BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pembangunan yang berjalan. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkembang di Indonesia. Pengertian akuntansi pemerintahan tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2009 : 44). Proses pembangunan ekonomi

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keputusan, sosiologi, organisasi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism)

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka 18 bahwa : Pendapatan Asli Daerah,selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (PAD) yaitu : Menurut Halim (2011 :101) tentang pengertian Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002 :146) pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu : Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan hasil dari setoran pajak daerah, retribusi daerah hasil dari milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sebagaimana disebutkan bahwa pendapatan asli daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari berbagai sumber ekonomi asli daerah, maka diharapkan setiap pemerintah daerah dapat membangun infrastruktur ekonomi baik di daerahnya masing-masing guna meningkatkan pendapatannya. 8

9 Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang berasal dari sumber-sumber ekonomi daerah, yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan daerah. Adapun beberapa kelompok pendapatan asli daerah yang dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, diantaranya : 1) Pajak Daerah Menurut Mardiasmo ( 2011:12) mengemukakan bahwa Pengertian pajak daerah adalah : kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah. Jenis-jenis daerah antara lain adalah: 1. Pajak Hotel Pajak hotel adalah pajak yang atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang yang ingin menginap/istirahat, sehingga memperoleh pelayanan atau fasilitas lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk perkotaan atau perkantoran. 2. Pajak Restoran dan Rumah Makan Pajak Restoran dan Rumah Makan adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran atau rumah makan adalah tempat menyantap

10 makanan atau minuman yang telah disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga atau catering. 3. Pajak Hiburan Pajak hiburan adalah pajak atas penyenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, penerimaan, pementasan, ketangkasan dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. 4. Pajak Reklame Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, reklame adalah benda, alat, pembuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial. 5. Pajak Penerangan Jalan Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa diwilayah atau daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang dibayarkan oleh pemerintah daerah. 6. Pajak Bahan Galian Golongan C Pajak pengambilan bahan galian golongan c adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan c sesuai peraturan perundangundangan yang telah berlaku. Bahan galian golongan c terdiri atas asbes, batu tulis, batu setengan permata, batu kapur, batu apung, gips, pasir, phospat, tanah liat dan lain-lain.

11 7. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukiman Pajak yang dikenakan terhadap pengambilan dan pemanfaatan air, baik air bawah tanah maupun air permukaan untuk digunakan oleh orang pribadi atau badan kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. 2) Retribusi Daerah. Menurut Mardiasmo (2011:15) mengemukakan bahwa Retribusi daerah adalah : berikut : Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin trtentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah dapat dibagi dalam beberapa kelompok yakni, sebagai 1. Retribusi Jasa Umum, adalah retribusi jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 2. Retribusi Jasa Usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat disediakan oleh sektor swasta. 3. Retribusi Perizinan tertentu, adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintahan daerah dalam rangka pemberian perizinan kepada orang

12 pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 3) Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Salah satu sebab berlakunya otonomi daerah adalah tingginya campur tangan pemerintah pusat dalam pengelolaan roda dalam pemerintah daerah. Termasuk didalamnya terdapat berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sektor industri. Dengan adanya otonomi daerah, maka sewaktunya bagi daerah untuk mengelola kekayaan daerahnya seoptimal mungkin guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Undang- undang mengizinkan pemerintah daerah untuk mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMD), BUMD ini bersama sektor swasta diharapkan dapat memberikan kontribusi baik bagi daerah, sehingga dapat memperkembangkan perekonomian daerah. 4) Lain lain Pendapatan yang Sah Lain lain pendapatan yang sah dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah dengan cara-cara yang wajar. Alternatif untuk memperoleh pendapatan ini dilakukan dengan melakukan pinjaman kepada pemerintah

