VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Profil industri yang dikaji dalam penelitian ini adalah industri tahu yang

dokumen-dokumen yang mirip
IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Industri tahu yang dikelola di Desa Cisaat pada umumnya adalah industri

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

ll. TINJAUAN PUSTAKA cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

PERANAN BUMDes DALAM PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAHU DAN PEMANFAATAN BIOGAS

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

I. PENDAHULUAN. kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Bahan baku pembuatan tahu adalah

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesatnya perkembangan zaman membuat masyarakat terpacu memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

SOSIALISASI DAN PEMBUATAN NUGGET DARI AMPAS TAHU UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT GAMPONG LENGKONG, KECAMATAN LANGSA BARO, KOTA LANGSA

TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tao-hu atau teu-hu terdiri dari dua kata tao atau teu berarti kedelai

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BIDANG KEGIATAN : PKM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAHU MENJADI BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE

Air menjadi kebutuhan utama bagi makhluk hidup, tak terkecuali bagi manusia. Setiap hari kita mengkonsumsi dan memerlukan air

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL PENGOLAHAN LIMBAH TAHU (Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto) LIDYA RAHMA SHAFFITRI H

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia.

V. PROFIL INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. pemilik usaha industri tahu yang ada di Desa Karanganyar Kecamatan Weru

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

KUNCI JAWABAN LEMBAR KERJA I IDENTIFIKASI AIR TERCEMAR

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Industri tahu telah berkontribusi dalam penyediaan pangan bergizi,

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti

OLEH: YULFINA HAYATI

pelaku produksi tahu, sedangkan bagi warga bukan pengolah tahu, gas dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangganya

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB I PENDAHULUAN. negatif terhadap lingkungan diantaranya pencemaran lingkungan yang disebabkan

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS RENEWABLE ENERGY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 6 PERAWATAN DAN PERMASALAHAN IPAL DOMESTIK

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, industri tepung aren menghasilkan limbah cair dan limbah padat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Deskripsi Profil Industri Tahu Profil industri yang dikaji dalam penelitian ini adalah industri tahu yang berada di Desa Kalisari. Deskripsi profil industri tahu dalam penelitian ini meliputi aspek proses industri tahu, jenis limbah yang dihasilkan dari produksi tahu, pengolahan limbah padat dan cair tahu, teknologi pengolahan yang diterapkan, serta dampak dari limbah tahu. 6.1.1 Deskripsi Proses Produksi Tahu Industri tahu yang dikelola pada umumnya merupakan industri skala rumah tangga. Cara pembuatan tahu pada masing-masing rumah tangga sedikit memiliki perbedaan, namun secara garis besar sama yaitu terdiri dari tahapan pembuatan susu kedelai dan proses koagulasi sampai terbentuknya tahu (Sarwono dan Saragih, 2003). Secara umum proses produksi tahu pada prinsipnya adalah mengekstrak protein kedelai dengan air dan menggumpalkannya dengan asam atau garamgaram tertentu. Penggumpal yang biasanya digunakan oleh para produsen tahu adalah whey dari proses sebelumnya yang sudah asam. Penggumpal ini digunakan karena selain mudah dan murah juga menghasilkan tekstur tahu yang sesuai dengan keinginan konsumen (Indrasti dan Fauzi, 2009). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan tahapan-tahapan dari proses produksi tahu yaitu tahap pencucian dan perendaman kedelai, penggilingan, pemasakan, ekstraksi susu kedelai, penggumpalan, pengendapan, pencetakan, serta pengepresan. Tahap pencucian dan perendaman kedelai dimaksudkan agar kotorankotoran yang ada pada kedelai hilang, seperti batu, kerikil, maupun pasir. Tahap

penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dimaksudkan untuk memperkecil ukuran partikel, sehingga dapat mengurangi waktu pemasakan dan mempermudah ekstraksi susu kedelai. Tahap pemasakan bubur kedelai yang dilakukan dimaksudkan untuk memperoleh ekstrak protein yang optimum. Ekstraksi sendiri dilakukan melalui tahapan penyaringan bubur kedelai sehingga diperoleh susu kedelai dan dari penyaringan akan tersisa ampas tahu. Susu kedelai yang telah diperoleh selanjutnya diendapkan dengan menambahkan koagulan untuk mendapatkan protein susu. Selanjutnya gumpalan yang terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang dilapisi oleh kain blancu berwarna putih kemudian dipress hingga terbentuk tahu cetak (Indrasti dan Fauzi, 2009). Secara ringkas, proses pembuatan tahu dapat dilihat pada diagram alir berkut ini. 57

Kedelai 40 kg Perendaman (3-6 jam, 120 liter ) Air Panas (50-70 0 C,40 liter) Penirisan Penggilingan Air (80 liter) Bubur Kedelai Pemasakan (100 O C, 30 menit) Air 440 liter Penyaringan Ekstrak susu kedelai Ampas tahu Penggumpalan Koagulan 0,8 kg Pemisahan bagian cairan Curd Pencetakan dan pengepresan Whey Pengirisan Tahu (2340 potong)* (*) : Tahu potong ukuran 5 x 5 cm Sumber : Data Sekunder, diolah (2011) Gambar 17. Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu 6.1.2. Identifikasi Jenis Limbah Tahu Jenis limbah tahu yang berhasil diamati dari para pengrajin tahu di Desa Kalisari terdiri dari dua jenis, yaitu limbah padat dan limbah cair 1. Limbah padat Februari 2011 1 Hasil wawancara dengan pengrajin tahu, Bapak Rislam, di Desa Kalisari tanggal 10 58

berupa ampas tahu yang diperoleh dari proses penyaringan bubur kedelai, sedangkan limbah cair tahu diperoleh dari proses pencucian, perendaman, pemasakan, dan penyaringan. Limbah cair yang berasal dari proses pencucian dan perendaman ini mengandung komponen organik yang apabila dibiarkan akan menyebabkan air menjadi hitam dan berbau busuk. Limbah cair yang dihasilkan dari proses pemasakan berupa air yang tercecer saat pengadukan, sedangkan limbah cair yang berasal dari proses penyaringan biasa disebut dengan whey. Whey merupakan cairan basi yang apabila dibiarkan akan menimbulkan pencemaran lingkungan apabila whey tersebut dibuang ke sungai (Indrasti dan Fauzi, 2009). Secara ringkas, komposisi limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu per 40 kg kedelai dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Komposisi Limbah yang Dihasilkan dari Proses Produksi Tahu Tahapan Limbah Cair Limbah Padat Pencucian 400 liter - Perendaman 40 liter - Sanitasi 800 liter 56 kg Total 1240 liter 56 kg Sumber: Data Sekunder, diolah (2011) 6.1.3. Pengolahan Limbah Cair Tahu Pengolahan limbah cair tahu di Desa Kalisari dilakukan melalui pengolahan limbah cair menjadi biogas. Terdapat empat unit biogas yang ada di Desa Kalisari, dengan kapasitas daya tampung limbah cair masing sebanyak 20 m 3, 5 m 3, dan dua unit dengan masing-masing kapasitas daya tampung limbah sebesar 3500 liter. Untuk biogas dengan kapasitas 20 m 3 mampu menampung limbah cair yang berasal dari lima belas pengrajin tahu, biogas dengan kapasitas 5 m 3 mampu menampung limbah cair yang berasal dari tujuh pengrajin tahu, dan 59

