BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Sanjaya W (2006:152) metode demonstrasi Metode penyajian pelajaran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belum diketahui serta memaksimalkan potensi yang dimiliki seseorang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan kegiatan sehari-hari yang penting bagi siswa di sekolah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. yang dikutip oleh Winataputra (2003: 2.3) bahwa belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang diungkapkan Sardiman (2004 : 95) bahwa didalam belajar diperlukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar menurut kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. menggunakan metode yang menarik dan bervariasi dalam mengajar. Bahri (dalam

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN SIKAP SISWA KELAS VI SDN 135/V MAKMUR JAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. siswa secara fisik dan emosional dimana siswa diberi tugas untuk kemudian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkembang sejak dahulu. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai. maupun kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asep Zuhairi Saputra, 2014

PENGGUNAAN ALAT PERAGA LANGSUNG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MATERI PECAHAN SEDERHANA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

MENGAPA PERLU PEMBELAJARAN TEMATIK?

(Skripsi) Oleh DIKA RIANTINI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran Picture and Picture adalah model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan bahwa proses yang dilakukan guru dan siswa merupakan kunci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup hal pengertian belajar, hakikat kegiatan belajar mengajar, dan hakikat IPA.

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATERI MEMAHAMI DAN MENANGKAP PESAN DALAM LAGU MELALUI METODE DEMONSTRASI. Endah Sulistiowati

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Hakikat Kemampuan Mengenal Bentuk Bangun Datar Sederhana

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. 1. Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Lariang Melalui Metode Demonstrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian konsep dasar belajar dalam teori Behaviorisme didasarkan pada pemikiran

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan dan kecakapan. Menurut Wina Sanjaya (2006:113) belajar. di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.

2 matematika itu lebih mudah dipelajari dan lebih menarik (Soviawati, 2011:84). Pemberian materi pembelajaran kepada siswa, pertama harus melihat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

I. PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Menurut Arsyad (2007:1), belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Brunner Dalam Romzah (2006:6) menekankan bahwa setiap individu pada waktu

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan memiliki peranan penting bagi perkembangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa peserta didik harus

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran, teknik pembelajaran, taktik pembelajaran, dan model pembelajaran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran discovery (penemuan) adalah model mengajar yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dedukasi. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di

I. PENDAHULUAN. dan dapat menyesuaikan secara aktif dalam kehidupannya. melalui pendidikan yang baik akan dihasilkan sumber daya manusia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. kegiatan fisik maupun mental yang mengandung kecakapan hidup hasil interaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang bermutu. Berkat pendidikan, orang terbebaskan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Matematika Setiap individu dapat mengembangkan kepribadiannya melalui belajar.

BAB I PENDAHULUAN. pengertian terdahulu lebih mendasari pengertian berikutnya. 1 Dalam belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode berasal dari bahasa latin methodos yang berarti jalan yang harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB I PENDAHULUAN. tahun pertama yang disebut The Golden Years. Masa keemasan ini dijadikan. ruang dan kesempatan agar mereka memahami mengenai:

pembelajaran berkembang, agar pembelajaran dapat berkembang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa sangat rendah. Hasil penelitian Suryanto dan Somerset terhadap 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar

2/22/2012 METODE PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR KOGNITIF

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang dilakukan seseorang untuk memperolah perubahan tingkah laku

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia itu sendiri (Dwi Siswoyo,dkk, 2007: 16). Oleh karena itu pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Corey, ( 1998 : 91 ) adalah suatu proses dimana. dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai pendidikan yang. diselenggarakan sebelum pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak

Transkripsi:

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan suatu benda tertentu yang tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh seorang guru. Menurut Sanjaya W (2006:152) metode demonstrasi Metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan. Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekedar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret dalam setrategi pembelajaran ekspositori dan inkuiri. Sedangkan menurut Daryanto (2009:403) metode demonstrasi cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan yang sering disertai penjelasan Iisan. Sering kali orang mengira bahwa metode demonstrasi hanya digunakan pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam saja. Padahal tidak demikian halnya. Metode ini dapat dipergunakan bagi penyajian semua jenis mata pelajaran termasuk matematika. Dengan demonstrasi proses penerimaan terhadap pelajaran akan

