PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM (KASUS: PARIWISATA KOTA BOGOR)

dokumen-dokumen yang mirip
Analisa Pencarian Jarak Terpendek Lokasi Wisata di Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Algoritma Ant Colony Optimization (ACO)

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO)

JURNAL IT STMIK HANDAYANI

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penjadwalan Definisi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar

Aplikasi Pencarian Rute Terbaik dengan Metode Ant Colony Optimazation (ACO)

PENEMUAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA ANT COLONY. Budi Triandi

Solusi optimal travelling salesman problem dengan Ant Colony System (ACS)

ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

BAB IV ANALISIS MASALAH

PENCARIAN RUTE TERPENDEK OBJEK WISATA DI MAGELANG MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO)

Penerapan Algoritma Ant System dalam Menemukan Jalur Optimal pada Traveling Salesman Problem (TSP) dengan Kekangan Kondisi Jalan

Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System

PENENTUAN RUTE OPTIMAL PADA KEGIATAN PENJEMPUTAN PENUMPANG TRAVEL MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG

ALGORITMA SEMUT PADA PENJADWALAN PRODUKSI JOBSHOP

BAB 2 LANDASAN TEORI

VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

ANT COLONY OPTIMIZATION

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

OPTIMASI RUTE ARMADA KEBERSIHAN KOTA GORONTALO MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION. Zulfikar Hasan, Novianita Achmad, Nurwan

PENDUKUNG SISTEM PEMASARAN DENGAN ALGORITMA ANT COLONY ABSTRAK

OPTIMALISASI TRAVELLING SALESMAN WITH TIME WINDOWS (TSPTW) DENGAN ALGORITMA SEMUT

PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI OPTIMASI PEMASANGAN KABEL DENGAN METODE ANT COLONY

ANALISIS ALGORITMA SEMUT UNTUK PEMECAHAN MASALAH PENUGASAN

ANALISIS ALGORITMA HYBRID ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) DAN LOCAL SEARCH UNTUK OPTIMASI PEMOTONGAN BAHAN BAKU

ALGORITMA ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM (TSP) SKRIPSI. Oleh : Agus Leksono J2A

STUDI KOMPARATIF ALGORITMA ANT DAN ALGORITMA GENETIK PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM


BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN SKEMA JALUR ANGKUTAN KOTA PALU BERDASARKAN PENCARIAN LINTASAN DENGAN BOBOT MAKSIMUM MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM (ACS)

RANCANG BANGUN APLIKASI MOBILE UNTUK MENENTUKAN SOLUSI OPTIMAL PENCARIAN RUTE TERBAIK MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY OPTIMIZATION

Ant Colony Optimization

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perancangan sistem merupakan penguraian suatu sistem informasi

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian dalam pekerjaan. Dalam melakukan pemasangan kabel perlu

SISTEM PENGIRIMAN MAINAN ANAK-ANAK DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANT COLONY SYSTEM PADA PT. PANPAN NAMLAPAN INDONESIA

Jl. Ir. M. Putuhena, KampusUnpatti, Poka-Ambon, Maluku

PERGERAKAN AGEN CERDAS PADA PEMODELAN GAME EDUKASI DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT SYSTEM KONSENTRASI PENEMUAN JALUR KE PASAR TRADISIONAL

Algoritma Koloni Semut dan Manfaatnya untuk Menentukan Jalur Pengumpulan Sampah

BAB II LANDASAN TEORI

Pemanfaatan Algoritma Semut untuk Penyelesaian Masalah Pewarnaan Graf

IMPLEMENTASI PERBANDINGAN ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM DENGAN ALGORITMA SUBSET DYNAMIC PROGRAMMING PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

Matematika dan Statistika

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal diciptakan, komputer hanya difungsikan sebagai alat hitung

PERBANDINGAN ALGORITME ANT COLONY OPTIMIZATION DENGAN ALGORITME GREEDY DALAM TRAVELING SALESMAN PROBLEM

Algoritma. Untuk. Problem Dengan. Vehicle. Window. Jasa

Edu Komputika Journal

Penyelesaian Traveling Salesperson Problem dengan Menggunakan Algoritma Semut

BAB II KAJIAN TEORI. semut, dan travelling salesman problem. Teori graf digunakan untuk menerapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI DAN ANALISA KINERJA ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) DALAM PENYELESAIAN MULTIPLE TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (MTSP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI ALGORITMA SEMUT UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

AKSES INFORMASI PENGIRIMAN BARANG DI KANTOR POS JEMUR SARI UNTUK AREA SURABAYA TIMUR MENGGUNAKAN METODE ANT COLONY OPTIMIZATION BERBASIS WAP

TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM UNTUK MEMINIMASI BIAYA TRANSPORTASI

IMPLEMENTASI METODE ANT COLONY OPTIMIZATION UNTUK PEMILIHAN FITUR PADA KATEGORISASI DOKUMEN TEKS

Gambar 3.1. Konsep ACO Sumber : Alhanjouri & Alfarra (2012)

MODIFIKASI ALGORITMA SEMUT UNTUK OPTIMASI PROBABILITAS PEMILIHAN NODE DALAM PENENTUAN JALUR TERPENDEK

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

IkhsanJaelani Mahasiswa Informatika, FT UMRAH, ABSTRAK. Kata Kunci : Rute Terpendek, meta-heuristics, algoritma semut

PENGGUNAAN ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM DALAM TRAVELING SALESMAN PROBLEM (TSP) PADA PT. EKA JAYA MOTOR

PERBANDINGAN ALGORITMA ANT COLONY DAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN JARAK TERPENDEK DALAM PENGANGKUTAN HASIL TAMBANG

PENERAPAN ALGORITMA ANT COLONY PADA PENJADWALAN PRODUKSI

BAB III ALGORITMA ANT DISPERSION ROUTING (ADR)

OPTIMISASI POLA DISTRIBUSI DENGAN LOGIKAFUZZY DAN ALGORITMA SEMUT PADA PT. SRI ANEKA PANGAN NUSANTARA TUGAS AKHIR SKRIPSI

PENCARIAN RUTE ANGKUTAN UMUM MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY OPTIMIZATION

ALGORITMA MULTIPLE ANT COLONY SYSTEM PADA VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOWS SKRIPSI

Aplikasi dan Optimasi Kombinatorial pada Ant Colony

Usulan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Algoritma Ant Colony Systems di PT. Limas Raga Inti

TEKNIK MANAJEMEN LOSSES ALA KOLONI SEMUT UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI SALURAN DISTRIBUSI 20 KV

IMPLEMENTASI ALOKASI JADWAL MATA PELAJARAN SMU MENGGUNAKAN ALGORITMA KOLONI SEMUT (AKS)

RANCANG BANGUN SOFTWARE SIMULASI PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM PADA KASUS TRAVELING SALESMAN PROBLEM