dua unit lainnya masing-masing mampu menampung limbah cair yang berasal dari dua pengrajin tahu 2. Teknologi dalam pengolahan limbah cair dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu sistem pengolahan aerobik untuk limbah cair yang memiliki kadar COD kurang dari 8000 ppm dan sistem pengolahan anaerobik untuk limbah cair yang memiliki kadar COD lebih dari 8000 ppm, oleh karena limbah cair tahu memilki kadar COD lebih dari 8000 ppm maka pengolahannya menggunakan sistem anaerobik (Kemenristek, 2009). Pengolahan anaerobik adalah proses biologis dimana mikroorganisme mengonversi bahan organik dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen) menjadi metana, karbon dioksida, sel mikroba, dan senyawa organik lainnya Awalnya proses anaerobik digunakan untuk mengolah limbah peternakan, tetapi saat ini juga banyak diterapkan untuk mengolah limbah cair dengan konsentrasi bahan organik tinggi. Berikut tahapan proses yang terjadi dalam pengolahan limbah cair secara anaerobik. 2 Hasil wawancara dengan Kepala Desa Kalisari, Bapak H. Wibowo, di Desa Kalisari tanggal 7 Februari 2011 60

. Sumber: Kemenristek (2009) Gambar 18. Proses Pengolahan Limbah Anaerob Terdapat dua jenis reaktor dalam pengolahan limbah cair, yaitu Totallymix Reaktor (untuk limbah slury), total solid antara 8 12% digunakan untuk limbah yang berbentuk solid seperti kotoran ternak dan Fixed Bed Reaktor atau Reaktor Unggun Tetap (untuk limbah cair), total solid kurang dari 8% yang dapat digunakan untuk limbah yang berbentuk cair. Biogas yang digunakan di Desa Kalisari merupakan jenis Fixed Bed Reaktor karena limbah yang diolah merupakan limbah cair. Terdapat beberapa keunggulan dari pengolahan limbah cair yang menggunakan teknologi Fixed Bed Reaktor diantaranya dalam prosesnya menghasilkan energi yang berbentuk biogas, menghasilkan sedikit lumpur, proses lebih stabil, tidak memerlukan lahan yang besar, serta biaya perawatan dan operasional yang murah. (Kemenristek, 2009). 61

6.1.4. Pengolahan Limbah Padat Tahu Limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi tahu di Desa Kalisari berupa ampas tahu. Ampas tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu ini secara umum sebanding dengan jumlah kedelai yang digunakan, misalkan apabila proses produksi tahu menggunakan 10 kg kedelai maka ampas tahu yang dihasilkan juga sebanyak 10 kg. Hal ini disebabkan karena ampas tahu yang ada mengandung air. Dalam prakteknya berat ampas tahu bergantung pada jumlah air yang dikandungnya, semakin banyak air yang dikeluarkan, maka semakin ringan pula ampas tahu yang dihasilkan 3. Limbah tahu yang dihasilkan apabila dibiarkan saja akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan jelas dapat mencemari lingkungan. Pengolahan ampas tahu yang sudah dilakukan oleh pengrajin tahu di Desa Kalisari yaitu dengan mengolahnya menjadi pakan ternak dan keripik ampas tahu. Pakan ternak yang dihasilkan diperoleh dari proses pengeringan, sedangkan keripik ampas tahu yang dihasilan diperoleh dari proses perebusan, pemberian bumbu, dan pengeringan. Pengolahan limbah padat menjadi ampas tahu sudah dilakukan oleh seluruh responden karena relatif mudah dilakukan serta dapat menghasilkan tambahan penerimaan 4. 6.1.5. Dampak Limbah Tahu Industri tahu menghasilkan produk sampingan berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah yang dihasilkan oleh industri tahu dapat memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan lingkungan dan kesehatan. Limbah padat 3 Hasil wawancara dengan pengrajin tahu, Bapak Rislam, di Desa Kalisari tanggal 10 Februari 2011 4 Hasil wawancara denagn pengrajin tahu, Bapak Junedi, di Desa Kalisari tanggal 10 Februari 2011 62

yang dihasilkan dari industri tahu adalah ampas tahu yang sebagian besar sudah dimanfaatkan oleh pengrajin tahu sebagai pakan ternak maupun sebagai bahan baku bagi industri lain. Apabila ampas tahu ini tidak dimanfaatkan oleh pengrajin tahu dan langsung dibuang ke lingkungan tanpa melakukan pengolahan dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan seperti bau busuk yang dihasilkan oleh kandungan bahan organik yang terdapat dalam ampas tahu (Fauzi dan Indrasti, 2009). Sebagian besar pengrajin tahu masih belum melakukan pengolahan terhadap limbah cair yang mereka hasilkan. Alasan biaya yang mahal, dan teknologi yang sulit diterapkan menjadi hambatan utama para pengrajin tahu untuk melakukan pengolahan terhadap limbah cair yang mereka hasilkan. Akibatnya sebagian besar para pengrajin tahu membuang limbah cair hasil proses produksi tahu ke sungai atau ke badan air lainnya secara langsung tanpa proses pengolahan. Limbah cair yang dihasilkan mengandung banyak zat organik yang dapat dijadikan sebagai tempat berkembangnya mikroba yang akan mencemari lingkungan sekitar. Senyawa organik apabila berada pada konsenterasi tinggi akan menimbulkan pencemaran pada lingkungan perairan. Kandungan fosfor, nitrogen, dan sulfur serta unsur hara lainnya akan mempercepat pertumbuhan tumbuhan air. Kondisi demikian lambat laun akan menyebabkan kematian biota perairan (Sandriati, 2010; Alaert dan Santika, 1984). Limbah cair mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut serta akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang akan merugikan baik pada produk tahu maupun 63

