PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN PRESENTASE DARI PENERIMAAN BEBERAPA PAJAK NEGARA UNTUK DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN PRESENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN PERSENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN UMUM RETRIBUSI DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN URUSAN LALU-LINTAS JALAN KEPADA DAERAH TINGKAT KE-I

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA NEGARA DENGAN DAERAH-DAERAH, YANG BERHAK MENGURUS RUMAH- TANGGANYA SENDIRI *)

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTERIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1955 *) ANGGARAN (BAGIAN IV) KEMENTERIAN KEUANGAN


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI BERHADIAN TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1958 TENTANG PERUBAHAN BATAS-BATAS WILAYAH KOTAPRAJA SALATIGA DAN DAERAH SWATANTRA TINGKAT II SEMARANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BEA METERAI. PAJAK PENDAPATAN PAJAK PERSEROAN. MODAL PERSEROAN/PERSEKUTUAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN PERSEKOT HARI RAYA KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTERIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1954 *) ANGGARAN (BAGIAN IV). KEMENTERIAN KEUANGAN.

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN PAJAK DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1954 TENTANG KEKUASAAN MENGELUARKAN SURAT PAKSA MENGENAI PAJAK-PAJAK

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1953 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN TUNJANGAN KEPADA PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN KEMERDEKAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN DAERAH TIDAK AMAN KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT; MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1959 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 3 TAHUN 1984 SERI D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1958 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 175/PMK.07/2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TK II SLEMAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

NAMA JABATAN DAN GELAR, KEDUDUKAN, PENGHASILAN DAN LARANGAN KEANGGOTAAN PARTAI POLITIK WAKIL KEPALA DAERAH TINGKAT I

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor : 5 Tahun 1997 Seri: D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 7 TAHUN: 1994 SERI: D NO: 7 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1958 TENTANG PEREMAJAAN ALAT-ALAT NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: Pasal 113 dan 115 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1958 (7/1958) TENTANG PERALIHAN TUGAS DAN WEWENANG AGRARIA *) Presiden Republik Indonesia,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG

UU 1/1959, KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE *) Tentang:KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE *)

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2001

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1951 TENTANG OPCENTEN ATAS BEA KELUAR ATAS KARET RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA; MEMUTUSKAN:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 1998 SERI D NO. 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1955 TENTANG CARA PENGGUNAAN UANG OPSENTEN ATAS BEA-KELUAR ATAS KARET RAKYAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG BIAYA PEMUNGUTAN / UPAH PUNGUT PENDAPATAN DAERAH

PEMERINTAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA =================================================

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2003 TENTANG PENJUALAN SAHAM PADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT BANK RAKYAT INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG PENJUALAN SAHAM PADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT BANK NEGARA INDONESIA TBK.

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/KMK.04/2000 TENTANG

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:74 TAHUN 1958 (74/1958) Tanggal:11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

b. bahwa Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN BAGIAN XV (KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN TENAGA) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1955 *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1958 TENTANG PELAKSANAAN PERSETUJUAN PAMPASAN PERANG ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PASURUAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG

BISMILLIHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH,

PEMERINTAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA =================================================

