PEMBUATAN CHITOSAN DARI KULIT UDANG DAN APLIKASINYA UNTUK PENGAWETAN BAKSO

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi

Unnes Journal of Public Health

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

4. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG UDANG SERTA APLIKASINYA DALAM MEREDUKSI KOLESTEROL LEMAK KAMBING

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Stroberi (Fragaria sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

3. Metodologi Penelitian

Pengaruh Jenis Asam dan Basa pada Pembentukan Senyawa Khitosan dari Limbah Kulit Rajungan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

PELATIHAN PEMBUATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN DI KELURAHAN PUCANGSAWIT

PENGGUNAAN CHITOSAN DARI CANGKANG UDANG ( Litopenaeus Vannamei ) SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK BUAH STROBERI ( Fragaria x ananassa Duch ) SKRIPSI OLEH:

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan,

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Kitosan Sebagai Alternatif Bahan Pengawet Kamaboko Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) pada Penyimpanan Suhu Dingin

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM : PEMBUATAN KAYU PRESS DARI SERBUK KAYU DENGAN PENAMBAHAN KITOSAN SEBAGAI ANTI-MIKROBA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Kulit Kayu Manis dan Lama Perendaman Terhadap Umur Simpan Bakso Udang Pada Suhu Ruang

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI. Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM.

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

Eni Marta 1, Elya Febrita 2, Suwondo 2

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

PENERAPAN EKO-EFISIENSI PADA PROSES PENGEMASAN TAHU DENGAN PENAMBAHAN CHITOSAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN TAHU

PENGARUH SUHU PEMANASAN dan KONSENTRASI GAS CO 2 PADA PEMBUATAN KITOSAN KULIT UDANG LARUT AIR

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

BAB III METODE PENELITIAN

Aktivitas Antibakteri Kitosan Kulit Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Terhadap Bakteri Kontaminan Bakso Ikan Tuna (Thunnus Sp.)

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI ASAM LAKTAT DARI LIMBAH KUBIS UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN TAHU

BAB III METODE PENELITIAN

DATA PENGAMATAN. Volume titran ( ml ) ,5 0,4 0,5 6

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

LEMBAR PENGESAHAN JURNAL. KITOSAN KULIT UDANG VANAME (L. vannamei) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA BAKSO IKAN TUNA (Thunnus sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENGARUH WAKTU PEMANASAN PADA PROSES DEASETILASI TERHADAP YIELD CHITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PENGAWET MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

PENGARUH PERENDAMAN DALAM BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

Kitosan dari Limbah Udang sebagai Bahan Pengawet Ayam Goreng

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan. No. Alat Ukuran Jumlah. Sendok. 1 buah. Ember. 1 buah. Pipet.

Transkripsi:

PEMBUATAN CHITOSAN DARI KULIT UDANG DAN APLIKASINYA UNTUK PENGAWETAN BAKSO Ratna Adi wardaniati (LC306047), Sugiyani Setyaningsih (LC306056) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Undip Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Tembalang Semarang 5039 Telp. (04) 7460058 e-mail ; tkundip@telkom net Dosen Pembimbing : Ir. Dwi Rahadi Abstraks Chitosan adalah modifikasi dari senyawa chitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang dan kepiting. Khasiat kitosan sebagai bahan antibakteri dan kemampuannya untuk mengimobilisasi bakteri tampaknya menjadikan kitosan dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan khitosan. Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu pengawetan bakso dengan menggunakan chitosan, mengetahui berapa konsentrasi chitosan yang optimal dalam pengawetan bakso serta mengetahui pengaruh Chitosan terhadap sifat fisis bakso baik dari segi citarasa maupun penampakannya.percobaan dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan chitosan dari kulit udang, dengan konsentrasi NaOH 0%W. Tahap kedua adalah tahap aplikasi penambahan chitosan pada bakso dengan memvariasikan konsentrasi chitosan. Konsentrasi chitosan dalam pelarut asam asetat adalah 0,5%, %,,5%, % dengan variabel waktu perendaman bakso dalam larutan chitosan 5, 30, 45, dan 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi chitosan yang optimal untuk digunakan sebagai bahan pengawet bakso ialah sebesar,5 % dengan masa simpan 3 hari dan waktu perendaman chitosan yang optimal adalah 60 menit. Kata kunci : chitosan; pengawet; bakso Abstract Chitosan is the modification of chitin, which found on the outer skin of Crustacea species such as shrimps and crabs. The tipycal quality of chitosan as antybacteria with the ability to immobilize bacteria it might caused chitosan used to be food preservation. The ability to obstruct bacteria depend on chitosan concentration. The aims of this research were knowing how long this food preservative used chitosan would be defence in meat ball bakso, knowing the optimal concentration of chitosan for meat ball preservation and knowing the effect of chitosan in meat ball physics, taste, also their performance. This experiments were done in two steps. The first step was the production of chitosan from shrimp skins, which the NaOH concentration was 0%W. The second step was the application of chitosan that had to be added to bakso with different concentration. Chitosan concentration in acetic acid solvent were 0,5%, %,,5%,, with soaking time variable 5, 30, 45, dan 60 minute. The experiments result indicated that the optimum concentration of chitosan to preserves bakso was,5 % for three days store and the optimum soaking time of chitosan was 60 minute. Keywords: chitosan; preservation; meat ball. Pendahuluan Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya. Atau dapat juga sebagai bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Menurut peraturan Meneteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

