BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambaran Esofagogastroduodenoskopi Pasien Hematemesis dan atau Melena di RSUP M Djamil Padang Periode Januari Desember 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

BAB 1 PENDAHULUAN. Gastrointestinal ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

ANDA BERTANYA, APOTEKER MENJAWAB. Diasuh oleh para Apoteker Dosen Fakultas Farmasi Unand. Pertanyaan:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diagnosis dan Tatalaksana Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Non-Variseal

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu masalah kesehatan yang kita hadapi sekarang ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD

ABSTRAK ETIOPATOGENESIS ULKUS PEPTIKUM. Nita Amelia, 2006, Pembimbing utama : Freddy T Andries, dr., M.S.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT TUKAK PEPTIK PADA PASIEN TUKAK PEPTIK (Peptic Ulcer Disease) DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA BRIMOB TAHUN 2015

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

LAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

DEFENISI. Merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguangangguan. peradangan, infeksi dan kejang otot.

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

LAPORAN KASUS. Hematemesis Melena ec Susp Ulkus Peptikum. Anemia Hipokromik Mikrositer. I Gede Irwan Prayoga M.P. Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Pada negara berkembang infeksi Helicobacter pylori terjadi pada 80% populasi,

GAMBARAN ENDOSKOPI PADA PASIEN DISPEPSIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Penelitian. histopatologi. Gastritis yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan didapatkan

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Konsensus Nasional Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Atas non Varises di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak,

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP MUKOSA GASTER PADA MODEL MENCIT SWISS WEBSTER YANG DIINDUKSI ASETOSAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS. Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut

BAB I PENDAHULUAN. Perdarahan pada saluran cerna bagian bawah terjadi sekitar 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

hiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

BAB I PENDAHULUAN. Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu. penyakit peradangan idiopatik pada traktus

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

70 Perdarahan Saluran Cerna Atas

POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GANGGUAN LAMBUNG (DISPEPSIA, GASTRITIS, TUKAK PEPTIK) RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT KELUARGA SEHAT PATI TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

REINFORECEMENT BLOK 11 Pemicu 2. DR.Harum Sasanti, drg, SpPM KaDep. Ilmu Penyakit Mulut FKGUI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi Sirosis Hati (SH) diseluruh dunia menempati urutan ketujuh penyebab kematian.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

Transkripsi:

17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perdarahan Saluran Cerna Atas 2.1.1. Definisi Perdarahan saluran cerna bahagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bahagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol). Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas yang jarang. (Dubey, S., 2008) 2.1.2. Gambaran Umum Perdarahan saluran cerna bahagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal). (Djojoningrat, D., 2006) Upper gastrointestinal tract bleeding ( UGI bleeding ) atau lebih dikenal perdarahan saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 50 tahun terakhir.

18 Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna serta dengan meningkatnya kondisi comorbid. Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus. Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari keseluruhan kasus perdarahan akut. (Alexander, J.A., 2008) 2.1.3. Etiologi Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas pada buku The Merck Manual of Patient Symptoms (Porter, R.S., et al., 2008): 1. Duodenal ulcer (20 30 %) 2. Gastric atau duodenal erosions (20 30 %) 3. Varices (15 20 %) 4. Gastric ulcer (10 20 %) 5. Mallory Weiss tear (5 10 %) 6. Erosive esophagitis (5 10 %) 7. Angioma (5 10 %) 8. Arteriovenous malformation (< 5 %) 9. Gastrointestinal stromal tumors Dalam buku Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology ada beberapa etiologi yang dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bahagian atas beserta tabel hasil penelitian dari Center for Ulcer Research and Education (CURE) (Jutabha, R., et al. 2003):

19 Tabel 2.1. Etiologi UGIB dari Data Center for Ulcer Research and Education (CURE) Diagnosis Number of Patients (%)(n=948) Peptic ulcers 524 (55) Gastroesophageal varices 131 (14) Angiomas 54 (6) Mallory-Weiss tear 45 (5) Tumors 42 (4) Erosions 41 (4) Dieulafoy s lesion 6 (1) Other 105 (11) 2.1.3.1. Penyakit-Penyakit Ulcerativa atau Erosive 2.1.3.1.1. Penyakit Peptic Ulcer Di Amerika Serikat, PUD (Peptic Ulcer Disease) dijumpai pada sekitar 4,5 juta orang pada tahun 2011. Kira-kira 10 % dari populasi di Amerika Serikat memiliki PUD. Dari sebahagian besar yang terinfeksi H pylori, prevalensinya pada orang usia tua 20%. Hanya sekitar 10% dari orang muda memiliki infeksi H pylori; proporsi orang-orang yang terinfeksi meningkat secara konstan dengan bertambahnya usia. (Anand, B.S., 2011) Secara keseluruhan, insidensi dari duodenal ulcers telah menurun pada 3-4 dekade terkahir. Walaupun jumlah daripada simple gastric ulcer mengalami penurunan, insidensi daripada complicated gastric ulcer dan opname tetap stabil, sebagian dikarenakan penggunaan aspirin pada populasi usia tua. Jumlah pasien opname karena PUD berkisar 30 pasien per 100,000 kasus. (Anand, B.S., 2011) Prevalensi kemunculan PUD berpindah dari yang predominant pada pria ke frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensi berkisar 11-14 % pada pria dan 8-11 % pada wanita. Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan ulcer mengalami penurunan pada pria usia muda, khususnya untuk duodenal ulcer, dan jumlah meningkat pada wanita usia tua. (Anand, B.S., 2011)