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN PRESENTASE DARI PENERIMAAN BEBERAPA PAJAK NEGARA UNTUK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Berkehendak melaksanakan lebih lanjut ketentuan dalam "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" (Undang-undang No. 32 tahun 1956, Lembaran Negara tahun 1956 No. 77), khususnya untuk menetapkan bagian tiap-tiap daerah dari hasil yang diperoleh berdasarkan pasal 4 ayat (1) dan (2) dan pasal 5 ayat (1). Memperhatikan: Keputusan Panitia II (Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan) Musyawarah Nasional pada tanggal 15 September 1957, yang antara lain menyarankan agar supaya: a. dalam peraturan pelaksanaan pertimbangan keuangan, bagian-bagian yang diperoleh masing-masing daerah dari pajak yang dipungut (dikenakan) di dalam wilayahnya, ditetapkan secara mutlak, menurut sifat pajak dan keadaan daerah masing-masing; b. daerah-daerah sejauh mungkin dan secara langsung dapat memperoleh bagian-bagiannya masingmasing. Menimbang: a. bahwa perimbangan keuangan berdasarkan "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" harus sudah mulai diselenggarakan di dalam tahun anggaran 1958; b. bahwa berhubung dengan itu, sejalan dengan saran Musyawarah Nasional dimaksud di atas, sebagai tindakan sementara III pasal 4 ayat (1) dan (2) dan pasal 5 ayat (1) "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" harus dilaksanakan demikian, sehingga masing-masing daerah secara langsung dapat memperoleh bagiannya; c. bahwa dengan mengetahui secara langsung dan kongkrit sumber-sumber penghasilan daerah dan jumlah penghasilan dari sumber-sumber itu daerah-daerah dapat segera menuju ke arah penyusunan anggaran keuangan yang normal. Mengingat: a. "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957"; b. Pasal 1 ayat (1) dan (2), pasal 2 dan pasal 73 "Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1956"; c. "Undang-undang tentang Penetapan Anggaran Belanja Bagian III tahun 1957"; d. Pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara. Mendengar: 1 / 8

a. Panitia Negara Perimbangan Keuangan; b. Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-80 pada tanggal 7 Februari 1958; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN PERSENTASI DARI PENERIMAAN BEBERAPA PAJAK NEGARA UNTUK DAERAH Pasal 1 (1) Bagian dari penerimaan pajak peralihan (Ordonansi pajak peralihan 1944) seperti dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf a "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957", sepanjang mengenai ketetapan besar, ditetapkan sebesar: a. 60% bagi Daerah-daerah tingkat I, kecuali Daerah Jakarta Raya; b. 10% bagi Daerah Jakarta Raya; c. 30% bagi Daerah-daerah tingkat II. dan bagian itu diserahkan kepada masing-masing daerah, dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. (2) Bagian dari penerimaan pajak peralihan ("Ordonansi pajak peralihan 1944") seperti dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf a "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957", sepanjang mengenai ketetapan kecil, ditetapkan bagi Daerah-daerah tingkat II sebesar 90% dan bagian itu diserahkan kepada masing-masing daerah, dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. Pasal 2 Bagian dari penerimaan pajak upah ("Ordonansi pajak upah 1934") seperti dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf b "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957", ditetapkan sebesar: a. 20% bagi Daerah Jakarta Raya; b. 90% bagi Daerah-daerah tingkat II. dan bagian itu diserahkan kepada masing-masing daerah, dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. Pasal 3 Bagian dari penerimaan pajak meterai ("Peraturan bea meterai 1921") seperti dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf c "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957", ditetapkan sebesar 90% bagi Daerah-daerah tingkat I, kecuali Daerah Jakarta Raya, dan bagian itu diserahkan kepada masing-masing daerah, dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. Pasal 4 Bagian dari penerimaan: a. pajak kekayaan ("Ordonansi pajak kekayaan 1932"); b. pajak perseroan ("Ordonansi pajak perseroan 1925"). 2 / 8

seperti dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" ditetapkan sebesar 75% dan bagian itu diserahkan kepada Daerah-daerah tingkat I, kecuali Daerah Jakarta Raya, dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. Bagian dari penerimaan: a. bea masuk; b. bea keluar. Pasal 5 seperti dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" ditetapkan,sebesar 50% dan bagian itu diserahkan kepada Daerah-daerah tingkat I, kecuali Daerah Jakarta Raya, dalam wilayah mana bea-bea tersebut dipungut. Pasal 6 Penerimaan daerah berdasarkan pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1957 tentang penyerahan pajak Negara kepada Daerah dan Peraturan Pemerintah ini tidak boleh melebihi jumlah tunjangan yang diberikan pada masing-masing daerah dalam tahun 1957. Pasal 7 Kekurangan antara plafond tunjangan tahun 1957 dan jumlah seluruh yang diperoleh tiap-tiap daerah termasuk dalam pasal 6 di atas akan diberikan sebagai sumbangan. Pasal 8 Pelaksanaan selanjutnya serta persoalan yang timbul dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur dalam instruksi bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Peraturan ini berlaku untuk tahun anggaran 1958. Pasal 9 Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diumumkan dan berlaku surut sampai 1 Januari 1958. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 6 Maret 1958 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 3 / 8

