Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk

dokumen-dokumen yang mirip
pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad

disamping didasarkan pada aspek kebudayaan juga dipertimbangkan dari sifat bahan dan

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

DINDING DINDING BATU BUATAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

87 Universitas Indonesia

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

BAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam

Karakteristik Sistem Struktur Ruang Utama Masjid Agung Demak

BAB I PENDAHULUAN. tradisional, dengan karakter dan gaya seni masing-masing. kepentingan dan fungsi-fungsi dalam kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN. bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat

BAB IV UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN PADA ARSITEKTUR MASJID AGUNG DARUSSALAM BOJONEGORO. Terjadinya adaptasi percampuran budaya di Indonesia menandai adanya

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun

Unsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro

Jawa Timur secara umum

BAB V KAJIAN TEORI. Tema desain yang digunakan pada proyek Komples Wisata Budaya di Kota

Ranggih Semeru. Analisis Bentuk Fasade dan Tata Ruang Masjid Agung Tuban

Studi Dokumentasi Area Siti Inggil Keraton Kasepuhan Cirebon

Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya

Software Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004 Copyleft 2004 Digital Journal Al-Manär. Alif Muttaqin

Tabel 4.2. Kesesuaianan Penerapan Langgam Arsitektur Palladian Pada Istana Kepresidenan Bogor.

1. Diberikan : Gambar Denah Rumah Tinggal Sederhana Type 100/200 Ketentuan dan persyaratan konstruksi suatu bangunan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

Masjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut

KAJIAN ARSITEKTUR MEDITERANIA DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan

Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung

PENGARUH PSIKOLOGIS WARNA, BENTUK, MATERIAL, PENCAHAYAAN PADA INTERIOR MASJID TRADISIONAL DAN MODERN PADA JEMAAHNYA

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

Tabel Bentuk Ornamen dan tanda-tanda semiotika pada ornamen Masjid Raya Al-Mashun

KONSTRUKSI RANGKA ATAP

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

Pengaruh Kepemimpinan Keraton pada Arsitektur Masjid Agung Surakarta

BAB III KONSEP PERANCANGAN

E. KOMPLEKS PEMAKAMAN ASTANA GUNUNG SEMBUNG

1.2. ELEMEN STRUKTUR UTAMA

BAB III KONSTRUKSI DINDING BATU BATA

Ekspresi Majapahit dalam Ornamen Bangunan Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon

AKULTURASI BUDAYA PADA INTERIOR MASJID INDRAPURI DI ACEH BESAR

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

Rumah Jawa adalah arsitektur tradisional masyarakat Jawa yang berkembang sejak abad ke- 13 terdiri atas 5 tipe dasar (pokok) yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III ELABORASI TEMA

KONSTRUKSI DINDING BATU BATA

STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN IV

TINJAUAN PULO CANGKIR

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti Arab, Melayu, China, Persia, India dan lain sebagainya.

Pintu dan Jendela. 1. Pendahuluan

Wujud Akulturasi Budaya Islam Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

3. Bagian-Bagian Atap Bagian-bagian atap terdiri atas; kuda-kuda, ikatan angin, jurai, gording, sagrod, bubungan, usuk, reng, penutup atap, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten. Kota waringin Barat Kalimantan Tengah

MUSEUM AFFANDI YOGYAKARTA

BAB III. Pengenalan Denah Pondasi

BAB VI KESIMPULAN. Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan. beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini.

AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DAN ISLAM

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak telaah dan penelitian menunjukkan bahwa pembentukan

1. Diberikan : Gambar Denah Ketentuan dan persyaratan konstruksi suatu bangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Masjid Shirathal Mustaqim, Pesona Pusaka Arsitektur Tropis di Tepi Sungai Mahakam

LOMBA KOMPETENSI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN LEMBARAN TUGAS PESERTA

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

Struktur Atas & Pasangan Batu Bata. Ferdinand Fassa

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh

PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN :

Pelestarian Bangunan Masjid Al Aqsa Manarat Qudus (Masjid Menara Kudus) Jawa Tengah

DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT

BAB V. akan. Pembahasan. dianalisa. adalah: data untuk. di Ujung Berung. PGRI, terletak. Gambar 11 Bagan

BAB V KAJIAN TEORI. yang dipadukan dengan sentuhan arsitektur modern yang. dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara alam, bangunan, dan

ABSTRAK. Kata kunci : Kamus visual, tempat bersejarah, keraton, keraton Kasepuhan, Cirebon, promosi. Universitas Kristen Maranatha

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

Tata cara pemasangan lembaran bitumen bergelombang untuk atap

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan

BAB 4 ANALISIS DATA. melakukan analisis terhadap bentuk arsitektur dan ragam hias masjid. Analisis yang

BAB VII TATA LAKSANA LAPANGAN

PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT

TUGAS AKHIR (TKA 490) MASJID RAYA JOHOR ARSITEKTUR ISLAM

Transkripsi:

Gambar 16. Sketsa Perspektif Masjid Paljagrahan di Cireong, Cirebon Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk dengah persegi dengan pembagian ruang sama dengan yang terdapat pads bangunan Candi di Jawa Timur. Pembagian seperti : ruang luar-tengah dan dalam merupakan kelanjutan dari tradisi bangunan tradisional pra Islam. Teknik konstruksi lantai menggunakan cara penggalian seluas areal denah persegi hingga menyerupai kolam, lalu pada bagian samping kolam dipagari dinding dari susunan bata merah dengan perekat pasir padas campur kapur. Lalu untuk mengeraskan permukaan kolam tersebut di urug dengan pasir campur kapur. Struktur dinding menggunakan teknik pasangan bata merah dan untuk menopang bagian rangka atap digunakan tiang soko guru. Bahan penutup permukaan atap pada awalnya menggunakan atap sirap, dan kini diganti dengan genteng tanah bakar. Hal lain yang menjadi ciri khas Masjid Paljagrahan yaitu memiliki relung mihrab berukuran sekitar, lebar 47 Cm. dan 66

meliputi : ruang serambi (suci), ruang dalam (paling suci) dan ruang terdalam (tersuci). Sebagaimana tampak pada denah Langgar alit. Lihat gambar 17. Gambar 17. Potongan dan Denah Langgar Alit, terletak di dalam komplek Keraton Kasepuhan 68

Disamping pada bangunan Langgar alit, penerapan konsep dan unsur bentuk, bahan dan warna bangunan Semar Kinandu juga diterapkan pada bangunan yang terdapat di sebelah barat Blandongan Jinem, yaitu suatu ruangan terbuka tempat upacara panjang jimat yang disebut Pringgondani. Bangunan yang memiliki persamaan konstruksi atap dan unsur bentuk tiang tersebut, kith sering dipergunakan untuk tempat shalat dan pengajian keluarga Sultan. Perwujudan bangunan tersebut dapat dilihat pads gambar 18 dibawah. Gambar 18. Bangunan tempat pengajian sebelah Barat Blandongan Jinem, yang memiliki persamaan unsur bentuk dengan bangunan Semar Kinandu 69

Yogyakarta dan Masjid Kraton Surakarta. Sebagaimana di uraikan di atas bahwa penetuan arah atau orientasi yang terdapat pada Masjid Agung Kasepuhan, tidak mengacu pada prinsip ke sejajaran dengan garis sempadan bangunan Kraton dan alun-alun. Seperti tampak pada gambar 19. Gambar 19 Denah Situasi Masjid dan Kraton Kasepuhan Cirebon ( sumber, Argadikusuma,E.N. Baluarti Kraton Kasepuhan Cirebon) 73

