PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI BERBASIS KOGENERASI REAKTOR TIPE RGTT UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PRODUKSI HIDROGEN

dokumen-dokumen yang mirip
PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK

OPTIMASI KINERJA IHX UNTUK SISTEM KOGENERASI RGTT200K

ANALISIS KARAKTERISTIK TERMAL INTERMEDIATE HEAT EXCHANGER PADA RGTT200K

ANALISIS KINERJA SISTEM KONVERSI ENERGI KOGENERASI RGTT200K UNTUK PRODUKSI HIDROGEN

ANALISIS KINERJA PRECOOLER PADA SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK PROSES DESALINASI

ANALISIS KINERJA TURBIN KOMPRESOR UNTUK DESAIN KONSEPTUAL UNIT KONVERSI DAYA RGTT200K

ANALISIS TERMODINAMIKA UNTUK OPTIMASI SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K

ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K ABSTRAK ABSTRACT

BAB II DASAR TEORI. Analisis perpindahan panas dapat dilakukan dengan metode Log Mean

ANALISIS PENGARUH LAJU ALIR MASSA PENDINGIN TERHADAP KINERJA SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

DESAIN KONSEPTUAL UNIT KONVERSI DAYA BERBASIS KOGENERASI UNTUK REAKTOR TIPE RGTT200K

ANALISIS PERFORMA UNTUK SISTEM TURBIN DAN KOMPRESOR. Oleh Sri Sudadiyo Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir - BATAN

Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR)

Pengaruh Densitas Arus Listrik Terhadap Kinerja Sistem Elektrolisis Air Suhu Tinggi Menggunakan Molten Salt Nuclear Reactor (MSR)

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

ANALISIS PENGARUH EFEKTIVITAS PERPINDAHAN PANAS DAN TAHANAN TERMAL TERHADAP RANCANGAN TERMAL ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi.

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

PERPINDAHAN PANASPADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGERDI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

EFEKTIVITAS PENUKAR KALOR TIPE WL 110 MODEL CONSENTRIS TUBE MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Pengaruh Variasi Temperatur Keluaran Molten Salt Reactor Terhadap Efisiensi Produksi Hidrogen dengan Sistem High Temperature Electrolysis (HTE)

RANCANG BANGUN TEMPORARY AIR CONDITIONER BERBASIS PENYIMPANAN ENERGI TERMAL ES

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo

Evaluasi Performa Lube Oil Cooler pada Turbin Gas dengan Variasi Surface Designation dan Reynolds Number

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Bab 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ANALISIS PERBANDINGAN DESAIN TERMAL PEMBANGKIT UAP PWR 1000 MWE MENGGUNAKAN METODE LMTD, NTU-EFEKTIVITAS DAN DIAGRAM T-H.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

Pengaruh Penggunaan Baffle pada Shell-and-Tube Heat Exchanger

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PANJANG TERHADAP LAJU PERPINDAHAN PANAS ALAT PENUKAR PANAS PIPA KONSENTRIK. Budi Santoso *)

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER

Analisa Unjuk Kerja Secondary Superheater PLTGU Dan Evaluasi Peluang Peningkatan Effectiveness Dengan Cara Variasi Jarak, Jumlah dan Diameter Tube

PEMODELAN SIKLUS TERMODINAMIK TURBIN GAS RGTT KOGENERASI. Oleh Abdul Hafid Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP RANCANGAN SISTEM PEMURNIAN GAS PENDINGIN PRIMER PADA HIGH TEMPERATURE REACTOR (HTR)

ENERGI NUKLIR SEBAGAI SUMBER ENERGI PANAS ALTERNATIF PADA KILANG MINYAK

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH PEMBEBANAN GENERATOR PADA PERFORMA SISTEM ORGANIC RANKINE CYCLE (ORC)

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III.METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kopi Tulen Lampung Barat untuk

ANALISIS EKSENTRISITAS BANTALAN UNTUK POROS DALAM SISTEM TURBIN GAS. Oleh Sri Sudadiyo Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir - BATAN

SIDANG HASIL TUGAS AKHIR

Exercise 1c Menghitung efisiensi

EVALUASI DESAIN TERMAL KONDENSOR PLTN TIPE PWR MENGGUNAKAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN di Bandung dan Reaktor Kartini yang berada di Yogyakarta. Ketiga reaktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

STUDI PADA PENGARUH FWH7 TERHADAP EFISIENSI DAN BIAYA KONSUMSI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN PEMODELAN GATECYCLE