Perbandingan Algoritma Dijkstra Dan Algoritma Ant Colony Dalam Penentuan Jalur Terpendek

PENJADWALAN PROSES PRODUKSI MENGGUNAKAN ANT COLONY ALGORITHM

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.1. Semut dalam Proses menemukan sumber makanan

PENGEMBANGAN MODEL PEMILIHAN RUTE JALAN RAYA BERDASARKAN PERILAKU PENGGUNA MENGGUNAKAN ANT-COLONY OPTIMIZATION (ACO)

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ALGORITMA SEMUT UNTUK MENCARI JALUR TERPENDEK YAAYU

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN APLIKASI PENCARIAN RUTE TERPENDEK MENEMUKAN TEMPAT PARIWISATA TERDEKAT DI KEDIRI DENGAN METODE FLOYD- WARSHALL UNTUK SMARTPHONE

ALGORITMA GENETIC ANT COLONY SYSTEM UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM

Sistem Informasi Penentuan Jalur Terpendek Bagi Pengantar Surat Menggunakan Algoritma Semut

APLIKASI ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) DALAM KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Dedy Mulia

Penerapan Algoritma Ants Colony System(ACS) Untuk Menentukan Rute Terpendek Pengiriman Barang pada P.T. Pos Indonesia. Skripsi

BAB II LANDASAN TEORI. antara lain konsep mengenai Short Message Service (SMS), Global System for

Analisis dan Implementasi Ant Colony Algorithm untuk Clustering

BAB I PENDAHULUAN. dinaikkkan tegangannya untuk meminimalisir rugi-rugi daya, kemudian energi listrik

PERBANDINGAN ALGORITMA DIJKSTRA DAN ALGORITMA ANT COLONY OPTIMATION DALAM TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) PADA KOTA SEMARANG

PENYELESAIAN MULTI-DEPOT MULTIPLE TRAVELING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN K-MEANS DAN ANT COLONY OPTIMIZATION

BAB II DASAR TEORI 2.1 Penjadwalan Kuliah

Perancangan Rute Distribusi Beras Sejahtera Menggunakan Algoritma Ant Colony Optimization (Studi Kasus di BULOG Kabupaten Semarang

Transkripsi:

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM (KASUS: PARIWISATA KOTA BOGOR) RINI AMALIA reen_amaleea@yahoo.com Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Universitas Indraprasta PGRI Abstrak. Ant Colony System (ACS) adalah sebuah metodologi yang dihasilkan melalui pengamatan terhadap semut. Pada algoritma ACS, semut berfungsi sebagai agen yang ditugaskan untuk mencari solusi terhadap suatu masalah optimisasi. ACS telah diterapkan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah untuk mencari solusi optimal pada Traveling Salesman Problem (TSP). Penelitian ini akan mencoba melakukan pencarian jalur terpendek menggunakan algoritma koloni semut pada 9 obyek wisata yang akan dilalui oleh para wisatawan. Dalam penelitian ini didapatkan Jalur optimal terbaik yang dapat ditempuh wisatawan rute dengan jarak tempuh sejauh 27482 meter dengan rute yang dihasilkan adalah dimulai dari Kebun Raya Bogor, Museum Zoologi, Istana Bogor, Museum Etnobotani, Plaza kapten Muslihat,Museum Perjuangan, Museum Pembela Tanah Air, Situ Gede, Prasasti Batu Tulis dan kembali lagi ke kebun Raya Bogor. Kata kunci: Algoritma Semut, ACS, Obyek Wisata, Wistawan, Jalur Terpendek PENDAHULUAN Kota Bogor mempunyai cukup banyak tujuan wisata yang menarik. Selain Kebun Raya dan Istana Bogor, Bogor memiliki tempat wisata yang tersebar di berbagai penjuru. Berdasarkan fakta tersebut tentu saja perjalanan ke tempat wisata yang kita lakukan harus berdasarkan beberapa pertimbangan terlebih dahulu. Pertimbangan yang dilakukan tentu berdasarkan beberapa faktor seperti: biaya, waktu, dan efisiensi. Sehingga dalan perjalanan kita perlu menentukan jalur terpendek yang bisa ditempuh wisatawan menuju objek wisata tertentu. Secara umum, pencarian jalur terpendek dapat dibagi menjadi dua metode yaitu metode konvensional dan metode heuristik. Dimana pencarian jalur terpendek ini berfungsi untuk mempercepat proses pencarian suatu tempat, menghemat waktu dan biaya. Metode heuristik terdiri dari beberapa macam algoritma yang biasa digunakan. Salah satunya adalah algoritma semut (Ant Colony, Antco). Antco diadopsi dari perilaku koloni semut yang dikenal sebagai sistem semut (Dorigo,1996). Berdasarkan latar belakang tersebut pada penelitian ini akan mencoba melakukan pencarian jalur terpendek menggunakan algoritma semut pada beberapa objek wisata yang ada di kota Bogor. Tujuan penelitian ini adalah pencarian jalur terpendek pada pariwisata kota Bogor, menggunakan algoritma semut. TINJAUAN PUSTAKA Semut dan Perilakunya Semut adalah serangga sosial yang hidupnya berkoloni, semut secara individu tidaklah begitu berguna. Hal ini teiah diamati bahwa pada saat berjalan, semut telah menaruh sejumlah informasi, yang disebut pheromone (dalam jumlah tertentu), di tempat yang dilaluinya itu sehingga menandai jalur tersebut. Semut berikutnya yang melalui jalur tersebut dapat mengidentifikasi pheromone yang diletakkan oleh semut sebelumnya, memutuskan dengan probabilitas yang tinggi untuk mengikutinya, dan menguatkan jaiur yang dipilihnya itu dengan pheromone miliknya. Perilaku mendasar semut ini dapat - 290 -