pada tubuh manusia. Apabila dibiarkan, air limbah akan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan akan menimbulkan bau busuk yang akan mengakibatkan sakit pada pernafasan. Apabila air limbah ini dialirkan ke sungai dan kemudian air sungai itu dikonsumsi oleh masyarakat makan akan menimbulkan gangguan kesehatan seperti gatal, diare, kolera, radang usus, dan penyakit lainnya (Kaswinarni, 2007). 6.2. Estimasi Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal Komponen biaya produksi pada industri pembuatan tahu di Desa Kalisari terdiri dari biaya input tetap dan biaya input variabel. Biaya input tetap meliputi biaya faktor produksi dan peralatan yang medukung proses produksi pembuatan tahu seperti widig, raga, saringan, penggilingan, kain blancu, dan cetakan. Rincian komponen biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/bulan Komponen Biaya tetap per skala produksi Biaya Tetap 20 kg 25 kg 30 kg 35 kg 40 kg Widig 3 125 4 062 4 166 5 546 6 230 Raga 13 888 18 055 18 518 24 652 27 690 Ember 3 750 4 875 5 000 6 656 7 476 Saringan 138 180 185 246 276 Penggilingan 20 000 26 000 26 667 35 500 39 875 Cetakan 2 000 2 600 2 667 3 550 3 987 total biaya tetap 47 902 55 773 57 203 76 152 85 537 Sumber: Data Primer, diolah (2011) Tabel 5. Lanjutan Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/bulan Komponen Biaya tetap per skala produksi Rp) Biaya Tetap 50 kg 60 kg 70 kg 80 kg 150 kg Widig 7 812 9 375 10 937 12 500 23 437 Raga 34 722 41 667 48 610 55 555 104 166 Ember 9 375 11 250 13 125 15 000 28 125 Saringan 347 416 485 555 1 041 64

Penggilingan 50 000 60 000 70 000 80 000 150 000 Cetakan 5 000 6 000 7 000 8 000 15 000 total biaya tetap 107 256 128 707 150 159 171 610 321 769 Sumber: Data Primer, diolah (2011) Berdasarkan data di atas, biaya tetap dihitung berdasarkan skala produksi yaitu jumlah bahan baku berupa kedelai yang digunakan. Jumlah pengrajin tahu untuk skala produksi 20, 25, 30, 35, 40, 50, 60, 70, 80, dan 150 kg berturut-turut adalah sebanyak 4, 2, 3, 2, 8, 3, 1, 1, 1, dan 1 orang. Komponen biaya variabel industri tahu meliputi biaya penggunaan kedelai, solar/jasa penggilingan, air, listrik, kunyit, garam, plastik, transportasi, karyawan, kayu bakar, elpiji, dan minyak goreng. Berikut rincian komponen biaya variabel berdasarkan skala produksi tahu. Tabel 6. Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/bulan Komponen Biaya variabel per skala produksi Biaya Variabel 20 kg 25 kg 30 kg 35 kg 40 kg Kedelai 3 990 000 5 226 000 5 925 000 6 868 500 7 831 500 Solar/Jasa Penggilingan 270 000 312 000 340 000 396 000 295 312 Air 13 750 8 000 16 667 30 000 23 000 Listrik 42 500 22 500 40 000 47 500 53 143 Kunyit 78 750 67 500 75 000 90 000 84 375 Garam 75 000 60 000 75 000 120 000 133 125 Plastik 187 500 217 500 260 000 390 000 375 000 Transportasi 453 750 525 000 420 000 375 000 543 750 Karyawan 562 500 0 320 000 675 000 885 000 Kayu Bakar 678 750 875 000 885 714 780 000 957 375 Elpiji 0 105 000 0 0 221 250 Minyak Goreng 0 315 000 425 000 0 1 275 937 total biaya 6 352 500 7 733 500 8 782 380 9 772 000 22 540 033 variabel Sumber: Data Primer, diolah (2011) 65

Tabel 7. Lanjutan Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/bulan Komponen Biaya Variabel Biaya variabel per skala produksi 50 kg 60 kg 70 kg 80 kg 150 kg Kedelai 9 825 000 11 880 000 13 650 000 15 600 000 29 250 000 Solar/Jasa Penggilingan 212 500 10 000 450 000 150 000 300 000 Air 40 000 15 000 25.000 40 000 60 000 Listrik 71 667 30 000 75 000 60 000 24 000 Kunyit 75 000 90 000 180 000 180 000 180 000 Garam 155 000 240 000 180 000 120 000 240 000 Plastik 420 000 1 500 000 330 000 600 000 900 000 Transportasi 700 000 600 000 540 000 1 200 000 1 050 000 Karyawan 850 000 900 000 1 020 000 2 250 000 3 600 000 Kayu Bakar 1 571 428 1 000 000 900 000 1 800 000 1 200 000 Elpiji 80 000 0 0 0 1 080 000 Minyak Goreng 1 270 000 1 620 000 0 1 650 000 3 630 000 total biaya 15 270 595 17 885 000 17 350 000 23 650 000 41 514 000 variabel Sumber: Data Primer, diolah (2011) Total biaya produksi pada industri tahu dihitung denga menjumlahkan biaya tetap dengan biaya variabel. Rincian total biaya produksi IKM tahu berdasarkan skala produksi tertentu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8. Biaya Produksi Total IKM Tahu Berdasarkan Skala Produksi/bulan Skala Produksi Biaya tetap Biaya variabel Biaya total (kg) 20 42 902 6 352 500 6 395 402 25 55 773 7 733 500 7 789 273 30 57 203 8 782 380 8 839 583 35 76 152 9 772 000 9 848 152 40 85 537 22 540 033 22 625 570 50 107 256 15 270 595 15 377 851 60 128 707 17 885 000 18 013 707 70 150 159 17 350 000 17 500 159 80 171 610 23 650 000 23 821 610 150 321 769 41 514 000 41 835 769 Sumber: Data Primer, diolah (2011) 66