PENENTUAN KAPASITAS PRODUKSI HIDROGEN DARI PERENGKAHAN AIR BERDASARKAN DISTRIBUSI KALOR RGTT-KOGENERASI ABSTRAK

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-409

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan

ANALISIS DAN OPTIMASI DESAIN SISTEM REAKTOR GAS TEMPERATUR TINGGI RGTT200K DAN RGTT200KT

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

DESAIN AWAL TURBIN UAP TIPE AKSIAL UNTUK KONSEP RGTT30 BERPENDINGIN HELIUM

PENGARUH BYPASS RATIO OVERALL PRESSURE RATIO, DAN TURBINE INLET TEMPERATURE TERHADAP SFC PADA GAS-TURBINE ENGINE

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik SUHERI SUSANTO NIM

1 Universitas Indonesia

VERIFIKASI ULANG ALAT PENUKAR KALOR KAPASITAS 1 kw DENGAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA SISTEM PENDINGIN KAPASITAS GPM PADA MESIN DIESEL DI PLTD TITI KUNING

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: B-38

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

BAB I PENDAHULUAN I.1

Analisis Neutronik pada Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) dengan Variasi Bahan Pendingin (He, CO 2, N 2 )

STUDI EKSPERIMEN ANALISA PERFORMANCE COMPACT HEAT EXCHANGER LOUVERED FIN FLAT TUBE UNTUK PEMANFAATAN WASTE ENERGY

DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER. ALAT DAN BAHAN - Alat Seperangkat alat Double Pipe Heat Exchanger Heater Termometer - Bahan Air

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL)

Analisa Efisiensi Isentropik dan Exergy Destruction Pada Turbin Uap Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap

ANALISA PERPINDAHAN PANAS PADA KONDENSOR DENGAN KAPASITAS m³/ JAM UNIT 4 PLTU SICANANG BELAWAN

EFEKTIVITAS PENUKAR KALOR TIPE PLATE P41 73TK Di PLTP LAHENDONG UNIT 2

PEMANFAATAN PANAS TERBUANG

Transkripsi:

PEMODELAN SISEM KONVERSI ENERGI BERBASIS KOGENERASI REAKOR IPE RG UNUK PEMBANGKI LISRIK DAN PRODUKSI HIDROGEN Ign. Djoko Irianto Pusat eknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (PRKN) BAAN Kawasan Puspiptek, Serpong, angerang 15310 elp./fax: 021-7560912, Email: igndjoko@batan.go.id ABSRAK PEMODELAN SISEM KONVERSI ENERGI BERBASIS KOGENERASI REAKOR IPE RG UNUK PEMBANGKI LISRIK DAN PRODUKSI HIDROGEN. Sistem reaktor RG (Reaktor Gas emperatur inggi) yang termasuk dalam reaktor generasi IV adalah VHR (Very High emperature Reactor). VHR didesain berpendingin helium dengan temperatur outlet kurang lebih 1000 o dan bertekanan 7 MPa. Secara konseptual VHR dirancang dengan sistem kogenerasi untuk keperluan pembangkit listrik dan produksi hidrogen. Ukuran daya termal reaktor ditetapkan sesuai dengan kebutuhan rancangan yang mungkin akan dibangun di Propinsi Bangka Belitung yaitu berdaya termal 600 MWth. Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan sistem konversi energi berbasis kogenerasi reaktor RG untuk pembangkit listrik dan produksi hidrogen. Dalam model ini dilakukan perhitungan efisiensi sistem secara keseluruhan dan laju perpindahan panas berdasarkan efektivitas IHX dan penukar panas lainnya. Ada beberapa konfigurasi yang dapat didesain dalam sistem konversi energi berbasis kogenerasi reaktor RG, baik siklus langsung maupun siklus tak langsung. Dalam siklus langsung didesain dalam dua konfigurasi yaitu konfigurasi IHX paralel dengan turbin dan IHX serial dengan turbin. Dengan asumsi seluruh penukar panas memiliki rancangan efektivitas sebesar 0,95, maka dapat dihitung laju perpindahan panas setiap penukar panas. Efisiensi sistem dihitung untuk setiap konfigurasi sistem konversi energi. Secara umum, siklus langsung memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siklus tak langsung. Sedangkan dengan konfigurasi siklus langsung efisiensi sistem secara keseluruhan dapat mencapai 50%. Meskipun memiliki efisiensi yang lebih rendah, konfigurasi tak langsung memiliki banyak keunggulan berkaitan dengan efektivitasnya. Kata kunci: reaktor RG, sistem konversi energi, kogenerasi, efektivitas, efisiensi ABSRA ENERGY ONVERSION SYSEM MODELING BASED ON HGR OGENERAION FOR ELERI GENERAION AND HYDROGEN PRODUION. Very High emperature Reactor (VHR) is a high temperature gas-cooled reactor (HGR) which be a one of Generation IV reactors which is conceptually designed employs a helium-coolant with operating pressure 7,0 MPa and 1000 o outlet temperature. onceptually, VHR is designed using cogeneration configuration for electric generation and for hydrogen production. he thermal power of the reactor could be determined according to the requirement which will be build in Bangka Belitung Province is 600 MWth. In this research, energy conversion system modeling based on HGR cogeneration has been done in direct and indirect cycle configuration. here are two configuration in the direct cycle, which divide of the IHX and turbine in parallel or serial. With assumption of a helium-coolant used in the both side of IHX, the optimal effectiveness IHX is 0.95. Based on the effectivenes of heat exchanger, the heat transfer rate has been calculated. he system efficiency calculated for the three configuration. 572

