BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKKAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Abstrak. Kata Kunci: Inside Outside Circle, Hasil Belajar

Menghitung Volume Kubus dan Balok dan Menggunakannya dalam Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN MODEL JIGSAW DI KELAS VI SD NEGERI NO181/VII GURUH BARU II MANDIANGIN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

JIME Vol. 2 No. 1. April 2016 ISSN

I. PENDAHULUAN. rendahnya daya serap siswa, kesalahan pemahaman dan rendahnya. kemampuan siswa dalam menerapkan konsep-konsep baik dalam kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Lariang Melalui Metode Demonstrasi

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. 2.1 Hakekat Hasil Belajar Perubahan Lingkungan Fisik

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kata Kunci : Media Pembelajaran Tiga Dimensi, Hasil Belajar, Matematika, Sekolah Dasar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Brunner Dalam Romzah (2006:6) menekankan bahwa setiap individu pada waktu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

I. PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

I. TINJAUAN PUSTAKA. yang dikutip oleh Winataputra (2003: 2.3) bahwa belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

banyak cara baik disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PADA MATERI VOLUME KUBUS DAN BALOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE COURS REVIEW HORAY

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

PENERAPAN POLA LATIHAN BERJENJANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA

BAB I PENDAHULUAN. hanya berlaku di dalam masyarakat saja, namun dalam suatu negara juga akan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGGUNAAN ALAT PERAGA LANGSUNG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MATERI PECAHAN SEDERHANA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk medefinisikan pengertian matematika belum ada kepastian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1Pengertian Belajar Menurut Slameto (2003:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MATERI KUBUS DAN BALOK. 1. Pengertian Model Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian

Penerapan Metode Diskusi Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Kelas IV SDN 1 Tonggolobibi Mata Pelajaran IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tengah semester maupun ulangan akhir semester. Simbol untuk. mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Penerapan Teori Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Simetri Lipat di Kelas IV SDN 02 Makmur Jaya Kabupaten Mamuju Utara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari akademik dan non akademik. Pendidikan. matematika merupakan salah satu pendidikan akademik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran metamatika telah diperkenalkan sejak siswa menginjak kelas I. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Kajian Teori II.1.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Skripsi Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Oleh: AMBAR SUSILOWATI A

BAB II KAJIAN TEORI. mengajar, dan hasil belajar. Istilah mengajar dan belajar adalah dua peristiwa yang

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKKAN 2.1. Kajian Teori Dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), penulis mencoba mengungkap beberapa pendapat ahli tentang Matematika. Menurut Karso dkk (1988: 14), Matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya, sehingga para ahli dapat mengembangkan sebuah sistem Matematika. Dari pendapat tersebut, Matematika adalah abstrak, sedangkan karakteristik siswa sekolah dasar masih berfikir secara kongkrit. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Hudoyo (1990:4), Matematika adalah berkenaan dengan ide-ide, konsepkonsep abstrak yang tersusun secara hierarkis penalarannya deduktif. Mengingat adanya perbedaan karakteristik tersebut, maka diperlukan adanya kemampuan khusus dari seorang guru untuk mengetahui antara dunia anak yang belum berfikir secara deduktif dan dunia Matematika yang bersifat deduktif. Selain itu, Matematika adalah terorganisasikan dari unsur-unsur uang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksima-aksioma, dan dalil-dalil, dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah Matematika sering disebut ilmu deduktif. Berdasarkan teori tersebut Matematika merupakan ilmu deduktif dimana dari dalil-dalil yang bersifat deduktif tersebut setelah dibuktikan kebenarannya akan diakui secara umum. Matematika merupakan pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, saran, dan konsep-konsep yang berkaitan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar Matematika di sekolah dasar memahami setiap konsep secara bertahap untuk mendapatkan pengertian, hubunganhubungan, simbol-simbol, kemudian mengaplikasikan konsep-konsep ke situasi yang baru. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika pemecahan masalah, merupakan fokus kegiatan. Sedangkan definisi pembelajaran adalah sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Dengan pengertian di atas bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai, suatu kegiatan yang mermberikan fasilitas belajar yang baik sehingga terjadi proses belajar. Sehingga strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan fasilitas belajar sehingga memperlancar tujuan belajar matematika (Hudoyo dalam Harmini, 2004:9). 6