6.2.1. Estimasi Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal Biaya produksi sebelum internalisasi terdiri dari biaya tetap, biaya variabel, dan biaya total. Penerimaan didapat dari hasil penjualan tahu apabila tahu terjual habis dalam satu hari selama satu bulan, sedangakan keuntungan diperoleh dari pengurangan antara biaya total dengan penerimaan. Tabel 9. Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal/bulan Skala Produksi (kg) Jumlah Pengrajin (orang) Biaya Tetap Biaya variabel Biaya Total Penerimaan Keuntungan 20 4 42 902 6 352 500 6 395 402 8 662 600 2 267 097 25 2 55 773 7 733 500 7 789 273 9 918 750 2 129 477 30 3 57 203 8 782 380 8 839 583 10 955 000 2 115 416 35 2 76 152 9 772 000 9 848 152 12 975 000 3 126 848 40 8 85 537 22 540 033 22 625 570 28 564 444 3 303 194 50 3 107 256 15 270 595 15 377 851 19 200 000 3 822 148 60 1 128 707 17 885 000 18 013 707 23 250 000 5 236 292 70 1 150 159 17 350 000 17 500 159 20 025 000 2 524 841 80 1 171 610 23 650 000 23 821 610 30 600 000 6 778 390 150 1 321 769 41 514 000 41 835 769 57 450 000 15 614 231 Sumber: Data Primer diolah (2011) 6.2.2. Estimasi Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal Perbedaan komponen biaya produksi pembuatan tahu setelah internalisasi biaya eksternal terletak pada komponen biaya tetap, yaitu penambahan biaya internal (perawatan biogas) sebesar Rp 15 000/bulan dan Rp 20 000/bulan serta biaya penbangunan biogas yang sudah merupakan biaya penyusutan selama 20 tahun. Biaya perawatan biogas ini didapat dari hasil musyawarah para partisipan dan pemanfaat biogas di dua RT yaitu RT 05/02 dan RT 06/02. Berikut rincian biaya pembangunan biogas dapat dilihat pada Tabel 10. 67

Tabel 10. Rincian Biaya Pembangunan Biogas No Komponen Biaya Harga 1. Survey lokasi dan perjalanan 90 000 000 2. Sosialisasi, modifikasi lantai, kompor gas 30 unit, pelatihan dan penerapan, study social 75 000 000 3. Pengolahan limbah kapasitas 20 m 3 dan 5 m 3 350 000 000 4. Start up dan pemeliharaan 30 000 000 5. Tenaga Ahli 100 000 000 Total 700 000 000 Sumber: Kemenristek (2011) Biaya pembangunan biogas sebenarnya sudah ditanggung seluruhnya oleh pemerintah, namun di dalam penelitian ini diasumsikan bahwa pengrajin tahu turut menanggung biaya pembangunan biogas. Berikut tabel komponen biaya tetap setelah internalisasi biaya eksternal. Tabel 11. Komponen Biaya Tetap Setelah Internalisasi Biaya Eksternal/Bulan Skala Produksi (Kg) Jumlah Pengrajin (orang) Biaya Tetap Sebelum Internalisasi Biaya Perawatan IPAL Biaya Pembangunan IPAL Biaya Tetap Setelah Internalisasi 20 4 42 902 15 000 112 179 170 081 25 2 55 773 17 500 112 179 185 452 30 3 57 203 16 667 112 179 186 049 35 2 76 152 17 500 112 179 205 831 40 8 85 537 15 000 112 179 212 716 50 3 107 256 16 667 112 179 236 102 60 1 128 707 15 000 112 179 255 886 70 1 150 159 15 000 112 179 277 338 80 1 171 610 15 000 112 179 298 789 150 1 321 769 20 000 112 179 453 948 Sumber: Data Primer, diolah (2011) Komponen biaya tetap setelah internalisasi biaya eksternal terdiri dari biaya perawatan IPAL dan biaya pembangunan IPAL. Kedua jenis biaya ini dibayarkan rutin oleh para pengrajin tahu setiap bulannya kepada pengelola IPAL 68

di Desa Kalisari. Berikut tabel komponen biaya produksi setelah internalisasi biaya eksternal. Tabel 12. Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal Skala Jumlah Biaya Biaya Penerimaan Biaya Total Produksi Pengrajin Tetap variabel (kg) (orang) Keuntungan 20 4 170 081 6 352 500 6 522 581 8 662 600 2 140 019 25 2 185 452 7 733 500 7 918 952 9 918 750 1 999 798 30 3 186 049 8 782 380 8 968 429 10 955 000 1 986 571 35 2 205 831 9 772 000 9 977 831 12 975 000 2 997 169 40 8 212 716 22 540 033 22 752 749 28 564 444 5 811 695 50 3 236 102 15 270 595 15 506 697 19 200 000 3 693 303 60 1 255 886 17 885 000 18 140 886 23 250 000 5 109 114 70 1 277 338 17 350 000 17 627 338 20 025 000 2 397 662 80 1 298 789 23 650 000 23 948 789 30 600 000 6 651 211 150 1 453 948 41 514 000 41 96 7948 57 450 000 15 482 052 Sumber: Data Primer, diolah (2011) 6.2.3. Analisis Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal Jumlah pengrajin tahu yang sudah melakukan internalisasi biaya eksternal hanya 26 UKM dari total pengrajin yang berjumlah 312 UKM, hal ini disebabkan karena jumlah IPAL yang masih dua unit sehingga kapasitas limbah yang diolah masih sangat minim. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi minimnya jumlah biogas yang ada di Desa Kalisari diantaranya kerena keterbatasan lahan, gaya gravitasi bumi yang mempengaruhi penyaluran limbah cair dan biogas, serta lokasi yang strategis dimana letak biogas dikelilingi oleh banyak pengrajin tahu sehingga penyaluran limbah cair untuk diolah serta biogas yang dihasilkan untuk dimanfaatkan dapat menggunakan biaya perpipaan seminimal mungkin. Perbandingan biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal dapat dilihat pada perubahan komponen biaya tetap. Perbandingan biaya 69

