BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk mengkaji masalah-masalah yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya

¹Rodiyah, Mahasiswa Teknik Kriya FATEK Universitas Negeri Gorontalo ²Ulin Naini, S.Pd, M.Sn, Dosen Teknik Kriya FATEK Universitas Negeri Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dan

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

II. TINJUAN PUSTAKA. atau kehikmatan suatu peristiwa ( Hasan Sadelly, 1980: 371 ). Menurut Ariyono Suyono dalam Kamus Antropologi upacara adalah :

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

STUDI TENTANG TATACARA UPACARA PERKAWINAN DI DESA TAMANAN KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna

UPACARA PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. unsur simbolis sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menjalani

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang beranekaragam. Menurut Sujarwa (1998:10-11), kebudayaan adalah seluruh

KEMBAR MAYANG DALAM UPACARA ADAT PERKAWINAN JAWA DI DESA NAMBAHREJO KECAMATAN KOTAGAJAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Jawa disebut tanggap wacana (sesorah). Dalam pernikahan adat

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa kebudayaan pada hakikatnya merupakan sebuah semiotis. Clifford

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB IV UNSUR-UNSUR YANG BERAKULTURASI PADA BUDAYA JAWA DALAM TRADISI PERKAWINAN DI DESA CENDORO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI,DAN TINJAUAN PUSTAKA. Irawati (2011 : 6) menyatakan bahwa konsep merupakan ide-ide, penggambaran halhal

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan oleh Al-Qur an disebut dengan kata نكاح dan.ميثاق Nikah menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB I PENDAHULUAN. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu Propinsi yang kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

MEMBELAJARKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BERBASIS PENGETAHUAN DAUR HIDUP MANUSIA JAWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

5.1. KESIMPULAN FAKTUAL

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang dimiliki, kebudayaan merujuk pada berbagai aspek manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang

,-,rurt ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. SIMBOl-SIMBOl RITUAL PROFESI PERKAWJNAN TRADISIONAl MASYARAKAT lamongan : KAJIAN SEMIOTIK SKRIPSI

BAB IV ANALISIS DATA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang bertempat tinggal dalam satu lingkungan masyarakat. Budaya

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

Pedoman Observasi. No Aspek yang diamati Keterangan. 1. Lokasi/ kondisi geografis desa di. 2. Jumlah warga Kecamatan Ngombol

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku

Transkripsi:

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk mengkaji masalah-masalah yang akan menjadi pokok kajian. Dalam penelitian ini akan diajukan konsepkonsep yang dapat dijadikan landasan teori bagi penelitian yang dilakukan. Adapun konsep dalam penelitian ini adalah : 2.1.1 Konsep Makna Setiap upacara perkawinan yang ada pada suku bangsa mayoritas memiliki berbagai macam simbol-simbol yang disertakan di dalam upacara tersebut, dari berbagai macam simbol itu biasanya mengandung makna. Makna dapat kita artikan sebagai arti dari sebuah kata atau benda. Makna muncul pada saat bahasa dipergunakan, karena peranan bahasa dalam komunikasi dan proses berfikir, serta khususnya dalam persoalan yang menyangkut bagaimana mengidentifikasi, memahami ataupun meyakini (Sumaryono, 1993: 131). Makna dapat diartikan sebagai kata yang terselubung dari sebuah kata atau benda, sehingga makna pada dasarnya lebih dari sekedar arti. Makna tidak dapat langsung terlihat dari bentuk kata atau bendanya, karena makna yang ada dalam kata ataupun benda sifatnya terselubung.

13 Menurut Ariftanto dan Maimunah, Makna adalah arti atau pengertian yang erat hubungannya antara tanda atau bentuk yang berupa lambang, bunyi, ujaran dengan hal atau barang yang dimaksudkan (Ariftanto dan Maimunah, 1988: 58). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka yang dimaksud makna adalah kata yang terselubung dari sebuah tanda atau lambang, dan hasil penafsiran dan interprestasi yang erat hubungannya dengan sesuatu hal atau barang tertentu yang hasilnya relatif bagi penafsirnya. 2.1.2 Konsep Simbol Setiap suatu hal atau benda yang ada di dunia pasti memiliki simbol yang bermakna. Simbol-simbol yang ada pada setiap hal atau benda memiliki arti tertentu baik yang tersirat maupun yang tersurat. Menurut Pierce dalam Kris Budiman, Simbol adalah suatu tanda atau gambar yang mengingatkan seseorang kepada penyerupaan benda yang kompleks yang diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dalam konteks budaya yang lebih spesifik atau lebih khusus ( Kris Budiman, 2000: 108). Rafael Raga Maran juga menyatakan Simbol adalah sesuatu yang dapat mengekspresikan atau memberikan makna dari suatu abstrak (Rafael Raga Maran, 2000: 43). Mac Iver dan Page juga merumuskan Simbol-simbol atau lambanglambang dengan istilah nilai-nilai : perwakilan suatu arti atau suatu nilai, suatu tanda lahir atau gerak yang oleh asiosasi membawa suatu perasaan (Mac Iver dan Page dalam S. Takdir Alijahbana, 1986: 188). Dari pendapatpendapat yang telah dikemukakan diatas maka, dapat diambil kesimpulan bahwa simbol adalah sebuah obyek yang berfungsi sebagai sarana untuk

