KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PESTISIDA NABATI PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. nasional yang memiliki tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Tataniaga Kubis (Brasica Olereacea) Organik Bersertifikat Di Nagari Koto Tinggi Kecamatan Baso Kabupaten Agam

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Good Agricultural Practices

BIOPESTISIDA PENGENDALI HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa buah lokal adalah semua jenis buahbuahan

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

II. TINJAUAN PUSTAKA

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Permasalahan Dalam Pengembangan Pertanian Organik. Amaliah, SP

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebanyak 39,05 juta

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

PARADIGMA EKOLOGI BUDAYA UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN PADI Oleh : Marlyn T. Felix Sitorus

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

M.Yazid, Nukmal Hakim, Guntur M.Ali, Yulian Junaidi, Henny Malini Dosen Fakutas Pertanian Universitas Sriwijaya ABSTRAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PDP-S V.1.1 (PERANGKAT LUNAK PENCARI PESTISIDA PERTANIAN DAN KEHUTANAN VERSI 1

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan

I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian di negara yang sedang berkembang seperti

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Haryono KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN PENDAHULUAN Tuntutan masyarakat modern terhadap produk tanaman selain mengarah pada sisi kualitas dan ekonomis (murah), juga kepedulian terhadap lingkungan dan kesehatan. Tuntutan tersebut pada hakekatnya tidak hanya berkembang pada masyarakat konsumen, tetapi juga menjadi kepedulian masyarakat produsen dan yang berada di ekosistem produsen karena memang daya saing suatu produk tidak dapat dilepaskan dari respon produsen terhadap tuntutan pasar. Satu rantai proses produksi produk tanaman yang terkait dan berdampak negative terhadap lingkungan dan kesehatan, adalah metode pengendalian organisma pengganggu tanaman (OPT) yang menggunakan cara-cara kurang bijaksana, yang tercermin antara lain oleh banyaknya usulan dan regulasi internasional, seperti Sanitary and Phytosanitary Measure (SPM) dan Minimum Residu Pesticide Limit (MRL) tentang standar ekspor produk tanaman terkait kandungan residu pestisida, serta munculnya produk pertanian organik yang berdaya saing tinggi. Negara produsen produk pertanian, seperti Indonesia pernah mengalami dampak buruk penggunaan pestisida yang kurang bijaksana, seperti terjadinya resistensi dan resurjensi hama, keracunan pengguna pestisida dan punahnya organisme non target, menanggapinya dengan memberlakukan pembatasan penggunaan pestisida yang ketat dan mewajibkan pelaksanaan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Penurunan daya saing produk ekspor, antara lain tercermin dari adanya penolakan produk ekspor pertanian Indonesia karena pencemaran residu pestisida, meskipun masih dalam volume ekspor yang sangat terbatas, misalnya penolakan ekspor tembakau 1

Haryono, Semnas Pesnab IV Jakarta 15 Oktober 2011 ke Eropa dan sayuran ke Singapura dan Taiwan. Harus diakui bahwa pengawasan penggunaan pestisida di lapangan dan kajian yang intensif mengenai residu kimia pada produk pertanian kita masih lemah. Sejak beberapa tahun terakhir, perhatian, pemanfaatan dan aplikasi pestisida nabati dan hayati dalam proses produksi pertanian, khususnya untuk menekan kehilangan dan kerugian hasil akibat OPT, dapat menjadi salah satu andalan untuk menjawab tuntutan masyarakat modern mengenai produk pertanian yang lebih sehat dan berkualitas. Bagi Indonesia yang terletak di wilayah tropis, dengan keaneka ragaman hayati berlimpah, ketersediaan banyak jenis tanaman penghasil pestisida pengendali OPT pertanian ramah lingkungan di seluruh pelosok negeri, merupakan peluang yang sangat menjanjikan dalam menekan penggunaan pestisida kimiawi, yang tercatat penggunaannya terus meningkat seiring dengan meningkatnya tuntutan kuantitas dan kualitas produksi pertanian. DI INDONESIA Peran Pestisida Nabati Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai zat pembunuh, penolak, pengikat ataupun penghambat pertumbuhan OPT. Pestisida nabati relatif lebih mudah dibuat, lebih mudah terurai di alam dan lebih aman bagi manusia dan lingkungan. Pemanfaatan pestisida nabati dalam pengendalian OPT, selain sebagai pengendali alamiah yang efektif dan berkelanjutan, juga dapat berperan dalam meningkatkan daya saing produk melalui peningkatan efisiensi usaha dan image produk perkebunan ramah lingkungan. Sejarah menunjukkan bahwa pengendalian hama dengan memanfaatkan pestisida nabati banyak dilakukan sebelum tahun 1940 an. Era setelah itu adalah era pestisida kimiawi, yang kemudian berdampak luas pada kehidupan organisma di muka bumi. 2

KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Pemanfaatan pestisida nabati secara luas akan langsung berpengaruh terhadap berkurangnya volume penggunaan pestisida dan berdampak positif terhadap kualitas produk tanaman terutama dengan makin terhindarnya produk dari kemungkinan pencemaran residu pestisida kimiawi. Kondisi produk tanaman yang demikian, saat ini menjadi perhatian konsumen dan dapat memberikan image kualitas produk yang tinggi. Status Pestisida Nabati Di dunia tercatat 2000 jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pestisida. Diantaranya yang cukup dikenal dikenal sejak lama sejak lama di Indonesia, yaitu akar tuba, mimba, cengkeh, serai, bengkuang, srikaya, dan tembakau. Masing komoditas pestisida nabati ini memiliki wilayah pengembangan yang spesifik. Misalnya, akar tuba banyak ditemukan di pesisir Sumatera, Kalimantan dan Jawa, tembakau ditanam di 9 propinsi, mimba banyak terdapat di wilayah kering beriklim kering (seperti Jawa Timur, Bali, NTT, NTB). Dari kegiatan seminar nasional khusus tentang pemanfaatan pestisida nabati yang telah diselenggarakan sebanyak 3 kali oleh Badan Litbang Pertanian sejak 1993, 1999, dan 2005 terungkap sangat banyak jenis tanaman di Indonesia yang sudah diteliti dan dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Juga dapat dibuktikan banyak jenis OPT yang dapat dikendalikan dengan pestisida nabati. Terungkap beragam jenis formulasi pestisida nabati yang dikembangkan. Tetapi, sangat sedikit pestisida nabati yang telah dipasarkan secara komersial. Misalnya, jumlah petisida nabati atau hayati yang terdaftar di Pusat Perizinan dan Inventasi, Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian, hanya tercacat 22 merek dari 2067 merek pestisida yang beredar di Indonesia. Sedangkan bahan aktif pestisida yang tergolong nabati/hayati jauh lebih sedikit, yaitu tiga merek berbahan aktif azadiraktin dan 18 merek berbahan aktif Bacillus thuringiensis, serta satu merek mengandung Bacillus coagulans. Hal ini mengindikasikan masih lemahnya posisi pestisida nabati dan hayati pada sistem pertanian. Oleh karena itu, saya mengharapkan ada kajian khusus 3

Haryono, Semnas Pesnab IV Jakarta 15 Oktober 2011 mengapa hal ini bisa terjadi; apakah karena sulitnya perizinan, mahalnya biaya perizinan, atau belum siapnya produk pestisida nabati/hayati memasuki industri pestisida. Perkembangan terakhir menunjukkan ada beberapa formula pestisida nabati/hayati hasil peneliti Litbang Pertanian yang telah dipatentkan dan dikerjasamakan pengembangan dan pemasarannya melalui lisensi. Namun, yang juga harus menjadi perhatian kita bersama saat ini yakni, bagaimana agar pestisida nabati dapat bersaing dengan pestisida sintetik dalam hal jumlah, keefektifan, ekonomis dan kemudahan aplikasinya sehingga dapat diandalkan sebagai salah satu komponen penting dalam proses produksi untuk menekan kehilangan hasil akibat OPT. Saya merasa optimis ketika mengetahui beberapa perkembangan penelitian dan pengembangan yang saya catat sangat prospektif, misalnya diperkenalkannya produk pestisida nabati ORGANEEM dengan bahan dasar mimba, CEES dengan bahan dasar cengkeh dan sereh wangi, ATLABU dengan bahan dasar selasih, dan masih banyak lagi produk pestisida nabati lainnya, baik yang masih dalam skala penelitian, maupun sudah sampai skala pengembangan. Kendala Berbagai kelemahan pemanfaatan pestisida nabati, seperti bahan aktif yang mudah terurai, sebaran tanaman yang seringkali spesifik lokasi, kandungan bahan aktif pada tanaman yang sangat bergantung pada varietas dan lokasi penanaman, pemanfaatan berupa formulasi sederhana yang mudah ditiru, dan banyak kelemahan lainnya yang sebenarnya sekaligus juga merupakan kelebihan pestisida nabati, maka seharusnya kelemahan tersebut tidak dijadikan sebagai kendala dalam pengembangannya. Saya juga mengamati bahwa promosi pemanfaatan pestisida nabati di Indonesia tidak dilakukan secara gencar, sistematis dan konsisten, sehingga dapat menyebabkan produk pestisida nabati kalah pamor dengan komponen pengendalian lainnya, terutama pestisida kimiawi. 4

KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Karena itu, saya berpendapat pemanfaatan pestisida nabati untuk pengendalian OPT di Indonesia saat ini tidak dapat dilepaskan dari campur tangan pemerintah dan swasta. Untuk hal demikian diperlukan ilmu dan teknologi yang dapat mendukung pemanfaatannya. GO ORGANIC 2010 yang telah dicanangkan Kementerian Pertanian tampaknya dapat memberikan dorongan kuat untuk menghasilkan produk yang dapat mendukung proses produksi tanaman yang ramah lingkungan. Demikian pula dari sisi swasta. Sebagai gambaran penjualan produk organik dunia pada tahun 2004 mencapai US$27.8 milyar. Pasar produk organik dunia menurut WTO saat ini meningkat setiap tahun dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 100 milliar US dollar. Dalam satu dekade ini terjadi peningkatan penggunaan produk organik sekitar 20-25% untuk kawasan Uni Eropa, bahkan untuk beberapa negara dapat mencapai 50 persen per tahun. Selain itu, harga produk organik di pasar internasional pun bisa mencapai 5-10 kali dari harga produk biasa. ARAH PEMANFAATAN Dasar dari pemanfaatan pestisida nabati dalam pengendalian OPT adalah pemahaman pemeliharaan ekosistem. Oleh karena itu penguasaan ilmu dan kelengkapan informasi tentang hal tersebut harus menjadi prioritas utama dalam penelitian. Penelitian dan pengembangan pestisida nabati dalam teknologi pengendalian OPT harus diarahkan ke depan pada beberapa kegiatan, yakni pemetaan wilayah pengembangan tanaman penghasil, varietas berkandungan bahan aktif tinggi, teknik formulasi dan penyimpanan agar tahan lama dengan efektivitas yang tinggi dan tetap stabil, serta teknik pengembangan secara masal yang ekonomis. 5

Haryono, Semnas Pesnab IV Jakarta 15 Oktober 2011 STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Keberhasilan pemanfaatan dan pengembangan di banyak tempat di dunia, bukan hanya karena kondisi fisik dan faktor lingkungan yang mendukung, tetapi juga adanya upaya yang kuat dan konsisten Pemanfaatan sumber bahan tanaman domestik seharusnya mendapat perhatian dalam penelitian dan pengembangan pestisida nabati, walaupun dalam kondisi tertentu tetap harus dibuka peluang pemanfaatan pestisida nabati nondomestik untuk memperoleh hasil pengendalian yang optimal. Kondisi tertentu yang dimaksud adalah kondisi ketika pestisida nabati asal domestik tidak mampu mengendalikan OPT penting. Dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan pestisida nabati seringkali dibatasi oleh kendala dana, waktu dan fasilitas. Agar keinginan yang kuat dan konsistensi pelaksanaan penelitian dan pengembangan dapat terjaga dengan baik maka diperlukan strategi yang tepat. Beberapa strategi yang perlu mendapat perhatian yaitu (1) menyusun program dan menetapkan prioritas penelitian, (2) pemanfaatan informasi yang tersedia semaksimal mungkin, (3) melaksanakan kerjasama dan koordinasi dengan institusi atau lembaga lain yang berkepentingan atau terkait, (4) mengusahakan peningkatan sumber daya manusia, serta (5) melaksanakan evaluasi penelitian dan pengembangan secara periodik. Program dan prioritas penelitian perlu disusun dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan komoditas pestisida nabati bernilai ekonomis efektif atau yang mampu memberi tambahan pendapatan bagi petani dalam usaha mengatasi kendala produksi karena serangan OPT yang sangat merugikan dan masih sangat bergantung pestisida kimiawi. Pemanfaatan informasi yang tersedia semaksimal mungkin melalui studi pustaka, komunikasi elektronik, dan pertemuan ilmiah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penelitian. Kegiatan demikian selain dapat melengkapi aspek lain yang belum mendapat perhatian untuk diteliti, juga akan mengurangi kemungkinan terjadinya penelitian yang berulang dan tumpang tindih. 6

KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Koordinasi dan kerjasama antar lembaga dan institusi yang baik sangat diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal dalam pemanfaatan pestisida nabati. Fasilitas yang dimiliki oleh suatu lembaga atau institusi dapat dimanfaatkan oleh institusi lain yang memerlukan. Kelemahan dalam aplikasi dapat semaksimal mungkin dihindari melalui komunikasi yang baik antar lembaga dan institusi terkait. Suatu kegiatan evaluasi penelitian dan pengembangan harus dilakukan secara periodik untuk menghindari langkah pengendalian yang kurang tepat dan sekaligus dapat memperbaiki kekeliruan sedini mungkin sehingga tercapai hasil yang maksimal. Evaluasi demikian hendaknya dapat dilakukan dengan melibatkan pengguna dan pihak lain yang terkait. PENUTUP Pestisida nabati merupakan pengendali OPT yang memiliki peran selain sebagai pengendali alamiah yang ramah lingkungan, juga sebagai basis dalam meningkatkan daya saing produk. Perkembangan pemanfaatan pestisida nabati di tanah air, walaupun akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, yang antara lain ditunjukkan dengan adanya produk inovasi pestisida nabati yang dipatentkan dan dilisensikan pengembangannya melalui kerjasama dengan pihak swasta, ternyata masih perlu didorong dan ditingkatkan pengembangannya mengingat potensi Indonesia yang besar dalam keragaman jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati untuk mendorong peningkatan daya saing produk pertanian, efisiensi usahatani, serta kelestarian lingkungan, Kebijakan dan penerapannya yang konsisten dari semua pihak terkait dalam pemanfaatan pestisida nabati sangat diperlukan, sehingga program pembangunan pertanian berkelanjutan dapat terwujud. Dari sisi penelitian dan pengembangan, konsistensi perhatian terhadap pestisida telah ditunjukkan pada hasil-hasil seminar nasional pestisida nabati yang telah diselenggarakan empat kali sejak tahun 1993, 1999, 2005 dan tahun 7

Haryono, Semnas Pesnab IV Jakarta 15 Oktober 2011 2011 sekarang ini. Melalui seminar nasional demikian perkembangan penelitian dan pengembangan pestisida nabati akan dapat terpantau dan terdokumentasi dengan baik. Perencanaaan penelitian dan pengembangan agar dilakukan secara sistematis dengan mengacu pada pemecahan kendala pada kurun waktu berjalan. Untuk mengatasi kendala dana, waktu dan fasilitas di bidang penelitian dan pengembangan, perlu dilakukan strategi penetapan program dan prioritas penelitian dengan memanfaatkan informasi yang tersedia semaksimal mungkin, serta melaksanakan koordinasi dan kerjasama penelitian, dengan mengutamakan peningkatan sumberdaya manusia, dan melaksanakan evaluasi kegiatan secara periodik. Sebagai penutup, saya ingin mengajak kita semua untuk menyatukan langkah pemanfaatan pestisida nabati secara optimal untuk mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan. Mari kita contoh salah satu negara yang sukses dalam pengembangan dan pemanfaatan pestisida nabati berbahan dasar mimba, baik untuk komersial dan non komersial, tidak hanya untuk pengendalian OPT tetapi juga aspek kesehatan manusia. 8