produksi sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal. Skala Usaha (Kg) Jumlah Pengrajin (orang) Biaya Total Sebelum Internalisasi Biaya Total Setelah Internalisasi Penerimaan Selisih Biaya Persentasi Kenaikan Biaya (%) 20 4 6 395 402 6 522 581 8 662 600 227 179 1,99 25 2 7 789 273 7 918 952 9 918 750 129 679 1,66 30 3 8 839 583 8 968 429 10 955 000 128 846 1,46 35 2 9 848 152 9 977 831 12 975 000 129 679 1,32 40 8 22 625 570 22 752 749 28 564 444 127 179 0,56 50 3 15 377 851 15 506 697 19 200 000 128 846 0,84 60 1 18 013 707 18 140 886 23 250 000 127 179 0,71 70 1 17 500 159 17 627 338 20 025 000 127 179 0,73 80 1 23 821 610 23 948 789 30 600 000 127 179 0,53 150 1 41 835 769 41 96 7948 57 450 000 132 179 0,32 Rata-Rata 128 512 1,01 Sumber: Data Primer, diolah (2011) Berdasarkan Tabel 7, biaya total sebelum internalisasi biaya eksternal didapat dari penjumlahan antara biaya tetap rata-rata sebelum internalisasi dengan biaya variabel rata-rata. Biaya variabel rata-rata sebelum dan sesudah internalisasi memiliki besaran yang sama, karena biaya perawatan biogas diinternalisasikan ke dalam struktur biaya tetap. Rata-rata penerimaan untuk setiap skala usaha sebelum dan sesudah internalisasi memiliki nilai yang sama, hal ini disebabkan karena kenaikan biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi relatif kecil, rata-rata sebesar 1,01%, sehingga tidak mempengaruhi harga penjualan tahu yang mempengaruhi penerimaan. Berdasarkan teori internalisasi biaya eksternal, pihak yang menginternalisasikan biaya eksternal ke dalam struktur biaya produksi akan mengalami penurunan jumlah outpun dan peningkatan harga jual dari output, 70

namun pada kasus pengrajin tahu di Desa Kalisari, internalisasi biaya yang dilakukan tidak mempengaruhi jumlah dan harga output yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena biaya internal yang ditanggung pengusaha tahu hanya merupakan iuran untuk operasional biogas saja dan perawatan biogas di Desa Kalisari masih tergolong murah, sedangkan biaya investasi biogas keseluruhan ditanggung oleh pemerintah. 6.3. Estimasi Biaya Eksternal Pencemaran Limbah Tahu dan Nilai Ekonomi manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu 6.3.1. Estimasi Biaya Eksternal Biaya eksternal meningkat ketika seseorang atau suatu grup tidak menanggung seluruh biaya akibat segala tindakannya, dengan demikian sebagian biaya tersebut ditanggung oleh pihak lain atau masyarakat luas (Zohrabian dan Philipson, 2010). Jenis biaya ini disebut biaya eksternal karena meskipun produsen atau konsumen tidak bertanggung jawab atas tindakannya secara finansial, namun biaya tersebut nyata bagi anggota masyarakat lainnya (Sabour, 2006). Berdasarkan hasil pengamatan di Desa Kalisari, biaya eksternal akibat pembuangan limbah cair tahu diantaranya biaya kesehatan, biaya kerugian akibat penurunan produktivitas pertanian, dan biaya untuk perbaikan kesuburan lahan dengan cara penambahan jenis pupuk tertentu yaitu pupuk dolomit. 6.3.1.1. Biaya Kesehatan Data mengenai biaya kesehatan didapat dari hasil wawancara dengan bidan desa dan data sekunder yang ada di Polides. Menurut hasil wawancara dengan dokter di desa setempat, jumlah kunjungan penduduk desa ke polides sekitar empat kali dalam setahun per orang dengan biaya pengobatan sebesar Rp 71

7 000 (tujuh ribu rupiah) per orang. Rata-rata jumlah penduduk yang bertempat tinggal di sekitar sungai tempat pembuangan limbah cair tahu adalah 94 KK, dengan asumsi masing-masing KK memiliki anggota keluarga sebanyak empat orang 5. Berdasarkan data di atas dapat diestimasi total biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat yaitu sebesar Rp 10 528 000 (sepuluh juta lima ratus dua puluh delapan ribu rupiah) per tahun. Total biaya ini merupakan biaya yang ditanggung oleh masyarakat yang tinggal di sekitar sungai akibat dampak buruk yang diterima akibat pembuangan limbah cair ke sungai secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. 6.3.1.2. Kehilangan Pendapatan Dampak lain yang ditimbulkan dari pembuangan limbah cair tahu ke sungai secara langsung adalah penurunan produktivitas pertanian. Biaya eksternal yang ditanggung yaitu biaya kehilangan pendapatan akibat penurunan produktivitas yang ditanggung oleh petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua gapoktan Desa Kalisari, luas lahan pertanian yang dialiri sungai yang tercemar oleh limbah cair tahu sebesar 37,052 ha dengan penjualan gabah kering sawah sebesar Rp 250 000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per kwintal. Jumlah panen dalam setahun sebanyak dua kali yaitu di musim kemarau sekitar bulan April sampai September dan di musim hujan sekitar bulan Oktober sampai Maret. Akan tetapi terjadi penurunan produktivitas pada musim kemarau karena tingkat keasaman tanah yang dialiri air sungai yang mengandung limbah cair tahu meningkat, penurunan produktivitas akibat hal ini rata-rata mencapai 20%. 5 Hasil wawancara dengan aparat desa, Bapak Warno, di Kantor Desa Kalisari tanggal 15 Februari 2011 72

Berdasarkan data di atas maka dapat diestimasi penerimaan total sebelum lahan pertanian tercemar oleh limbah cair tahu yang terkandung dalam air sungai yang mengaliri lahan mereka yaitu sebesar Rp 1 157 875 000 (satu milyar seratus lima puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) per tahun, sedangkan penerimaan total setelah terjadi penurunan produktivitas sebesar 20% yaitu sebesar Rp 1 055 982 000 (satu milyar lima puluh lima juta sembilan ratus delapan puluh dua ribu rupiah) per tahun. Selisih penerimaan sebelum dan sesudah lahan pertanian tercemar limbah cair adalah Rp 101 893 000 (seratus satu juta delapan ratus sembilan puluh tiga rupiah) per tahun. Berikut tabel perhitungan perubahan penerimaan petani akibat penurunan produktivitas. Tabel 14. Perubahan penerimaan petani akibat penurunan produktivitas Luas lahan Penerimaan Selisih penerimaan (ha) Sebelum pencemaran Setelah pencemaran 11,395 356 093 750 324 757 500 31 336 250 4,501 140 656 250 128 278 500 12 377 750 9,231 288 468 750 263 083 500 25 385 250 6,297 196 781 250 179 464 500 17 316 750 5,628 175 875 000 160 398 000 15 477 000 Total 1 157 875 000 1 055 982 000 101 893 000 Sumber: Data Sekunder, 2011 (diolah) Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa kehilangan pendapatan petani (loss of earnings) akibat penurunan produktivitas adalah sebesar Rp 129 766 000 (seratus dua puluh sembilan juta tujuh ratus enam puluh enam ribu rupiah) per tahun. Biaya ini yang kemudian menjadi biaya eksternal bagi para pengrajin tahu yang ditanggung oleh petani. 6.3.1.3. Biaya Perbaikan Kualitas Lahan Pencemaran air sungai oleh limbah cair tahu juga berdampak pada kualitas kesuburan lahan. Lahan yang tercemar oleh limbah cair tahu akan 73