SOEKARNO MENTERI DALAM NEGERI, SANOESI HARDJADINATA MENTERI KEUANGAN, SUTIKNO SLAMET Diundangkan Pada Tanggal 12 Maret 1958 MENTERI KEHAKIMAN, G.A. MAENGKOM 4 / 8

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN PERSENTASI DARI PENERIMAAN BEBERAPA PAJAK NEGARA UNTUK DAERAH UMUM 1. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1957 tentang Penyerahan Pajak Negara kepada Daerah, telah ditetapkan kepada daerah-daerah mana pajak tersebut dalam pasal 3 "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" diserahkan (Rancangan hasil bagi Daerah-daerah menurut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah itu dimuat dalam ikhtisar terlampir, rubrik I); 2. Sebagai langkah selanjutnya perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah, untuk mengatur pelaksanaan pasal 4 dan 5 "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" guna menetapkan persentase/bagian untuk semua Daerah, dengan tidak mengurangi ketentuan pada pasal 5 ayat (2) Undang-undang itu. Persentase/bagian dari Pajak Negara yang menurut pasal 4 dan 5 Undang-undang diserahkan kepada Daerah, tidak diterima langsung oleh tiap Daerah seperti halnya mengenai pajak dimaksud dalam pasal 3 Undang-undang, tetapi jumlah-jumlah itu disatukan dalam satu gabungan (fonds) untuk semua daerah. Cara penetapan pembagian untuk daerah dari gabungan itu ditentukan dengan mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan keuangan daerah seperti dimaksud dalam pasal 6 Undang-undang tersebut; 3. Keputusan Panitia II (Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan) Musyawarah Nasional pada tanggal 15 September 1957 antara lain menyarankan agar supaya: a. dalam peraturan pelaksanaan perimbangan keuangan, bagian-bagian yang diperoleh masingmasing daerah dari pajak yang dipungut (dikenakan) di dalam wilayahnya, ditetapkan secara mutlak, menurut sifat pajak dan keadaan daerah masing-masing; b. daerah-daerah sejauh mungkin dan secara langsung dapat memperoleh bagiannya masingmasing. 4. Dari saran itu nyata keinginan agar supaya persentase/bagian dari penerimaan Pajak Negara, yang diserahkan berdasarkan pasal 4 ayat (1) dan (2) dan pasal 5 ayat (1), secara langsung diperoleh tiap-tiap Daerah; 5. Dalam pada itu Pemerintah menghadapi kenyataan, bahwa cara pembagian menurut sistem gabungan belum dapat diselesaikan, karena pelaksanaan persoalan itu menghendaki sangat banyak bahan-bahan keterangan, yang kini belum dapat diperoleh semestinya, sehingga penyelesaiannya akan meminta waktu yang agak lama. Di samping itu Pemerintah memandang perlu, bahwa perimbangan keuangan sudah mulai dijalankan pada tanggal 1 Januari 1958. Ini akan membuka jalan bagi Daerah-daerah untuk segera memulai dengan penyusunan anggaran keuangan yang normal seperti dikehendaki; 6. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu, sebagai tindakan sementara ditetapkanlah Peraturan Pemerintah ini untuk melaksanakan ketentuan pada pasal 4 ayat (1) dan (2) dan pasal 5 ayat (1) "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" dengan memenuhi sejauh mungkin keinginan Daerahdaerah berdasarkan keputusan Musyawarah Nasional (Rancangan hasil bagi Daerah-daerah menurut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dimuat dalam ikhtisar terlampir, rubrik II, III dan IV); 7. Mengenai gambaran keadaan yang tercipta dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1957 dan Peraturan Pemerintah ini seperti dimuat dalam ikhtisar yang terlampir, perlu dikemukakan penjelasan yang berikut; 5 / 8