digunakan untuk menjelaskan bagaimana mereka dapat menemukan jalur terpendek yang baru dengan menghubungkan kembali jalur yang terputus akibat munculnya rintangan yang telah memotong jalur sebelumnya. Bentuk komunikasi tidak langsung yang diperantarai oleh pheromone ini disebut stigmergy, Gambar 1. mengilustrasikan proses dari stigmergy. Semut menggunakan pheromone untuk menemukan jalur terpendek antara dua ujung yang dihubungkan dengan dua cabang: bawah (yang lebih pendek) dan atas (yang lebih panjang). Semutsemut memulai perjalanannya dari masing-masing ujung (Gambar 1.a). Gambar 1. Proses dari Stigmergy Karena belum terdapat pheromone pada jalur yang ada maka semut memutuskan secara acak jalur yang mana yang akan dipilihnya. Sebagian semut memilih jalur yang bawah (semut L2 dan R2) dan sebagian yang lain memilih jalur yang atas (Ll dan RI). Saat berjalan, setiap semut menaruh pheromone pada jalur yang dilewatinya, yang diwakili oleh garis lurus yang terdapat pada jalur tersebut (Gambar 1.b). Karena setiap semut berjalan dengan kecepatan yang tetap dan sama, semut-semut yang melewati jalur yang bawah, yang lebih pendek, telah mendekati ujung rute mereka sementara semut-semut yang melewati jalur yang atas, yang lebih panjang, baru mencapai setengah perjalanan (Gambar 1.c). Dari gambar ini pula, kita dapat melihat bahwa garis yang terdapat pada jalur yang bawah lebih tebal daripada garis yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pheromone pada jalur tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jalur yang lain. Pada akhirnya, semut L2 dan R2 menjangkau lebih cepat ujung rute mereka (Gambar 1.d). Oleh karena itu, semakin banyaklah pheromone yang ditaruh pada jalur yang bawah, dan membuat semut-semut baru lebih tertarik untuk melewatinya karena tingkat pheromonenya lebih tinggi. Ant Colony System ACS memiliki tiga aspek utama [Dorigo dan Gambardella, 1997]: (i) aturan transisi status pada sistem ini memberikan suatu cara langsung untuk menyeimbangkan antara penjelajahan (exploration) ruas-ruas yang baru dengan eksploitasi (exploitation) dari sebuah priori dan pengetahuan yang dihimpun mengenai masalah tersebut, (ii) aturan pembaruan pheromone global hanya dilakukan pada ruas-ruas yang merupakan bagian dari tur terbaik, dan (iii) disaat ants membangun sebuah solusi, diterapkan suatu aturan pembaruan pheromone lokal (local pheromone updating rule). Secara informal, ACS bekerja sebagai berikut: pertama kali, sejumlah m ants ditempatkan pada sejumlah n kota berdasarkan beberapa aturan inisialisasi (misalnya, secara acak). Setiap semut membuat sebuah tur (yaitu, sebuah solusi TSP yang mungkin) dengan menerapkan sebuah aturan transisi status secara berulang kali. Selagi membangun turnya, seekor semut juga memodifikasi jumlah pheromone pada ruas-ruas yang dikunjunginya dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone lokal yang telah - 291 -

disebutkan tadi. Setelah semua ants mengakhiri tur mereka, jumlah pheromone yang ada pada ruas-ruas dimodifikasi kembali (dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone global). Seperti yang terjadi pada ant system, dalam membuat tur, ants 'dipandu' oleh informasi heuristik (mereka lebih memilih ruas-ruas yang pendek) dan oleh informasi pheromone: Sebuah ruas dengan jumlah pheromone yang tinggi merupakan pilihan yang sangat diinginkan. Kedua aturan pembaharuan pheromone itu dirancang agar ants cenderung untuk memberi lebih banyak pheromone pada ruas-ruas yang harus mereka lewati. Aturan Transisi Status pada ACS Aturan transisi status yang berlaku pada ACS adalah sebagai berikut: seekor semut yang ditempatkan pada kota r memilih untuk menuju ke kota s dengan menerapkan aturan yang ditunjukkan oleh persamaan (1) dan persamaan (2) arg max [τ(r,u)]. [η (r,u) ] β jika q q 0 s = (exploitation) (1) u ϵ J k (r) s sebaliknya (biased exporation) τ(r,u) = jumlah pheromone pada sisi dari node r ke node u. η(r,u) = panjang edges dari node r ke node u β = parameter perbandingan jumlah pheromone relatif terhadap jarak (merupakan parameter yang telah ditentukan sebelumnya) J k (r) = himpunan yang berisi node yang akan dikunjungi oleh ants u = node yang berada dalam J k (r) q = bilangan random q0 = parameter perbandingan eksploitasi terhadap eksplorasi s = node berikutnya yang dipilih berdasarkan persamaan (2) Eksploitasi = semut memilih node yang paling pendek dan jumlah pheromone yang tinggi Eksplorasi = semut mengeksplorasi node yang belum pernah dikunjungi sebelumnya. dimana q adalah sebuah bilangan pecahan acak antara 0 s.d. 1 [0.. 1], qo adalah sebuah parameter (0 q 0 1) dan S adalah sebuah variabel acak yang dipilih berdasarkan distribusi probabilitas. Aturan transisi status yang dihasilkan dari persamaan 1 dan 2 dinamakan aturan random proportional semu (pseudo-random-proportiond rule). Aturan transisi status ini, mengarahkan ants untuk bertransisi ke kota-kota yang dihubungkan dengan ruas-ruas yang pendek dan memiliki jumlah pheromone yang besar. Setiap kali seekor semut yang ada pada kota r memilih kota s sebagai tujuan berikutnya, ia membangkitkan sebuah bilangan acak antara 0 s.d. 1 (0 q 0 1). Jika q q 0 maka semut tersebut akan memanfaatkan pengetahuan yang ada mengenai masalah tersebut, yaitu pengetahuan heuristik tentang jarak antara kota tersebut dengan kota-kota lainnya dan juga pengetahuan yang telah didapat dan disimpan dalam bentuk pheromone trail. Hal ini mengakibatkan ruas terbaik dipilih exploitation. Jika sebaliknya maka sebuah ruas dipilih berdasarkan - 292 -