2 lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna, juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan pada apa yang diperagakan guru selama pelajaran berlangsung. Penggunaan teknik demonstrasi sangat menunjang proses interaksi belajar mengajar dikelas, sehingga kesan yang diterima lebih lama pada jiwanya. Akibatnya memberikan motivasi yang kuat untuk síswa agar lebih giat belajar. Dengan demonstrasi itu siswa dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh pengalaman langsung serta dapat mengembangkan kecakapannya. Metode demonstrasi merupakan metode yang paling pertama digunakan oleh manusia purba takala menambah kayu untuk memperbesar nyala api unggun, sementara anak-anak mereka memperhatikan dan menirunya. Dalam metode demonstrasi diharapkan setiap Iangkah dari hal-hal yang didemonstrasikan dapat dilihat dengan mudah oleh siswa melalui prosedur yang benar meskipun demikian siswa perlu juga mendapatkan waktu yang cukup lama untuk memperhatikan sesuatu yang didemonstrasikan. Dalam demonstarsi terutama dalam mengembangkan sikap-sikap, guru perlu merencanakan pendekatan secara Iebih berhati-hati dan ia melakukan kecakapan untuk mengarahkan motivasi dan berpikir siswa. Tidak semua yang dijelaskan guru dapat diterima oleh semua siswa dengan mudah. Hal ini disebabkan antara lain: 1. Tingkat perkembangan berpikir yang berbeda-beda. Perkembangan berpikir di-mulai dari kongkret menuju abstrak, apa yang dipelajari akan lebih jelas

3 dan mudah dipahami siswa dengan melihat langsung atau melalui alat/ benda tiruan yang ditujukan (diragakan/ didemonstrasikan) guru. 2. Sifat bahan yang dipelajari tidak semua sama. Ada bahan pelajaran yang tak menuntut diragakan atau dipertunjukan,tetapi adapula yang menuntut diperagakan atau dipertunjukan untuk Iebih memperjelas. Untuk yang terakhir inilah diperlukan demonstrasi seperti hal-hal yang baru diperkenalkan kepada siswa, alat-alat baru apalagi yang rumit. 3. Tipe pelajaran individu yang berbeda, terdapat beberapa tipe belajar antara lain, tipe visual, tipe auditif, tipe motorik, tipe campuran ( merupakan kombinasi dari tipe-tipe belajar tersebut). Dalam hal ini dilihat saja kecenderungannya, apakah ia termasuk tipe visual, tipeauditif, tipe motorik atau tipe campuran. (Daryanto, 2009:403) 2.2 Perencanaan dan Persiapan Metode Demonstrasi Setiap metode pembelajaran harus direncanakan dan dipersiapkan agar tujuan pembelajaran tercapai, begitu pula dengan metode demontrasi. Menurut Djamarah (2010 : 403) hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada Iangkah ini antara Iain: 1. Penentuan tujuan demonstrasi yang akan dilakukan dalam hal ini pertimbangkanlah apakah tujuan yang akan dicapai siswa dengan belajar melalui demonstrasi itu tepat dengan menggunakan metode demontrasi. 2. Materi yang akan didemontrasikan terutama hal-hal yang penting ingin ditonjolkan.

4 3. Siapkanlah fasilitas penunjang demonstrasi seperti peralatan, tempat dan mungkin juga biaya yang dibutuhkan. 4. Penataan peralatan dan kelas pada posisi yang baik. 5. pertimbangkanlah jumlah siswa dihubungkan dengan hal yang akan didemons-trasikan agar siswa dapat melihatnya dengan jelas. 6. Buatlah garis besar langkah atau pokok-pokok yang akan didemonstrasikan secara berurutan dari tertulis pada papan tulis atau pada kertas lebar, agar dapat dibaca-kan siswa dan guru secara keseluruhan. 7. Untuk menghindarkan kegagalan dalam pelaksanaan sebaiknya demonstrasi yang direncanakan dicoba terlebih dahulu. Berdasarkan penjelasan diatas pembelajaran menggunakan demonstrasi harus diper-siapkan secara matang agar tidak terjadi kegagalan dalam pelaksanaannya. Agar siswa dapat mengetahui dengan jelas semua obyek yang didemonstrasikan. 2.3 PeIaksanan Metode Demonstrasi Menurut Djamarah (2010 : 91) setelah segala sesuatu direncanaan dan disiapkan, langkah berikutnya ialah mulai melaksanakan demonstrasi beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Guru sebelum memulai persiapkanlah sekali lagi kesiapan peralatan yang akan didemonstarsikan, pengaturan tempat,keterangan tentang garis besar langkah dan pokok-pokok yang akan didemonstrasikan. dan lain-iain yang diperlukan. 2. Siapkanlah siswa, barangkali ada hal-hal yang perlu mereka catat.

