BAB II LANDASAN TEORI. perangkat komputer digital (Jain, 1989, p1). Ada pun menurut Gonzalez dan Woods

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEO RI

BAB 2 LANDASAN TEORI

STMIK AMIKOM PURWOKERTO PENGOLAHAN CITRA ABDUL AZIS, M.KOM

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB II TEORI PENUNJANG

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Pertemuan 2 Representasi Citra

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR

Penggunaan Filter Frekuensi Rendah untuk Penghalusan Citra (Image Smoothing)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB IV ANALISA. 4.1 Analisa teknik pengolahan citra

Simulasi Teknik Image Enhancement Menggunakan Matlab Yustina Retno Wahyu Utami 3)

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan informasi yang diperlukan. Output alatalat


GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

Model Citra (bag. 2)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. citra, piksel, convolution, dan Software Development Life Cycle.

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

STMIK AMIKOM PURWOKERTO PENGOLAHAN CITRA. Akuisisi dan Model ABDUL AZIS, M.KOM

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera.

Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *)

Perbaikan Kualitas Citra Menggunakan Metode Contrast Stretching (Improvement of image quality using a method Contrast Stretching)

BAB 2 LANDASAN TEORI

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 7 Restorasi Citra (Image Restoration) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

Peningkatan Kualitas Pada Citra Dengan Metode Point Operation

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. akan dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan aplikasi. Untuk itulah,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Histogram. Peningkatan Kualitas Citra

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MEMPERBAIKI CITRA DIGITAL

One picture is worth more than ten thousand words

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB II LANDASAN TEORI

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 6 Restorasi Citra (Image Restoration) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR DAN DISCRETE FOURIER TRANSFORM UNTUK NOISE FILTERING PADA CITRA DIGITAL

BAB I PERSYARATAN PRODUK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. koordinat pada tiap-tiap area, akses pixel, contrast streching, histogram. yang

10/11/2014 IMAGE SMOOTHING. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 7 Image Enhancement (Image Smoothing & Image Sharpening)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Digital image processing adalah istilah untuk memproses gambar (picture) dua

LAPORAN TUGAS AKHIR VISUALISASI TRANSFORMASI FOURIER UNTUK PENINGKATAN KUALITAS CITRA

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

PENGEMBANGAN ALGORITMA PENGUBAHAN UKURAN CITRA BERBASISKAN ANALISIS GRADIEN DENGAN PENDEKATAN POLINOMIAL

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

BAB II CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Digital Image Processing Digital Image Processing adalah proses pengolahan gambar dua dimensi oleh perangkat komputer digital (Jain, 1989, p1). Ada pun menurut Gonzalez dan Woods (2001,p2-3), digital image processing merupakan proses pengambilan atribut-atribut pada gambar dengan input dan output yang berupa gambar. Digital image processing mempunyai banyak macam aplikasi pada berbagai bidang, seperti: penajaman gambar, pendeteksian objek pada gambar, pengurangan noise, konversi gambar berwarna ke grayscale dan sebaliknya, kompresi data pada gambar, dan sebagainya. 2.1.1 Macam-Macam Penerapan Digital Image Processing Terlepas dari banyak dan luasnya penerapan dari image processing, penerapannya dapat dibagi menjadi beberapa bagian. a. Representasi dan Pemodelan Gambar Dalam representasi dan pemodelan gambar (image representation and modelling), gambar yang dihasilkan dari proses akan memberikan gambaran tentang objek dari suatu lokasi (hasil foto dari kamera), karakteristik dari tubuh manusia (gambar X-Ray), suhu dari suatu area (gambar infrared) atau gambaran posisi dari target di sebuah radar.

9 Hasil yang dapat dimengerti dan akurat merupakan hal yang paling penting dalam image representation. Dalam proses representasi dan pemodelan gambar, kuantitas dan karakter dari picture-element (pixel) menggambarkan suatu objek. b. Restorasi Gambar Image restoration atau restorasi gambar adalah proses penghilangan atau minimalisasi degradasi kualitas yang terdapat pada suatu gambar. Hal ini termasuk perbaikan gambar atau foto yang buram, yang disebabkan oleh banyak hal, seperti keterbatasan kualitas sensor, usia gambar yang sudah tua, atau pun banyaknya noise pada gambar. c. Analisis Gambar Proses analisis gambar (image analysis) mempunyai tujuan melakukan pengukuran dan perhitungan pada sebuah image untuk menghasilkan penjelasan dan deskripsi dari gambar tersebut. Proses analisis gambar dapat diaplikasikan dalam bermacam-macam hal, mulai dari membaca barcode pada barang-barang di toko, menyortir suku cadang yang berbeda pada alur pabrik, sampai analisis orientasi dan besarnya sel darah pada gambar medis. Teknik analisis gambar melakukan pemgambilan dari fitur-fitur tertentu dari gambar untuk membantu mengidentifikasi objek yang diteliti.