biased exploration [τ(r,s)]. [η (r,s) ] β P k = (r,s) = == [τ(r,u)] α.[ η(r,u)] β U ϵ J k (r) Jika s ϵ J k (r) (2) 0 sebaliknya 1 Pk(r,s) = probabilitas semut k yang memilih berada di node r memilih node s untuk tujuan selanjutnya. τ(r,s) = jumlah pheromone pada sisi dari node r ke node s. η(r,s) = panjang edges dari node r ke node s. β = parameter yang dimenentukan besarnya pengaruh jarak terhadap jumlah pheromone. J k (r) = himpunan yang berisi node yang akan dikunjungi oleh ants. u = node yang berada dalam Jk(r) Aturan Pembaruan Pheromone Lokal pada ACS Selagi melakukan tur untuk mencari solusi dari TSP, ants mengunjungi ruas-ruas dan mengubah tingkat pheromone pada ruas-ruas tersebut dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone lokal yang ditunjukkan oleh persamaan (3) τ (r,s) (1-ρ). τ (r,s)+ ρ. Δτ (r,s) (3) dimana 0 < ρ <1 adalah sebuah parameter. Peranan dari aturan pembaruan pheromone lokal ini adalah untuk mengacak arah tur-tur yang sedang dibangun, sehingga kota-kota yang telah dilewati sebelumnya oleh tur seekor semut mungkin akan dilewati kemudian oleh tur ants yang lain. Dengan kata lain, pengaruh dari pembaruan t-.,kal ini adalah untuk membuat tingkat ketertarikan ruas-ruas yang ada berubah secara dinamis: setiap kali seekor semut menggunakan sebuah ruas maka ruas ini dengan segera akan berkurang tingkat ketertarikannya (karena ruas tersebut kehilangan sejumlah pheromone-nya), secara tidak langsung ants yang lain akan memilih ruas-ruas lain yang belum dikunjungi. Konsekuensinya, ants tidak akan memiliki kecenderungan untuk berkumpul pada jalur yang sama. Fakta ini, yang telah diamati dengan melakukan percobaan [Dorigo dan Gambardella, 1997], merupakan sifat yang diharapkan bahwa jika ants membuat tur-tur yang berbeda maka akan terdapat kemungkinan yang lebih tinggi dimana salah satu dari mereka akan menemukan solusi yang lebih baik daripada jika mereka semua berkumpul dalam tur yang sama. Dengan cara ini, ants akan membuat penggunaan informasi pheromone menjadi lebih baik: tanpa pembaruan lokal, semua ants akan mencari pada lingkungan yang sempit dari tur terbaik yang telah ditemukan sebelumnya. Aturan Pembaruan Pheromone Global pada ACS Pada sistem ini, pembaharuan pheromone secara global hanya dilakukan oleh semut yang membuat tur terpendek sejak permulaan percobaan. Pada akhir sebuah iterasi, setelah semua ants menyelesaikan tur mereka, sejumlah pheromone ditaruh pada ruas-ruas yang dilewati oleh seekor semut yang telah menemukan tur terbaik (ruas-ruas yang lain tidak diubah). Tingkat pheromone itu diperbarui dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone global yang ditunjukkan oleh persamaan (4) τ(r,s) (1-α).τ(r,s) + α.δτ(r,s) - 293 -

dimana Δτ (r,s) = (L gb) -1 jika(r,s)ϵ global-best-tour 0 sebaliknya (4) 0 < α < l adalah parameter pheromone decay, dan L gb adalah panjang dari tur terbaik. secara global sejak permulaan percobaan. Seperti yang terjadi pada ant system, pembaruan pheromone global dimaksudkan untuk memberikan pheromone yang lebih banyak pada tur-tur yang lebih pendek. Persamaan (4) menjelaskan bahwa hanya ruasruas yang merupakan bagian dari tur terbaik secara global yang akan menerima penambahan pheromone. METODE Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif dimana data yang digunakan data berbentuk angka. Penelitian ini dilakukan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata beralamat di Jl. Pandu Raya No. 45 Bantar Jati Bogor, Istana Bogor Jalan Insinyur Haji Juanda Rangga Mekar, Kebun raya Bogor Jalan Oto Iskandardinata, Museum Zoologi Jalan Insinyur Haji Juanda 3, Museum Etnobotani Jalan Insinyur Haji Juanda 2, Museum Perjuangan jalan Merdeka, Museum Pembela Tanah Air, Prasasti Batu tulis, Jalan Batu tulis 54, Situ Gede Bogor, Plaza Kapten Muslihat Jalan Dewi Sartika. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan September s.d Oktober 2013. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh periset untuk menjawab masalah risetnya (Istijanto, 2006). Pengumpulan data primer diantaranya adalah didapat dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kota Bogor, dan data jarak 9 obyek wisata didapat dari google maps. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku teks, internet, jurnal online, dan sumber kepustakaan yang lainnya. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif. Data primer yang berhasil dikumpulkan secara kuantitatif terlebih dahulu diolah dan di tabulasikan. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel jarak antar lokasi obyek wisata dalam satuan meter (Algoritma ACS). Data akan diproses dengan menggunakan Microsoft Excel dengan mengikuti tahapan algortima Ant Colony. Pencarian jalur terpendek tidak melihat atau menghiraukan suatu kondisi seperti jalur atau jalan yang sedang rusak, kepadatan dan rambu lalu lintas sehingga terjadi pengalihan jalan ke jalur lainnya, semua jalur dianggap dalam keadaan normal. HASIL DAN PEMBAHASAN Algoritma Ants Colony System (ACS) Seperti halnya dengan cara kerja semut dalam mencari jalur yang optimal, untuk mencari jalur terpendek dalam penyelesaian masalah Traveling Salesman Problem (TSP) diperlukan beberapa langkah untuk mendapatkan jalur yang optimal, antara lain: 1. Inisialisasi parameter yang dimiliki ACO a. Banyak Obyek wisata (n) atau jarak antar obyek wisata δ(r,s) b. Intensitas pheromone (τ rs ) c. Tetapan siklus (q 0 ) d. Tetapan pengendali intesitas visibilitas (β), nilai β 0 e. Tetapan pengendali pheromone (α), nilai 0<α<1 f. Tetapan penguapan pheromenone (ρ), nilai 0<ρ<1 g. jumlah ants (m)a h. Jumlah sikulus maksimum (NCmax) - 294 -

Mulai Siklus = 2 α = 0.1 Semut = 9 β = 2 Objek = 9 ρ = 0.1 Pheremone awal = 0.0001 q0= 0.565 i>siklus t y Pembaharuan pheromone global dengan persamaan (4) y j>semut Tampilkan path terbaik t k>objek t y selesai Aturan transisi / Tentukan titik selanjutnya dengan persamaan(1) dan persamaan(2) Simpan node terpilih ke tabu list Pembaharuan pheromone lokal dengan persamaan(3) Dapatkan path terbaik Kosongkan tabu list Gambar 2. Algoritma Ant Colony System 2. Menghitung visibility antar node (invers dari jarak), η(r,s) = 1/ δ 3. Aturan transisi status Aturan transisi status yang berlaku pada ACS adalah sebagai berikut: seekor semut yang ditempatkan pada kota r memilih untuk menuju ke kota s dengan menerapkan aturan yang ditunjukkan oleh persamaan (1) dan persamaan (2) 4. Aturan Pembaruan Pheromone Lokal pada ACS Apabila telah memilih node yang dituju, node tersebut disimpan ke dalam tabu list untuk menyatakan bahwa node tersebut telah menjadi bagian dari membangun solusi. Setelah itu intensitas pheromone di sisi tersebut diubah dengan menggunakan persamaan (3). Perubahan pheromone tersebut dinamakan perubahan pheromone local. Aturan transisi kembali dilakukan sampai node tujuan tercapai. 5. Apabila node tujuan telah dicapai, panjang rute dari masing-masing ants akan dilakukan perangkingan untuk mencari path yang terbaik. - 295 -