14 mempresentasikan sesuatu hal yang bersifat abstrak, misalnya burung yang terbuat dari janur dalam kembar mayang sebagai simbol kedamaian. 2.1.3 Konsep Kembar Mayang Dalam perkawinan Jawa upacara panggih merupakan representatif filsafah hidup orang Jawa tentang kehidupan berumah tangga. Salah satu simbol yang disertakan dalam upacara panggih adalah kembar mayang. Upacara panggih di jaman moderen ini, jarang sekali digunakan oleh masyarakat luas. Masyarakat Jawa yang menggunakan upacara panggih dalam perkawinan dapat ditemui di sebagian kecil masyarakat. Dalam upacara panggih yang lengkap dapat kita temui simbol kembar mayang. kembar mayang dapat diartikan sebagai lambang terbentuknya keluarga baru, namun juga dapat diartikan sebagai hiasan pada saat pernikahan. R. Srisupadmi Murtiadji dan R. Suwardanidjaja berpendapat : Kembar mayang menurut arti katanya adalah sepasang bunga pohon pinang yang serupa. Kembar dalam bahasa Jawa berarti serupa, serupa berarti sama rupa (bentuk dan warna). Sedangkan mayang adalah bunga pohon pinang. Wujud kembar mayang dalam upacara perkawinan adalah dua rangkaian hiasan janur kuning. Umumnya kembar mayang berfungsi sebagai tanda dalam mengawali dan mengakhiri tradisi upacara perkawinan. Namun, kembar mayang juga berfungsi simbolis, melambangkan kedua mempelai yang bahagia (R. Srisupadmi Murtiadji dan R. Suwardanidjaja, 2012: 89). Pendapat lain dari Rohmadi Untoro Siswoyo yang menyatakan : Kembar mayang adalah dua buah rangkaian hiasan yang terdiri dari godongan (berbagai macam daun) terutama daun kelapa (j anur) yang ditancapkan ke sebuah potongan batang pisang. Daun kelapa tersebut dirangkai dalam bentuk gunung, keris, cambuk, payung, belalang, burung. Selain janur dilengkapi pula dengan daun-daun lain seperti daun beringin, puring, dadap serep dan juga dlingo bengle. Maknanya sebagai perlambang terbentuknya keluarga baru dan untuk membuang

15 sial/mbucal sengkolo (tolak bala) pada kedua pengantin. Bunga mayangnya merupakan bunga pinang yang sedang mekar, berurai indah dan berbau wangi (dikutip dari http:// kmb/rohmadi Untoro Siswoyo - fikrah.htm). Dari pernyataan kedua ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa kembar mayang merupakan sepasang hiasan yang terbuat dari janur dan dedaunan yang fungsinya sebagai temu pengantin Jawa, atau sebagai tanda mulai dan berakhirnya upacara perkawinan. Selain itu juga sebagai lambang terbentuknya keluarga baru. Masyarakat Jawa di Desa Nambahrejo sebagian kecil masih menggunakan upacara adat perkawinan Jawa secara lengkap yang menggunakan upacara panggih penganten dan menyertakan simbol kembar mayang di dalamnya. Banyak masyarakat Jawa di Desa Nambahrejo yang tidak mengetahui tentang arti kembar mayang. seperti halnya menurut Sidik Gondowarsito dalam Depdikbud juga menjelaskan : Kembar mayang juga disebut semacam bouquet (karangan bunga) dari janur (d aun kelapa muda), berupa bunga mayang (bunga pinang) beberapa jenis daun-daunan, kelapa gading dan kesemuanya itu berbentuk pohon hayat (pohon surga) dengan nenas atau bunga pisang (ontong) sebagai mahkota di atasnya. Hal ini melambangkan pohon kehidupan dan pohon yang dapat memberikan segala sesuatu yang diinginkan (Sidik Gondowarsito dalam Depdikbud, 1977: 51). Kembar mayang selain sebagai hiasan dalam perkawinan adat Jawa, kembar mayang juga memiliki banyak makna yang terkandung di setiap simbol yang ada didalamnya. Kembar mayang bagi orang Jawa merupakan petunjuk atau nasehat dalam mengarungi hidup baru. M. Hariwijaya pun menjelaskan, Kembar mayang yang merupakan sekar manca warna paring ing dewa atau aneka macam bunga karunia dewa, tidak bisa dibeli dengan uang, tetapi harus dengan tekad dan keteguhan hati, bekti ing laki atau

