BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

dokumen-dokumen yang mirip
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA APARATUR NEGARA UNTUK MENDUKUNG MASYARAKAT MADANI PROF. DR. SOFIAN EFFENDI BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK BIROKRASI YANG BERDAYA. Sri Praptono *)

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ( LKIP ) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki posisi yang strategis dalam pembuatan kebijakan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan aparatur Negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan. dari keseluruhan proses pembangunan nasional yang diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

1 UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAYA

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

LAPORAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Peraturan. yang berupa Peraturan Pemerintah (PP) maupun Keputusan Presiden

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAB V PENUTUP. Pelaksanaan pengawasan diantaranya: b. Tindak lanjut hasil pengawasan sangat diperlukan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran dan Belanja Pendapatan Negara (APBN) memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kewajiban pemerintah adalah untuk menyelenggarakan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. selaku pejabat publik dengan masyarakat. Dan komunikasi tersebut akan berjalan

BAB VIII Politik Hukum Pada Masa Reformasi Oleh: Prof.Gunarto.SH.SE,Akt.Mhum. Pada masa reformasi, konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah,

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

B. Maksud dan Tujuan Maksud

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) lahir dalam

BAB I PENGANTAR. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. sistem kehidupan Negara. Dalam pemerintah sendiri, sudah mulai ada perhatian yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

I. PENDAHULUAN. Kedudukan pemerintah daerah berkaitan dengan otonomi daerah, bergulirnya otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

HUT KORPRI SEBAGAI MOMENTUM UNTUK TERUS MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK (Di Era Pelaksanaan Undang-Undang ASN)

Pasal I. Pasal 1. Pasal 2. Ketentuan mengenai anggota Tentara Nasional Indonesia, diatur dengan undangundang.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 01 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK

KEMENTERIAN AGAMA RI RENCANA AKSI LAKIP KEMENTERIAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 017 TAHUN 2017 TENTANG

REFORMASI ADMINISTRASI

I. PENDAHULUAN. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang terdiri atas latar

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 44 TAHUN 2000 SERI D NOMOR 31 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 44 TAHUN 2000 T E N T A N G

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 7 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya Pegawai Negeri Sipil

prinsip demokrasi dan prinsip negara hukum sebagai mana disebutkan dalam Undang- Undang Dasar Secara teoritis, netralitas PNS dengan cara tidak

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR : 4 TAHUN 2016 T E N T A N G

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG

BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH TAHUN Meningkatnya kapasitas dan kapabilitas sumber Persentase peningkatan kapasitas sumber daya aparatur

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KESATUAN BANGSA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN SUBANG

BUPATI POLEWALI MANDAR

DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN MUSI RAWAS

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

Kata Pengantar. Oleh karena itu agar langkah dimaksud dapat menjadi prioritas program lima tahun pembangunan kepegawaian ke depan menyongsong ii

BAB I PENDAHULUAN. 1. Struktur Organisasi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI NABIRE PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

NETRALISASI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI APARATUR NEGARA DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA Oleh : Sutarmo

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Laporan Akuntabilitas Kinerja Kantor Camat Tualang Kabupaten Siak Tahun 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

STANDAR ETIKA PUBLIK. Nana Rukmana D. Wirapradja NRDW- STANDAR ETIKA PUBLIK

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BPPT KOTA BANDUNG

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

Transkripsi:

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI Dasar-dasar kebijakan kepegawaian negara yang akan menjadi landasan pikiran dalam penyempurnaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Penyempurnaan undang-undang tersebut diperlukan guna mempersiapkan suatu kepegawaian negara yang mampu melaksanakan Tap MPR-RI Nomor X/MPR/1998 dan Tap No. XI/MPR/1998. Karena perubahan-perubahan strategis yang akan terjadi setelah reformasi yang bergulir saat ini, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dipandang tidak cukup memadai untuk mendukung kebutuhan pembangunan nasional dan karena itu harus disempurnakan dengan menggunakan pendekatan pengembangan sumber daya manusia sebagai landasan pikir. PNS dan Cara Meningkatkan Kinerja Pelayanan 3

Pendekatan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) memandang keseluruhan siklus pengembangan kepegawaian, perencanaan kepegawaian, pendidikan dan pelatihan, pemanfaatan dan pembinaan kepegawaian, dan penetapan imbalan, sebagai suatu proses yang integral yang tak terpisahkan. Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia diperkirakan akan mengalami beberapa perubahan strategis yang membawa implikasi terhadap sistem kepegawaiannya. Perubahan strategis tersebut adalah, perubahan dalam sistem pemerintahan, hubungan antara pusat dan daerah, serta dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Guna menghadapi perubahan-perubahan strategis tersebut, perlu dikembangkan pemerintahan negara yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, dan bertanggung jawab. Untuk mendukung terciptanya pemerintahan seperti itu diperlukan sistem kepegawaian negara baru yang dilandasi oleh kebijakan pengembangan sumber daya manusia yang lebih holistik dan terintegrasi. Pendekatan tata usaha kepegawaian terlalu sempit yang mendasari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 perlu ditinjau kembali karena sudah tidak sesuai dengan tuntutan dinamika dan perkembangan masyarakat dan pemerintahan A. Perubahan Strategis dalam Proses Menuju Good Governance, Desentralisasi Kewenangan Pemerintahan, dan Peran Serta Masyarakat Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998 Tentang Pokok- Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan 4 Saparudin, S.H., M.Pd.

dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara dan Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Korupsi. Pemerintahan yang bersih, bertanggung jawab, dan bebas korupsi, kolusi, nepotisme (Good Governance) adalah bentuk dan cara pemerintahan yang paling sesuai dan paling mampu menyelenggarakan sistem ekonomi yang berwawasan kerakyatan, sistem multipartai yang memerlukan pemerintahan koalisi, serta untuk mendorong ketaatan hukum serta ketertiban umum yang menjadi ciri dari suatu masyarakat madani. Dalam upaya untuk mengembangkan aparatur negara yang mampu melayani masyarakat madani tersebut, pengembangan kepegawaian negara akan menjadi bagian penting dalam penciptaan good governance capability. Proses menuju masyarakat madani (civil society) akan ditandai oleh beberapa perubahan strategis pada sistem politik, ekonomi, pemerintahan, dan sosial. Perubahan strategis tersebut memerlukan readjustment pada kebijakan aparatur negara, khususnya pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang mengatur tentang pokok-pokok kepegawaian. B. Sistem Pemerintahan Koalisi Setelah Pemilu 1999 akan terjadi dua perubahan strategis yang amat mendasar dalam lingkungan politik nasional kita. Pertama, sistem multipartai. Dalam pemilu mendatang, 48 partai yang sudah terdaftar secara resmi pada Komisi Pemilihan Umum dan diperkirakan 9-10 partai PNS dan Cara Meningkatkan Kinerja Pelayanan 5

yang akan memperoleh cukup dukungan untuk membentuk pemerintahan koalisi. Dalam pemerintahan koalisi tersebut dipastikan para anggota koalisi pasti akan menuntut porsi yang cukup dalam pemerintahan yang terbentuk. Untuk menjaga agar prinsip keahlian tetap terjaga, perlu diadakan adjustment dalam format kepegawaian negara dengan memisahkan secara tegas antara pengangkatan politik (political appointments) pada pelbagai jabatan negara di pemerintahan dengan jabatan profesional yang harus netral dari kegiatan politik, serta jabatan lainnya. Sistem keahlian (merit system) yang dianut dalam administrasi kepegawaian Republik Indonesia mengharuskan para pemegang jabatan profesional pada ketiga cabang pemerintahan (jabatan eselon I ke bawah serta jabatan fungsional yang setara) harus bebas dari representasi partai politik. Karena itu, pegawai negeri sipil dilarang untuk menjadi pengurus maupun anggota partai politik. Ketetapan netralitas tersebut salah satu ciri masyarakat madani adalah lingkungan politik yang mengakui bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Karena itu, setiap pejabat negara pada cabang legislatif, eksekutif, dan yudikatif, baik di pusat maupun di daerah, harus dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas mereka kepada rakyat. Dalam pelaksanaan asas akuntabilitas tersebut, pembagian kewenangan yang jelas antara ketiga cabang pemerintah perlu diadakan agar terjadi suatu check-and-balance yang baik. 6 Saparudin, S.H., M.Pd.

C. Desentralisasi Kewenangan Pemerintahan Pada lingkungan pemerintahan, perubahan yang paling mendasar pada lingkungan adalah: (1) pergeseran fungsi pemerintahan dan pembangunan dari pusat ke daerah, dan (2) tuntutan netralitas birokrasi dari kegiatan politik. Salah satu perubahan mendasar yang terjadi selama pemerintahan Reformasi yang baru berusia seumur jagung adalah semakin kuatnya semangat keterbukaan dan kebebasan. Terdorong oleh semangat tersebut, daerah akan menuntut adanya kewenangan yang lebih besar dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Sebagai respons terhadap tuntutan tersebut, dan dalam rangka mendorong pemerataan pembangunan secara cepat antara pusat dan daerah, dan antardaerah, pemerintah pusat akan memberikan otonomi semakin luas kepada daerah. Beberapa kebijaksanaan pemerintah yang baru, misalnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dengan Daerah serta peraturan pelaksanaannya sudah menerapkan asas desentralisasi, sehingga dapat mempercepat upaya penciptaan kemakmuran secara adil dan merata antara daerah dan pusat. Desentralisasi tugas dan kewenangan tersebut membawa implikasi langsung terhadap kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan pegawai negeri sipil agar aparatur negara di pusat dan di daerah secara keseluruhan memiliki kemampuan dan kapabilitas yang sama untuk melaksanakan tugas-tugas yang semakin berat tersebut. PNS dan Cara Meningkatkan Kinerja Pelayanan 7