20 2.1.3.1.2.Stress Ulcer Dari buku Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology dikatakan bahwa hingga saat ini masih belum dipahami bagaimana terjadinya stress ulcer, tetapi banyak dikaitkan dengan hipersekresi daripada asam pada beberapa pasien, mucosal ischemia, dan alterasi pada mucus gastric. (Jutabha, R., et al. 2003) 2.1.3.1.3.Medication-Induced Ulcer Berbagai macam pengobatan berperan penting dalam perkembangan daripada penyakit peptic ulcer dan perdarahan saluran cerna bahagian atas akut. Paling sering, aspirin dan NSAIDs dapat menyebabkan erosi gastroduodenal atau ulcers, khususnya pada pasien lanjut usia. (Jutabha, R., et al. 2003) 2.1.3.2. Mallory-Weiss Tear Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di bagian gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah melibatkan esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada perdarahan oleh Mallory-Weiss Tear dibandingkan dengan pasien hipertensi non-portal. Sekitar 1000 pasien di University of California Los Angeles datang ke ICU dengan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang berat, Mallory-Weiss Tear adalah diagnosis keempat yang menyebabkan perdarahan saluran cerna bahagian atas, terhitung sekitar 5 % dari seluruh kasus. (Jutabha, R., et al. 2003) 2.1.3.3. Gastroesophageal Varices Esophageal varices dan gastric varices adalah vena collateral yang berkembang sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Beberapa penyebab dari hipertensi portal termasuk prehepatic thrombosis, penyakit hati, dan penyakit postsinusoidal. Hepatitis B dan C serta penyakit

21 alkoholic liver adalah penyakit yang paling sering menimbulkan penyakit hipertensi portal intrahepatic di Amerika Serikat. (Jutabha, R., et al. 2003) 2.1.3.4. Pengaruh Obat NSAIDs Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai GI yang kurang baik. Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan severe comorbid illness. (Anand, B.S., 2011B.S. Anand, 2011) Sebuah studi prospektif jangka panjang didapatkan pasien dengan arthritis dengan usia diatas 65 tahun, yang secara teratur menggunakan aspirin pada dosis rendah beresiko menderita dyspepsia apabila berhenti menggunakan NSAIDs. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan NSAIDs harus dikurangi. (Anand, B.S., 2011) Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak diketahui, tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis kronik yang dirawat dengan NSAIDs. Laporan menunjukkan terjadinya ulserasi pada penggunaan ibuprofen dosis rendah, walau hanya 1 atau 2 dosis. (Anand, B.S., 2011) Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan terjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk menimbulkan tukak gaster. (Anand, B.S., 2011) Resiko perdarahan saluran cerna bahagian atas dapat terjadi dengan penggunaan spironolactone diuretic atau serotonin reuptake inhibitor. (Anand, B.S., 2011) 2.1.4. Faktor Resiko

22 The American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE) mengelompokkan pasien dengan perdarahan saluran cerna bahagian atas berdasarkan usia dan kaitan antara kelompok usia dengan resiko kematian. ASGE menemukan angka mortalitas untuk 3.3% pada pasien usia 21-31 tahun, untuk 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan untuk 14.4% untuk pasien berusia 71-80 tahun. (Caestecker, J.d., 2011) Menurut organisasi tersebut, ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan kematian, perdarahan berulang, kebutuhan akan endoskopi hemostasis ataupun operasi, yaitu: usia lebih dari 60 tahun, comorbidity berat, perdarahan aktif (contoh, hematemesis, darah merah per nasogastric tube, darah segar per rectum), hipotensi, dan coagulopathy berat Pasien dengan hemorrhagic shock memiliki angka kematian yang mencapai 30 %. (Caestecker, J.d., 2011) 2.1.5. Gejala Klinis Gejala klinis perdarahan saluran cerna: Ada 3 gejala khas, yaitu: 1. Hematemesis Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang berwarna coklat merah atau coffee ground. (Porter, R.S., et al., 2008) 2. Hematochezia Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang sudah berat. (Porter, R.S., et al., 2008) 3. Melena Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian kanan dapat juga menjadi sumber lainnya. (Porter, R.S., et al., 2008) Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea. (Laine, L., 2008)

