BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORETIS

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

2015 PROSES PENCIPTAAN GAMBANG RANCAG D ALAM KONTEKS FUNGSI, MAKNA D AN MOD EL PELATIHAN D I MASYARAKAT

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal Himne. Balada. Epigram. Elegi

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Pada analisis struktur ditemukan hal-hal antara lain: a) Analisis struktur terdiri atas bentuk dan formula bahasa

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB V MODEL PELATIHAN TRADISI LISAN GAMBANG RANCAG DI MASYARAKAT BETAWI

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dan kesinambungan mengandung irama dan ragam nada (suara yang berirama) disebut

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB V SIMPULAN A. SIMPULAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan

DAFTAR GAMBAR Gambar 1: penampilan dambus Gambar 2: penjelasan alat musik dambus Gambar 3: alat musik dambus Gambar 4: senar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

BAB 5 RANCANGAN PENERAPAN PEMBELAJARAN DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PUISI BEBAS DI KELAS VIII MTS AL- FATAH CIKEMBANG

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

BAB 5 SIMPULAN 5.1 Struktur Teks Ridwan Nugraha F, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Tahun 2012

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

BAB I PENDAHULUAN. (blackberry massanger), telepon, maupun jejaring sosial lainnya. Semua itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB V PENGGUNAAN PUISI KARYA ANAK USIA 7-11 TAHUN SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manfaat, serta definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. Wida Kartika Ayu, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. seni musik merupakan salah satu cabang didalamnya. Musik dapat menjadi sarana

BAB VII KESIMPULAN. masyarakat suku Makassar telah difungsikan oleh pencerita atau pasinrilik sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada

BAB II LANDASAN TEORI. Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 3 METODE PENELITIAN

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN A.T. MAHMUD

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperbaikinya. Tentu saja seseorang pengarang tidak harus menggurui

Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Aceh Tengah, Provinsi D.I. Aceh Kesenian Didong

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan budaya yang sangat luar biasa.

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurfathana Mazhud, 2013

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

MANTRA SINGLAR: STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI DI DESA SUNDAMEKAR, CISITU, SUMEDANG

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

SILABUS. Semester : 1 Standar Kompetensi : Mendengarkan 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung /tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan

PELESTARIAN KARUNGUT SENI TRADISI LISAN KLASIK DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A

BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beberapa pulau, daerah di Indonesia tersebar dari sabang sampai merauke.

Transkripsi:

440 BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Simpulan dalam penelitian ini berkenaan dengan 7 hal, yaitu: (1) pencipta dihubungkan dengan proses penciptaan gambang rancag, (2) teks dikaitkaan dengan proses penciptaan gambang rancag, (3) penonton dalam proses penciptaan gambang rancag, (4) cerminan masyarakat dalam gambang rancag, (5) konteks pertunjukan dengan fungsi gambang rancag di masyarakat, (6) pemaknaan gambang rancag dalam masyarakat Betawi, dan (7) model pelatihan gambang rancag di masyarakat. A. Simpulan 1. Pencipta dalam Proses Penciptaan Teks Gambang Rancag Jadi, dari analisis dan pembahasan mengenai pencipta dalam proses penciptaan teks lisan gambang rancag dapat disimpulkan bahwa konsep mengingat bagi seorang pencipta atau perancag mutlak diperlukan sebagai penciri tradisi lisan. Khusus untuk perancag generasi tua konsep mengingat lebih dominan daripada hafalan. Konsep mengingat yang dominan pada generasi tua memungkinkan generasi tersebut sangat piawai dalam menciptakan sistem ngaleter, yaitu menciptakan teks rancag dengan leluasa dan bebas. Selajutnya, baik perancag generasi tua maupun generasi muda mutlak menggunakan formula. Formula teks rancag merupakan pengulangan bentuk secara sama, baik sebagian maupun penuh, dalam rangkaian teks rancag. Namun, formula yang berlaku dalam tuturan perancag tidak sepenuhnya sama dengan formula yang digunakan oleh Lord (2000, hlm. 35) mengatakan bahwa formula merupakan bentuk-bentuk tetap berupa frasa, klausa, atau larik-larik yang secara teratur digunakan oleh seorang guslar dalam kondisi matra yang sama untuk menyampaikan idenya. Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa apa yang dikemukakan oleh Lord tidak sepenuhnya bisa diterima dalam tuturan teks rancag. Sementara pendapat Walter J. Ong lebih dapat diterima daripada pendapat Lord di atas. Formula menurut Ong (2013, hlm. 36) adalah frase atau ekspresi