13 pusat, pinjaman kepada pemerintah daerah, pinjaman kepada masyarakat, dan juga dengan menerbitkan obligasi daerah. 2.2 Dana Alokasi Umum (DAU) Menurut Undang undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dengan Pemerintah daerah bahwa : Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana umum, dan alokasi khusus, dan bagi hasil, sedangkan porsi PAD masih relatif kecil. DAU merupakan sarana untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerahnya. Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan PP No.55 tahun 2005 adalah sebagai berikut: a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

14 b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas. c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu kabupaten / kota tertentu ditetapkan brdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk kabupaten/ kota yang ditetapkan APBN dengan porsi kabupaten/kota yang bersangkutan. d. Porsi kabupaten / kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot kabupaten / kota di seluruh Indonesia. Dari jumlah DAU 90% yang ditujukan untuk kabupaten dan kota, maka setiap kabupaten dan kota mendapatkan DAU sesuai dengan hasil perhitungan Formula DAU yang ditetapkan berdasrkan celah fiskal dan alokasi dasar. Hal ini sesuai dengan PP No. 55 tahun 2005 Pasal 40 yaitu : 1. DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula terdiri dari atas celah fiskal dan alokasi dasar. 2. Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. 3. Kebutuhan fiskal sebagaiman dimaksud pada ayat (2) diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik regional bruto per kapita dan indeks pemangunan manusia. 4. Kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur berdaskan pendapatan asli daerah dan dana bagi hasil.

15 5. Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. Undang undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintahpusat dan daerah menyatakan bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah ( provinsi, kabupaten, dan kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU dalam suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah dengan potensi daerah. Dana alokasi umum digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. Fiscal gap terjadi karena karakteristik daerah di Indonesia yang sangat beraneka ragam. Rumus untuk menghitung dana alokasi umum menurut undang- undang nomor 33 tahun 2004 adalah sebagai berikut : Dana Alokasi Umum = Celah Fiskal + Alokasi Dasar 1. Celah Fiskal adalah : a. Celah Fiskal = bobot celah fiskal x DAU seluruh kabupaten/kota b. DAU seluruh kabupaten / kota = 90% x (26% x Pendapatan Dalam Negeri Netto) c. Bobot Celah Fiskal Daerah = celah fiskal daerah/ total celah fiskal seluruh kabupaten / kota. d. Celah fiskal daerah = kebutuhan fiskal kapasitas fiskal. e. Kapasitas fiskal = pendapatan asli daerah + dana bagi hasil

16 2. Alokasi Dasar Adalah : a. Alokasi dasar = gaji pegawai negeri sipil daerah (PNSD) termasuk kenaikan gaji pokok dan gaji ke -13 dan gaji calon pegawai negeri sipil daerah (CPNSD). 3. Ketentuan : a. Jika celah fiskal > 0, maka DAU = Alokasi dasar + celah fiskal b. Jika celah fiskal = 0, maka DAU =Alokasi dasar c. Jika celah fiskal < 0 (atau negatif) dan nilainya negatif lebih kecil dari alokasi dasar, maka DAU = Alokasi dasar d. Jika celah fiskal < 0 (atau negatif) dan nilainya sama atau lebih besar dari alokasi dasar,maka DAU = 0 2. 3 Dana Alokasi Khusus (DAK) Menurut Undang undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dengan Pemerintah daerah bahwa: Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) ditetapkan setiap tahun dan diukur dari banyaknya jumlah penerimaan DAK yang diberikan oleh pemerintah pusat. Dana Alokasi Khusus yang akan dialokasikan untuk mendanai beberapa kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan bagian dari program yang akan menjadi prioritas nasional dalam suatu daerah.