8. Karena pemungutan pajak Negara pada umumnya tidak selalu dilakukan menurut lingkaran wilayah Daerah, bermula ditinjau penghasilan dari pajak-pajak mana dapat dihitung menurut penerimaan tiap-tiap Daerah, baik untuk tingkat I maupun tingkat II; 9. Kemudian diadakan penetapan persentase/bagian berdasarkan pedoman, bahwa baik untuk Daerah tingkat I, maupun untuk Daerah tingkat II, jumlah seluruhnya yang diserahkan tidak melebihi jumlah plafond tunjangan masing-masing tingkat, menurut tahun anggaran 1957; Pedoman ini penting mengingat, bahwa tiap-tiap jumlah yang melebihi plafond itu akan menambah kekurangan dalam Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. 10. Mengingat pula, bahwa pada pokoknya perimbangan keuangan bertujuan menggantikan pemberian tunjangan menurut cara yang sampai sekarang dijalankan dengan sistem penyerahan sumber-sumber penghasilan Negara, maka untuk sementara perlu juga dimuat ketentuan pada pasal 6 Peraturan Pemerintah ini, bahwa yang diterima tiap-tiap Daerah tidak boleh melebihi jumlah tunjangan yang diberikan pada masing-masing Daerah dalam tahun 1957; Sebaliknya tiap-tiap Daerah yang mendapat bagian yang kurang dari jumlah tunjangan yang diterimanya dalam tahun 1957 akan mendapat tambahan sampai pada jumlah tunjangan itu, dengan memperhitungkan pula jumlah accres dalam tahun 1958. Dengan demikian terjamin, bahwa tiap-tiap daerah dapat menyusun anggaran keuangannya atas dasar penerimaan tunjangan dalam tahun 1957, sungguhpun keadaan keuangan Negara tampak suram. 11. Mengenai tindakan-tindakan pembatasan ini perlu dikemukakan, bahwa Peraturan Pemerintah yang ditetapkan ini sementara hanya berlaku untuk tahun anggaran 1958 dan dimaksud sebagai langkah yang pertama dalam menjalankan perimbangan keuangan. Dapat dimengerti bahwa perimbangan keuangan yang dicita-citakan berdasarkan Undang-undang yang telah ditetapkan memerlukan waktu pertumbuhan yang lama; 12. Bagaimanapun juga, dengan adanya langkah ini dimulailah realisasi, yang membuka kemungkinan untuk mengetahui: a. bagaimana hasil perimbangan keuangan yang telah ditetapkan untuk masing-masing daerah yang bersangkutan; b. sampai dimana jumlah tunjangan menurut cara yang selama ini dijalankan untuk masing-masing daerah sudah dapat digantikan dengan penyerahan sumber-sumber penghasilan dari pajak-pajak Negara; c. sampai dimana hasil sistem yang ditetapkan ini dapat dipergunakan selanjutnya. 13. Mengenai jalannya penyerahan bagian penerimaan untuk tiap-tiap Daerah bagi tahun 1958 perlu dijelaskan pula, bahwa dalam tahun itu pemungutan penerimaan pajak-pajak masih tetap dilakukan seperti biasa dengan menyetor penerimaan dalam kas Negara. Cara penyediaan biaya bagi Daerahdaerah dilanjutkan juga seperti dijalankan dalam tahun 1957, tetapi sementara itu dapat dibuat perhitungan untuk masing-masing Daerah, berapa dari jumlah yang disediakan itu merupakan penerimaan daerah sendiri sebagai pendapatan pokok yang telah diserahkan dan berapa dari jumlah itu masih merupakan tambahan; 14. Cara bekerja demikian dengan sendirinya hanya dijalankan dalam tahun pertama. Dalam tahun itu realisasi pengalihan pajak akan diusahakan bagi Daerah-daerah yang telah mampu menjalankan sendiri pekerjaan pemungutan sepanjang mengenai pajak Negara yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1957. Di samping itu akan diadakan persiapan, bagaimana penerimaan yang melalui kas Negara itu dapat dibayarkan dari kas Negara langsung kepada Daerah-daerah; 15. Dicatat pula, jumlah yang akan dipergunakan oleh Pemerintah Pusat untuk pemberian sumbangan dimaksud dalam pasal 7 Peraturan Pemerintah ini disediakan dalam Anggaran Belanja Negara, antara lain dengan memperhatikan bahwa sebagian penerimaan cukai yang juga diserahkan kepada Daerah, 6 / 8

