BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PREDICT- OBSERVE-EXPLAIN-WRITE (POEW) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA PADA SISWA KELAS IX A SMP NEGERI 11 PALU

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN POEW UNTUK MENDAPATKAN GAMBARAN KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA SMA MATERI SUHU DAN KALOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. panas. Pada zaman modern sekarang ini, ilmu fisika sangat mendukung

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang memacu pada kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peny Husna Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut kemudian diatur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia pada era global dan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. 2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gilarsi Dian Eka Pertiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuliani Susilawati,2013

FISIKA SEKOLAH 1 FI SKS

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa, menumbuhkan secara sadar Sumber Daya Manusia (SDM) melalui

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di SMA

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan tingkah laku dan kemampuan. Tercapainya kualitas pendidikan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

M 2015 PENERAPAN TEKNIK BBM (BERPIKIR-BERBICARA-MENULIS) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS TANGGAPAN DESKRIPTIF

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebanyakan siswa tidak diajarkan bagaimana untuk belajar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri. Dimyati (2006:8) mengemukakan secara umum dikatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niki Dian Permana P, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia serta kemajuan bangsa, sehingga maju dan mundurnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia demi

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia memperoleh

tingkatan yakni C1, C2, C3 yang termasuk dalam Lower Order Thinking dan C4, C5, C6 termasuk dalam Higher Order Thinking Skills.

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan mata pelajaran fisika di SMA menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 adalah sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep, dan prinsip fisika, serta memiliki keterampilan dan sikap ilmiah. Tujuan mata pelajaran fisika menurut Permendiknas tahun 2006 adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, 2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain, 3) Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis, 4) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif, 5) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pentingnya penguasaan konsep dan keterampilan berpikir tercantum dengan jelas di dalam tujuan pembelajaran yang ditetapkan pemerintah. Penguasaan konsep menggambarkan hasil belajar ranah kognitif siswa. Sedangkan

2 keterampilan berpikir sangat penting dilatihkan kepada siswa agar dapat menyelesaikan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu SMA negeri di Cimahi didapatkan data bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa adalah 41. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan konsep siswa masih terkategori rendah. Berdasarkan tes keterampilan berpikir kritis yang dilakukan dengan menggunakan soal standar Ennis didapatkan data bahwa persentase keterampilan berpikir kritis siswa berkategori rendah sebanyak 58 % dan berkategori sedang sebanyak 42 %. Masih sangat rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa sehingga diperlukan peningkatan keterampilan berpikir kritis. Kenyataan di lapangan berdasarkan studi pendahuluan menunjukkan bahwa proses pembelajaran masih didominasi oleh guru (teacher centered) dan metode ceramah masih menjadi pilihan utama strategi mengajar. Guru cenderung sebagai pusat informasi yang bertugas menginformasikan rumus-rumus dan hukum-hukum fisika kepada siswanya. Hal ini nampak berdasarkan hasil observasi pada salah satu SMA di Bandung yang mengakibatkan penguasaan konsep siswa rendah. Siswa merasa kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru. Siswa belajar dengan menghafalkan rumus tanpa memahami konsep-konsep fisika. Tidak sedikit siswa yang menganggap bahwa fisika mengerikan dan menyusahkan. Karena kelas fisika penuh dengan rumus-rumus dan teori-teori yang harus dihafalkan. Tetapi fisika sangat penting dalam kehidupan manusia dan tidak dapat dihilangkan dari kurikulum. Fisika dipercaya sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan yang mendasari banyaknya inovasi teknologi sepanjang peradaban manusia (Yohanes Surya, 2007). Lebih lanjut Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2007 mencatat bahwa kemampuan sains siswa di Indonesia berada pada urutan 36 dari 58 negara. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan perbaikan mutu pendidikan di Indonesia khususnya dalam bidang sains.