17 Pengalokasian dalam DAK ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria, yang ditetapkan berdasarkan peraturan Undang Undang No. 33 tahun 2004 yaitu sebagai berikut : 1. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. 2. Kriteria umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditettapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. 3. Kriteria khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang undangan dan karakteriskrik daerah. 4. Kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kementerian Negara / Departemen teknis. Besaran yang diterima suatu daerah untuk pengalokasian DAK telah ditetapkan setiap tahunnya dalam APBN, sesuai dengan rencana yang diprogramkan untuk prioritas nasional dalam suatu daerah. Yang dimana program yang menjdi prioritas nasional tersebut telah dimuat dalam Rencana kerja Pemerintah tahun anggaran bersangkutan. Daerah penerima Dana Alokasi Khusus (DAK) wajib menganggarkan dana untuk kegiatan bersifat fisik sekurangkurangnya 10% dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Menurut PP No. 55 Tahun 2005 pasal 54 perhitungan dalam dana alokasi khusus adalah sebagai berikut:

18 1. Penghitungan alokasi DAK sebagaimana yang dilakukan oleh Menteri Keuangan melalui 2 (dua) tahapan, yaitu: a. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan b. Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah. 2. Penentuan Daerah Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis 3. Besaran alokasi DAK masing-masing daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. 2.4 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sukirno (2010) pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan bagi suatu pembangunan. Dengan demikian semakin tingginya pertumbuhan ekonomi suatu daerah biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu tujuan dari suatu proses pembangunan yang berjalan. Pemberian otonomi kepada daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu daerah karena dapat memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana keuangan sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan daerahnya ( Krismayana, 2013). Untuk mengukur

19 kemajuan pembangunan ekonomi, maka digunakanlah indikator makro untuk penilaian kinerja perekonomian, Indiktor tersebut adalah produk domestik regional bruto (BPS, 2012: 2). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan hasil dari penjumlahan dari seluruh nilai tambah suatu produksi barang dan jasa dari berbagai seluruh kegiatan perekonomian disuatu wilayah pada suatu periode dan waktu tertentu (BPS 2012: 9). Berdasarkan (BPS 2012: 10) ada dua macam cara perhitungan dalam PDRB yaitu dengan cara metode langsung dan metode tidak langsung. 1. Metode langsung merupakan metode dengan perhitungan dengan menggunakan data yang bersumber dari daerah yang bersangkutan. Terdapat tiga pendekatan dalam perhitungan PDRB metode langsung yaitu: a. Pendekatan Produksi Pendekatan dari segi produksi ialah menghitung nilai tambah dari barang atau jasa yang diproduksi dari berbagai seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangi otuput dari masing-masing sektor atau sub sektor dengan biaya masing-masing nilai produksi tersebut. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit produksi dalam suatu proses produksi dari input antara yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu barang dan jasa.

20 b. Pendekatan Pendapatan Dalam pendekatan ini nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi dengan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu berupa gaji dan upah, suprlus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Untuk sektor pemerintahan dan usaha-usaha yang bersifat tidak untuk mencari untung, surplus usaha tidak perlu di hitung. c. Pendekatan Pengeluaran Pada pendekatan dari segi pengeluaran ini, Produk Domestik Regional dapat dihitung dengan menghitung berbagai komponen pengeluaran akhir yang membentuk produk domestik regional bruto tersebut. 2. Metode tidak langsung adalah metode dengan menggunakan perhitungan pendapatan regional dengan cara mengalokasikan angka pendapatan regional (nilai tambah) provinsi ke berbagai daerah kabupaten / kota dengan cara menggunakan alokator tertentu seperti nilai produk bruto sektor, jumlah produksi, tenaga kerja, penduduk dan alokator lainnya. Dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Jawa Barat terdapat 9 sektor-sektor ekonomi dalam PDRB yaitu :

21 1. Pertanian a. Tanaman bahan makanan b. Tanaman perkebunan c. Kehutanan d. Peternakan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan gas bumi b. Non migas c. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri migas b. Industri tanpa migas 4. Listrik, Gas dan Air Minum a. Listrik b. Gas c. Air minum 5. Bangunan dan konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan besar dan eceran b. Hotel c. Restoran / rumah makan