5 3. Mulailah demontrasi dengan menarik perhatian siswa. 4. Ingatlah pokok-pokok materi yang didemontrasikan agar demontrasi mencapai sasaran. 5. Pada waktu berjalannya demonstrasi, sekali-kali perhatikanlah keadaan siswa, apakah semua mengikuti dengan baik 6. Untuk menghindarkan ketegangan, ciptakanlah suasana yang harmonis 7. Berikanlah kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut tentang apa yang dilihat dan didengarnya dalam bentuk mengajukan pertanyaan, membandingkannya dengan yang lain atau dengan pengalaman Iain, serta men-coba melakukannya sendiri dengan bimbingan guru Sedangkan menurut Daryanto (2009: 403) langkah-langkah metode demonstrasi sebagai berikut: 1. Membagi dan menjelaskan sumber-sumber kegiatan demonstrasi. 2. Memberikan gambaran tentang seluruh kegiatan demonstrasi dan mewujudkan hasil akhir. 3. Menghubungkan kegiatan dengan keterampilan yang memiliki peserta dan keterampilan yang akan disampaikan. 4. Mendemonstrasikan langkah-langkah serta perlahan dan memberikan waktu yang cukup pada peserta untuk mengamatinya. 5. Menentukan hal-hal yang penting dan keritis atau hal yang berkaitan dengan keselamatan kerja. Jadi dalam pelaksanaan metode demonstrasi guru dituntut membuat siswa aktif, Ajak siswa untuk mau menanyakan apa yang kurang dimengerti. Bagian yang

6 dipandang terpenting dari sesuatu yang dipertunjukan atau dijelaskan harus diulang berkali-kali agar siswa benar-benar mengetahui seluk beluknya. Setelah selesai mendemons-trasikan guru mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk mengecek sampai dimana siswa telah dapat memahami atau mengikuti demonstrasi yang harus selesai diper-tunjukan. Siswa diarahkan untuk mengamati dengan penuh perhatian kepada sesuatu obyek yang didemonstrasikan, maka diperlukan konsentrasi dari seluruh pikiran, perasaan, dan kemauan seseorang terhadap obyek yang dipertunjukan. 2.4 Keunggulan dan Kelemahan Metode Demostrasi Setiap metode pembelajaran mempunyai keunggulan dan kelemahan termasuk metode demonstrasi. Adapun keunggulan dan kelemahan metode demonstrasi sebagai berikut: 1. Keunggulan Sebagai suatu metode pembelajaran demonstrasi memiliki keunggulan, diantaranya: 1. Melalui metode demonstarsi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari, sebab siswa langsung memperhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan. 2. Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi. 3. Dengan cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. 4. Dengan demikian siswa akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.

7 (Sanjaya W, 2006:152). Sedangkan menurut Syaiful (2010: 210) kelebihan metode demonstrasi ini adalah: 1. Metode ini dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan Iebih kongkret. Sehingga dapat menghindarkan verbalisme. 2. Siswa diharapkan lebih mudah dalam memahami apa yang dipelajari 3. Proses pengajaran akan lebih menarik 4. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri. 5. Melalui metode ini dapat disajikan materi pelajaran yang tidak mungkin kurang sesuai dengan menggunakan metode lain. Dari kelebihan-kelebihan di atas metode demonstrasi dapat menanamkan keyakinan pada siswa akan kepastian sesuatu karena metode demonstrasi merupakan cara yang wajar atau alamiah sesuai dengan proses perkembangan jiwa anak untuk belajar memahami sesuatu atau obyek perbuatan. Dengan melihat sendiri obyeknya timbul hasrat untuk mengetahui lebih dalam dan terperinci tentang obyek yang dilihatnya. Dengan demikian siswa di didik untuk mengamati sesuatu dengan sikap kritis. Mengamati sesuatu dengan cermat, baik dengan alat indera mata, telinga maupun indera lainnya bukan pekerjaan yang mudah bagi siswa kalau tempat duduknya tidak berpindah-pindah maka siswa hanya melihat dari satu pihak saja, obyek yang didemonstrasikan. Hal ini dapat menimbulkan kekeliruan tanggapan dan pengertian mengenai obyek yang diamati. Apabila siswanya hanya dengan