441 standar yang diulang kurang lebih sama persis dalam syair atau prosa. Kedekatan perancag dengan konteksnya menyebabkan proses improvisasi sangat kuat bagi si perancag untuk melakukan proses penciptaan teks rancag dengan leluasa. Kemahiran si perancag dalam improvisasi sesuai dengan teori proses penciptaan tradisi lisan bahwa semakin kuat seorang perancag meresapkan memori kolektif dalam dirinya, maka akan semakin kuat pula cara perancag mengembangkan hasil teks rancagnya. 2. Teks Dikaitkan dengan Proses Penciptaan Gambang Rancag a. Teks Naratif Teks naratif dalam teks rancag melingkupi skema alur, skema tema, dan skema perwatakan. Pada skema alur yang disusun dalam kelima teks rancag, terutama teks rancag Si Pitung, menunjukkan pola skema alur yang tetap, namun perancag sebagai pencipta masih diberi kebebasan berimprovisasi dalam menanamkan nilai moral atau pendidikan kepada masyarakatnya. Sedangkan pada keempat teks lainnya, kepiawaian seorang perancag sangat dibutuhkan dalam mengisi skema alur tersebut sesuai dengan pengalaman hidup si perancag dalam mengenal cerita yang dibawakan. Pada skema tema yang terdapat di dalam kelima teks rancag, umumnya menggunakan skema kelakuan tertentu yang menurut Lord disebut sebagai type scene atau adegan-adegan tipis dalam teks. Adegan tipis dalam teks ini selalu diulang. Adapun pada skema perwatakan berfungsi memberi peranan yang pantas dalam cerita dan biasanya skema perwatakan sudah ada dalam tradisi. Misalnya, skema Si Pitung adalah pahlawan, Si Angkri adalah pencuri, Si Conat adalah perampok dan pembunuh, skema Pak Centeng adalah laki-laki yang suka berbuat mesum, sedangkan pada teks rancag Jakarta tidak memiliki skema perwatakan karena tidak memiliki peranan sehingga hanya memiliki skema tema, alur, dan bahasa formulaik. Pada bahasa formulaik, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa formulaik berfungsi untuk mengaitkan isi teks, terutama bagian sampiran pada pantun berkait. Contoh, kata kalo pada /kalo pasang pelita kenapa rata-rata/, /kalo tukang bayam kenapa jualan paku/, /kalo kita mancing alur/, //kalo

442 ngomongin Jakarta jangan pada heran/. b. Teks Puisi Teks puisi dalam kelima teks rancag meliputi bentuk, formula, bunyi, dan gaya. Pada bentuk kelima teks rancag, tiga di antaranya, yaitu Si Pitung, Si Angkri, dan rancag Jakarta memiliki bentuk yang sesuai seperti apa yang dikemukakan oleh Japp Kunts bahwa teks rancag harus disusun dalam bentuk pantun dan syair. Sementara teks Si Conat hanya dibentuk dalam syair, sedangkan teks Pak Centeng hanya disusun dalam bentuk pantun berkait dan tidak memiliki syair. Selanjutnya, formula dalam teks rancag menunjukkan bahwa teks rancag Si Pitung yang dituturkan oleh perancag generasi tua tidak memiliki formula sebanyak formula yang dituturkan oleh perancag generasi muda. Hal ini disebabkan dalam teks rancag, semakin tinggi dan kuatnya ingatan perancag terhadap skema-skema yang harus dituturkan, maka semakin sedikit penggunaan formula yang dituturkan dalam teks. Dalam penelitian ini diketahui bahwa teks yang dihasilkan perancag generasi tua jauh lebih kaya akan improvisasi dibanding teks yang dihasilkan perancag generasi muda. Dengan demikian, didapati kesimpulan bahwa semakin dominan penggunaan formula dalam susunan teks rancag, maka struktur teks tersebut semakin kuat. Sebaliknya, jika formula yang digunakan dalam teks semakin lemah atau sedikit penggunaannya, maka struktur teks tersebut juga akan semakin lemah atau longgar. Faktor kelonggaran tersebut memberi kesempatan pada perancag profesional untuk mengembangkan improvisasi di dalam menyusun teks cerita gambang rancag. Unsur bunyi dalam teks rancag terdiri dari tiga jenis, yaitu rima, aliterasi dan asonansi, serta irama. Rima dalam konsep penuturan teks rancag dirangkai menyesuaikan dengan bentuk pantun atau syair. Pada teks rancag Si Pitung dan beberapa teks rancag lainnya yang berbentuk pantun, tidak selalu berima ab-ab, tetapi bisa juga berima a-a-a-a atau sebaliknya. Oleh karena itu, temuan dalam sastra lisan Betawi menunjukkan tidak ada perbedaan antara pantun dan syair dari segi penggunaan rima. Perbedaan keduanya hanya bisa diketahui dari