Gambar 20, Denah Kompleks Kraton Yogyakarta (sumber, Wiryomartono,P. 1995 : 50) Bila dilakukan penarikan garis sumbu yang membentang dari areal Kraton dan Masjid, maka akan bertemu pada satu titik pusat tepat di areal di areal alun-alun. Masjid Agung -alunalun dan Kraton Yogyakarta, memiliki garis sempadan bangunan yang sejajar. Arab atau 74

orientasi badan bangunan Masjid tidak mengacu ke arah qiblat di Mekkah, melainkan mengarah ke Kraton Yogyakarta. Sehingga pada interior Masjid penentuan barisan (shaf) shalat posisinya tidak sejajar dengan dinding bangunan. Demikian pula halnya dengan yang terdapat di kompleks Kraton Surakarta dapat di ketahui sebagai berikut : Gambar 21. Pusat Kota Surakarta 1860 (sumber, Bonnef, dalam Wiryomartono, P,1995 : 52) Garis sempadan bangunan Masjid sejajar dengan garis sempadan Kraton dan alun-alun. Alun -alun yang memiliki denah berbentuk persegi selalu dibangun di tengah-tengah pusat 75

merupakan pemecahan teknis yang diselaraskan dengan kondisi alam yang beriklim tropik. Bentuk atap tumpang yang tersusun tahap demi tahap, dari satu bidang atap terbawah yang memiliki luas lebih besar ke bidang atap dengan luas lebih kecil hingga ke bidang atap terkecil yang menjadi bagian puncaknya. Diantara tahapan bidang atap yang satu dengan lainnya terdapat bidang horizontal yang tebentuk dari dua balok kayu yang disusun sejajar dengan arah horizontal dan berfungsi untuk mengikat tiang di bagian bawahnya. Diantara kedua balok tersebut dipasang tiang-tiang tegak, lalu pada bagian tengah antar tiang dipasang kusen jendela untuk bukaan cahaya dan kisi-kisi kayu berukuran kecil untuk sirkulasi udara. Pada umumnya bangunan masjid awal di Cirebon sistem konstruksinya lebih banyak menggunakan bahan kayu dan bata merah. penguasaan teknologi bahan kayu dan bata merah, merupakan warisan budaya yang berkembang sejak masa pra sejarah. Hal ini terbukti bahwa di daerah pinggiran Cirebon seperti Cipari kabupaten Kuningan telah mengenal teknologi pembuatan gerabah dari tanah melalui proses pembakaran. Maka adanya penggunaan bata merah sebagai bahan bangunan, sebenarnya merupakan kelanjutan atau pemanfaatan teknologi dari masa sebelumnya. Sebagai acuan untuk mengetahui perkembangan awal mula bentuk bangungan masjid terutama yang berkembang pada masa awal penyebaran Islam, akan disusun bagan ilustrasi tentang bentuk beberapa masjid di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, seperti pada gambar sebagai berikut Gambar 22, Masjid Kuno di Jepara, menurut cukilan kayu karya C. Decker (1775) (Sumber,Haryoto,ER. PR,1988). Perwujudan bangunan masjid di Jawa Tengah merupakan basil campuran antara unsur budaya lokal dengan luar. Seperti tampak pada gambar, bentuk atap bersusun tumpang memiliki persamaan dengan bangunan kuil di Indo Cina. 78

Bentuk bangunan tersebut apabila dihubungkan dengan pendapat masyarakat setempat yang beranggapan bahwa masjid di daerah tersebut di bangun oleh beberapa saudagar muslim keturunan bangsa Indo Cina dan Persia. Pada masa awal penyebaran Islam para saudagar umumnya bermukim di daerah pesisir pantai, dalam hal ini daerah Jepara yang berdekatan dengan Demak termasuk kedalam daerah pesisir. Maka disimpulkan bahwa masjid pads mulanya dibangun di daerah pesisir pantai dan perwujudannya merupakan campuran dari unsur lokal dan unsur dari tradisi asing. Unsur bentuk atap tumpang yang berasal dari tradisi asing, lebih dominan dalam perwujudan bangunan masjid, sedangkan konsep teknis (konstruksi) dan filosofisnya berasal dari tradisi lokal. Meskipun perwujudan atap masjid mempergunakan bentuk bersusun tumpang, namun secara struktural terdapat perbedaan. yaitu pada bangunan kuil dan meru, memiliki jurai penahan wuwung atap pada bagian ujungnya berbentuk lengkung mengarah ke atas, sedangkan ujung jurai pada atap masjid berbentuk lurus mengarah kebawah. Susunan atap pada bangunan kuil dan meru berjumlah lebih dari 5 tingkat, sedangkan pads bangunan masjid paling banyak berjumlah tiga susun. (lihat gambar 23 di bawah) Atap pada bangunan kuil berfungsi menaungi lantai sesuai tingkatannya, sedangkan atap pada bangunan masjid awal seluruh susunan atap dari yang terbawah hingga atap bagian puncak berfungsi menaungi satu lantai ruang shalat, yang terletak dibagian tengah denah bangunan, sehingga pada interior bangunan seluruh tahapan atap dapat terlihat langsun Gambar 23, Masjid di makatn Syeikh Ibn Maulana di Cirebon, menurut lukisan Valentijn.(Sumber,Haryoto, ER., PR.,1988) Masjid kuno di Cirebon, perwujudannya merupakan campuran antara unsur lokal dengan unsur yang berasal dari tradisi masa pra Islam. 79