10 d. Rekonstruksi Gambar Bidang rekonstruksi gambar atau image reconstruction bertujuan untuk membuat sebuah objek dua dimensi atau lebih yang di buat berdasarkan beberapa proyeksi satu dimensi. Setiap proyeksi didapatkan dengan memproyeksikan X-Ray (atau radiasi lainnya) melalui objek yang akan direkonstruksi. Contoh aplikasi dari rekonsruksi gambar adalah penggunaan Computer Topographic Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk memproyeksikan gambar 2 dan 3 dimensi dari bagian tubuh manusia. e. Kompresi Data Pada Gambar Data yang menyangkut informasi yang bersifat visual sangatlah besar sehingga memerlukan kapasitas penyimpanan yang sangat besar. Walaupun kemampuan beberapa media penyimpanan digital dapat memenuhi kebutuhan penyimpanan yang besar, umumnya kecepatan mengakses data pada media tersebut semakin lambat sebanding dengan makin besarnya kapasitas penyimpanan. Kompresi data pada gambar (image data compression) bertujuan untuk mengurangi jumlah dari bit (satuan terkecil dari data) yang diperlukan untuk menyimpan gambar tanpa mengurangi informasi yang benar-benar diperlukan. Aplikasi kompresi data untuk gambar banyak digunakan terutama pada industri televisi dan media, karena banyak gambar yang harus dikirim antara dua tempat berjauhan. Karena itu dibutuhkan ukuran gambar yang relatif kecil dengan kualitas yang tetap terjaga.

11 f. Perbaikan Kualitas Gambar Image Enhancement atau perbaikan kualitas gambar adalah aksentuasi atau penajaman elemen-elemen dari sebuah gambar seperti garis pemisah atau pembatas (edge and boundaries) atau tingkat kontras yang dapat membuat tampilan grafik dari gambar tersebut lebih berguna untuk dianalisis dan ditampilkan (Jain, 1989, p233). Proses image enhancement tidak memperbaiki atau meningkatkan kualitas dari informasi dan data yang sudah ada pada gambar. Proses tersebut meningkatkan rentang dinamis (dynamic range) dari elemen yang dikehendaki pada gambar sehingga elemen tersebut dapat diperhatikan atau dilihat lebih jelas. Image enhancement mencakup berbagai hal seperti: manipulasi kontras, pengurangan noise, penajaman garis batas (edge crispening and sharpening), interpolasi dan pembesaran gambar. Kesulitan terbesar yang sering dialami dalam proses image enhancement adalah menentukan besaran nilai yang akan diterapkan dalam proses tersebut. Karena itu banyak teknik-teknik image enhancement yang bersifat empirikal (berdasarkan trial and error) dan memerlukan prosedur yang interaktif untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

12 Gambar 2.1: Macam-macam aplikasi dari Image Enhancement (Sumber: Jain, 1989, p233) Secara garis besar, image enhancement terbagi menjadi empat macam teknik operasi yang umum digunakan seperti yang terlihat pada gambar 2.1 di atas. 1) Operasi Titik (point operation) Pada point operation terdapat empat buah operasi yaitu contrast streching, noise clipping, window slicing dan histogram modelling. Persamaan di antara point operation adalah masing-masing teknik menggunakan filter dengan memori nol (zero memory filter). Pada bidang fotografi contrast streching dan histogram modelling banyak digunakan. Contrast streching berguna untuk meningkatkan kekontrasan gambar yang kurang baik diakibatkan oleh pencahayaan yang buruk atau sensor kamera yang kurang luas daya tangkapnya. Sedangkan histogram modelling digunakan

