokal dan Sapi Persilangan Hasil Inseminasi Buatan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. pp. 8-. Susilawati, T. 25. Tingkat Keberhasilan Kebuntingan dan Ketepatan Jenis 26 Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 213

Kelamin Hasil Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Beku Sexing pada Sapi Peranakan Ongole. Animal Production. 7 : 161-167. Toelihere, M. R. 13. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung. Winarti, E. dan Supriyadi. 21. Penampilan Reproduksi Ternak Sapi Potong Betina di Daerah Istimewa Yogyakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. pp. 64-67. Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (Fanani et al.) 27