In generally, the efficiency of direct cycle is higher than the other. he efficiency is about 50%. Despite its low efficiency, the indirect cycle configuration obtains the highest effectiveness. Keywords: HGR, energy conversion system, cogeneration, effectiveness, efficiency 1. PENDAHULUAN Konsumsi energi sektor transportasi yang sangat bergantung pada minyak bumi serta masih tingginya permintaan listrik untuk industri dan rumah tangga yang dipasok dari minyak bumi menyebabkan kelangkaan minyak bumi dan bahan bakar fosil lainnya dalam beberapa dekade mendatang. Kondisi ini mendorong berkembang-pesatnya penelitian dan pengembangan sumber-sumber energi baru dan terbarukan, terutama paket teknologi energi yang efisien serta ramah lingkungan. Untuk mengurangi ketergantungan dan sekaligus memperpanjang umur cadangan energi bahan bakar fosil yang ada, pemerintah menggalakkan penelitian dan pengembangan yang bertujuan menggali berbagai sumber daya energi terbarukan serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber energi yang ada, termasuk opsi pemanfaatan energi nuklir. Dalam rangka mendukung opsi nuklir di Indonesia, berbagai kegiatan yang mendukung penguasaan teknologi nuklir khususnya teknologi reaktor terus diintensifkan. Penetapkan URD (User Requirement Document) dan penetapan jenis sistem reaktor menjadi prioritas. Penetapan jenis sistem reaktor diarahkan pada sistem reaktor yang mampu menerapkan konsep kogenerasi yaitu untuk pembangkit listrik dan aplikasi proses industri lainnya. Konsep kogenerasi sistem reaktor banyak dikembangkan dan diimplementasikan pada sistem reaktor generasi IV. Pengembangan reaktor generasi IV difokuskan untuk lebih menghemat cadangan uranium dunia, ramah lingkungan, aman, dan ekonomis. Selain itu reaktor generasi IV dirancang untuk dapat memasok energi listrik dan energi termal untuk proses produksi gas hidrogen, untuk desalinasi dan aplikasi lain. Ada enam buah konsep desain sistem reaktor generasi IV yang selama ini ada dan dikembangkan. Dengan mempertimbangkan temperatur outlet dari sistem reaktor, dan efisiensi termal untuk proses produksi hidrogen, maka yang paling cocok untuk konsep kogenerasi pembangkitan listrik dan produksi hidrogen adalah sistem reaktor gas temperatur tinggi (RG) [1, 2]. Sistem reaktor RG yang termasuk dalam reaktor generasi IV adalah VHR (Very High emperature Reactor). VHR didesain berpendingin helium dengan temperatur outlet kurang lebih 1000 o dan bertekanan 7 MPa [1,2]. Ukuran daya termal ditetapkan sesuai dengan kebutuhan rancangan yang mungkin akan dibangun di Propinsi Bangka Belitung yaitu berdaya termal 600 MWth. Untuk mempersiapkan desain sistem konversi energi secara keseluruhan diperlukan berbagai parameter desain. Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan sistem konversi energi berbasis kogenerasi reaktor RG untuk pembangkit listrik dan instalasi produksi gas hidrogen. Dalam model ini dilakukan perhitungan efektivitas penukar panas dan efisiensi secara keseluruhan. Efektivitas penukar panas dihitung menggunakan metode ε- NU (Number of ransfer Units). Efektivitas penukar panas menggambarkan beban panas aktual dibagi dengan beban panas maksimum yang mungkin pada penukar panas. Berdasarkan metode ε-nu, nilai efektivitas penukar panas sangat dipengaruhi oleh laju alir fluida pendingin, temperatur inlet dan outlet pada sisi panas dan sisi dingin penukar panas. Ada beberapa konfigurasi yang dapat didesain dalam sistem konversi energi berbasis kogenerasi reaktor RG, baik siklus langsung maupun siklus tak langsung. Secara umum, siklus langsung memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siklus tak langsung. Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan dengan 3 konfigurasi sistem konversi 573