7/Menkes/Per/IX/988 tentang bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Departemen THP FPIK-IPB secara intensif telah melakukan riset bahan aktif untuk aplikasi produk-produk perairan guna menggantikan bahan-bahan kimia seperti formalin, klorin dan sianida. Salah satu produk tersebut adalah chitosan. Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin yaitu produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Limbah kepala udang mencapai 35-50% dari total berat udang. Kadar chitin dalam berat udang berkisar antara 60-70% dan bila diproses menjadi chitosan menghasilkan yield 5-0%. Chitosan merupakan produk alamiah yang merupakan turunan dari polisakarida chitin. Chitosan mempunyai nama kimia Poly D-glucosamine ( beta (-4) -amino--deoxy-d-glucose), bentuk chitosan padatan amorf bewarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni. Chitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai chitin. Kelarutan chitosan dalam larutan asam serta viskositas larutannya tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Chitosan kering tidak mempunyai titik lebur. Bila chitosan disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama pada suhu sekitar 00oF maka sifat kelarutannya dan viskositasnya akan berubah. Bila chitosan disimpan lama dalam keadaan terbuka (terjadi kontak dengan udara) maka akan terjadi dekomposisi, warnanya menjadi kekuningan dan viskositas larutan menjadi berkurang. Hal ini dapat digambarkan seperti kapas atau kertas yang tidak stabil terhadap udara, panas dan sebagainya. Chitosan dapat dimanfaatkan di berbagai bidang biokimia, obat-obatan atau farmakologi, pangan dan gizi, pertanian, mikrobiologi, penanganan air limbah, industri-industri kertas, tekstil membran atau film, kosmetik dan lain sebagainya. Dalam cangkang udang, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3), protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh chitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk mendapatkan chitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi. Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan. Reaksi Pembentukan Chitosan dari Chitin : + NaOH 90-00 C + Chitin Chitosan Gambar. Reaksi pembentukan chitosan dari chitin Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan khitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan yaitu molekul chitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan cell bakteri kemudian teradsorbi membentuk semacam layer (lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel. Selain telah memenuhi standard secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga aman karena dalam prosesnya chitosan cukup dilarutkan dengan asam asetat encer (%) hingga membentuk larutan chitosan homogen yang relative lebih aman. Kerusakan bahan pangan dapat diidentifikasi dengan beberapa cara, yang pertama adalah dengan Uji organoleptik yaitu dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur atau kekenyalan, keketanlan, warna bau, pembentukkan lendir, dan lain-lain. Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan ph, kekentalan, tekstur, dan lainlain. Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia. Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan, MPN, dan mikroskopis. Dari berbagai uji kerusakan pangan tersebut, beberapa uji yang dianggap cukup sederhana untuk diterapkan di daerah-daerah dengan fasilitas peralatan yang sederhana, yaitu: Uji mikrobiologis, dengan menghitung jumlah mikroba. (Siagian, 00).