3 Berdasarkan uraian di atas nampak jelas bahwa proses pembelajaran fisika harus lebih menekankan pembelajaran yang menuntut siswa aktif dan guru inovatif. Pembelajaran fisika bukan merupakan sejumlah informasi yang harus dihafalkan oleh siswa tetapi dapat mengembangkan daya pikir siswa sehingga siswa dapat memiliki kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif, menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika; serta memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap ilmiah. Konsep-konsep fisika telah diajarkan semenjak SD dan banyak penerapan konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun demikian masih ada miskonsepsi tentang konsep fisika yang terjadi pada siswa. Miskonsepsi dapat terjadi pada segala aspek kehidupan diseluruh dunia. Miskonsepsi menurut Van den Berg (1991) adalah pertentangan atau ketidak cocokan konsep yang dipahami seseorang dengan konsep yang digunakan oleh para ahli fisika. Seorang ilmuwan yang memahami hubungan antar konsep pun dapat mengalami miskonsepsi, hal ini sejalan dengan pendapat van den Berg (1991) yaitu kesalahan konsep atau miskonsepsi seseorang dalam fisika dapat terjadi pada saat mereka memahami hubungan antar konsep. Miskonsepsi secara umum dapat dipandang sebagai bahaya laten karena dapat menghambat proses belajar akibat adanya logika yang salah dan timbulnya inferensi saat mempelajari konsep baru yang benar yang tidak cocok dengan konsep lama yang salah dan telah mengendap dalam pikiran. Oleh karena itu, diperlukan gambaran dari kuantitas miskonsepsi yang dialami siswa sehingga dapat dilakukan pencegahan terjadinya miskonsepsi dan perbaikanperbaikan dalam pembelajaran yang akan datang. Terkait dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan maka salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat. Model Predict-Observe-Explain-Write (POEW) dikembangkan dari model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) dan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW).

4 Model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) adalah model pembelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada permasalahan, selanjutnya siswa meramalkan solusi dari permasalahan (Predict), kemudian melakukan pengamatan untuk membuktikan ramalan (Observe) dan terakhir adalah menjelaskan hasil ramalannya (Explain). Sedangkan strategi pembelajaran TTW juga terdiri dari tiga fase yaitu fase Think, fase Talk, dan fase Write. Pembelajaran dimulai dengan siswa diberikan sebuah permasalahan dan siswa memikirkan kemungkinan dari jawaban tersebut (Think). Selanjutnya pada fase Talk siswa berdiskusi secara kelompok untuk mendiskusikan ha-hal yang didapatkan oleh siswa pada fase Think. Terakhir pada fase Write siswa menuliskan hasil diskusinya secara individu yaitu menuangkan ide-ide dan menuliskannya dengan bahasanya sendiri hasil diskusi yang didapat pada fase Talk. Menulis dapat mendukung pengembangan pemahaman konsep fisika siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa. Model pembelajaran POEW memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran dengan menggunakan model POEW siswa dilatihkan untuk berpikir kritis dan kreatif seperti pada fase write siswa dilatih berpikir kritis untuk menuliskan rangkuman materi pelajaran yang dipelajari, manfaat mempelajari materi yang sedang dipelajari dan sebuah pertanyaan yang belum terjawab. Kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang dimiliki oleh siswa tidak terlepas dari gaya berpikir siswa. Ada dua pengkategorian gaya berpikir yaitu assosiative thinking dan directed thinking. Directed thinking atau gaya berpikir yang memiliki tujuan adalah gaya berpikir yang sangat penting karena berpengaruh pada proses pembelajaran, yang terdiri dari gaya berpikir kritis dan gaya berpikir kreatif. Kemudian gaya berpikir kreatif dan gaya berpikir kritis ini terbagi menjadi lima kategori yaitu gaya berpikir kreatif superior, gaya berpikir kreatif, gaya berpikir seimbang, gaya berpikir kritis, dan gaya berpikir kritis superior (Filsaime, 2008). Gaya berpikir kritis dan kreatif merupakan dua hal yang saling bertolak belakang,