16 berbakti kepada suami, manut miturut atau tunduk dan patuh terhadap orang tua (M. Hariwijaya, 2008: 111). Suwarna Pringga Widagda juga menyatakan bahwa Kembar mayang merupakan serangkaian bunga yang maknanya untuk menghilangkan segala marabahaya, agar perjalanan mempelai wanita mulus tiada aral melintang (Suwarna Pringga idagda, 2003: 4). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, kembar mayang atau dengan kata lain dikenal dengan bouquet (karangan bunga), adalah rangkaian hiasan yang dibuat dari janur, bunga mayang, dan beberapa jenis dedaunan (berbagai macam daun) yang semuanya di tancapkan kesebuah potongan batang pisang. Kembar mayang berbentuk pohon hayat yang melambangkan pohon kehidupan dan pohon yang dapat memberikan segala sesuatu yang diinginkan. Kembar mayang juga dapat mengandung suatu simbol atau lambang dengan beragam bentuk dan dengan makna yang hanya dapat diartikan oleh masyarakat perkampungan daerah tersebut. 2.1.4 Konsep Upacara Selain melalui mitologi dan legenda, cara yang dapat dilakukan untuk mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan yaitu melalui upacara. Upacara yang dimaksud bukanlah upacara dalam pengertian upacara yang secara formal sering dilakukan, seperti upacara penghormatan bendera, melainkan upacara yang pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Dalam hal upacara adat Ariyono Suyono menyatakan :

17 Upacara adalah sistem aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetap, yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, upacara juga diartikan sebagai suatu kegiatan pesta tradisional yang diatur menurut tata adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat dalam rangka memperingati peristiwa-peristiwa penting atau lain-lain dengan ketentuan adat yang bersangkutan (Ariyono suyono, 1985: 423). Upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turuntemurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas pusaka dan sebagainya. Upacara adat yang dilakukan di daerah,sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah (dikutip dari http://catatanseni.blogspot.com/2012/05/definisiupacaraadat.html) Selain itu, Thomas Wiyasa Bratawidjaja berpendapat bahwa : Berbagai macam upacara adat yang terdapat di dalam masyarakat pada umumnya dan masyarakat Jawa khususnya adalah merupakan pencerminan bahwa semua perencanaan, tindakan dan perbuatan telah diatur oleh tata nilai luhur. Tata nilai luhur tersebut diwariskan secara turun-temurun dari ke generasi berikut. Yang jelas adalah bahwa tata nilai yang dipancarkan melalui tata upacara adat merupakan manifestasi tata kehidupan masyarakat Jawa yang serba hati-hati agar dalam melaksanakan pekerjaan mendapatkan keselamatan baik lahir maupun batin (Thomas Wiyasa Bratawidjaja, 2000: 9). Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan upacara adat adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang pada saat perayaan tertentu yang dianggap penting oleh masyarakat menurut tata adat dan aturan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, dan upacara adat merupakan salah satu aset budaya bangsa yang harus dilestarikan karena di dalamnya terkandung nilai-nilai kearifan lokal. Salah satu upacara adat yang

18 penting bagi orang Jawa yaitu upacara adat perkawinan Jawa yang di dalamnya mengandung banyak makna simbolis tentang nilai luhur kehidupan berumah tangga. 2.1.5 Konsep Perkawinan Adat Jawa Kebudayaan sebagai hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Kebudayaan juga diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang, dimana manusia tidak hidup begitu saja di tengah alam, namun berusaha mengubah alam itu. Di dalam pengertian kebudayaan juga terdapat tradisi, yang merupakan pewarisan berbagai norma, adat istiadat dan kaidah-kaidah. Perkawinan merupakan bagian dari kebudayaan karena merupakan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia. R. Srisupadmi Murtiadji dan R. Suwardanidjaja berpendapat mengenai arti perkawinan : Perkawinan merupakan suatu peristiwa besar dan penting dalam sejarah kehidupan seseorang. Oleh sebab itu, perkawinan dirayakan dengan serangkaian upacara yang mengandung nilai budaya luhur dan suci. Tidak segan-segan orang mencurahkan segenap tenaga, mengorbankan banyak waktu, dan mengeluarkan biaya besar untuk menyelenggarakan upacara meriah ini. (R. Srisupadmi Murtiadji dan R. Suwardanidjaja, 2012: 6). Menurut Koentjaningrat dalam Depdikbud : Perkawinan merupakan suatu peristiwa sosial yang luas, artinya perkawinan itu bukan suatu problem yang menyangkut kebutuhan dan kepentingan individu tertentu (pemuda dan gadis yang akan kawin), maka orang yang hendak mengambil inisiatip untuk kawin harus memenuhi syarat-syarat tertentu ; yang secara garis besar berupa tiga macam yaitu : mas kawin atau bride price, pencurahan tenaga untuk