mengalami penurunan ph atau keasaman karena limbah cair tahu memiliki ph yang rendah. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas pertanian pada lahan persawahan. Lahan persawahan di desa Kalisari yang mengalami penurunan kualitas kesuburan akibat pencemaran limbah seluas 37,052 ha. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesuburan lahan adalah dengan pemupukan menggunakan jenis pupuk dolomit. Pupuk ini banyak digunakan di tanah yang memiliki ph masam karena kandungan nitrogen yang berlebihan. Dosis pemakaian pupuk ini adalah 2 ton/ha dan harga pupuk/kg adalah Rp 750 (tujuh ratus lima puluh rupiah). Perhitungan biaya perbaikan lahan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 15. Biaya Perbaikan Kesuburan Lahan Luas lahan (ha) Kebutuhan dolomit (kg) Biaya perbaikan 11,395 22 790 17 092 500 4,501 9 002 6 751 500 9,231 18 462 13 846 500 6,297 12 594 9 445 500 5,628 11 256 8 442 000 Total 74 104 55 578 000 Sumber: Data Sekunder, 2011 (diolah) Berdasarkan perhitungan di atas maka biaya perbaikan kualitas kesuburan lahan yang ditanggung petani akibat pencemaran limbah cair tahu adalah sebesar Rp 55 578 000 (lima puluh lima juta lima ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah). Biaya ini merupakan biaya eksternal akibat pencemaran sungai oleh limbah cair tahu yang ditanggung oleh petani. 74

6.3.1.4. Estimasi Total Biaya Eksternal Akibat Dampak Pencemaran Limbah Tahu Berdasarkan estimasi setiap komponen dari biaya eksternal yang timbul akibat pencemaran limbah tahu, maka dapat diestimasi total biaya eksternal yang dapat diuraikan pada tabel berikut. Tabel 16. Total Biaya Eksternal Akibat Dampak Pencemaran Limbah Tahu No Komponen Biaya Eksternal Jumlah Biaya Eksternal ( Rp) 1 Biaya kesehatan 10 528 000 2 Kehilangan pendapatan 101 893 000 3 Biaya perbaikan kualitas lahan 55 578 000 Total 167 999 000 Sumber: Data Primer, 2011 (diolah) Biaya eksternal total yang diperoleh dari biaya kesehatan, kehilangan pendapatan, dan biaya perbaikan kualitas lahan adalah sebesar Rp 195 872 000 (seratus sembilan puluh lima juta delapan ratus tujuh puluh dua ribu rupiah) per tahun. Biaya ini adalah biaya total yang ditanggung oleh pihak ketiga akibat dampak pencemaran limbah tahu. 6.3.2. Estimasi Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu Nilai ekonomi manfaat ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal yang dapat diamati meliputi nilai penghematan bahan bakar seperti elpiji dan kayu bakar akibat adanya energi alternatif yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu yaitu biogas, penerimaan tambahan dari penjualan keripik ampas tahu dari hasil pengolahan limbah padat tahu, penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk digunakan sebagai pakan ternak, dan penerimaan tambahan dari penjualan cacing yang hidup di selokan tempat pembuangan limbah cair untuk pakan lele dumbo. 75

6.3.2.1. Nilai Penghematan Bahan Bakar Pengolahan limbah cair tahu yang dilakukan di Desa Kalisari menggunakan teknologi pengolahan limbah anaerob yang menghasilakan biogas. Biogas yang dihasilkan ini digunakan oleh masyarakat sebagai enegi alternatif pengganti elpiji dan kayu bakar. Berdasarkan data yang diperoleh, setelah masyarakat menggunakan biogas untuk keperluan rumah tangga, penghematan bahan bakar dapat mencapai 100 persen dan rata-rata penggunaan elpiji 3 kg sebelum menggunakan biogas adalah tiga sampai empat tabung per bulan untuk setiap rumah tangga. Biogas yang sebanyak empat unit ini dapat mengaliri 30 rumah tangga pengrajin tahu. Estimasi total penghematan elpiji setelah menggunakan biogas sebesar Rp 2 678 000 (dua juta enam ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) per bulan atau sebesar Rp 32 136 000 (tiga puluh dua juta seratus tiga puluh enam ribu rupiah) per tahun. Rata-rata penghematan biogas per rumah tangga sebesar Rp 89 266 (delapan puluh sembilan ribu dua ratus enam puluh enam ribu rupiah) per bulan atau Rp 1 071 200 (satu juta tujuh puluh satu ribu dua ratus rupiah) per tahun. 6.3.2.2. Nilai Penerimaan Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak Ampas tahu yang dihasilkan oleh limbah padat tahu dapat digunakan sebagai pakan ternak. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pengrajin tahu, mereka semua menjual ampas tahu ke pasar atau ke peternak secara langsung untuk dijadikan pakan ternak sapi atau babi seharga Rp 250 (dua ratus lima puluh rupiah) per kg. Ampas tahu yang dihasilkan jumlahnya bervariasi tergantung dari jumlah kedelai yang digunakan dan kadar air yang dikandung oleh tahu. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin tahu di Kalisari, 76

perbandingan ampas tahu yang dihasilkan dengan jumlah kedelai yang digunakan adala 1:1, artinya apabila jumlah kedelai yang digunakan sebanyak 10 kg maka jumlah ampas tahu yang dihasilkan adalah sebesar 10 kg pula. Skala usaha industri tahu di Desa Kalisari cukup variatif sehingga ampas tahu yang dihasilkan juga bervariatif. Hal ini menyebabkan penerimaan dari ampas tahu di setiap skala usaha juga berbeda. Hasil estimasi perhitungan penerimaan dari penjualan ampas tahu untuk pakan ternak dari 60 responden yaitu sebesar Rp 26 900 000 (dua puluh enam juta sembilan ratus ribu rupiah) per bulan atau Rp 322 800 000 (tiga ratus dua puluh dua juta delapan ratus ribu rupiah) per tahun. 6.3.2.3. Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu Ampas tahu yang dihasilkan selain sebagai pakan ternak juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan keripik ampas tahu. Terdapat tiga orang pengrajin keripik ampas tahu di Desa Kalisari, dua di antaranya merupakan pengrajin tahu dan satu orang hanya berprofesi sebagai pengrajin keripik ampas tahu saja. Jumlah ampas tahu yang digunakan oleh masing-masing pengrajin adalah sama yaitu 25 kg. Berikut tabel perhitungan penerimaan dari penjualan keripik ampas tahu oleh tiga orang pengrajin di Desa Kalisari Tabel 17. Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu Pengusaha Biaya total Jumlah output (kg/bungkus) Harga jual/jumlah output Penerimaan Keuntungan 1 287 166 30 15 000 450 000 162 833 2 340 500 30 15 000 450 000 109 499 3 286 000 200 2 000 400 000 114 000 Total 913 667 32 000 1 300 000 386 332 Sumber: Data Primer diolah (2011) 77