6. Pengosongan tabu list, tabu list perlu dikosongkan untuk diisi lagi dengan urutan node yang baru jika siklus belum terpenuhi. Algoritma diulang lagi dari langkah 2 dengan harga parameter intensitas pheromone yang sudah diperbaharui. 7. Setelah semua proses telah diuji (jumlah siklus maksimum sudah terpenuhi) maka akan di dapatkan path terbaik. 8. Aturan Pembaruan Pheromone Global pada ACS Pembaruan pheromone pada node-node yang termuat dalam path terbaik tersebut menggunakan persamaan (4). Perubahan pheromone ini dinamakan perubahan pheromone global. Penyelesaian Masalah dengan Ant Colony System Jarak Antar Lokasi Obyek Dalam pengaplikasian software pencarian rute terpendek yang dibuat berdasarkan algoritma ACS maka diperlukan suatu data jarak antar objek wisata di kota Bogor sebagai acuan utama dalam pencarian rute terpendek tersebut. Pengukuran jarak antar objek wisata dihitung dengan google maps. Data jarak antar lokasi dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Jarak antar lokasi obyek wisata dalam satuan meter Jarak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1300 800 32 1100 1700 3600 8000 500 2 1300 0 550 1300 2400 2800 3200 9300 1800 3 800 550 0 750 1810 2500 3000 8800 1300 4 32 1300 750 0 1100 1700 3600 8100 500 5 1100 2400 1810 1100 0 1800 4800 7200 600 6 1700 2800 2500 1700 1800 0 5300 8400 1800 7 3600 3200 3000 3600 4800 5300 0 11600 4100 8 8000 9300 8800 8100 7200 8400 11600 0 7500 9 500 1800 1300 500 600 1800 4100 7500 0 Keterangan: 1. Istana Bogor, Jalan Insinyur Haji Juanda, Rangga Mekar 2. Kebun raya Bogor, Jalan Oto Iskandardinata 3. Museum Zoologi, Jalan Insinyur Haji Juanda 3 4. Museum Etnobotani, Jalan Insinyur Haji Juanda 2 5. Museum Perjuangan, jalan Merdeka 6. Museum Pembela Tanah Air 7. Prasasti Batu tulis, Jalan Batu tulis 54 8. Situ Gede, Bogor 9. Plaza Kapten Muslihat, Jalan Dewi Sartika Perhitungan Jarak dan Pencarian Jalur Terpendek Menggunakan Algoritma Ant Colony System Terdapat tiga tahapan dalam menghitung jarak rute terpendek dengan menggunakan algorima Ant Colony System, yaitu: Aturan Transisi Status Siklus 1 Aturan transisi status yang berlaku pada ACS adalah sebagai berikut: seekor semut yang ditempatkan pada kota r memilih untuk menuju ke kota s dengan menerapkan aturan yang ditunjukkan oleh persamaan (1) dan persamaan (2) Perhitungan: - 296 -

a. Sebelum memasuki perhitungan pada tahap satu dalam perhitungan algoritma ACS maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan awal untuk mengitung invers jarak (η(r,u)) antar tiap-tiap titik berdasarkan tabel 1. sebagai berikut: 1 η(r,u) = jarak(r,u) contoh perhitungan η(r,u) pada titik η(1,4): 1 1 jarak(1,4) 32 η(1,4)= = = 0.03125 Hasil keseluruhan dari invers jarak (η(r,u)) dapat dilihat pada tabel 2. dibawah ini: Tabel 2. Invers jarak (η(r,u)) Jarak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0.00000 0.00077 0.00125 0.03125 0.00091 0.00059 0.00028 0.00013 0.00200 2 0.00077 0.00000 0.00182 0.00077 0.00042 0.00036 0.00031 0.00011 0.00056 3 0.00125 0.00182 0.00000 0.00133 0.00056 0.00040 0.00033 0.00011 0.00077 4 0.03125 0.00077 0.00133 0.00000 0.00091 0.00056 0.00028 0.00012 0.00200 5 0.00091 0.00042 0.00056 0.00091 0.00000 0.00056 0.00021 0.00014 0.00167 6 0.00059 0.00036 0.00040 0.00056 0.00056 0.00000 0.00019 0.00012 0.00056 7 0.00028 0.00031 0.00033 0.00028 0.00021 0.00019 0.00000 0.00009 0.00024 8 0.00013 0.00011 0.00011 0.00012 0.00014 0.00012 0.00009 0.00000 0.00013 9 0.00200 0.00056 0.00077 0.00200 0.00167 0.00056 0.00024 0.00013 0.00000 Nilai dari semua pheromone (τ ) pada awal perhitungan ditetapkan dengan angka awal yang sangat kecil. Pada contoh perhitungan penelitian ini nilai pheromone awal menggunakan nilai τ awal sebesar 0,0001. Penetapan nilai pheromone awal dimaksudkan agar tiap-tiap ruas memiliki nilai ketertarikan untuk dikunjungi oleh tiap-tiap semut. Nilai pheromone untuk semua titik dapat dilihat pada tabel 3. dibawah ini. Tabel 3. pheromone (τ) awal τ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 2 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 3 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 4 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 5 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 6 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 7 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 8 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 9 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 b.tahap pemilihan titik yang dituju Dalam pemilihan titik selanjutnya yang dituju, pertama-tama dilakukan penetapan dari nilai β 0 adalah parameter perhitungan untuk mendapatkan nilai yang optimal dalam ACS, untuk mempermudah perhitungan diambil nilai β = 2. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai temporary (r,u) berdasarkan persamaan (1) serta nilai probabilitas berdasarkan persamaan (2). Nilai temporary digunakan untuk menentukan titik-titik yang akan dituju selanjutnya. Contoh perhitungan serta hasil perhitungan nilai temporary dan nilai probabilitas dapat dilihat sebagai berikut: temporary (r,u) =[ τ (r,u ).][η(r,u )] β, i = 1,2,3,.,n temporary (1,4) = [ τ (1,4 ).][η(1,4)] 2 = [0.0001].[ 0.03125] 2 = 9765.63 x 10-11 - 297 -