8 berpindah-pindah tempat dapat menibulkan kegaduhan. Untuk mengatasinya guru harus menentapkan garis-garis besar, langkah-langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan. 2. Kelemahan Di samping beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dijabarkan oleh beberapa ahli, diantaranya: Menurut Sanjaya W (2006:153) kekurangan metode demonstrasi adalah: 1. Metode demonstrsi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tanpa persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat menyebabkan metode ini tidak efektip lagi. Bahkan sering terjadi untuk menghasilkan pertun-jukan suatu proses tertentu, guru harus bisa beberapa kali mencobanya terlebih dahulu, sehingga dapat memakan waktu yang banyak. 2. Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang memadai yang bearti menggunakan metode ini memerlukan pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan dengan ceramah. 3. Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih profesional. Disamping itu metode demonstrasi juga memerlukan kemampuan dan motivasi guru yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa. Sedangkan menurut Syaiful (2010: 210) kekurangan metode ini adalah: 1. Metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karna tanpa di tunjang dengan hal-hal itu,pelaksanaan metode demonstrasi akan tidak efektip.

9 2. Pasilitas seperti peralatan, tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik. 3. Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping sering memerlukan waktu yang cukup panjang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain. Dari kelemahan-kelemahan di atas sebaiknya guru mengarahkan demonstrasi itu sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh pengertian dan gambaran yang benar tentang apa yang sedang didemonstrasikan sebaiknya sebelum demonstrasi itu di-mulai guru telah mengadakan uji coba supaya kelak dalam pelaksanaan nya tepat dan secara otomatis metode demonstrasi dalam matematika. 1.5 Teori Belajar dan Pembelajaran 2.5.1. Teori Belajar Beberapa teori belajar yang relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Teori Belajar Kognitif Belajar menurut kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pembelajaran atau imformasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.

10 2. Teori Belajar Konstruktivistik Menurut pandangan teori Konstruktifistik, belajar merupakan usaha pemberian maka oleh siswa kepada pengalamanya melalui asmilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa. Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamanya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu kontruksi pengetahuan yang menuju pada kemuktahiran struktur kognitifnya. 3. Teori Belajar Humanistik Menurut teori belajar humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditunjukan untuk kepentingan kemanusiaan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, teori belajar Humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikotrapi dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori belajar humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori belajar ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuk yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainya.

11 4. Teori Kecerdasan Ganda (multiple intelligences) Kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan didalam latar budaya tertentu. Rentang masalah atau sesuatu yang dihasilkan mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks seseorang diakatakan cerdas bila ia dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan mampu menghasilkan sesuatu yang beharga/berguna bagi umat manusia. Menurut Situmorang dalam Prawiradilaga dan Siregar (2004:61) multiple inteligent lahir sebagai koreksi terhadap konsep kecerdasan yang dikembangkan oleh alfet binet (1904), yang meletakan dasar kecerdasan seseorang pada Intelligent Quotient (IQ) saja. Berdasarkan tes IQ yang dikembangkanya, binet menempatkan kecerdasan seseorang dalam rentang sekala tertentu yang menitik beratkan dalam kemampuan bebahasa dan logika semata. Dengan kata lain apabila seseorang pandai dalam bahasa dan logika, maka ia pasti memiliki IQ yang tinggi. Selanjutnya Thorndike dalam Suciati dan Prasetya (2000:32) menyatakan belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulasi dan respon. Belajar dipandang sebagai suatu proses yang aktif melibatkan eksplorasi dari pada sekedar penerimaan imformasi yang pasif yang diberikan oleh guru. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pembelajaran walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam koteks pendidikan guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek efektif), serta keterampilan (aspek psikomotor), seorang