3 Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, HS, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging yang rusak memperlihatkan perubahan organoleptik, yaitu bau, warna, kekenyalan, penampakan, dan rasa. Perubahan bau menyimpang (offodor) pada daging biasanya terjadi jika total bakteri pada permukaan daging mencapai 07,0-7,5 koloni/cm, di ikuti dengan pembentukan lendir pada permukaan jika jumlah bakteri mencapai 07,5-8,0 koloni/cm. Pada penelitian ini kami mencoba untuk mengaplikasikan chitosan untuk pengawetan makanan terutama pada bakso. Bakso merupakan produk makanan dengan kadar air yang tergolong tinggi yakni mencapai 5%. Masa simpan bakso dalam kondisi normal penyimpanan hanya bisa bertahan hari. Supaya mendapatkan bakso yang memiliki masa simpan lebih lama serta mutu yang dapat dipertahankan diperlukan suatu bahan pengawet yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia serta dapat mempertahankan aspek gizi yang terkandung di dalamnya. Bakso merupakan daging yang dihaluskan dan ditambahkan dengan tepung sagu, dibentuk bulat-bulat baik secara manual ataupun dengan menggunakan mesin pembuatan bakso dan dimasak dengan air panas untuk siap saji. Bakso mempunyai daya terima cukup tinggi dalam masyarakat dan harganya relative murah. Ditinjau dari aspek gizi, bakso merupakan makanan yang mempunyai kandungan protein hewani, mineral dan energi yang tinggi. Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu pengawetan makanan dengan menggunakan chitosan terutama pada bakso, mengetahui berapa konsentrasi chitosan yang optimal dalam pengawetan bakso serta mengetahui pengaruh Chitosan terhadap sifat fisis bakso baik dari segi citarasa maupun penampakannya.. Metode Penelitian Percobaan dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan chitosan dari kulit udang, dimana pada proses deasetilasi, suhu, waktu, dan perbandingan chitin dengan NaOH dibuat tetap. Tahap kedua adalah aplikasi penambahan chitosan pada bakso dengan memvariasikan konsentrasi chitosan. Adapun gambar rangkaian alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut : Keterangan :. Statif dan klem. Termometer 3. Beaker glass 4. Magnetic Stirrer dan pemanas Gambar. Rangkaian alat deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi Bahan baku yang digunakan adalah kulit udang kering. Kulit udang tersebut dihancurkan hingga menjadi serbuk. Kemudian dilakukan proses deproteinasi. Proses ini dilakukan pada suhu 75-80 C, dengan menggunakan larutan NaOH M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = : 0 (gr serbuk/ml NaOH ) sambil diaduk konstan selama 60 menit. Kemudian disaring dan endapan yang diperoleh dicuci dengan menggunakan aquadest sampai ph netral. Proses ini dilanjutkan dengan proses demineralisasi pada suhu 5-30 C dengan menggunakan larutan HCl M dengan perbandingan sampel dengan larutan HCl = : 0 (gr serbuk/ml HCl ) sambil diaduk konstan selama 0 menit. Kemudian disaring dan endapan yang diperoleh dicuci dengan menggunakan aquadest sampai ph netral. Hasil dari proses ini disebut chitin. Chitin kemudian dimasukkan dalam larutan NaOH dengan konsentrasi 0%W pada suhu 90-00 C sambil diaduk konstan selama 60 menit pada proses deasetilasi. Hasil yang berupa slurry disaring, lalu dicuci dengan aquadest sampai ph netral lalu dikeringkan. Hasil yang diperoleh disebut chitosan. Kemudian dilanjutkan dengan tahap aplikasi chitosan sebagai pengawet bakso. Serbuk chitosan sebanyak 0,5; ;,5; gr ditambah dengan 00 ml larutan asam asetat %. Campuran diaduk selama jam, lalu disaring. Bahan untuk aplikasi yaitu bakso. Bakso dibuat dengan komposisi daging 80% dan aci 0%. Aplikasi dilakukan dengan cara merendam bakso pada larutan chitosan dengan variabel waktu 5, 30, 45, dan 60 menit dalam wadah yang berbeda. Campuran diaduk selama jam, lalu disaring. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 4 hari berturut-turut. 3. Hasil dan Pembahasan Dari hasil percobaan didapatkan bahwa bakso yang direndam dalam wadah yang berbeda selama variabel waktu 5, 30, 45, 60 menit dan variabel konsentrasi chitosan dalam pelarut asam asetat 0,5%, %,,5%, %, setelah