22 7. Pengangkutan dan komunikasi a. Angkutan I. Pengangkutan kereta api II. III. IV. Pengangkutan darat Pengangkutan udara Pengangkutan laut V. Pengangkutan sungai, danau, dan penyeberangan VI. Jasa penunjang angkutan b. Komunikasi I. Telkom dan pos giro II. Jasa penunjang komunikasi 8. Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan a. Bank b. Lembaga keuangan tanpa bank c. Jasa penunjang keuangan d. Sewa bangunan e. Jasa perusahaan 9. Jasa jasa a. Pemerintah umum b. Swasta I. Jasa sosial dan kemasyarakatan II. III. Jasa hiburan dan rekreasi Jasa perorangan dan rumah tangga

23 2.5 Kerangka Pemikiran a. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan untuk mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif mempunyai kemungkinan akan mendapatkan kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki pendapatan perkapita yang lebih baik (Harianto dan Adi, 2007). Dari perspektif ini seharusnya pemerintah daerah harus lebih berkonsentrasi pada kekuatan ekonomi daerah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi daripada sekedar mengeluarkan produk perundangan terkait dengan pajak atau retribusi. Selain itu, ketergantungan pada dana transfer dari pemerintah pusat dari tahun ke tahun harus dibatasi karena saat ini sumber keuangan daerah sebagian besar masih berasal dana transfer pemerintah pusat yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Penelitian terdahulu Sari dan Desiani (2015) dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandung menyimpulkan bawa Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini berarti PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, apabila PAD meningkat maka dana yang dimiliki

24 daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daeah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah yang dimiliki,dengan cara memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar (Saragih, 2003). b. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Basic utama perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) adalah kesenjangan fiskal (fiscal gap) atau perbedaan antara kapasitas fiskal pada setiap daerah. Penelitian terdahulu (Nur aeni dan Suratno, 2015) mengenai Pengaruh PAD, DAU, DAK dan DOK terhadap Produk Domestik Regional Bruto, menyimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh Positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah dan transfer pemerintah dalam bentuk DAU memiliki peran yang penting di dalam sebuah perekonomian daerah. Berdasarkan undang-undang nomor 33 Tahun 2004 pengalokasian Dana Alokasi Umum ditentukan besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) di sebuah daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Apabila suatu daerah mempunyai potensi fiskal dan pertumbuhan ekonomi yang begitu besar tetapi kebutuhan fiscal kecil maka akan memperoleh alokasi DAU yang relatif kecil. Sebaliknya, apabila daerah yang potensi fiskalnya kecil dan pertumbuhan ekonomi yang kecil sedangkan kebutuhan fiskalnya besar maka akan memperoleh alokasi DAU yang relatif besar.

25 c. Pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBD yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. dengan adanya kenaikan Dana Alokasi Khusus (DAK) maka akan meningkatkan belanja daerah untuk keperluan dari daerah tersebut. Jika belanja naik, maka diharapkan perekonomian daerah juga akan naik. Menurut penelitian terdahulu (Anwar dan Hidayat, 2011) mengenai pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan subsidi pangan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah menyimpulkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian mengatakan DAK memberikan pengaruh yang kecil, hal ini terjadi karena tidak konsistennya jumlah DAK yang dialoksikan setiap triwulannya, karena ada triwulan yang tidak ada pengalokasian DAK. Ketidakkonsistenan pengalokasian ini akibat dari seringnya keterlambatan dari daerah dalam menyerahkan laporan APBD dan/atau laporan pelaksaan kegiatan DAK kepada pemerintah pusat sebagai syarat pencairan DAK tahap selanjutnya. Walaupan alokasi DAK tidak sebesar alokasi DAU tetapi DAK mempunyai sifat penggunaan untuk kegiatan yang bersifat fisik, dengan sifat ini DAK diperkirakan dapat memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

26 Pendapatan Asli Daerah (X 1 ) Dana Alokasi Umum (X 2 ) Dana Alokasi Khusus (X 3 ) Pertumbuhan Ekonomi (Y) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

27 2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang akan disajikan dalam penelitian ini sebagai berikut : H1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. H2 = Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. H3 = Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. H4= Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.