5 karena kedua pola pikir itu lahir dari dua bagian otak yang berbeda. Kekritisan lahir dari otak kiri yang cenderung teratur dan linear, sedangkan kreativitas lahir dari otak kanan yang cenderung spontan dan lompat-lompat. Pendekatan dalam pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif tentulah berbeda. Berpikir kreatif akan mudah diwujudkan dalam lingkungan belajar yang secara langsung memberi peluang untuk berpikir terbuka, sebagai contoh situasi belajar yang di bentuk harus memfasilitasi terjadinya diskusi, mendorong seseorang untuk memberikan ide dan pendapat (Hassoubah, 2008:70). Sedangkan untuk meningkatkan berpikir kritis yaitu dengan memulai pelajaran dengan sebuah masalah atau pertanyaan dan mengakhiri dengan latihan evaluatif singkat (Filsaime, 2008). Model POEW adalah sebuah model pembelajaran yang dimulai dengan mengajukan sebuah masalah atau pertanyaan. Dengan menggunakan model POEW dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Bloom berpendapat bahwa Berpikir kritis adalah sebuah proses yang kompleks yang memerlukan penggunaan keterampilan kognitif tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom yaitu analisis, sintesis dan evaluasi (Bloom et al, 1956). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk berpikir kritis membutuhkan tiga kemampuan kognitif pada level yang tinggi yaitu analisis, sintesis dan evaluasi. Untuk ke tahap level yang tinggi ini maka siswa terlebih dahulu harus menguasai kemampuan kognitif pada level yang lebih rendah yaitu pengetahuan, pemahaman dan penerapan. Taksonomi Bloom adalah alat berpikir kritis membantu memeriksa topik atau teks. Dengan membiasakan siswa untuk menulis maka akan melatihkan keterampilan berpikir kritis karena menulis tidak terlepas dari berpikir kritis. Dengan meningkatnya keterampilan berpikir kritis maka dapat mengakibatkan peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa karena berpikir kritis melatihkan keterampilan kognitif pada level tingkat tinggi yaitu analisis, sintesis dan evaluasi.

6 Berdasarkan hasil penelitian terdahulu telah membuktikan keefektifan model pembelajaran POE dan TTW diantaranya adalah: Nurjanah (2009) yang menemukan bahwa model POE dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa secara signifikan. Berdasarkan hasil penelitian Herdianata (2008) menunjukkan bahwa model pembelajaran TTW juga dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa secara signifikan. Sedangkan berdasarkan penelitian Samosir (2010) model POEW dengan menggunakan metode demonstrasi dapat membuat siswa lebih aktif dan kreatif untuk melakukan eksplorasi dan mencari informasi untuk menyelesaikan tugas kelompok. Siswa juga memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan model pembelajaran POEW. Berdasarkan uraian diatas, dapat terlihat bahwa model pembelajaran POEW memiliki beberapa keunggulan untuk dapat menggali konsep siswa dan melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengembangan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain-Write untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Berpikir Kritis dan Mendapatkan Gambaran Kuantitas Miskonsepsi Siswa SMA pada Materi Suhu dan Kalor. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran POEW terhadap penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis dan gambaran kuantitas miskonsepsi pada materi suhu dan kalor? Bermula dari permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah perbandingan peningkatan penguasaan konsep antara siswa yang mendapatkan perlakuan berupa model POEW dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model POE pada materi suhu dan kalor?

7 2. Bagaimanakah perbandingan peningkatan keterampilan berpikir kritis antara siswa yang mendapatkan perlakuan berupa model POEW dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model POE pada materi suhu dan kalor? 3. Bagaimanakah gambaran kuantitas miskonsepsi antara siswa yang mendapatkan perlakuan berupa model POEW dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model POE pada materi suhu dan kalor? 4. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap penerapan model POEW pembelajaran materi suhu dan kalor? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjajaki pengaruh penggunaan model Predict-Observe-Explain- Write dalam pembelajaran materi suhu dan kalor terhadap penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis, dan gambaran kuantitas miskonsepsi siswa serta gambaran tentang tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran POEW pada materi suhu dan kalor. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran, yaitu: a. Bagi Siswa, diharapkan dapat membantu meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis dan mendapatkan gambaran kuantitas miskonsepsi siswa dalam mempelajari mata pelajaran fisika khususnya materi suhu dan kalor. b. Bagi Guru untuk mendapatkan model pembelajaran alternatif yang dapat dilakukan guru didalam kelas. c. Bagi Peneliti Lanjutan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam mengembangkan model pembelajaran serupa pada topiktopik bahan kajian yang lain.