23 Studi meta-analysis mendokumentasikan insidensi dari gejala klinis UGIB akut sebagai berikut: Hematemesis - 40-50%, Melena - 70-80%, Hematochezia - 15-20%, Hematochezia disertai melena - 90-98%, Syncope - 14.4%, Presyncope - 43.2%, Dyspepsia - 18%, Nyeri epigastric - 41%, Heartburn - 21%, Diffuse nyeri abdominal - 10%, Dysphagia - 5%, Berat badan turun - 12%, dan Jaundice - 5.2% (Caestecker, J.d., 2011) 2.1.6. Diagnosis Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau pemasangan selang nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah yang jelas terlihat; cairan bercampur darah, atau ampas kopi Namun, aspirat perdarahan telah berhenti, intermiten, atau tidak dapat dideteksi akibat spasme pilorik. (Dubey S., 2008) Pada semua pasien dengan perdarahan saluran gastrointestinal (GIT) perlu dimasukkan pipa nasogastrik dengan melakukan aspirasi isi lambung. Hal ini terutama penting apabila perdarahan tidak jelas. Tujuan dari tindakan ini adalah: 1. Menentukan tempat perdarahan. 2. Memperkirakan jumlah perdarahan dan apakah perdarahan telah berhenti. (Soeprapto, P., et al., 2010) Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana perdarahan berat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat ditentukan dengan menggunakan endoskopi atas maupun bawah. (Savides, T.J., et al., 2010) Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu dibutuhkan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi adakalanya dapat memberikan beberapa informasi penting. Misalnya pada CT scan; CT Scan dapat mengidentifikasi adanya lesi massa, seperti tumor intra-abdominal ataupun abnormalitas pada usus yang mungkin dapat menjadi sumber perdarahan. (Savides, T.J., et al., 2010) 2.1.7. Tata Laksana

24 Mempertahankan saluran nafas paten dan restorasi volume intravascular adalah tujuan tata laksana awal. Infus kristaloid awal, sampai 30 ml/ kg, dapat diikuti transfusi darah O-negatif atau yang crossmatched jika diperlukan. Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi emergensi untuk esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa perdarahan aktif dapat dipantau, diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD. Intervensi selama EGD meliputi injeksi epinefrin submukosa, skleroterapi, dan ligase pita. Jika tindakan ini gagal menghentikan perdarahan, angiografi dengan embolisasi atau pembedahan mungkin diperlukan. Untuk pasien yang diduga mengalami perdarahan varises, tata laksana medis dapat diberikan sambil menunggu tindakan definitif. Oktreotid dapat digunakan untuk menurunkan tekanan vena porta, dan pipa Sengstaken-Blakmore dapat dipasang sebagai tindakan sementara untuk bertahan. (Dubey S., 2008) 2.2. Endoskopi 2.2.1. Definisi Endoskopi Endoskopi adalah suatu alat untuk melihat ke bagian dalam tubuh dengan menggunakan suatu selang fiberoptik yang disesuaikan dengan sistem kerja lapangan pandang manusia sehingga memungkinkan kita untuk melakukan pemeriksaan pada organ-organ bagian dalam tubuh manusia. (Wong, L.M., et al., 2008) 2.2.2. Prinsip Dasar Endoskopi Prinsip Kerja Endoskopi Fleksibel meliputi: 1. Control Head. 2. Flexible Shaft yang dilengkapi dengan manoeverable tip. 3. Head sendiri yang dihubungkan dengan sumber cahaya via umbilical cord dan melalui saluran yang lain akan mengalirkan udara/ air, suction dan sebagainya saluran suction juga bisa dipakai untuk memasukkan alat diagnostik seperti forsep biopsy dan alat- alat perlengkapan terapetik yang lain. (Putra, D.S., 2009)

25 a. Indikasi Indikasi endoskopi, yaitu: perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), dyspepsia, disfagia, odinofagia, nyeri epigastrium kronis, kecurigaan obsruksi outlet, survey endoskopi, curiga keganasan, dan nyeri dada tidak khas (Putra, D.S., 2009) b. Kontra Indikasi Absolut Kontra indikasi endoskopi, yaitu: tidak kooperatif, psikopat, alergi obat premedikasi, syok, infark miokard akut, respiratori distress, dan perdarahan masif (Putra, D.S., 2009) c. Kontra Indikasi Relatif Kontra indikasi relatif, yaitu: kelainan kolumna vertebralis, gagal jantung, sesak nafas, gangguan kesadaran, infeksi akut, aneurisma aorta torakalis, tumor mediastinum, stenosis esofagus, gastritis korosif akut, dan gastritis flegmonosis (Putra, D.S., 2009) 2.2.3. Gambaran Endoskopi a. Peptic Ulcer

26 Gambar 2.1. Gambaran endoskopi pada pasien gastric ulcer akibat penggunaan NSAIDs dan test H.Pylori negatif (Vakil, N., 2010) Gambar 2.2. Gambaran endoskopi pada pasien duodenal ulcer dengan test H.Pylori positif tetapi tidak ada riwayat penggunaan NSAIDs (Vakil, N., 2010) b. Mallory-Weiss Tear Gambar 2.3. Gambaran endoskopi pada pasien Mallory-Weiss Tear (Savides, T.J., et al., 2010) c. Gastroesophageal varices Gambar 2.4. Gambaran endoskopi dari esophageal varices (Shah, V.H., et al., 2010)

27 Gambar 2.5. Gambaran endoskopi dari gastric varices dan esophageal variceal ligation-related ulcers (Shah, V.H., et al., 2010)