energi, pertama adalah siklus langsung dengan turbin dan IHX (intermediate heat exchanger) paralel, yang kedua adalah siklus langsung dengan turbin dan IHX serial dan yang ketiga adalah konfigurasi dengan siklus tak langsung. Pada sistem sekunder untuk proses produksi gas hidrogen dapat dipasang SHX (Secondary Heat Exchanger) untuk memindahkan energi panas dari IHX ke instalasi aplikasi industri 2. MEODOLOGI 2.1 Konfigurasi Sistem Kogenerasi Ada tiga konfigurasi rancangan konseptual sistem kogenerasi yang dimodelkan. Ketiga konfigurasi rancangan konseptual sistem kogenerasi ini dibedakan atas siklus sistem pembangkitan listrik secara langsung dan siklus sistem pembangkitan listrik secara tak langsung. Pada konfigurasi siklus langsung dibedakan antara penempatan IHX paralel atau serial dengan turbin dalam sistem kogenerasi. Dalam konfigurasi siklus tak langsung, seperti pada Gambar 1, seluruh aliran fluida pendingin sistem primer mengalir dari outlet reaktor melintas melalui IHX dimana sejumlah energi ditransfer ke intermediate loop untuk menggerakkan instalasi produksi gas hidrogen dan untuk pembangkit listrik. Dalam konfigurasi ini, panas diekstrak dari fluida pendingin sistem primer pada kondisi temperatur tinggi untuk dikirim ke instalasi produksi gas hidrogen, sementara itu sistem konversi energi atau sistem pembangkit listrik menerima fluida pendingin dengan temperatur yang hampir sama. Konfigurasi siklus tak langsung ini ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Konfigurasi pertama (sistem kogenerasi dengan siklus pembangkitan listrik secara tak secara langsung) Dalam konfigurasi kedua dan ketiga, sistem pembangkit listrik berada dalam konfigurasi siklus langsung. Pada konfigurasi kedua, turbin dan IHX dipasang secara paralel yang keduanya dialiri fluida pendingin dari outlet reaktor. Pada konfigurasi ini aliran fluida pendingin sistem primer dari outlet reaktor dibagi menjadi dua aliran, sebagian kecil aliran (kurang lebih 10%) mengalir melalui IHX untuk menggerakkan instalasi produksi gas hidrogen, sedangkan sebagian besar aliran fluida dikirim ke sistem konversi energi untuk pembangkitan listrik. Dalam desain ini, baik instalasi produksi gas hidrogen maupun instalasi pembangkitan listrik menerima fluida pendingin dengan temperatur yang tertinggi yaitu pada outlet reaktor. Konfigurasi siklus langsung ini ditunjukkan dalam Gambar 2. 574

Gambar 2. Konfigurasi kedua (sistem kogenerasi dengan siklus pembangkitan listrik secara langsung turbin dan IHX dipasang secara paralel) Seperti halnya pada konfigurasi kedua, pada konfigurasi ketiga, sistem pembangkit listrik berada dalam siklus langsung tetapi antara turbin dan IHX dipasang secara seri. Gambar konfigurasi ini ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3. Konfigurasi ketiga (sistem kogenerasi dengan siklus pembangkitan listrik secara langsung IHX dan turbin dipasang secara seri) Konfigurasi sistem IHX secara paralel dengan siklus langsung seperti pada Gambar 2 menghasilkan konfigurasi desain sistem IHX yang paling kecil dan yang paling kompak serta memiliki efisiensi pembangkitan listrik yang tinggi. Untuk konfigurasi dengan siklus langsung pada Gambar 3 sama seperti halnya pada Gambar 2, tetapi mencakup loop tersier untuk pemisahan atau pemberian jarak antara sistem reaktor dan instalasi produksi gas hidrogen. Konfigurasi sistem kogenerasi kedua ini juga menghasilkan desain IHX yang kecil meskipun dengan penambahan separasi atau jarak. Pada konfigurasi sistem kogenerasi pertama, seperti pada Gambar 1, sistem pembangkitan listriknya dilakukan secara tak 575

