5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Untuk peningkatan taraf hidup masyarakat wilayah pesisir, maka harus dilakukan pembangunan. Namun, pembangunan tersebut harus juga

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

3.1 Metode Identifikasi

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

GUBERNUR SULAWESI BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau kaadaan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas ekosistem dan analisis mengenai kemanfaatan pemetaan entitas entitas ekosistem dalam perspektif pembangunan wilayah pesisir. 5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir Pada wilayah pesisir terdapat komponen-komponen yang merupakan dasar untuk merencanakan pembangunan wilayah pesisir. Komponen-komponen tersebut adalah komponen ekonomi-sosial-budaya-hukum, komponen kewilayahan, komponen ekosistem, komponen pengelolaan daerah aliran sungai, dan komponen oseanografi pantai dan estuari. Kelima komponen tersebut mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain, sehingga dalam pembangunan wilayah pesisir kelima komponen ini harus dilibatkan secara terpadu. Maksud terpadu ini adalah memandang komponenkomponen tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh sehingga pembangunan wilayah pesisir dilakukan secara terpadu mulai dari hulu hingga ke hilir. 5.1.1. Analisis mengenai Komponen Ekonomi, Sosial, Budaya, Hukum Komponen ekonomi menekankan bagaimana menjadikan wilayah pesisir memiliki nilai prospektif dan dapat menjadi sumber nafkah dan sumber kesempatan kerja. Unsur utama dari komponen ekonomi adalah produksi barang dan jasa, tingkat pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Pengolahan sumber daya alam pesisir memerlukan teknologi dan modal, sehingga peningkatan produk barang dan jasa dapat meningkatkan tingkat perekonomian yang merakyat. Komponen sosial adalah bagaimana mengurangi sedikit demi sedikit paradigma mengenai kemiskinan masyarakat wilayah pesisir melalui pelaksanaan pembangunan yang bertumpu pada desa-desa di wilayah pesisir. Kondisi sosial masyarakat pesisir cukup memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakatnya. Selain itu akses terhadap sarana dan prasarana ekonomi, seperti perbankan pun rendah. 87

Rendahnya pendidikan masyarakat menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap potensi sumber daya pesisir yang dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan untuk meningkatkan pendapatan. Pemberdayaan masyarakat pesisir berkaitan dengan komponen budaya, yaitu memperkuat sikap atau cara pandang bahwa potensi wilayah pesisir dapat dimanfaatkan secara optimal apabila peran masyarakat pesisir diikutsertakan secara aktif, sebagai pelaku utama pembangunan. Komponen hukum dikaitkan dengan produk-produk hukum berupa peraturan daerah yang mencakup pengaturan tentang eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya kewilayahan di wilayah pesisir dan laut, pengaturan kepentingan administrasi, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara (Pasal 10 ayat 2 UU No. 32 Tahun 2004) [Fitria, 2007]. 5.1.2. Analisis mengenai Komponen Kewilayahan Untuk membangun suatu wilayah diperlukan perencanaan. Perencanaan tersebut memerlukan informasi yang dapat diperoleh antara lain melalui peta. Peta adalah gambaran dari unsur-unsur di muka bumi di atas bidang datar dalam bentuk simbol-simbol dan menurut suatu skala tertentu [SULASDI, 2006]. Suatu peta memuat unsur-unsur informatif tentang batas administratif dan batas wilayah, sehingga untuk keperluan pembangunan suatu wilayah dapat diketahui dimana lokasi pembangunan dalam perspektif ruang. Kegiatan pembangunan wilayah pesisir dalam perpektif daerah sangat memerlukan adanya informasi mengenai potensi sumber-sumber daya kewilayahan sehingga berdasarkan informasi tersebut dapat dibuat perencanaan pembangunan yang akurat dan menyeluruh, memperhitungkan dampak pembangunan antara satu sektor dengan sektor lainnya. 5.1.3. Analisis mengenai Komponen Ekosistem Berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir bersifat alami dan buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir adalah hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, pantai berpasir, pantai berbatu, pantai berlumpur serta laguna dan estuari. Sedangkan ekosistem buatan adalah tambak, 88

sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri dan kawasan pemukiman. Interaksi darat-laut dalam wilayah pesisir menyangkut dua ekosistem, yaitu ekosistem darat terhadap ekosistem laut, dan sebaliknya. Terjadinya pertemuan air laut dan air tawar menciptakan ekosistem yang kaya, produktif dan beragam. Kaitan antara ekosistem dengan pembangunan yang perlu diperhatikan adalah apakah telah ada kegiatan yang mendukung pelestarian lingkungan sebagai sumber kehidupan. Bagaimana mengoptimalkan peran para pemanfaat sumber daya tanpa melampaui batas sehingga berdampak pada kualitas lingkungan. Bagaimana kondisi perairan sebagai parameter kualitas lingkungan, sejauh mana kerusakan lingkungan yang telah terjadi. Masyarakat pesisir adalah pihak yang pertama terkena dampak kerusakan ekosistem ini, sehingga masyarakat pesisir seharusnya memainkan peran utama dalam kegiatan pelestarian ekosistem. 5.1.4. Analisis mengenai Komponen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai merupakan daerah yang menghubungkan daratan di hulu dengan kawasan pesisir, sehingga pencemaran di kawasan hulu akan berdampak pada kawasan pesisir (UNEP, dalam Widiastuti, 2004). Unsur pesisir dan DAS tidak dapat dipisahkan dalam konteks pembangunan kewilayahan secara keseluruhan dimana wilayah pesisir dan DAS juga merupakan bagian wilayah yang berperan penting dan strategis, baik ditinjau dari segi ekologi maupun ekonomi. Kegiatan-kegiatan di DAS mulai dari hulu hingga daerah muara dan pantai seperti pertanian, pemukiman dan industri berpotensi menimbulkan pencemaran yang berasal dari limbah dan sampah yang dihasilkan. Pencemaran tersebut dapat mempengaruhi kualitas perairan di wilayah muara dan pantai. 5.1.5. Analisis mengenai Komponen Oseanografi Pantai dan Estuari Keadaan fisik wilayah pesisir terutama pantai dan estuari akan sangat dipengaruhi oleh komponen oseanografi pantai dan estuari. Komponen ini akan berperan dalam pembentukan jenis pantai dan lebih jauh lagi akan menentukan bagaimana pembangunan yang sesuai yang dapat dilakukan di suatu wilayah pesisir. 89