7 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih guru dalam suatu proses pembelajaran yang meliputi: (1) Kemana proses pembelajaran matematika? (2) Apa yang menjadi isi dari proses pembelajaran matematika? (3) Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran matematika? (4) Sejauh mana proses pembelajaran matematika tersebut berhasil? Keempat aspek tersebut membentuk terjadinya proses pembelajaran. Adanya interaksi siswa dengan guru dibangun atas dasar keempat unsur di atas. Pengetahuan tentang matematika mencakup pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konseptual mengacu pada pemahaman konsep, sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada keterampilan melakukan sesuatu prosedur pengajaran. Dua hal penting yang merupakan, bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif (Karso, 2005:2-17) untuk mengembangkan dua hal tersebut haruslah dapat mengembangkan imajinasi anak dan rasa ingin tahu. Dua hal tersebut harus dikembangkan dan ditumbuhkan, siswa diberi kesempatan berpendapat, bertanya, sehingga proses pembelajaran matematika lebih bermakna. Dalam pembelajaran ini guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang melibatkan keaktifan siswa, baik secara mental maupun fisiknya. Disamping itu optimalisasi interaksi dan optimalisasi seluruh indera siswa harus terlibat. Penekanan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih keterampilan dan hafal fakta, tetapi pada pemahaman konsep, dalam pemahamannya tentu saja disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa, mengingat objek matematika adalah abstrak. 2.2. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar Hasil belajar dapat diartikan sebagai produk belajar yaitu merupakan suatu pola pembuatan nilai, apresiasi, kecakapan, ketrampilan yang berguna bagi masyarakat ( Tim Pengembang MKDK IKIP Semarang, 1990 : 172 ) terdapat tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan spikomotorik. Ranah kognitif adalah hasil belajar berupa pengetahuanpengetahuan atau kemampuan-kemampuan baru yang bersifat keilmuan. Ranah afektif adalah hasil belajar yang berupa perubahan-perubahan prilaku sebagai akibat telah

8 dilakukannya proses belajar. Sedangkan ranah psikomotorik adalah hasil belajar berupa ketrampilan-ketrampilan praktis oleh anggota badan seperti tangan, kaki, alat indra dan sebagainya. Dalam penelitian ini hasil belajar yang akan ditingkatkan adalah pada ranah kognitif. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Menurut Hamalik (2006:30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, dalam lintasberita.com (2009) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah, dua diantaranya adalah kognitif, dan afektif. Perinciannya adalah sebagai berikut : 1. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian 2. Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi Menurut Howard Kingsley dalam lintasberita.com (2009) hasil belajar dibagi menjadi 3 macam : a. Keterampilan dan kebiasaan. b. Pengetahuan dan pengertian. c. Sikap dan cita-cita.

9 Sedangkan menurut penulis hasil belajar adalah tingkat pemahaman atau ketrampilan siswa yang diperoleh dari proses belajar. Tingkat pemahaman atau ketrampilan siswa dapat diukur dari perolehan nilai. Dengan demikian hasil belajar siswa adalah tingkat pemahaman siswa atau tingkat ketrampilan siswa yang diukur dengan pemberian skor atau nilai. Skor atau nilai diukur dari kemampuan siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan pada tes formatif pada pertemuan ketiga masing-masing siklus yang berhubungan dengan materi pelajaran. 2.3. Mata Pelajaran Matematika 2.3.1. Hakikat Mata Pelajaran Matematika Matematika menurut schaaf dalam Muhsetyo (2008) memiliki tiga ciri yaitu abstrak, general, dan tetap dalam strukturnya. Bersifat abstrak karena semua objek matematika bersifat abstraksi. Dengan abstraksi orang berfikir tanpa terganggu hal-hal yang konkrit. Terkait pembelajaran matematika, banyak kecenderungan baru yang tumbuh dan berkembang di banyak Negara, sebagai inovasi dan reformasi model pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tantangan zaman sekarang dan mendatang. Model-model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut : (1) Cooperative learning, (2) Realistic Mathematic Education (RME), (3) Contextual Learning, (4) Problem solving, (5) Mathematical Investigation, (6) Guided discovery, (7) Open-ended (multiple solution, multiple method of solution), (8) Manipulative material, (9) Concept map, (10) Quantum teaching/learning, dan (11) Writing in mathematic. (Muhsetyo, 2008). Dengan adanya pilihan model pembelajaran tersebut guru dapat memilih model mana yang cocok untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Sebagai upaya untuk mereformasi pembelajaran di Indonesia, guru banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran. Dalam hal ini dituntut kreatifitas guru untuk mencoba dan mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan

10 karakteristik siswa dan suasana pembelajaran. Penerapan pembelajaran yang sesuai diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa. Tingkat pemahaman usia SD merupakan tahapan perkembangan intelektual atau berpikir anak SD (Karso, 2005: 1-10). Dalam hal ini anak masih mengalami kesulitan merumuskan definisi dengan kata-kata sendiri, gurulah bertugas untuk membimbingnya. Uraian di atas jelas bahwa anak itu bukanlah tiruan dari orang dewasa, anak bukan bentuk mikro dari orang dewasa. Intelektual anak berbeda dengan orang dewasa, dan cara berpikirnya pun berbeda. Bertolak dari teori Piaget tersebut di atas bahwa kesiapan untuk belajar dan bagaimana berpikir mereka itu berubah sesuai dengan perkembangan usianya, hal ini diperlukan agar tingkat pemahaman anak terhadap pelajaran matematika lebih baik. Jika pemahaman pelajaran baik dan maka tingkat kemampuan siswa dapat ditingkatkan. Hal-hal yang dapat dinyatakan sebagai proses belajar menurut Bruner dalam Karso (2005: 1-12) di bagi dalam tiga tahapan yaitu: 1. Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive) Pada tahun awal ini anak belajar konsep berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitar. 2. Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic) Pada tahap ini anak tetap mengubah, menandai dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan dalam kata lain anak dapat membayangkan kembali tentang benda/peristiwa yang dialami. 3. Tahap Simbolik (Symbolik) Pada tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Dalam hal ini anak sudah mampu memahami simbol-simbol atau penjelasan. Dari apa yang dirancang oleh Bruner ini, hendaknya dapat dijadikan guru sebagai dasar untuk merancang model pembelajaran. Sehingga dapat mempermudah pemahaman dan keberhasilan anak dalam pembelajaran matematika. 2.3.2. Materi Bangun Ruang Kubus dan Balok A. Menghitung volume Kubus dan Balok

11 Sebelum menghitung volume kubus dan balok mari kita pelajari dulu tentang satuan volume. Satuan volume selain kubik adalah liter. Perhatikan cara mengubah kedua satuan volume kubik dan liter tersebut menurut tingkat menurut tingkat atau satuan kedua ukuran pada gambar berikut:. Gambar 2.2 Perbandingan Ukuran Kubik

12 2. Mengenal Kubus dan Balok a. Kubus Kubus mempunyai 6 sisi dan semuanya adalah persegi. Keenam sisi itu adalah ABCD, AEHD, DHGC, AEFB, BFGC, AEFB, BFGC, EFGH. Mempunyai rusuk y7ang sama panjangnya yaitu: AB, BC, CD, DA, AE, BF, CG, DH, EF, FG, GH, dan HE. Kubus mempunyai 8 titik sudut yautu: A, B, C, D, E, F, G, DAN H b. Balok Balok disebut Prisma siku-siku

13 Balok mempunyai 6 sisi masing-masing berbentuk persegi panjang. Ke enam sisi tersebut terdiri atas 3 pasang sisi yang sama. Sisi KLM = PQRS sisi KPSN = LQRM sisi KPQL = NSRM. Banyak rusuknya ada 12 terbagi atas 3 kelompok masing-masing 4 rusuk sama panjang. Panjang rusuk KL = NM =PQ = SR, rusuk KN=PS=LM=QR, rusuk KP=NS=LQ=MR. Banyak titik sudutnya ada 8 titik sudut yaitu K, L, M, N, O, P, Q, R dan S. 3. Menentukan Volume Kubus dan Balok a. Volume Kubus Volume kubus = 4 x 4 x 4 = 64 kubus satuan b. Volume balok Volume balok = panjang x lebar x tinggi 2.3.3. Peranan Media terhadap Hasil Belajar Matematika