langung. Meskipun pada siklus konversi energi tak langsung memerlukan desain IHX yang lebih besar, sistem IHX mentransfer seluruh 600 MWth daya reaktor ke sistem kogenerasi untuk proses produksi gas hidrogen dan untuk pembangkitan listrik. Desain sistem IHX sangat dipengaruhi juga oleh sejumlah parameter yang meliputi: (1) jarak pemisah yang diperlukan antara sistem reaktor dengan instalasi produksi gas hidrogen, (2) panas yang hilang dari pipa-pipa intermdiate loop ke lingkungan sekitar, (3) tekanan operasi dan fluida kerja dalam intermediate loop, dan (4) efisiensi yang diinginkan pada proses produksi gas hidrogen. Jarak pemisah antara sistem reaktor dan instalasi produksi gas hidrogen akan mempengaruhi ukuran pipa-pipa intermediate loop karena pressure drop yang ditimbulkan akan menentukan diameter pipa-pipa pada sisi dingin dan sisi panas yang diperlukan. Jarak pemisah juga berpengaruh pada besarnya kehilangan panas dari pipa-pipa ke lingkungan dan persyaratan pemipaan intermediate loop. 2.2 Metode Perhitungan Efektivitas dan Efisiensi IHX Parameter efektivitas IHX menggambarkan besarnya laju perpindahan panas aktual dibagi dengan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada IHX. Laju perpindahan panas aktual pada IHX adalah besarnya panas yang dipindahkan dari sisi panas ke sisi dingin IHX. Dengan mempertimbangkan konsep konservasi massa dan konservasi energi, besarnya laju perpindahan panas aktual pada IHX dapat dihitung dengan rumusan sbb. [3,4,5] : out in q UA UA (1) LMD out ln in dengan, q = laju perpindahan panas aktual pada IHX U = koefisien perpindahan panas keseluruhan (overall heat transfer coefficient) A = luas permukaan perpindahan panas LMD = LMD Nilai LMD (Logarithmic Mean emperature Difference) adalah nilai yang berkaitan dengan perbedaan temperatur antara sisi panas dan sisi dingin IHX. Dengan asumsi bahwa aliran pendingin mengalir dalam kondisi tunak (steady state), tidak ada kehilangan panas secara keseluruhan, tidak ada perubahan fase pendingin, maka nilai LMD dapat dihitung menggunakan persamaan sbb. [3,4,5] : h, in c, out h, out c, in LMD h, in c, out ln h, out c, in dengan, h, in = temperatur inlet pada sisi panas h, out = temperatur outlet pada sisi panas c, in = temperatur inlet pada sisi dingin = temperatur outlet pada sisi dingin, c out Secara umum nilai efektivitas (ε) IHX dapat didefinisikan sebagai perbandingan laju perpindahan panas aktual dengan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada IHX. Sehingga nilai efektivitas IHX dapat dihitung menggunakan persamaan [3,4,5]. berikut: (2) 576

q (3) q dengan, q = laju perpindahan panas aktual q = laju perpindahan panas maksimum yang mungkin Untuk menghitung efektivitas penukar panas tengah (IHX), perlu dihitung terlebih dahulu besaran laju perpindahan panas aktual (q) dan besaran laju perpindahan panas maksimum yang mungkin secara hipotetis ( q ) pada IHX. Nilai besaran q menunjukkan besarnya panas maksimum yang dapat ditransfer atau dipindahkan di antara kedua fluida pendingin. Nilai q pada IHX dapat dicapai apabila panjang IHX tak hingga. Pada IHX yang panjangnya tak hingga, akan dicapai beda temperatur fluida pendingin maksimum sebesar h,i c,i (Perbedaan antara temperatur inlet pada sisi panas dan temperatur inlet pada sisi dingin). Selain itu, nilai q juga dipengaruhi oleh nilai laju alir massa pendingin dikalikan dengan panas spesifik yang minimum. Nilai perkalian laju alir massa pendingin dengan panas spesifik sering disebut sebagai laju kapasitasitansi panas (h dan c) [3,4,5]. Nilai h dan c masing-masing menunjukkan nilai laju kapasitansi panas untuk fluida panas dan fluida dingin. Nilai terkecil diantara nilai h dan nilai c disebut laju kapasitansi panas minimum (min). Alasan pemilihan laju kapasitansi panas minimum adalah untuk mencakup perpindahan panas maksimum yang mungkin di antara kedua fluida kerja. Dengan demikian nilai laju perpindahan panas maksimum ( q ) dapat dihitung dengan persamaan sbb.: q min h,in c,in (4) Sementara itu nilai laju perpindahan panas aktual pada IHX dapat dihitung dengan persamaan sbb. [3,4,5] : q h c h,in c,out h,out c,in Dengan mensubstitusi Persamaan (4) dan (5) ke dalam Persamaan (3), maka dapat diperoleh persamaan untuk menghitung nilai efektivitas IHX sebagai berikut: dengan, h min c min h,in h,in c,out h,in h,out c,in c,in c,in m dan h c m c p c h c p (7) Secara keseluruhan, nilai efektivitas IHX sangat dipengaruhi oleh laju alir fluida pendingin, temperatur inlet dan temperatur outlet pada sisi panas dan sisi dingin sistem IHX. Efektivitas IHX adalah besaran tak berdimensi yang nilainya antara 0 dan 1. Jika diketahui nilai efektivitas untuk penukar panas tertentu dengan kondisi aliran inlet, maka dapat dihitung jumlah panas yang dapat ditransfer atau dipindahkan di antara kedua fluida pendingin pada IHX. Nilai efektivitas IHX juga dapat dihitung menggunakan nilai perbandingan laju kapasitansi panas ( ) dan nilai NU. Nilai NU bergantung pada parameter rancangan r (5) (6) 577