443 penuturannya dalam teks, yakni ketika pantun dituturkan terdapat sampiran dan isi, sementara jika syair hanya terdapat isi. Selanjutnya, aliterasi dan asonansi berfungsi sebagai penciri untuk menandai bunyi teks lisan yang sama dengan efek dalam tekanan rima akhir. Penggunaan aliterasi dan asonansi dalam kalimat teks rancag dapat ditunjukkan dengan perulangan bunyi tuturan berupa suku kata yangskama, dua kata atau lebih, dalam satu larik atau beberapa larik yang menghasilkan efek-efek artistic yang nyata. Pada aliterasi teks rancag Si Pitung tampang pada efek pengulangan konsonan, vocal, atau gabungan konsonan-vokal, baik suku kata yang ada pada tengah atau akhir. Bunyi yang ditimbulkan oleh aliterasi dan asonansi berpengaruh pada keharmonisasian bunyi teks rancag dengan menggunakan kedua unsure bunyi tersebut. Pada irama dalam kelima teks rancag terlihat ketika teks dinyanyikan dengan irama turun naik. Hal yang paling jelas terlihat ketika teks rancag dituturkan dalam bentuk pantun berkait, umumnya teks tersebut dituturkan secara lambat atanu tetap. Namun, ketika teks rancag telah berubah kepada tuturan teks berbentuk syair, maka irama lagu rancag berubah menjadi cepat. Menurut Pradopo, teks rancag yang menunjukkan ritme yaitu teks rancag yang iramanya tidak tetap. Sementara, pada teks rancag yang iramanya tidak tetap atau berubah ketika teks rancag tersebut dituturkan dalam irama cepat atau tidak beraturan. Pada unsur gaya ada tiga hal yang dapat dilihat, yaitu diksi, paralelisme, dan majas. Diksi pada kelima teks rancag menunjukkan bahwa pada umumnya diksi yang digunakan dalam teks rancag Betawi adalah diksi yang dekat dengan kehidupan realitas masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Hartoko dan B. Rahmanto bahwa diksi adalah cara yang khas dipakai oleh seseorang untuk mengungkapkan diri. Maka, teks rancag adalah sebagai wadah untuk mengungkapkan ekpresi masyarakat Betawi. Ekspresi tersebut tergambarkan pada pilihan kata yang digunakan dalam penunturan rancag. Bahwa kata-kata tersebut adalah kata-kata yang sangat dekat dalam kehidupan orang Betawi sebagai pengungkapan keinginan mereka di dalam mengungkapkan

444 sesuatu. Penggunaan paralelisme dalam teks rancag terikat dengan adanya pengulangan sintaksis untuk memperlihatkan kesejajaran teks rancag. Selain itu juga, untuk memperjelas pesan pada penonton sebagai sastra lisan yang selalu diulang agar bisa diingat. Selanjutnya, penggunaan majas dalam kelima teks rancag berfungsi sebagai penggugah teks dalam kata-kata puitisnya. Namun, temuan di dalam teks rancag sebagai sastra lisan betawi, majas sebagai penggugah teks tidak berlaku dalam teks rancag. Hal ini dikarenakan kata-kata yang digunakan umumnya adalah kata-kata yang bermajas perumpamaan, metafora, dan sedikit personifikasi. Dari ketiga majas tersebut, majas yang paling dominan adalah majas perumpamaan dan metafora, yaitu majas perbandingan dengan tujuan menjelaskan bahwa teks yang dominn dibentuk dalam pantun berkait dengan menggunakan majas perumpamaan seperti dalam teks Si Pitung, Si Angkri, Pak Centeng, dan Jakarta. Sementara teks dengan bentuk syair lebih dominan menggunakan majas metafora seperti dalam teks Si Conat. 3. Penonton dalam Pertunjukan Gambang Rancag Dalam pertunjukan gambang rancag, ketika proses penciptaan terjadi, pada saat itu terjadi interaksi antara perancag dan penonton. Penonton tidak hanya menerima apa yang disampaikan oleh perancag, namun penonton tidak pasif. Hal ini dikarenakan dalam pertunjukan rancag umumnya penonton diajak ikut serta bernyanyi lagu rancag. Interaksi lain yaitu dengan teks yang diciptakan perancag untuk menasihati penonton agar tidak melakukan perbuatan buruk seperti yang dilakukan oleh tokoh dalam cerita rancag, termasuk bagaimana penonton melakukan sawer kepada perancag guna meminta cerita yang ingin dinikmati. Hadirnya penonton dalam proses penciptaan teks dalam pertunjukan turut mempengaruhi konteks pertunjukan. 4. Cerminan Masyarakat dalam Proses Pertunjukan Gambang Rancag Pada cerminan alam semesta pada proses penciptaan teks rancag diyakini bahwa cerita yang dituturkan adalah cerita nyata yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Salah satu tokoh cerita rancag yaitu Si Pitung, dianggap