Berdasarkan tabel di atas, total keuntungan yang diestimasi dari tiga orang pengrajin keripik tahu adalah sebesar Rp 386 332 (tiga ratus delapan puluh enam ribu tiga ratus tiga puluh dua rupiah) per hari atau Rp 11 589 981 (sebelas juta lima ratus delapan puluh sembilah ribu sembilan ratus delapan puluh satu rupiah) per bulan atau Rp 139 079 772 (seratus tiga puluh sembilan juta tujuh puluh sembilan ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah) per tahun. Nilai ini merupakan nilai tambahan penerimaan bagi para pengrajin keripik ampas tahu. 6.3.2.4. Nilai Penerimaan Tambahan dari Penjualan Cacing Pengolahan limbah cair tahu dapat mengurangi aktivitas pembuangan limbah cair tahu ke sungai atau selokan secara langsung. Berdasarkan pengamatan di lapangan, setelah melakukan pengolahan limbah cair tahu, tingkat kekeruhan air sungai dan selokan menjadi berkurang, sehingga organisme di sungai dan badan air lainnya dapat tumbuh dengan baik. Salah satu organisme yang dapat tumbuh baik di selokan dan sungai tempat pembuangan limbah cair setelah pengolahan adalah jenis cacing rambut atau Tubifex sp., cacing tubifex banyak hidup diperairan tawar yang yang airnya jernih dan sedikit mengalir. Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengandung bahan organik. Makanan utamanya adalah bahan-bahan organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan. Cacing ini akan membenamkan kepalanya masuk kedalam lumpur untuk mencari makan. Sementara ujung ekornya akan disemburkan diatas permukaan dasar untuk bernafas. Perairan yang banyak dihuni cacing ini sepintas tampak seperti koloni rumput merah yang melambai-lambai 6. 6 Agriefishery. 2009. Biologi Cacing Rambut (Tubifex sp.). http:// BIOLOGI CACING RAMBUT (Tubifex sp.) «Zona_ik@n. Diakses tanggal 14 Maret 2011 78

Manfaat dari cacing rambut ini adalah dapat digunakan sebagai pakan lele dumbo. Menurut kepala Desa Kalisari dalam satu hari terdapat 30 orang yang mengambil cacing rambut untuk dijual sebagai pakan lele dumbo. Dalam satu hari setiap orang rata-rata mengumpulkan tiga gelas cacing rambut dengan harga per gelas Rp 7 000 (tujuh ribu rupiah). Berdasarkan data di atas dapat diestimasi penerimaan dari penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo yaitu sebesar Rp 630 000 (enam ratu tiga puluh ribu rupiah) per hari atau Rp 18 900 000 (delapan belas juta sembilan ratus ribu rupiah) per bulan atau Rp 226 800 000 (dua ratus dua puluh enam juta delapan ratus ribu rupiah) per tahun. 6.3.2.5. Estimasi Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu Berdasarkan estimasi setiap komponen dari nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal, maka dapat diestimasi total nilai manfaat ekonomi yang diuraikan pada tabel berikut. Tabel 18. Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu No Komponen Manfaat Jumlah Nilai Ekonomi 1 Penghematan bahan bakar 32 136 000 2 Penerimaan penjualan ampas tahu untuk pakan 322 800 000 ternak 3 Penerimaan penjualan keripik ampas tahu 139 079 772 4 Penerimaan penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo 226 800 000 Total 720 815 772 Sumber: Data Primer, 2011 (diolah) Total manfaat ekonomi yang didapat dari setiap manfaat seperti penghematan bahan bakar, penerimaan penjualan ampas tahu untuk pakan ternak sapi dan babi, penerimaan penjualan keripik ampas tahu, dan penerimaan 79

penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo adalah sebesar Rp 720 815 772 (tujuh ratus dua puluh juta delapan ratus lima belas ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah) per tahun 6.3.3. Total Nilai Ekonomi Internalisasi Biaya Eksternal IKM Tahu Komponen total nilai ekonomi pada IKM tahu berdasarkan pengamatan meliputi komponen biaya, yaitu biaya eksternal dan komponen manfaat, yaitu manfaat ekonomi dari internalisasi biaya eksternal. Komponen biaya eksternal meliputi biaya kesehatan, biaya perubahan pendapatan akibat perubahan produktivitas pertanian, dan biaya perbaikan lahan. Komponen manfaat berupa nilai penghematan bahan bakar seperti elpiji dan kayu bakar akibat adanya energi alternatif yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu yaitu biogas, penerimaan tambahan dari penjualan keripik ampas tahu dari hasil pengolahan limbah padat tahu, penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk digunakan sebagai pakan ternak, dan penerimaan tambahan dari penjualan cacing yang hidup di selokan tempat pembuangan limbah cair untuk pakan lele dumbo. Total biaya eksternal yang diestimasi sebesar Rp 167 999 000 (seratus enam puluh tujuh juta sembilan ratus sembilan ribu rupiah). Total manfaat ekonomi internalisasi biaya eksternal yang diestimasi sebesar Rp 720 815 772 (tujuh ratus dua puluh juta delapan ratus lima belas ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah). Total nilai ekonomi adalah penjumlahan dari total biaya eksternal dan total manfaat ekonomi yaitu sebesar Rp 888 814 772 (delapan ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus empat belas ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah) per tahun. 80