13 untuk memperlihatkan frekuensi tingkatan warna abu-abu (gray level) pada suatu gambar yang terdiri dari tiga tingkatan. 2) Operasi Transformasi (transform operation) Operasi transformasi mempunyai sifat yang mirip dengan operasi titik. Operasi tranformasi ini juga menggunakan zero memory filter namun dengan tambahan fungsi transformasi invers setelahnya. Beberapa teknik image enhancement yang termasuk dalam operasi transformasi menggunakan fungsi dari DFT (Discrete Fourier Transform). Salah satu aplikasi dari operasi transformasi adalah homomorphic filtering yang berguna untuk memperjelas detil yang terlihat gelap dan kurang jelas pada gambar. 3) Operasi Pewarnaan (pseudocoloring) Jenis operasi ini digunakan untuk melakukan proses pada elemen warna pada sebuah gambar. Yang termasuk operasi pengolahan warna antara lain adalah peningkatan kontras warna, pengoreksian warna yang salah akibat keterbatasan sensor kamera atau proses scanning yang buruk, serta konversi gambar berwarna menjadi gambar hitam putih serta kebalikannya, dan pewarnaan gambar hitam putih menjadi berwarna.

14 4) Operasi Spasial (spatial operation) Operasi spasial menggunakan teknik mengolah pixel yang letaknya bersebelahan dengan pixel yang dijadikan input. Aplikasi image enhancement yang menggunakan operasi spatial mencakup interpolasi (pembesaran) gambar, pengurangan noise pada gambar, sampai peningkatan ketajaman gambar. Gambar 2.2: Salah satu aplikasi dari operasi spasial: noise reduction (Sumber: Rony Zakaria, 2007)

15 2.2 Metode Unsharp Masking Unsharp masking adalah sebuah metode yang meningkatkan kualitas ketajaman garis (edge) dan elemen gambar dengan frekuensi tinggi lainnya melalui suatu prosedur yang mengurangi (substract) gambar asli dengan versi gambar asli yang kurang tajam atau telah dihaluskan untuk mendapatkan hasil gambar yang tajam (Fisher, Perkins, Walker, Wolfart, 1994). Gambar 2.3: Contoh penajaman gambar dengan unsharp masking (Sumber: http://www.cambridgeincolour.com/tutorials/unsharp-mask.htm) Kata unsharp berasal dari fakta bahwa metode unsharp masking ini menggunakan image positif yang sudah smoothened (dihaluskan) atau di-unsharp dari image original untuk kemudian digabungkan dengan image negatif untuk menghasilkan ilusi bahwa hasil gambar lebih tajam daripada aslinya. Proses unsharp masking merupakan cara yang sangat efektif untuk meningkatkan ketajaman terutama untuk gambar hasil scanning yang terkadang ketajamannya kurang. Namun proses ini dapat menghasilkan efek-efek yang menganggu dan tidak diinginkan, efek yang dihasilkan akibat oversharpen disebut efek halo.

16 Gambar 2.4: Gambar asli, setelah di-unsharp mask, dan yang oversharpen (Sumber: http://www.pages.drexel.edu) 2.2.1 Cara Kerja Metode Unsharp Masking Metode unsharp masking menghasilkan gambar dengan tingkat ketajaman yang lebih baik dibandingkan dengan gambar aslinya. Proses unsharp masking secara umum terbagi menjadi dua langkah, yaitu: pertama membuat gambar yang blur yang didapatkan dari hasil pengurangan gambar yang asli dengan gambar yang sudah dihaluskan, kemudian kedua gambar blur tersebut digabungkan dengan gambar asli. Hasil proses tersebut adalah gambar yang sudah terlihat lebih tajam daripada gambar aslinya. Gambar 2.5: Langkah-langkah proses unsharp masking (Sumber: http://www.cambridgeincolour.com/tutorials/unsharp-mask.htm)

17 Untuk mengerti lebih jelas mengenai cara kerja dan operasi unsharp masking diperlukan melihat dan mengamati karakteristik frekuensi dari gambar dalam proses tersebut. Gambar 2.6: Mencari gambar edge pada proses unsharp masking (Sumber: http://www.cee.hw.ac.uk) Pada gambar diatas terlihat tiga buah signal. Signal pertama (a) menggambarkan signal dari gambar yang asli (original), signal kedua (b) merupakan signal yang merepresentasikan gambar yang sudah di smoothed atau dihaluskan. Pengurangan dari signal asli pada gambar dengan lowpass signal menghasilkan signal ketiga (c) yaitu highpass signal yang merupakan representasi edge atau garis-garis pemisah pada gambar asli. Gambar representasi edge ini dapat digunakan untuk proses penajaman gambar apabila signal ini ditambahkan pada signal dari gambar yang asli, seperti yang terlihat pada gambar 2.7.