445 dan dipercayai sebagai tokoh yang pernah hidup pada abad ke-19 termasuk tokoh Angkri sebagai tokoh jagoan yang pernah hidup di daerah Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara. Pada tokoh Conat, yang mati dihukum gantung pada tahun 1800-an dipercayai bahwa anak buah Conat sampai sekarang masih menguasai wilayah daerah Pasar Senen. Kehidupan Pak Centeng sebagai tokoh yang banyak membuat penderitaan orang pribumi karena jabatannya sebagai kaki tangan dari penguasa saat itu sehingga tokoh Pak Centeng bisa berbuah apa saja sekehendak hatinya, termasuk berbuat mesum kepada menantunya sendiri. 5. Konteks dalam Proses Pertunjukan Gambang Rancag Pertunjukan gambang rancag selalu dipengaruhi oleh keberadaan konteks. Pada setiap pertunjukan akan menghasilkan komposisi baru atau berbeda. Dalam pelaksanaan pertunjukan gambang rancag, harus memenuhi berapa persyaratan, yaitu adanya pemain rancag, pemain musik, panggung, kostum, dan penonton. Termasuk juga situasi pada saat pertunjukan. Semakin baik situasi di tempat pertunjukan, maka akan memengaruhi keberalangsungan pertunjukan. 6. Fungsi dalam Proses Pertunjukan Gambang Rancag Fungsi dari pertunjukan gambang rancag salah satunya adalah sebagai hiburan. Ketika acara sunatan, kawinan, dan acara hajatan lainnya yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat, fungsi tersebut sebagai tontonan. Fungsi lain dari pertunjukan gambang rancag adalah sebagai tempat bertemu, bersuka ria, bercanda gurau suatu komunitas yang memiliki tradisi. Fungsi gambang rancag selanjutnya adalah sebagai nasihat yang merupakan bentuk kearifan lokal yang tercermin dalam tokodadh yang diceritakan, termasuk berfungsi sebagai alat untuk memberdayakan masyarakat Betawi dalam mengembangkan keahlian untuk mampu merancag secara professional. 7. Makna dalam Proses Pertunjukan Gambang Rancag Pada pemaknaan gambang rancag, pada hasil analisis diperoleh beberapa simpulan,yaitu proses penciptaan gambang rancag syarat dengan sifat yang

446 dimiliki masyarakat Betawi, yakni egaliter. Hal tersebut tampak pada tuturan teks rancag Si Pitung, Si Angkri, Pak Centeng, Si Conat, dan teks rancag Jakarta. Sifat egaliter tersebut menunjukkan bagaimana pencipta dengan leluasa berimprovisasi, dengan cara ngaleter, termasuk bagaimana keterbukaan perancag dengan penonton dan tuturannya sangat kontekstual dengan menggunakan bahasa sehari-hari. Pada isi teks rancag mencerminkan egaliter, yaitu tokoh yang diceritakan adalah tokoh nyata yang dekat dengan masyarakat termasuk persoalan kehidupan masyarakat urban dengan berbagai permasalahannya. Sifat egaliter yang lain adalah dengan tidak adanya pemilihan tokoh istanasentris atau tokoh yang memiliki watak sempurna. Namun, siapapun dapat menjadi tokoh cerita dalam cerita teks rancag. Fungsi gambang rancag dalam masyarakat sebaakagai tindakan mengingat dan melupakan artinya gambang rancag adalah tradisi lama yang hampir punah yang berfungsi sebagai perlawanan, mengingat kejadian masa lalu di masyarakat Betawi penuh dengan penindasan dan tekanan dari para tuan tanah dan penguasa colonial Belanda. Namun di sisi lain, kehidupan masyarakat Betawi tidak hanya menggambarkan cerita tokoh pahlawan tetapi juga mengingat tokohtokoh jagoan yang pernah hidup pada masanya, misalnya tokoh Si Angkri sebagai tokoh jagoan yang hidupnya suka mencuri; tokoh Si Conat, seorang perampok dan pembunuh yang sadis; tokoh Pak Centeng sebagai tokoh antagonis yang muncul dalam cerita adalah sebagai ingatan masa lalu bahwa tokoh tersebut pernah hidup dalam memori kolektif masyarakat Betawi. akan tetapi hal yang juga dilupakan adalah tentang bagaimana generasi muda melupakan nilai-nilai gambang rancag untuk bersiap membangun masyarakatnya dengan bentuk bekerja keras dan siap berkontestasi dengan pendatang untuk bisa memiliki peluang agar hidup lebih layak. Hal ini dicontohkan dalam cerita Si Doel Anak Sekolahan yang merupakan bentuk transformasi dari tokoh Pitung yang ingin keluar dari penindasan para penguasa dan dapat membantu masyarakatnya menjadi masyarakat yang memiliki taraf hidup yang lebih baik. 8. Model Pelatihan Gambang Rancag di Masyarakat