IHX yang meliputi perkalian antara koefisien perpindahan panas keseluruhan (U) dan luas permukaan perpindahan panas (A) dibagi dengan parameter kondisi operasi ( ). Nilai U dan A sangat dipengaruhi oleh geometri sistem IHX. Parameter r dan NU dapat dinyatakan sebagai berikut: dan min r ( 1 min r ) (8) U A NU (9) dengan, U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan, dan A : luas perpindahan panas. Koefisien perpindahan panas keseluruhan (U) dapat dihitung menggunakan persamaan sbb. [3,4,5] : 1 U dengan, h x k (10) 1 h x k 1 hot h cold = koefisien perpindahan panas konveksi masing-masing fluida pendingin pada sisi panas dan sisi dingin. = ketebalan dinding pipa = konduktivitas termal pada material Kombinasi Persamaan (6), (7), dan (8) maka dapat diperoleh persamaan untuk memperoleh nilai efektivitas IHX yang sering disebut sebagai metode ε-nu. Untuk IHX dengan aliran paralel, maka efektivitas IHX dapat dihitung dengan persamaan sbb.: 1 exp NU(1 r ) 1 (11) r Untuk IHX dengan aliran berlawanan (counterflow), maka efektivitas IHX dapat dihitung dengan persamaan sbb.: (12) 1 exp NU (1 r ) 1 exp[ NU(1 )] r r Metode ε-nu juga sering digunakan untuk menghitung laju perpindahan panas dalam penukar panas bila tidak cukup informasi untuk menghitung LMD. Dalam analisis sistem penukar panas, temperatur inlet dan outlet dapat ditentukan menggunakan metode LMD, tetapi bila informasi ini tidak cukup metode NU dapat digunakan. Efisiensi sistem kogenerasi secara keseluruhan merupakan hasil pembagian antara keluaran daya listrik dengan selisih antara daya termal reaktor dan daya untuk proses produksi hidrogen. Besarnya efisiensi dapat dihitung dengan persamaan sbb. [3,4,5] : min Keluaran daya listrik Daya termal reaktor daya proses produksi H 2 578