18 Gambar 2.7: Signal dari gambar yang sudah mengalami proses sharpening (Sumber: http://www.cee.hw.ac.uk) Setelah dijelaskan mengenai cara kerja proses unsharp masking, maka proses ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Adapun f sharp (x,y) merupakan hasil gambar yang sudah ditajamkan yang didapat dari penambahan gambar asli yaitu f(x,y) dengan gambar representasi edge g(x,y) yang terlebih dahulu dikali dengan skala konstan k yang bernilai antara 0.2 sampai 0.7. Semakin besar nilainya semakin besar tingkat penajaman gambarnya. Pada setiap fungsi, x dan y merepresentasikan koordinat pixel horizontal dan vertikal secara berurutan. Sedangkan untuk mendapatkan gambar representasi edge g(x,y), dapat di rumuskan sebagai berikut: Adapun f(x,y) merupakan gambar asli yang dikurangi oleh f smooth (x,y), yang merupakan versi gambar asli yang sudah dihaluskan. Hasil pengurangan tersebut mendapatkan gambar reprentasi edge g(x,y). Operasi proses unsharp masking secara lengkap dapat ditunjukkan seperti pada gambar 2.7.

19 Gambar 2.8: Operator pada proses lengkap unsharp masking (Sumber: http://www.cee.hw.ac.uk) 2.2.2 Mengubah Menjadi Gambar Unsharp Mask (Edge) Pada gambar 2.3 telah diilustrasikan tahapan-tahapan bagaiman proses penajaman gambar unsharp masking dilakukan. Tahap pertama proses unsharp masking adalah menbuat gambar unsharp mask yaitu gambar yang merupakan representasi edge atau garis-garis tegas pembatas pada gambar asli. Untuk mendapatkan gambar unsharp mask, maka gambar asli di blur atau di kaburkan. Gambar tersebut akan digunakan untuk mengurangi gambar yang asli untuk menghasilkan gambar unsharp mask. Gambar yang sudah di blur atau smoothened image didapat dengan cara menggunakan filter Gaussian. Filter ini sering digunakan untuk mengaburkan serta mengurangi detail dan noise yang ada pada gambar. Filter Gaussian mempunyai bentuk sebagai berikut. G(x,y) merepresentasikan gambar yang sudah di blur pada koordinat pixel x dan y pada gambar. Besarnya standar deviasi σ pada filter gaussian menentukan besarnya frekuensi yang dibuang oleh filter tersebut. Makin besar nilai σ,makin besar pula frekuensi yang terbuang sehingga gambar akan terlihat lebih kabur.

20 Gambar unsharp mask kemudian didapatkan dengan cara gambar asli dikurangi dengan gambar yang sudah diblurkan, menggunakan persamaan berikut ini. Pada persamaan diatas F(x,y) merepresentasikan gambar unsharp mask (edge) pada koordinat pixel x dan y. Sedangkan l(x,y) dan G(x,y) masing-masing merepresentasikan koordinat pixel pada gambar asli dan gambar yang sudah di blur. Konstanta c pada persamaan merupakan weighting value yang menentukan ketegasan gambar edge yang dihasilkan. 2.2.3 Operasi Pertambahan Pixel Pixel addition atau operasi pertambahan pixel digunakan pada tahap kedua proses unsharp masking. Setelah gambar edge didapat pada tahap pertama, maka gambar tersebut ditambahkan dengan gambar asli untuk mendapatkan hasil gambar yang lebih tajam. Untuk melakukan pertambahan antara dua gambar digunakan operasi pertambahan pixel yang dirumuskan secara sederhana sebagai berikut. Pada operasi tersebut pixel pada koordinat i,j gambar P 1 ditambahkan dengan pixel dengan koordinat sama pada gambar P 2 sehingga menghasilkan nilai pixel baru pada gambar Q(I,j) yang merupakan output dari operasi tersebut. Pada penjumlahan pixel, apabila hasil dari penjumlahan melebihi dari nilai maksimal pixel maka nilai akan mengalami operasi modulus. Operasi penjumlahan pixel dari gambar unsharp mask (edge) dengan gambar asli akan menghasilkan gambar output yang lebih tajam daripada gambar aslinya.