447 Untuk menanggulangi kesenjangan antara gambang rancag yang hampir punah dengan keberadaan para perancag profesional yang sangat minim, diperlukan satu model pelatihan untuk dapat memberdayakan masyarakat. Sebagai bentuk pemanfaatan hasil penelitian, proses penciptaan gambang rancag dapat dijadikan sebagai model pelatihan dlam menciptakan bentuk pelatihan yang dapat memberdayakan masyarakat melalui penguasaan penciptaan lagu rancag di lembaga-lembaga pelatihan tradisi DKI Jakarta. Model ini meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi termasuk kesempatan untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan dengan mampu menjadi perancag profesional. B. Implikasi Seperti telah diuraikan bahwa dalam menjawab kesenjangan gambang rancag yang semakin punah maka diperlukan untuk mengadakan pelatihan gambang rancag. Untuk itu, diperlukan model pelatihan gambang rancag yang dibutuhkan oleh perancag profesional dengan memiliki keterampilan menciptakan teks rancag, termasuk keterampilan menyelaraskan gambang kromong dengan teks yang diciptakan. Berdasarkan simpulan penelitian, terlihat bahwa penelitian ini berimplikasi pada penerapan model pelatihan di berbagai sanggar dan BLK di lima wilayah DKI Jakarta. Dengan demikian, keterampilan penguasaan gambang rancag dapat menjadi model yang bisa dipakai sebagai acuan pelatihan gambang rancag. C. Rekomendasi Disebabkan oleh model pelatihan gambang rancag ini merupakan pedoman pelatihan gambang rancag bagi para calon perancag, baik di sanggar maupun BLK di lima wilayah DKI Jakarta, direkomendasikan kepada pemerintah terkait untuk memotivasi dan memfasilitasi para pelatih gambang rancag agar terus kreatif menciptakan lagu rancag secara lisan dengan menggunakan keterampilan berimprovisasi. Selanjutnya, bagi para pelatih kesenian rancag, juga direkomendasikan untuk mewariskan cara atau model merancag dengan menggunakan kekuatan konsep mengingat dengan formula yang telah dimiliki oleh calon perancag, sehingga mereka memiliki panduan untuk mengatasi

448 kesulitan dalam cara menciptakan lagu rancag secara spontan, termasuk bagaimana tampil di pertunjukan dengan kemahiran dalam mengekspresikan seluruh aspek pertunjukan tradisi gambang rancag tersebut (mampu menguasai jalannya pertunjukan). Berikut ini adalah contoh model pelatihan gambang rancag yang sudah diperbarui dengan masukan dari hasil penelitian ini. A. Perencanaan Model Pelatihan Gambang Rancag B. Perencanaan Model Pelatihan Gambang Rancag 1. Tahap Persiapan 2. Tahap Pelaksanaan 3. Tahap Pelepasan C. Capaian Kinerja 1. Input 2. Output 3. Outcome 4. Bennefit 5. Impact D. Evaluasi Hasil Pelatihan Gambang Rancag 1. Evaluasi terhadap Peserta 2. Evaluasi terhadap Pelatihan a) Evaluasi Tahap Awal b) Evaluasi Tahap Pertengahan c) Evaluasi Tahap Akhir E. Bimbingan Pasca Pelatihan 1. Bimbingan 2. Praktik Kerja Lapangan (PKL) 3. Monitoring 4. Uji Kompetensi