Probabilitas (r,u) = [τ(r,u)]. [η (r,u) β ] τ(r,u)] α.[ η(r,u) β ] Probabilitas (1,4) = 9765.63 x 10-11 dimana: 9839.899 x 10-11 = 0.9925x 10-11 τ(r,u)] α.[η(r,u) β ] 9839.899 = ((0.0001) 1 x(0) 2 ) + ((0.0001) 1 x(0.00077) 2 ) + ((0.0001) 1 x(0.00125) 2 ) + ((0.0001) 1 x(0.03125) 2 ) + ((0.0001) 1 x(0.00091) 2 ) + ((0.0001) 1 x(0.00059) 2 ) + ((0.0001) 1 x(0.00028) 2 ) + ((0.0001) 1 x(0.00013) 2 ) + ((0.0001) 1 x(0.00200) 2 ) = 0 + 5.929 + 15.625 + 9765.63 + 8.281 + 3.481 + 0.784 + 0.169 + 40 = 9839.899 x 10-11 Hasil perhitungan temporary dan probabilitas siklus pertama untuk semut ke-1 dapat dilihat pada penyelesaian dibawah ini. SIKLUS 1 q0=0.565 Semut 1 Tabu 1 Tabel 4. Siklus 1 tabu list 1 40 (x10-11) 0 5.929 15.625 9765.6 8.281 3.481 0.784 0.169 Probabilitas 0 0.0006 0.0016 0.9925 0.0008 0.0004 8E-05 2E-05 0.0041 Probabilitas 0 0.0006 0.0022 0.9946 0.9955 0.9958 0.9959 0.9959 1 Bilangan random yang dibangkitkan q=0.915 Memeriksa parameter perbandingan eksploitasi terhadap eksplorasi dengan bilangan random. q>q0 pilih node 8 (berdasarkan tabel diatas yang dicetak tebal) Isi tabu list 1 8 Tabel 5. Siklus 1 tabu list 1, 8 (x10-11) 0 5.929 15.625 9765.6 8.281 3.481 0.784 0 40 Probabilitas 0 0.0006 0.0016 0.9925 0.0008 0.0004 8E-05 0 0.0041 Probabilitas 0 0.0006 0.0022 0.9947 0.9955 0.9959 0.9959 0.9959 1 Bilangan random yang dibangkitkan q=0.806 Memeriksa parameter perbandingan eksploitasi terhadap eksplorasi dengan bilangan random. q>q0 pilih node 7 (berdasarkan tabel diatas yang dicetak tebal) Isi tabu list 1 8 7 Tabel 6. Siklus 1 tabu list 1, 8, 7 (x10-11) 0 5.929 15.625 9765.6 8.281 3.481 0 0 40 Probabilitas 0 0.0006 0.0016 0.9925 0.0008 0.0004 0 0 0.0041 Probabilitas 0 0.0006 0.0022 0.9947 0.9956 0.9959 0.9959 0.9959 1 = 9839.899 = 9839.73 =9838.946-298 -

Bilangan random yang dibangkitkan q=0.705 Memeriksa parameter perbandingan eksploitasi terhadap eksplorasi dengan bilangan random. q>q0 pilih node 6 (berdasarkan tabel diatas yang dicetak tebal) Isi tabu list 1 8 7 6 Tabel 7. Siklus 1 tabu list 1, 8, 7, 6 (x10-11) 0 5.929 15.625 9766 8.281 0 0 0 40 Probabilitas 0 0.0006 0.0016 0.9929 0.0008 0 0 0 0.0041 Probabilitas 0 0.0006 0.0022 0.9951 0.9959 0.9959 0.9959 0.9959 1 Bilangan random yang dibangkitkan q=0.564 Memeriksa parameter perbandingan eksploitasi terhadap eksplorasi dengan bilangan random. 9839.73 q< q0 pilih node 4 (berdasarkan tabel diatas yang dicetak tebal) Isi tabu list 1 8 7 6 4 Tabel 8. Siklus 1 tabu list 1, 8, 7, 6, 4 (x10-11) 0 5.929 15.625 0 8.281 0 0 0 40 =69.835 Probabilitas 0 0.0849 0.2237 0 0.1186 0 0 0 0.5728 Probabilitas 0 0.0849 0.3086 0.3086 0.4272 0.4272 0.4272 0.4272 1 Bilangan random yang dibangkitkan q=0.146 Memeriksa parameter perbandingan eksploitasi terhadap eksplorasi dengan bilangan random. q< q0 pilih node 9 (berdasarkan tabel diatas yang dicetak tebal) Isi tabu list 1 8 7 6 4 9 Tabel 9. Siklus 1 tabu list 1, 8, 7, 6, 4, 9 0 (x10-11) 0 5.929 15.625 0 8.281 0 0 0 Probabilitas 0 0.1987 0.5237 0 0.2776 0 0 0 0 Probabilitas 0 0.1987 0.7224 0.7224 1 1 1 1 1 Bilangan random yang dibangkitkan q=0.911 Memeriksa parameter perbandingan eksploitasi terhadap eksplorasi dengan bilangan random. q> q0 pilih node 2 (berdasarkan tabel diatas yang dicetak tebal) Isi tabu list 1 8 7 6 4 9 2 Tabel 10. Siklus 1 tabu list 1, 8, 7, 6, 4, 9, 2 (x10-11) 0 0 15.625 0 8.281 0 0 0 0 Probabilitas 0 0 0.6536 0 0.3464 0 0 0 0 Probabilitas 0 0 0.6536 0.6536 1 1 1 1 1 Bilangan random yang dibangkitkan q=0.989 Memeriksa parameter perbandingan eksploitasi terhadap eksplorasi dengan bilangan random. q> q0 pilih node 5 (berdasarkan tabel diatas yang dicetak tebal) - 299 - =9835.465 9839.73 =29.835 9839.73 =23.906 9839.73

Isi tabu list 1 8 7 6 4 9 2 5 Tabel 11. Siklus 1 tabu list 1, 8, 7, 6, 4, 9, 2, 5 (x10-11) 0 0 15.625 0 0 0 0 0 0 Probabilitas 0 0 1 0 0 0 0 0 0 Probabilitas 0 0 1 1 1 1 1 1 1 Jalur Semut 1: 1 8 7 6 4 9 2 5 3 Lanjutkan kembali pencarian aturan transisi status dari persamaan 1 dan 2 pada siklus 1 untuk semut ke-2 sampai semut ke-9. Aturan Pembaruan Pheromone Lokal Pada ACS Siklus 1 Apabila telah memilih node yang dituju, node tersebut disimpan ke dalam tabu list untuk menyatakan bahwa node tersebut telah menjadi bagian dari membangun solusi. Setelah itu intensitas pheromone di sisi tersebut diubah dengan menggunakan persamaan (3). Perubahan pheromone tersebut dinamakan perubahan pheromone lokal. τ (r,s) (1-ρ). τ (r,s)+ ρ. Δτ (r,s) (3) dimana: 1 Δτ (r,s) = L gb.c Contoh perhitungan serta hasil perhitungan dapat dilihat sebagai berikut: sebesar 0,1. ) = 0.00020 3),3 0.00011 Dengan proses yang sama hasil keseluruhan dari pembaharuan pheromone lokal dari semua obyek wisata dapat dilihat pada tabel 12 dibawah ini. Tabel 12. Nilai pheromone ( ) setelah tahap mengalami pembaharuan pheromone lokal dari semua obyek wisata (Pheremone Update) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0.00009 0.00010 0.00010 0.00044 0.00010 0.00010 0.00009 0.00009 0.00011 2 0.00010 0.00009 0.00011 0.00010 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00010 3 0.00010 0.00011 0.00009 0.00010 0.00010 0.00009 0.00009 0.00009 0.00010 4 0.00044 0.00010 0.00010 0.00009 0.00010 0.00010 0.00009 0.00009 0.00011 5 0.00010 0.00009 0.00010 0.00010 0.00009 0.00010 0.00009 0.00009 0.00011 6 0.00010 0.00009 0.00009 0.00010 0.00010 0.00009 0.00009 0.00009 0.00010 7 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 8 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 9 0.00011 0.00010 0.00010 0.00011 0.00011 0.00010 0.00009 0.00009 0.00009-300 -