21 2.3 Pixel (Picture Element) Picture Element atau Pixel merupakan satuan titik (dot) kecil yang menyusun sebuah gambar. Setiap pixel pada gambar menyimpan informasi warna yang direpresentasikan oleh pixel tersebut. Warna tersebut merupakan campuran dari tiga atau empat jenis dimensi warna tergantung dengan sistem warna yang digunakan (red, green, blue atau cyan, magenta, yellow and black). Gambar 2.9: Ilustrasi representasi pixel pada sebuah gambar (Sumber: www.wikipedia.org/pixel) Banyaknya pixel yang menyusun suatu gambar tergantung pada resolusi gambar. Sedangkan banyaknya variasi warna yang dapat direpresentasikan oleh sebuah pixel tergantung pada bit depth (kedalaman warna) yang digunakan. Bit depth yang umumnya digunakan pada format foto digital adalah 24 bpp (bits per pixel) yang dapat merepresentasikan 2 24 = 16,777,216 warna.

22 2.4 Metode Rekayasa Piranti Lunak Menurut Pressman (1992, p24), rekayasa piranti lunak mencakup tiga elemen yang mampu mengontrol proses pengembagan piranti lunak, yaitu sebagai berikut. a. Methods Menyediakan cara-cara teknis untuk membangun piranti lunak. b. Tools Menyatakan dukungan otomatis atau semi otomatis yang mengkombinasikan software, hardware, dan software engineering database. c. Procedures Merupakan pengembangan metode dan alat bantu. Dalam skripsi ini digunakan perancangan software dengan model Classic Life Cycle (Waterfall Model). Serangkaian kegiatan yang dilakukan selama perancangan software, antara lain sebagai berikut. a. Rekayasa dan analisis sistem. Pada tahap ini dilakukan analisis kebutuhan secara umum yang berkaitan dengan hardware, user, dan database. b. Analisis kebutuhan software. Analisis kebutuhan dengan memfokuskan pada spesialisasi software. Semua kebutuhan, baik sistem mau pun software harus didokumentasikan dan harus dikaji oleh user. c. Perancangan. Pada tahap ini, ada tiga hal yang harus difokuskan dalam program, yaitu struktur data, arsitektur software, dan prosedur detil. Pada tahap proses ini, kebutuhan dituangkan menjadi software yang layak dari segi kualitas, sebelum masuk pada proses pengkodean.

23 d. Pengkodean. Difokuskan pada penerjemahan hasil rancangan ke bahasa mekanik yang dimengerti oleh mesin dalam bentuk program. e. Pemeliharaan. Perubahan-perubahan yang dilakukan pada software untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan user atas fungsi-fungsi baru. 2.5 DFD (Data Flow Diagram) DFD adalah alat bantu dalam melakukan analisis sistem. DFD terdiri dari simbol-simbol yang menggambarkan komponen-komponen, yang antara lain sebagai berikut. a. Proses Proses menunjukkan apa yang dikerjakan sistem. Setiap proses memiliki satu atau lebih data masukan dan memiliki satu atau lebih data keluaran. b. Data store Data store adalah tempat menyimpan data; berisi data yang akan dipakai oleh sistem. Proses dapat memasukkan data ke dalam data share atau mendapatkan kembali datanya. Setiap data store memiliki nama yang unik. c Eksternal entitas Eksternal entitas berada di luar sistem, tetapi dapat memasok data ke sistem atau menerima keluaran dari sistem. Eksternal entitas yang memasok data ke sistem disebut source.

24 d. Aliran data (Data flow) Menggambarkan arah ke aliran data. Diagram aliran data dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, sebagai berikut. 1) Diagram konteks, merupakan level tertinggi yang menggambarkan batas-batas dari sistem informasi secara global. 2) Diagram nol, merupakan diagram yang memaparkan proses-proses penting dalam sistem. 3) Diagram rinci, merupakan penjelasan dari setiap proses secara rinci, yang terdapat dalam diagram nol, yang tidak dapat dipecah lagi ke dalam proses-proses yang lebih rinci.