19 kawin atau bride service, dan pertukaran gadis atau bride exchange (Koentjaningrat dalam Depdikbud, 1977: 41) Pendapat lain dari Admad Rifqi Hidayat yang menyatakan : Perkawinan Adat Jawa merupakan budaya warisan yang sarat makna, karena itu perkembangan kebudayaan Jawa merupakan sesuatu yang menarik untuk diamati. Dalam paradigma masyarakat Jawa, perkawinan bukan sebatas proses hubungan antara laki-laki dan perempuan, tetapi lebih dari itu, perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang didasari unsur pelestarian tradisi. Oleh karena itu masyarakat Jawa sering menggunakan beragam pertimbangan dari bibit (merupakan latar belakang keluarga yang baik), bebet (mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari), dan bobot (berkualitas, bermental baik, bertanggungjawab, dan berpendidikan). (dikutiphttp://kejawenpringgitan.suaramerdeka.com/2012/25/simbolism e-perkawinan-jawa.html) Perkawinan bagi orang Jawa merupakan sesuatu yang sakral dan dianggap sangat penting karena dalam pelaksanaan perkawinannya penuh dengan ritual-ritual yang apabila ditelaah memiliki banyak makna yang dapat ditafsirkan sebagai suatu perwujudan doa agar kedua mempelai selalu mendapat hal-hal yang terbaik dalam bahtera rumah tangganya. Seperti yang dijelaskan dalam Depdikbud, 1977 : Dalam pelaksanaan upacara perkawinan berbagai unsur adat Jawa saling bertemu, diantaranya unsur religi. Perkawinan ini merupakan fase penting pada proses pengintegrasian manusia di dalam tata alam yang sakral. Dikatakan orang, bahwa perkawinan adalah menutupi taraf hidup lama dan membuka taraf hidup yang baru. Proses ini tidak hanya saja dialami oleh perseorangan saja melainkan juga kadang-kadang menjadi tanggungjawab bersama bagi seluruh masyarakat (Depdikbud, 1977: 187). Masyarakat Jawa memaknai peristiwa perkawinannya dengan menyelenggarakan berbagai upacara yang termasuk rumit. Upacara ini dimulai dari tahap pra perkawinan sampai terjadinya perkawinan dan pasca perkawinan. Tahapan pra perkawinan terdiri dari nontoni, lamaran, asok tukon, paningset, srah-srahan, pasang tarub, sangkeran, siraman ngerik,

20 midodareni. Tahap perkawinan terdiri dari akad nikah, panggih atau temu pengantin, pawiwahan pengantin, pahargyan atau resepsi perkawinan. Kemudian pada tahap pasca perkawinan terdiri dari boyong pengantin. Perkawinan adat Jawa merupakan ikatan lahir-batin antara seorang lakilaki dan seorang perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam ikatan tersebut melibatkan pihak keluarga dan kerabat yang bersangkutan dan perkawinan tersebut dilakukan melalui rangkaian upacara adat tradisional Jawa yang mengandung banyak makna simbolis tentang nilai leluhur kehidupan berumah tangga. Tradisi kejawen nampak pada saat prosesi pelaksanaan upacara perkawinan dengan menggunakan berbagai macam sesaji/ sesajen. Sesaji/ sesajen yang dipersiapkan merupakan refleksi kepercayaan pada berbagai macam roh-roh yang dipercaya dapat menolak kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. 2.2 Kerangka Pikir Upacara Panggih merupakan acara puncak pada perkawinan adat Jawa. Upacara Panggih merupakan upacara saat bertemunya pengantin pria dan pengantin wanita setelah akad nikah. Diselenggarakan di tempat keluarga pengantin wanita. Pasangan pengantin melaksanakan langkah-langkah sakral yang terdapat dalam upacara panggih. Upacara Panggih ini tidak hanya mempertemukan kedua pengantin, tetapi rangkaian upacara yang sarat makna. Melalui upacara ini hak dan kewajiban sebagai suami istri disampaikan secara simbolik dalam tahap-tahap upacara Panggih. Salah satu