Gambar 24, Masjid dan Menara pada Masjid Agung Banten ( Sumber, Millet,E, 1996 : 50) Konstruksi atap tumpang pada Masjid Agung Banten, mempergunakan pola dasar bentuk segitiga. Bentuk atap tersebut disamping diterapkan untuk menutup badan bangunan, juga dimanfaatkan untuk mahkota ( mamolo atau hiasan pada puncak atap dan kubah masjid) pads bagian puncak atap tumpang. Berdasarkan data sejarah, meskipun Masjid Agung Banten dibangun lebih muda dibanding masjid di Cirebon, namun keberadaannya tetap memiliki hubungan dengan Kesultanan Cirebon. Sebab pendiri Kesultanan Banten awal adalah Raden Syarif Hidayatullah dan setelah is memangku jabatan sunan Cirebon, kemudian tampuk pemerintahan kesultanan Banten di jabat oleh putranya bernama sultan Maulana Yusuf. Dalam kerangka pembahasan mengenai bentuk atap Masjid Agung Banten, tampak memiliki keunikan karena bentuk susunan atap tumpang penutup badan bangunan, secara visual tidak tampak lagi seperti atap bangunan meru. Adapun unsur yang menerupai atap meru diterapkan untuk mahkota pada puncak atap masjid. mahkota (mamolo) berbentuk atap tumpang tersebut bersifat artifisial. 80

Gambar 25, Masjid Panjunan diperkirakan dibangun abad ke-17 (Somber, Millet,D.; 1996 : 124) Bentuk atap bersusun tumpang dipergunakan sebagai bentuk dasar bangunan menara Masjid Panjunan, seperti pada sekitar akhir abad 15 Masehi, pernah diterapkan juga untuk atap menara Masjid Kudus. Berdasarkan uraian singkat dari beberapa gambar dan foto diatas, dapat disimpulkan bahwa perwujudan masjid tradisional yang berkembang di Cirebon, konsep dan unsur bentuknya merupakan hasil percampuran antara unsur lokal dengan unsur yang berasal dari tradisi luar, temuan tersebut memiliki persamaan dengan pendapat pengamat seni rupa asal Cirebon bernama Mamannoor, yang menyatakan bahwa bentuk dan konsep perupaan tradisional Cirebon tidak luput dari proses campuran antara latar budaya Hindu Jawa - Cina dan Islam. Masjid awal di Cirebon perwujudannya memiliki ciri khusus yaitu beratap tumpang, denah lantai berbentuk persegi yang memiliki pennukaan (contour) berundak. Lalu penataan ruang disusun berdasarkan tingkatan nilai yang terdapat dalam kepercayaan (tradisi) seperti : bagian luar yaitu serambi (dianggap suci), bagian dalam yaitu ruang tengah atau interior bangunan (dianggap paling suci) dan terdalam yaitu ruang mihrab (tersuci). ciri khusus lainnya yaitu pada areal bangunan masjid tidak terdapat bangunan menara, terkecuali pada masjid yang berkembang sesudah masa penyebaran awal Islam yakni sekitar abad 16 Masehi hingga masa moderen. 81