8 E. Definisi Operasional Untuk menggambarkan secara lebih operasional variabel dalam penelitian ini, berikut dikemukakan definisi operasional masing-masing variabel tersebut: 1. Model Predict-Observe-Explain (POE) adalah sebuah metode pembelajaran dimana guru menggali pemahaman peserta didik dengan cara meminta siswa untuk melakukan tiga tugas utama, yaitu memprediksi (predict), mengobservasi (observe) dan menjelaskan. 2. Model Predict-Observe-Explain-Write (POEW) adalah model pembelajaran yang dikembangkan dari model pembelajaran Predict-Observe- Explain (POE) dan strategi pembelajaran Think-Talk-Write (TTW). 3. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami konsepkonsep yang ada dalam materi pelajaran setelah pembelajaran berlangsung dengan kata lain penguasan konsep adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Hasil belajar diklasifikasikan kedalam tiga domain (ranah) yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Penguasaan konsep yang akan diteliti adalah hasil belajar ranah kognitif menurut Bloom yang dibatasi pada aspek mengingat (Remembering) yang disebut C1, aspek memahami (Understanding) yang disebut C2, aspek menerapkan (Applying) yang disebut C3, dan aspek menganalisis (Analysing) yang disebut C4. Instrumen yang digunakan untuk mengukur penguasaan konsep adalah tes tertulis berupa pilihan ganda. 4. Berpikir kritis adalah sebuah proses yang kompleks yang memerlukan penggunaan keterampilan kognitif tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom yaitu analisis, sintesis dan evaluasi. Aspek-aspek keterampilan berpikir kritis dalam penelitian ini disadur dari Ennis yaitu Elementary clarification

9 (memberikan penjelasan sederhana), Basic Support (membangun keterampilan dasar), Inference (membuat inferensi), Advance clarification (memberikan penjelasan lebih lanjut), dan Strategy and tactics (mengatur strategi dan taktik). Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis adalah tes tertulis berupa esay. 5. Miskonsepsi adalah suatu konsepsi atau struktur kognitif yang melekat dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang sebenarnya menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan para ilmuan, sehingga dapat menyesatkan para siswa dalam memahami gejala alamiah. Dalam penelitian ini miskonsepsi siswa dianalisis dengan metode CRI (Certainty of Respons Index) yang dikembangkan oleh Saleem Hasan pada tahun 1999. CRI yang digunakan menggunakan skala 0 5. Skala CRI terkategori rendah jika skalanya 0, 1, dan 2 sedangkang CRI terkategori tinggi jika skalanya adalah 3, 4, dan 5. Identifikasi Untuk soal pilihan ganda jika jawaban responden terhadap setiap soal benar tetapi angka CRI rendah berarti responden dikategorikan tidak paham konsep; jika jawaban responden terhadap setiap soal salah tetapi angka CRI rendah berarti responden dikategorikan tidak paham konsep; jika jawaban responden terhadap setiap soal salah dan angka CRI tinggi berarti responden dikategorikan mengalami miskonsepsi; sedangkan jika jawaban responden terhadap setiap soal benar dan angka CRI tinggi berarti responden dikategorikan menguasai konsep dengan baik. 6. Tanggapan siswa menggunakan skala bertingkat dari skala terkecil ke skala terbesar yaitu skala 1 sangat tidak setuju, skala 2 tidak setuju, skala 3 setuju, dan skala 4 sangat setuju. Indikator-indikator tanggapan siswa adalah Tanggapan siswa terhadap pelajaran fisika secara umum, Pemahaman siswa tentang model pembelajaran POEW, Tahapan-tahapan dalam model POEW menjadikan siswa lebih aktif dan pembelajaran lebih menyenangkan, Pembelajaran dengan model POEW melatihkan siswa dalam mengkomunikasikan materi pelajaran, Pembelajaran dengan model POEW

10 dapat memudahkan siswa memahami konsep, Pembelajaran dengan model POEW dapat melatihkan kemampuan berpikir kritis siswa, dan Pembelajaran dengan model POEW dapat meminimalkan miskonsepsi pada siswa.