Setelah selesai untuk mendapatkan satu rute dan setiap lokasi yang dikunjungi telah perangkingan untuk mencari path yang terbaik. Total jarak dan jalur dari ke-9 semut dari siklus pertama adalah: Jalur Semut 1: 1 8 7 6 4 9 2 5 3 =33100 m Jalur semut 2: 2 3 1 4 9 5 6 8 7 = 27482 m Jalur semut 3: 3 4 8 7 2 9 1 5 6 = 31350 m Jalur semut 4: 4 1 8 3 7 9 5 2 6 = 29732 m Jalur semut 5: 5 9 1 4 3 8 6 7 2 = 29982 m Jalur semut 6: 6 1 5 8 4 7 2 3 9 = 28550 m Jalur semut 7: 7 6 8 3 2 1 4 9 5 = 30282 m Jalur semut 8: 8 7 2 3 5 4 6 1 9 = 29650 m Jalur semut 9: 9 8 1 4 5 7 3 2 6 = 27782 m Berdasarkan total jarak dan jalur dari ke-9 semut dari siklus pertama, yang merupakan jalur terpendek adalah semut 2 dengan panjang jarak 27482 m dengan rute 2, 3, 1, 4, 9, 5, 6, 8, 7 (pada tabel diatas yang dicetak tebal) atau Kebun Raya Bogor, Museum Zoologi, Istana Bogor, Museum Etnobotani, Plaza kapten Muslihat,Museum Perjuangan, Museum Pembela Tanah Air, Situ Gede, Prasasti Batu Tulis dan kembali lagi ke kebun Raya Bogor. Dikarenakan siklus belum terpenuhi, maka kita perlu mengosongkan tabu list dengan urutan node yang baru. Ulangi langkah dimulai dari aturan transisi status dengan menggunakan harga parameter intensitas pheromone yang sudah diperbaharui. AturanTransisi Status Siklus 2 Lakukan pencarian berdasarkan aturan transisi status dari persamaan 1 dan 2 pada siklus kedua untuk semut ke-1 sampai semut ke-9. Sehingga diperoleh Jalur ke-9 semut pada siklus kedua adalah: Jalur semut 1 : 1 4 9 8 3 5 2 7 6 Jalur semut 2 : 2 3 1 4 9 8 7 6 5 Jalur semut 3 : 3 8 4 7 6 5 2 1 9 Jalur semut 4 : 4 8 1 3 9 7 5 2 6 Jalur semut 5 : 5 9 1 8 7 2 4 3 6 Jalur semut 6 : 6 8 7 2 1 3 9 5 4 Jalur semut 7 : 7 3 8 2 1 6 5 4 9 Jalur semut 8 : 8 5 9 7 1 4 2 6 3 Jalur semut 9 : 9 1 8 4 7 5 3 2 6 Aturan Pembaharuan Pheremone Lokal pada ACS siklus 2 Apabila telah memilih node yang dituju, node tersebut disimpan ke dalam tabu list untuk menyatakan bahwa node tersebut telah menjadi bagian dari membangun solusi. Setelah itu intensitas pheromone di sisi tersebut diubah dengan menggunakan persamaan (3). Perubahan pheromone tersebut dinamakan perubahan pheromone lokal. Tabel 13. Nilai pheromone ( ) setelah tahap mengalami pembaharuan pheromone lokal dari semua obyek wisata pada siklus 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0.00009 0.00010 0.00011 0.00074 0.00010 0.00009 0.00009 0.00008 0.00012 2 0.00010 0.00009 0.00012 0.00010 0.00009 0.00009 0.00009 0.00008 0.00009-301 -

3 0.00011 0.00012 0.00009 0.00011 0.00009 0.00009 0.00009 0.00008 0.00010 4 0.00074 0.00010 0.00011 0.00009 0.00010 0.00009 0.00009 0.00008 0.00012 5 0.00010 0.00009 0.00009 0.00010 0.00009 0.00009 0.00009 0.00008 0.00012 6 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00008 0.00008 0.00009 7 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00008 0.00009 0.00008 0.00009 8 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00009 0.00008 9 0.00012 0.00009 0.00010 0.00012 0.00012 0.00009 0.00009 0.00008 0.00009 Setelah selesai untuk mendapatkan satu rute dan setiap lokasi yang dikunjungi telah selanjutnya perangkingan untuk mencari path yang terbaik. Total jarak dan jalur dari ke-9 semut dari siklus kedua adalah: Jalur semut 1 : 1 4 9 8 3 5 2 7 6 = 31232 Jalur semut 2 : 2 3 1 4 9 8 7 6 5 = 30432 Jalur semut 3 : 3 8 4 7 6 5 2 1 9 = 31300 Jalur semut 4 : 4 8 1 3 9 7 5 2 6 = 34000 Jalur semut 5 : 5 9 1 8 7 2 4 3 6 = 30250 Jalur semut 6 : 6 8 7 2 1 3 9 5 4 = 30000 Jalur semut 7 : 7 3 8 2 1 6 5 4 9 = 31600 Jalur semut 8 : 8 5 9 7 1 4 2 6 3 = 30932 Jalur semut 9 : 9 1 8 4 7 5 3 2 6 = 31950 Berdasarkan total jarak dan jalur dari ke-9 semut dari siklus kedua, yang merupakan jalur terpendek adalah semut 6 dengan panjang jarak 30000 m dengan rute 2, 3, 1, 4, 9, 5, 6, 8, 7 atau Museum Pembela Tanah Air, Situ Gede, Prasasti Batu tulis, Kebun raya Bogor, Istana Bogor, Museum Zoologi, Plaza Kaptem Muslihat, Museum Perjuangan, Museum Etnobotani, dan kembali lagi ke Museum Pembela Tanah Air. Berdasarkan hasil pencarian jalur terpendek pada siklus 1 dan siklus 2 didapat: Semut 2 dengan panjang jarak 27482 m pada siklus 1 Semut 6 dengan panjang jarak 30000 m pada siklus 2 Diambil jalur terpendek terbaik yaitu: Semut 2 dengan panjang jarak 27482 m pada siklus 1. Tabel 14. Nilai pheromone ( ) setelah tahap mengalami pembaharuan pheromone lokal dari semua obyek wisata untuk semut 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0.00009 0.00010 0.00011 0.00074 0.00010 0.00009 0.00009 0.00008 0.00012 2 0.00010 0.00009 0.00012 0.00010 0.00009 0.00009 0.00009 0.00008 0.00009 3 0.00011 0.00012 0.00009 0.00011 0.00009 0.00009 0.00009 0.00008 0.00010 4 0.00074 0.00010 0.00011 0.00009 0.00010 0.00009 0.00009 0.00008 0.00012 5 0.00010 0.00009 0.00009 0.00010 0.00009 0.00009 0.00009 0.00008 0.00012 6 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00008 0.00008 0.00009 7 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00009 0.00008 0.00009 0.00008 0.00009 8 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00009 0.00008 9 0.00012 0.00009 0.00010 0.00012 0.00012 0.00009 0.00009 0.00008 0.00009 Rute terbaik siklus 1 semut 2 dengan panjang jarak 27482 m dengan rute 2, 3, 1, 4, 9, 5, 6, 8, 7 (pada tabel diatas yang dicetak tebal) - 302 -