21 simbol yang disertakan dalam upacara panggih adalah simbol kembar mayang. Kembar mayang merupakan suatu simbol yang disertakan dalam serangkaian upacara adat perkawinan Jawa. Kembar mayang disertakan pada upacara panggih yaitu pada saat bertemunya pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. Kembar mayang merupakan simbol yang berbentuk bunga yang dirangkai menggunakan janur dan dedaunan, dan fungsinya sebagai petunjuk dan nasehat bagi pengantin dalam mengarungi hidup baru. Kembar mayang memang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa ketika ada hajatan pernikahan, yang biasanya ditampilkan ketika resepsi. Lambat laun nilai budaya ini mulai memudar, dari sejarah sampai filosofinya banyak yang tidak tahu. Hanya sekedar mengikuti kebiasaan dari orang-orang terdahulu. Upacara panggih yang menyertakan kembar mayang sebagai bagian dari perkawinan adat Jawa sudah jarang dilaksanakan olem masyarakat Jawa di Kelurahan Nambahrejo. Masyarakat Jawa di Desa Nambahrejo masih banyak yang tidak mengetahui tentang makna yang terkandung pada simbol kembar mayang dalam upacara adat perkawinan Jawa. Mereka hanya melakukan upacara sesuai dengan tata cara yang benar, tetapi kurang memahami makna yang terkandung dalam simbol kembar mayang. Masyarakat Jawa di Desa Nambahrejo terutama para bujang dan gadis, mereka sebagai calon penerus kehidupan tetapi mereka tidak tahu tentang makna yang terkandung dalam simbol kembar mayang itu. Orang yang mengetahui tentang arti pada simbol kembar mayang di Desa Nambahrejo hanyalah orang-orang tertentu saja, seperti para sesepuh desa, tokoh adat, dan

22 dhukun manten atau orang yang memandu dalam tata cara perkawinan adat Jawa. Kembar mayang bukanlah sekedar pelengkap pada saat diadakan upacara adat perkawinan Jawa. Kembar mayang juga merupakan salah satu bagian terpenting dalam rangkaian upacara perkawinan adat Jawa. Oleh karena itu, kita diharapkan tidak hanya mengetahui tata cara penggunaannya saja tetapi juga harus mengetahui makna yang terkandung dari simbol kembar mayang. 2.3 Paradigma Kembar mayang dalam upacara Adat Perkawinan Jawa Makna Kembar Mayang Pengantin Perempuan Kembar Mayang Pengantin Laki-laki Lambang Terbentuknya Keluarga Baru : Garis Hubungan : Garis Penjabaran

23 DAFTAR REFERENSI Sumaryono. 1999. Hermeneutiks : Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta : Kansius. Hlm 131. Ariftanto dan Maimunah. 1988. Kamus Istilah dan Tata Bahasa Indosesia. Jakarta : Rineka Cipta. Hlm 58. Kris, Budiman 2000. Kosa Semiotika. Yogyakarta : Lkis. Hlm 108. Rafael, Raga Maran. 2000. Manusia dan Kebudayaan (Dalam Prespektif Ilmu Budaya Dasar). Jakarta : Rineka Cipta. Hlm 43. S. Takdir, Alisjahbana. 1986. Antropologi Baru. Jakarta : PT. Dian Rakyat. Hlm 188. Sri Supadmi,Murtiadji, dan Suwardanidjaja. 2012. Tata Rias Pengantin Gaya Yogyakarta. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm 89. http://kmb/rohmadiuntorosiswoyo-fikrah.htm. diakses tanggal 2 Januari 2013 pukul 20.12 WIB Depdikbud. 1977. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta : PN Balai Pustaka. Hlm 51. M, Hariwijaya. 2004. Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa. Yogyakarta : Hanggar Kreator. Hlm 111. Suwarna, Pringgawidagda. 2003. Pawiwahan dan Pahargyan. Yogyakarta : PT Mitra Gama Widya. Hlm 4. Ariyono, Suyono. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta : Academika Presindo. Hlm 423. http://catatansenibudaya.blogspot.com/2012/05/definisi-upacara-adat.html.diakses tanggal 2 Januari 2013 pukul 21.00 WIB. Thomas Wiyasa, Brawidjaja. 2000. Upacara Tradisional Masyarakat Jawa. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hlm 9.