12 peserta didik. pengajaran memberikan kesan hanya sebagai menyiratkan adanya intraksi antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran yang efektif menurut Miarso (2007) adalah pembelajaran yang menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi para siswa melalui prosedur yang tepat. Ada tujuh indikator yang menunjukan pembelajaran yang efektif adalah: pengorganisasian pembelajaran dengan baik, komunikasi secara efektif, penguasaan dan antusiasme dalam pembelajaran, sikap positif terhadap siswa, pemberian ujian dan nilai yanga adil, keluwesan dalam pendekatan pembelajaran dan hasil belajar siswa yang baik. Dapat disimpulkan bahwa guru akan mengajar efektif bila guru tersebut selalu membuat perencanaan sebelum mengajar. Sehingga perencanaan pembelajaran adalah sebuah jalan menuju pelaksanaan pembelajaran dimasa depan yang kita inginkan agar pembelajaran itu terjadi sesuai dengan keinginan perencanaan atau pendidik. 2.6 Pegertian HasiI Belajar Hasil belajar adalah suatu angka indeks yang dicapai oleh siswa melalui proses belajar yang bersifat individual, saat proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangan dan pengaruh lingkungannya. Keberhasilan dan ketidak berhasilan dalam belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti yang dikemukakan oleh Slameto bahwa: Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah kesehatan, intelegensi, kesiapan, cacat tubuh, minat, bakat, motivasi, kematangan, kelelahan, keluarga, sekolah dan masyarakat.

13 (Slameto, 2003:54) Hasil belajar dapat diketahui dengan menggunakan alat evaluasi berupa tes. Menurut Websters Collegiate mendefenisikan bahwa : Tes adalah serentetan peryataan atau latihan dan alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensì, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. (Websters Collegiate, 2005: 32) Menurut (Winarno Surachmad,1995:27) Hasil belajar adalah suatu angka ìndeks yang menentukan berhasil atau tidaknya seorang siswa. Dari uraian disamping, penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil perubahan yang telah dicapai siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran 2.7 Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar 2.7.1 Karakteristik Anak Usia SD Pembelajaran matemetika di SD akan berhasil dengan baik apabila guru memahami perkembangan intelektual anak usia SD. Usia anak SD antara 7 tahun sampai dengan 11 tahun. Menurut Piaget perkembangan anak usia SD tersebut termasuk kategori operasional konkrit. Pada usia opersional konkret dirincikan dengan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan tertentu yang logis, hal tersebut dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkrit yang sedang dihadapi. Anak operasional konkrit sangat membutuhkan benda-benda konkrit untuk menolong pengembangan intelektualnya, Anak SD sudah mampu memahami penggabungan (penambahan dan pengurangan), mampu mengurutkan

14 misalnya mengurutkan dari yang kecil sampai yang besar, yang pendek sampai yang panjang. 2.7.2 Prinsip Proses Pembelajaran Matemetika di Sekolah Dasar Menurut Bruner dalam Karso (2004:12) prinsip-prinsip pembelajaran yang dapat dikemabangkan sebagai proses belajar terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu: 1. Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive) Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitar. 2. Tahap Ikonik atau Tahap Bayangan (Iconic) Pada tahap ini anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental, 3. Tahap Simbolik(Symbolik) Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersbut dalam bentuk simbol dan bahasa. 2.8. Kerangka Pikir Penerapan metode konvensional dalam pembelajaran matematika membuat siswa merasa bosan dan enggan belajar, sehingga aktivitas pembelajaran cenderung rendah. Pengguna metode demonstrasi dapat menjadi alternatif dalam peningkatan aktivitas pembelajaran matematika pada pokok bahasan mencari volume tabung. Tahap perkembangan anak usia SD yang masih dalam tahap oprasional konkret, menuntuk guru untuk aktif dalam mengkombinasikan metode pembelajaran dikelas. Metode demonstrasi dapat menjadi salah satualternatif dalam pembelajaran matematika.

15 Hasil Belajar rendah Metode Demonstrasi Hasil Belajar Meningkat Gambar 2.8 Kerangka Pikir 2.9. Hipotesis Jika aktivitas belajar siswa pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan volume tabung dengan menggunakan metode demonstrasi kelas VI SD Negeri 3 Keteguhan Teluk Betung Barat Bandar Lampung dengan tahap yang benar, maka aktivitas pembelajaran matematika pada pokok bahasan volume tabung menggunakan metode demonstrasi akan meningkat.