(13) W W Q th W Q S H 2 W IR dengan W = beban kerja turbin total, W = beban kerja kompresor, WS = beban sistem, = beban kerja sirkulator, Qth =: daya termal reaktor, QH2 = daya yang disuplai ke W IR sistem sekunder untuk produksi hidrogen. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan asumsi menggunakan fluida pendingin yang sama pada sisi panas dan sisi dingin IHX yaitu helium dengan varian temperatur inlet dan outlet, menggunakan persamaan (3) dapat diperoleh besaran efektivitas optimal sebesar 0,95. Sedangkan dengan konfigurasi siklus langsung seperti terlihat pada Gambar 2 efisiensi sistem secara keseluruhan dapat mencapai 50%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model sistem konversi energi berbasis kogenerasi dengan konfigurasi siklus langsung menjadi alternatif terbaik berkaitan dengan efisiensinya yang tinggi. Unjuk kerja ketiga model konfigurasi sistem konversi energi sangat dipengaruhi oleh kinerja sistem IHX. Parameter kinerja sistem IHX yang meliputi parameter efektifitas dan efisiensi dibandingkan untuk masing-masing dari ketiga konfigurasi sistem kogenerasi reaktor VHR. Dalam kasus ini, daya reaktor VHR diasumsikan sebesar 600 MWth 1 dengan fluida pendingin adalah helium. Parameter fluida pendingin sistem reaktor ditunjukkan pada abel 1. Dengan Persamaan (1), Persamaan (3) dan Persamaan (4), besaran efektivitas sistem IHX untuk konfigurasi pembangkit listrik secara langsung baik pada pemasangan IHX dan turbin secara paralel maupun seri, keduanya memberikan nilai yang hampir sama yaitu kurang lebih 0,95, sedangkan pada konfigurasi sistem pembangkit listrik secara tak langsung memberikan nilai efektifitas > 0,95. abel 1. Parameter fluida pendingin pada konfigurasi 1 dan 2 Parameter Konf. 1 Konf. 2 Konf. 3 outlet reaktor ( ) 950 950 950 P inlet sisi panas IHX (MPa) 7.0 7.0 7.0 P outlet sisi panas IHX (MPa) 6.95 6.95 6.95 Laju alir massa sisi panas (kg/s) 26.67 26.67 321 inlet pada sisi panas ( ) 950 950 950 outlet pada sisi panas ( ) 628 593 584 P inlet pada sisi dingin (MPa) 1.95 7.1 7.0 P outlet sisi dingin (MPa) 1.9 7.05 6.95 Laju alir massa sisi dingin (kg/s) 26.27 26.27 1216 inlet pada sisi dingin ( ) 611 575 546 outlet pada sisi dingin ( ) 933 931 930 Dengan parameter fluida pendingin seperti yang tertera pada abel 1, efisiensi sistem IHX dalam ketiga konfigurasi sistem kogenerasi tersebut di atas dihitung menggunakan persamaan nomor (13). Hasil perhitungan efisiensi sistem IHX ditunjukkan pada abel 2. Dari uraian dalam abel 2 jelas bahwa efisiensi tertinggi terjadi pada konfigurasi sistem kogenerasi dimana siklus pembangkitan listrik secara langsung dengan pemasangan IHX dan turbin secara paralel. Sedangkan pada konfigurasi sistem kogenerasi dimana sistem pembangkitan listrik secara langsung dengan pemasanganihx dan turbin secara seri, 579

meskipun kondisi hampir sama dengan konfigurasi sebelumnya, pemasangan IHX dan turbin secara seri dapat menurunkan nilai efisiensi. Sehingga nilai efisiensi sistem IHX pada konfigurasi sistem kogenerasi yang memasang IHX dan turbin secara seri relatif lebih rendah dibanding dengan konfigurasi sistem kogenerasi yang memasang IHX dan turbin secara paralel. Sedangkan efisiensi yang terendah terjadi pada konfigurasi sistem kogenerasi dimana sistem pembangkitan listrik dipasang secara tidak langsung terhadap sistem reaktor. abel 2. Efisiensi sistem keseluruhan pada berbagai konfigurasi Konfigurasi Efisiensi Sistem kogenerasi dimana siklus pembangkitan listrik secara langsung, IHX ± 50 % dan turbin dipasang secara paralel. Sistem kogenerasi dimana siklus pembangkitan listrik secara langsung, IHX ± 49 % dan turbin dipasang secara seri. Sistem kogenerasi dimana siklus pembangkitan listrik secara tak langsung. ± 47 % Jarak antara reaktor dan instalasi produksi gas hidrogen juga akan mempengaruhi unjuk kerja sistem IHX pada sistem kogenerasi. Ukuran pipa-pipa pada intermediate loop yang diperlukan juga berbeda karena penurunan tekanan (pressure drop) termasuk ukuran diameter pipa-pipa pada sisi panas maupun sisi dingin. Faktor jarak juga mempengaruhi hilangnya panas dari sistem pemipaan ke lingkungan, karena itu faktor jarak pada intermediate loop juga akan berpengaruh pada efisiensi. Seperti yang ditunjukkan pada abel 1 pressure drop untuk sistem konfigurasi pembangkitan listrik secara langsung kurang lebih 50 kpa. Nilai pressure drop ini bergantung pada kondisi fluida pendingin dalam loop intermediate. Pressure drop atau penurunan tekanan yang diijinkan akan menentukan besarnya diameter pipa-pipa pada sisi panas maupun sisi dingin yang diperlukan. Dengan parameter seperti yang tertera pada abel 1 dan menggunakan Persamaan (1), diperoleh efektivitas IHX sebesar 0,95. Model konfigurasi sistem kogenerasi dengan pembangkitan listrik secara langsung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, aliran pendingin dari reaktor dibagi dua yaitu kurang lebih 10% mengalir melalui IHX yang memindahkan panas ke intermediate loop. Aliran pendingin kemudian ditekan dan dialirkan kembali ke sistem primer melalui inlet reaktor. Loop intermediate dikoneksikan ke sistem sekunder melalui IHX. 4. KESIMPULAN Hasil pemodelan sistem konversi energi berbasis kogenerasi reaktor RG untuk pembangkit listrik dan produksi hidrogen dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Sistem konversi energi dengan siklus pembangkitan listrik secara langsung memiliki efisiensi yang relatif lebih tinggi, yaitu 50%, dibanding sistem konversi energi dengan pembangkitan listrik secara tak langsung. Pada sistem konversi energi dengan siklus pembangkitan listrik secara langsung, konfigurasi pemasangan IHX dan turbin juga berpengaruh pada efisiensi sistem secara keseluruhan. Konfigurasi pemasangan IHX dan turbin secara paralel relatif mampu meningkatkan efisiensi dibanding konfigurasi pemasangan IHX dan turbin secara seri. Pada sistem konversi energi dengan siklus pembangkitan listrik secara tak langsung memiliki efisiensi yang relatif lebih rendah. Namun dengan konfigurasi ini efektivitas IHX relatif lebih baik. Untuk keperluan desain yang lebih rinci, konfigurasi ini dapat menjadi alternatif pilihan yang baik karena sistem reaktor menjadi lebih kompak. 580