5.2. Analisis mengenai Pemetaan Entitas-Entitas Ekosistem Skema besar pemetaan entitas-entitas ekosistem mangrove yang diperoleh dari pembahasan bab III didasarkan dari pertimbangan-pertimbangan berikut ini : 1. Parameter lingkungan penentu keberlangsungan hidup ekosistem agar dapat hidup optimal. 2. Kemanfaatan entitas pemetaan dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan wilayah pesisir. 3. Mengetahui dampak yang berpotensi untuk terjadi yang disebabkan oleh entitas tertentu tidak dalam kondisi yang sehat. Apabila entitas-entitas penentu keberlangsungan hidup ekosistem tidak mendukung, maka yang terjadi adalah kerusakan kondisi ekosistem. Jika ekosistemnya rusak, maka sumber daya yang dikandung pun ikut hilang sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan wilayah pesisir. Selain itu, penentuan entitas-entitas yang harus dipetakan juga didasarkan pada kemanfaatannya dalam mendukung pembangungan wilayah pesisir. Jika diketahui kemanfaatan masing-masing entitas bagi tercapainya tujuan pembangunan wilayah pesisir, maka diharapkan keberadaan informasi mengenai entitas tersebut dapat berkontribusi efektif untuk menyukseskan pembangunan. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode pemetaan entitas-entitas ekosistem yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah didasarkan pada faktor-faktor yang terlibat atau berpengaruh dalam mempertahankan kondisi suatu ekosistem sehingga dapat secara kontinyu mendukung proses pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. 90

5.3. Analisis mengenai Kemanfaatan Pemetaan Entitas Entitas Ekosistem dalam Perspektif Pembangunan Wilayah Pesisir Seringkali manusia tidak menyadari apa yang dilakukannya sampai mengalami sendiri dampak yang terjadi. Analisis mengenai kemanfaatan pemetaan entitas-entitas ekosistem dalam perspektif pembangunan wilayah pesisir pada tugas akhir ini akan mengambil contoh beberapa dampak aktivitas manusia pada wilayah pesisir yang tidak memperhatikan entitas-entitas ekosistem. Limbah pertanian, industri, dan rumah tangga yang dibuang ke laut, pengerukan lumpur, lalu lintas perahu yang padat, dan lain-lain kegiatan manusia dapat mempunyai pengaruh yang merusak lamun. Di tempat hilangnya padang lamun, perubahan yang dapat diperkirakan menurut Fortes dalam www.ipb.ac.id, yaitu: 1. Reduksi detritus dari daun lamun sebagai konsekuensi perubahan dalam jaring-jaring makanan di daerah pantai dan komunitas ikan. 2. Perubahan dalam produsen primer yang dominan dari yang bersifat bentik yang bersifat planktonik. 3. Perubahan dalam morfologi pantai sebagai akibat hilangnya sifat-sifat pengikat lamun. 4. Hilangnya struktural dan biologi dan digantikan oleh pasir yang gundul 91

Banyak kegiatan atau proses dari alam maupun aktivitas manusia yang mengancam kelangsungan hidup ekosistem lamun seperti Tabel berikut: Tabel xx. Dampak kegiatan manusia pada ekosistem padang lamun (Bengen, 2001) Kegiatan Dampak Potensial Perusakan total padang lamun Pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan areal estate pinggir laut, pelabuhan, industri, saluran navigasi Pencemaran limbah industri terutama logam berat, dan senyawa organolokrin Pembuangan sampah organik Pencemaran limbah pertanian Pencemaran minyak Perusakan habitat di lokasi pembuangan hasil pengerukan Dampak sekunder pada perairan dengan meningkatnya kekeruhan air, dan terlapisnya insan hewan air. Terjadinya akumulasi logam berat padang lamun melalui proses biological magnification Dapat terjadi eutrofikasi yang mengakibatkan blooming perifiton yang menempel di daun lamun, dan juga meningkatkan kekeruhan yang dapat menghalangi cahaya matahari Pencemaran pestisida dapat mematikan hewan yang berasosiasi dengan padang lamun Pencemar pupuk dapat mengakibatkan eutrofikasi. Lapisan minyak pada daun lamun dapat menghalangi proses fotosintesis 92