6.4. Estimasi Nilai Kebersediaan Responden Untuk Membayar (Willingness to Pay) Terhadap Pengolahan Limbah Cair Tahu menjadi Biogas 6.4.1. Willingness to Pay (WTP) Responden Terhadap Pengolahan Limbah Cair Tahu Menjadi Biogas Pendekatan CVM dalam penelitian ini disunakan untuk mengestimasi nilai WTP responden terhadap pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas. Hasil pelaksanaan metode CVM adalah sebagai berikut: 1. Membuat Pasar Hipotetik Pembuangan limbah cair tahu ke sungai secara langsung tanpa melalui pengolahan menyebabkan pencemaran air sungai diantaranya air menjadi bau, keruh, dan menyebabkan gangguan kesehatan seperti gatal-gatal dan diare bagi masyarakat yang mengonsumsinya. Pengrajin tahu yang menjadi responden yaitu pengrajin yang tinggal di RT 03/02 dan RT 04/02 karena mereka sampai saat ini masih belum melakukan pengolahan limbah cair tahu dan karena di sekitar RT tersebut direncanakan akan dibangun sistem pengolahan limbah cair menjadi biogas. Berdasarkan hasil wawancara dengan 30 orang responden, mereka semua bersedia untuk melakukan pembayaran terhadap iuran perawatan biogas dan menginginkan adanya pembangunan sistem pengolahan limbah cair menjadi biogas seperti yang sudah dilakukan di dua RT lain yaitu RT 05/02 dan RT 06/02 karena alasan dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat menghasilkan manfaat yaitu penghematan bahan bakar yang cukup signifikan seperti elpiji, kayu bakar, dan minyak tanah. Walaupun program pembangunan biogas yang direncanakan keseluruhan biaya investasi ditanggung oleh pemerintah namuni diperlukan partisipasi dari masyarakat dalam perawatan biogas. Hal ini 81

dimaksudkan agar IPAL yang sudah ada dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, untuk itu maka pasar hipotetik yang dibangun adalah sebagai berikut: Pasar Hipotetik Pemerintah berencana untuk membangun suatu sistem pengelolaan limbah yaitu sistem pengelolaan limbah menjadi biogas. Bahan baku biogas ini adalah limbah cair tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu. Pembangunan sistem biogas sangat bermanfaat untuk lingkungan karena dapat mengurangi jumlah limbah cair yang dibuang ke sungai serta dapat menghasilkan bahan bakar aternatif berupa gas yang dihasilkan dari pengolahan limbah tersebut. Gas tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti elpiji dan dapat menghemat penggunaan kayu bakar dalam proses produksi. Oleh karena itu pemerintah sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat sekitar untuk pembangunan sistem pengolahan limbah menggunakan sistem biogas ini Skenario Pertanyaan Apabila pemerintah akan melakukan pembangunan sistem pengelolaan limbah cair menjadi biogas, apakah Bapak/Ibu bersedia untuk berpartisipasi dalam pembangunannya? Selanjutnya dari pertanyaan tersebut didapat bahwa keseluruhan responden yang diwawancara yaitu sebesar 30 orang, bersedia untuk melakukan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas. Langkah selanjutnya adalah mendapatkan besaran nilai awal WTP untuk melakukan penawaran terhadap responden. 2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP Dalam memperkirakan nilai awalan WTP terlebih dahulu dilakukan survey terhadap besarnya iuran biogas pada pengrajin yang sudah melakukan pembayaran iuran perawatan IPAL di RT 05/02 dan RT 06/02 yaitu sebesar Rp 15 000 (lima belas ribu rupiah) per bulan. Kemudian setelah nilai WTP pertama 82

didapat, ditawarkan nilai yang lebih besar dari nilai yang diberikan sebelumnya. Nilai WTP didapat setelah proses tawar menawar selesai. 3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP Nilai rataan WTP didapat sebesar Rp 20 833,33 atau Rp 20 833 (dua puluh ribu delapan ratus tiga puluh tiga rupiah) per pengrajin per bulan. Jika dihitung per tahun maka rataan WTP sebesar Rp 250 000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per pengrajin per tahun. Besaran rataan WTP tersebut menggambarkan kebersediaan responden dalam membayar iuran untuk perawatan sistem pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas. Rata-rata pendapatan pengrajin yang belum melakukan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas di RT 03/02 dan RT 04/02 adalah sebesar Rp 1 438 929 (satu juta empat ratus tiga puluh delapan ribu sembilan ratus dua puluh sembilan rupiah) per bulan. Sehingga iuran WTP per bulan adalah sekitar 1,4 % dari pendapatan pengrajin per bulan. Dengan kata lain nilai rataan WTP masih dikatakan rasional. Dugaan nilai rataan responden dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden yang dapat dilihat pada tabel 19 dibawah ini: Tabel 19. Distribusi Rataan WTP Responden Desa Kalisari WTP Frekuensi Frekuensi Relatif Jumlah 15 000 9 0,30 4 500 20 000 8 0,27 5 333,33 25 000 12 0,40 10 000 30 000 1 0,03 1 000 Total 30 1 20 833,33 Sumber: Data primer, diolah (2011) 4. Menjumlahkan Data Nilai total WTP (TWTP) dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden. Perhitungan nilai TWTP dapat dilihat pada Tabel 20 berikut ini. 83

Tabel 20. Distribusi Total WTP Responden Desa Kalisari WTP Frekuensi Frekuensi Relatif Populasi Jumlah Total 15 000 9 0,30 93,6 1 404 000 20 000 8 0,27 83,2 1 664 000 25 000 12 0,40 124,8 3 120 000 30 000 1 0,03 10,4 312 000 Total 30 1 312 6 500 000 Sumber: Data Primer, diolah (2011) Total WTP menggambarkan total dari populasi pengrajin tahu yang belum mengolah limbah cair di Desa Kalisari yaitu sebesar Rp 6 500 000 (enam juta lima ratus ribu rupiah) per bulan atau Rp 78 000 000 (tujuh puluh delapan juta rupiah) per tahun. Total WTP ini jika dibandingkan dengan biaya investasi pembangunan sistem pengolahan limbah menjadi biogas tidak akan mencukupi, namun jika untuk menutupi biaya operasional dan perawatan biogas masih cukup untuk setahun, karena biaya perawatan biogas selama ini hanya biaya untuk pembayaran listrik per bulan sebesar Rp 23 000 (dua puluh tiga ribu rupiah) per bulan dan upah pengelola sebesar Rp 75 000 (tujuh puluh lima ribu rupiah) per bulan, sehingga biaya perawatan biogas yang rutin dikeluarkan setiap bulan adalah Rp 98 000 (sembilan puluh delapan ribu rupiah) per bulan. Sehingga total WTP untuk menutupi biaya perawatan biogas dengan asumsi biaya investasi pembangunan biogas seluruhnya ditanggung oleh pemerintah masih mencukupi. 84