masih tetap berada di tangan Pemerintah Pusat sepenuhnya, karena terhadap penerimaan itu tidak dapat ditentukan sistem penyerahan seperti halnya dengan pajak-pajak lain. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Adanya perbedaan mengenai sifat dari pajak peralihan (Ordonansi pajak peralihan 1944) dalam pajak peralihan ketetapan besar dan ketetapan kecil, ialah ketetapan besar ditagih oleh Jawatan Pajak dan ketetapan kecil oleh Kepala Desa di bawah pemilikan Pamongpraja. Inilah yang menjadi alasan untuk menetapkan pajak peralihan ketetapan kecil sebagai pajak yang 90% dari penerimaannya diserahkan kepada Daerah tingkat II. Mengenai pajak peralihan ketetapan besar jumlah persentase yang ditetapkan untuk Daerah tingkat I, Kotapraja Jakarta Raya dan Daerah tingkat II adalah masing-masing 60%, 10% dan 30%. Pasal 2 Dalam pasal ini persentase dari penerimaan pajak upah (Ordonansi pajak upah 1934) ditetapkan bagi Kotapraja Jakarta Raya dan Daerah tingkat II masing-masing 20% dan 90%. Pasal 3 Bagian dari penerimaan pajak meterai (Peraturan bea meterai 1921) ditetapkan hanya untuk Daerah tingkat I, karena sukar diketahui dimana tempat kediaman pemakai meterai itu. Pasal 4 Dalam kenyataan pajak kekayaan (Ordonansi pajak kekayaan 1932) dan pajak perseroan (Ordonansi pajak perseroan 1925) dipungut di kota-kota besar, tetapi alasan-alasan untuk ketetapan pajak itu senantiasa terdapat dalam lingkungan Daerah tingkat I. Karena demikian penerimaan dari kedua pajak tersebut diserahkan kepada Daerah tingkat I, yaitu sebesar 75%. Cukup jelas. Pasal 5 Pasal 6 Seperti dinyatakan dalam penjelasan umum alinea 10, penyerahan penerimaan dari sumber-sumber Negara disertai pembatasan, bahwa penerimaan daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1957 dan Peraturan Pemerintah ini tidak boleh melebihi jumlah tunjangan yang diterima masing-masing Daerah dalam tahun 1957. Pasal 7 Pasal ini memberi jaminan kepada Daerah-daerah, yang berdasarkan penetapan persentase akan mendapat penerimaan yang kurang dari tunjangan yang diterima dalam tahun 1957, bahwa kekurangan tersebut akan diberikan sebagai sumbangan. 7 / 8

Cukup jelas. Pasal 8 Pasal 9 Karena penetapan persentase dalam Peraturan Pemerintah ini merupakan langkah yang pertama dalam melaksanakan perimbangan keuangan, maka dianggap perlu menetapkan bahwa peraturan ini untuk sementara berlaku untuk satu tahun. Termasuk Lembaran Negara Nomor 23 tahun 1958. Diketahui: Menteri Kehakiman, G. A. MAENGKOM 8 / 8