DAFAR PUSAKA [1] DIAMOND, D. J., Generation IV Nuclear Energy Systems, Presented at the University of ennessee, April 30, 2003. [2] KUNIOMI, K., et al., JAEA S VHR For Hydrogen And Electricity ogeneration : GHR300, Nuclear Engineering and echnology, Vol.39 No.1., February 2007. [3] LEWIN, D. R., Lecture Seven: Heat Exchanger Design, Department of hemical Engineering echnion, Haifa, Israel, 2004. [4] WRIGH, J. K., Next Generation Nuclear Plant Intermediate Heat Exchanger Materials Research and Development Plan, Idaho National Laboratory, Idaho Falls, April 2008. [5] HARVEGO, E. A., Evaluation Of Next Generation Nuclear Power Plant (NGNP) Intermediate Heat Exchanger (IHX) Operating onditions, Idaho National Laboratory, Idaho Falls, April 2006. [6] DEWSON, S.J., LI, X., Selection riteria for the High emperature Reactor Intermediate Heat Exchanger, Proceedings of IAPP 05, Seoul, Korea, May 15-19, 2005. DISKUSI 1. Pertanyaan dari Sdr. Djati H.S. (PPEN-BAAN) : 1. Ada 3 konfigurasi system konversi energy yang dimodelkan, tolong jelaskan masing-masing bedanya secara mendasar? 2. Dari 3 model tersebut mana konfigurasi yang terbaik ditinjau dari efisiensi? Jawaban : 1. 3 model konfigurasi tersebut adalah model siklus tak langsung, model siklus langsung dengan IHX dan turbin pararel, dan model siklus langsung dengan IHX dan turbin serial. Perbedaan yang mendasar dari siklus langsung dan tak langsung adalah bahwa pada siklus langsung yang menggerakkan system turbin adalah pendingin primer sedangakan pada siklus tak langsung yang menjadi penggerak adalah pendingin sekunder. Perbedaan antara siklus langsung denga IHX dan turbin pararel dengan serial adalah bahwa serial pendingin dialirkan terlebih dahulu melalui IHX sebelum ke turbin. 2. Ditinjau dari segi efisiensi, model konfigurasi siklus langsung IHX dan turbin pararel lebih baik karena memiliki efisiensi yang tinggi. 2. Pertanyaan dari Sdr. Sudarmono. (PRKN-BAAN) : olong jelaskan metode menghitung efektivitas IHX? Jawaban : Efektivitas adalah besaran yang menggambarkan besarnya laju perpindahan panas actual dibagi dengan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi. Laju perpindahan panas maksimum (q ) dapat diperoleh dengan asumsi bahwa panjang IHX tak hingga. Dengan menggunakan persamaan (4) diperoleh q untuk menilai q aktual bisa dihitung dengan persamaan (5). Nilai efektivitas bisa bisa dihitung sebesar 581