4 3 hari dilihat dari kondisi fisiknya, tekstur bakso masih bagus, masih kenyal dan bau dagingnya masih terasa. Penampakan bakso terlihat lebih baik dan kenyal. Bakso yang direndam dengan chitosan, memiliki citarasa yang tidak berbeda dengan bakso yang tidak direndam dengan chitosan. Jadi, chitosan tidak mengubah citarasa bakso. Konsentrasi chitosan (gr) 0.5.5 Tabel. Pengamatan bakso yang telah ditambah chitosan Hari 5 30 45 60 ke- Bau Tekstur Bau Tekstur Bau Tekstur Bau Tekstur 3 + +- + +- + +- + + Keterangan : + : Bakso masih berbau daging, teksturnya masih bagus, kenyal. + - : Bakso masih berbau daging, namun teksturnya sudah mulai lembek dan mulai ditumbuhi jamur. - : Bakso sudah berbau busuk, teksturnya lembek, dan sudah penuh jamur. Bakso yang disimpan pada suhu kamar pada hari ke tanpa menggunakan larutan chitosan telah mengandung = total mikroba.3 x 0 7 koloni mikroba/gr. Sedangkan bakso setelah di rendam dengan larutan chitosan 0.5% pada hari ke-3 rata-rata telah mengandung 5,8x0 6 koloni mikroba/gr, pada bakso setelah di rendam dengan larutan chitosan % pada hari ke-3 rata-rata telah mengandung 3.5x0 6 koloni mikroba/gr, bakso setelah di rendam dengan larutan chitosan.5% pada hari ke-3 rata-rata telah mengandung,8x0 6 koloni mikroba/gr, bakso setelah di rendam dengan larutan chitosan % pada hari ke-3 rata-rata telah mengandung 3.x0 6 koloni mikroba/gr. jum lah k oloni m ik roba/gr 7 6 5 4 3 0 konsentrasi chitosan 0,5% konsentrasi chitosan% konsentrasi chitosan,5% konsentrasi chitosan % 0 0 0 30 40 50 60 70 w aktu perendaman bakso pada chitosan (menit) Grafik. Hubungan waktu perendaman bakso pada chitosan vs jumlah koloni mikroba/gr Jum lah k oloni m ikro ba/gr 7 6 5 4 3 perendaman 5 menit perendaman 30 menit perendaman 45 menit perendaman 60 menit 0 0 0,5,5,5 konsentrasi Chitosan (%) Grafik. Hubungan Konsentrasi chitosan vs jumlah koloni mikroba/gr

5 Ditinjau dari lamanya waktu perendaman, semakin lama waktu perendaman bakso dalam chitosan, bakso semakin awet. Hal ini ditunjukkan pada grafik. dimana jumlah rata-rata koloni mikroba/gr bakso pada perendaman 60 menit, paling sedikit. Dilihat dari konsentrasi chitosan, hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi chitosan yang optimal untuk digunakan sebagai bahan pengawet bakso adalah sebesar,5% dengan masa simpan selama 3 hari. Hal ini ditunjukkan pada grafik. dimana jumlah rata-rata koloni mikroba/gr bakso pada konsentrasi,5%, paling sedikit. 4. Kesimpulan. Chitosan dapat memperpanjang umur penyimpanan bakso hingga 3 hari.. Konsentrasi chitosan yang paling optimal untuk digunakan sebagai pengawet bakso adalah,5%. 3. Chitosan tidak menyebabkan perubahan citarasa bakso, dan membuat bakso terlihat lebih kesat. Ucapan Terima Kasih Pada kesempatan ini tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ir. Dwi Rahadi selaku pembimbing penelitian, Dr. Ir. Abdullah, MS. selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNDIP, staf laboratorium penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNDIP, serta semua pihak yang telah membantu selama penelitian ini berlangsung. Daftar Pustaka Cahyadi, W. 006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara : Jakarta. Hanafi, Muhammad, Syahrul Aiman, Efriana D., B. Suwandi. Pemanfaatan Kulit Udang untuk Pembuatan Kitosan dan Glukosamin. LIPI kawasan PUSPITEK, Serpong. Linawati, H. 006. Chitosan Bahan Alami Pengganti Formalin. Departemen Teknologi Perairan (THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FKIK-IPB). http://www.kompas.com/kesehatan/news/060/07/08509.htm Nuri, A. 006. Bagaimana Memilih Bakso. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. Siagian, Albiner. 00. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. USU digital Library : Sumatera Utara.