Aturan Pembaruan Pheromone Global Pada ACS Jalur Terbaik Pembaruan pheromone pada node-node yang termuat dalam path terbaik tersebut menggunakan persamaan (4). Perubahan pheromone ini dinamakan perubahan pheromone global. Contoh perhitungan: Dari rute tersebut didapat panjang jalur sebesar 27482 m dan merupakan panjang jalur terpendek pada siklus 1. Maka pembaharuan pheromone-nya adalah sebagai berikut. gb L = 27482 Nilai pheromone akhir = Untuk (t,v) bagian dari rute terpendek Δτ (t,v) = L gb -1 = (27482) -1 = 3.64E-05 Sebagai contoh digunakan pembaharuan pheromone global untuk pheromone τ (2,3): 3) 2,3-0.1)( 0.00012)+(0.1. 3.64E-05) 3 0.00011 Untuk (t,v) bagian dari rute terpendek Δτ (t,v)=0 Sebagai contoh digunakan pembaharuan pheromone global untuk pheromone 1,5): 1,5 1,5-0.1)( 0.00010 )+(0.1x0) 1,5 0.00009 Hasil pembaharuan pheromone ( rute terbaik siklus 1 semut 2 dengan panjang jarak 27482 m dengan rute 2, 3, 1, 4, 9, 5, 6, 8, 7 (pada tabel dibawah yang dicetak tebal). Tabel 15. Nilai pheromone ( ) setelah mengalami pembaharuan global 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0.00008 0.00009 0.00010 0.00067 0.00009 0.00008 0.00008 0.00008 0.00011 2 0.00009 0.00008 0.00011 0.00009 0.00008 0.00008 0.00008 0.00007 0.00008 3 0.00010 0.00011 0.00008 0.00010 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00009 4 0.00067 0.00009 0.00010 0.00008 0.00009 0.00008 0.00008 0.00008 0.00011 5 0.00009 0.00008 0.00008 0.00009 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00010 6 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00009 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 7 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 8 0.00008 0.00007 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 0.00007 0.00008 0.00008 9 0.00011 0.00008 0.00009 0.00011 0.00011 0.00008 0.00008 0.00008 0.00008 PENUTUP Pencarian jalur terpendek menggunakan Ant Colony Sytem mendapatkan pilihan terbaik dalam mengunjungi obyek obyek wisata yang ada di kota Bogor dengan memperhitungkan efisiensi waktu dan biaya. Pemilihan rute dengan menggunakan algoritma Ant Colony System pada 9 obyek wisata menghasilkan rute dengan jarak tempuh sejauh 27482 meter. Rute yang dihasilkan adalah Dimulai dari Kebun Raya Bogor, Museum Zoologi, Istana Bogor, Museum Etnobotani, Plaza kapten Muslihat,Museum Perjuangan, Museum Pembela Tanah Air, Situ Gede, Prasasti Batu Tulis dan kembali lagi ke kebun Raya Bogor. Diharapkan hasil penelitian ini, dapat digunakan oleh agen travel atau Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kota Bogor untuk memberikan alternatif terbaik bagi para wisatawan untuk menguji obyek obyek wisata yang ada di kota Bogor.Pengembangan - 303 -

pencarian rute agar dapat digunakan tidak hanya sebagai pencarian rute pada obyek wisata, tetapi pada pencarian rute lainnya seperti rute pendistribusian barang dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Istijanto., 2006. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Krzysztof Walkowiak., 2001. Graph Coloring Using Ant Algorithms. M. Dorigo, G. Di Caro, dan L. M. Gambardella., 1999. Ant Algorithms for Discrete Optimization, Artificial Life, No. 5(2), hal. 137-172. M. Dorigo, V. Maniezzo, dan A. Colomi., 1991. Distributed Optimization by Ant Colonies, Proceedings of ECAL91 - European Conference on Artificial Life, Paris, France, F. Varela and P. Bourgine (Eds.), Elsevier Publishing, hal 134-142. M. Dorigo, V. Maniezzo, dan A. Colomi., 1991. Positive Feedback As A Search Strategy, (Tech. Rep. 91-016), Milan, Italy: Politecnico di Milano, Dipartimento di Elettronica. M. Dorigo, V. Maniezzo, dan A. Colomi., 1996. The Ant System: Optimization By A Colony of Cooperating Agents, IEEE Transactions on Systems. M. Dorigo dan L. M. Gambardella., 1997. Ant Colonies for the Traveling Salesman Problem. M. Dorigo dan L. M. Gambardella., 1997. Ant Colony System: A Cooperative Learning Approach to the Traveling Salesman Problem. Moch Nazir., 2003. Metode Penelitian, Salemba Empat Jakarta Mutakhiroh, I., Saptono, F., Hasanah, N., dan Wiryadinata, R., 2007. Pemanfaatan Metode Heuristik Dalam Pencarian Jalur Terpendek Dengan Algoritma Semut dan Algoritma Genetik. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. ISSN: 1907-5022. Yogyakarta Narbuko, Cholid, san Abu Achmadi., 2004. Metode Penelitian. PT. Bumi Aksara Jakarta R. Beckers, J. L. Deneubourg, dan S. Goss, Trails and U-turns in the Selection of the shortest path Rina Refianti, Pipit Dewi Arnesia., 2009. Aplikasi Ant Colony System (ACS) pada Travelling Salesman Problem Wardy, I. S., 2007. Penggunaan graph dalam algoritma semut untuk melakukan optimisasi, Program studi Teknik Informatika, ITB, Bandung. Wilson, R. J., dan Watkhins, J. J., 1990. Graph An Introductionary Approach, A First Course in Discrete Mathematics. John Willey and Sons, New York. Yuliyani Siyamtining Tyas, Widodo Prijodiprodjo., 2013. Aplikasi Pencarian Rute Terbaik dengan Metode Ant Colony Optimazation (ACO) - 304 -