14 Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar yang berupa fakta, konsep operasi dan prinsip. Menurut Sudjadi (1994:1), pendapat tentang matematika tampak adanya kelainan antara satu dengan lainnya, namun tetap dapat ditarik ciri-ciri atau karakteristik yang sama, antara lain Memiliki obyek kajian abstrak, Bertumpuh pada kesepakatan, Berpola pikir deduktif. Tiap anak didik memiliki kemampuan indera yang berbeda atau tidak sama. Maka peranan media dalam model pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik (1986 : 15) dinyatakan bahwa media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan kegiatan belajar mengajar. Menurut Encyclopedia of Educational Research dalam Oemar Hamalik (1980:27) bahwa manfaat media pendidikan diantaranya: (1) Meletakkan dasar-dasar yang Konkret untuk berpikir dan oleh karena itu mengulangi verbalisme. (2) Memperbesar perhatian para siswa. (3) Memberikan pengalaman yang nyata menimbulkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa. Dari pengertian di atas bahwa media mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Peranan guru dalam keterampilan atau bervariasi penggunaan media sempat menentukan keberhasilan/optimal. Pencapaian tujuan. Dalam hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah (1997, 128-219) dinyatakan bahwa keuntungannya adalah manarik perhatian anak pada tingkat yang tinggi dan menyajikan pengalaman riil yang akan mendorong kegiatan mandiri anak. Dari uraian di atas penulis berpendapat bahwa dengan adanya media dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif, mandiri dan terlibat kegiatan langsung, bebas menyusun dan memanipulasi benda tersebut sehingga berperan untuk membantu mengefektifkan komunikasi dan menciptakan interaksi dalam kegiatan. 2.4. Pengertian Metode Demontrasi Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun ke dalam bentuk kegiatan nyata atau praktis. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang digunakan untuk mengimplemetasikan strategi pembelajaran salah satunya adalah metode demontrasi. (slide share.com, 2012)

15 Demontrasi adalah cara pengelolaan pembelajaran dengan memperagakan atau menunjukkan kepada siswa suatu proses, benda, cara kerja atau suatu produk teknologi yang sedang dipelajari. Demontrasi dapat dilakukan dengan cara menunjukkan benda yang sebenarnya, model, maupun tiruannya dan disertai dengan penjelasan lisan (Sanjaya, 2006.) Demontrasi dapat juga diartikan sebagai cara penyajian pelajaran dengan mempertunjukkan atau menyajikan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik dalam bentuk sebenarnya maupun tiruan yang dipertunjukkan oleh guru maupun sumber belajar lain. (Sumantri, 1999) 2.4.1. Langkah-langkah metode demontrasi. Langkah-langkah metode demontrasi adalah sebagai berikut: 1 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2 Guru menyampaikan gambaran sekilas tentang materi pelajaran. 3 Guru menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. 4 Guru mendemontrasikan media yang ada. 5 Seluruh siswa memperhatikan dan menganalisa. 6 Tiap siswa atau kelompok siswa menyampaikan hasil analisanya. 7 Guru bersama siswa mengambil kesimpulan. (SlideShare.com, 2012) 2.4.2. Kelebihan metode demontrasi Metode demontrasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kekurangannya adalah sebagai berikut: 1. Siswa akan lebih mudah mempelajari materi pelajaran yang didemontrasikan. 2. Proses pembelajaran akan lebih baik, karena siswa tidak hanya mendengar tetapi melihat langsung benda yang didemontrasikan. 3. Siswa akan tertarik dan cenderung untuk mencoba. 4. Perhatian siswa lebih dapat dipusatkan. 5. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang dipelajari. 6. Pengalaman dan kesan pelajaran akan lebih melekat pada ingatan siswa. (SlideShare.com, 2012)

16 2.5. Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian yang sama. Penelitian itu antara lain adalah: Sri Mulyati 2011, melakukan penelitian dengan judul: Upaya meningkatkan kemampuan hasil belajar matematika tentang kemampuan mengukur mengukur waktu melalui metode demontrasi siswa kelas II SDN Jatimulyo Wedarijaksa Kabupaten Pati Semester I 2010/2011 adapun hasilnya adalah pada siklus I hasil belajar siswa rata-rata 69,4 dan pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa adalah 78,7. Rini Dwi Pangesti, 2011 melakukan penelitian yang berjudul Upaya meningkatkan hasil belajar matematika tentang Volume menggunakan metode demontrasi siswa kelas V SDN Rejoagung 01 Trangkil Pati 2011/2012. Hasilnya adalah pada siklus I hasilnya adalah 67,31 meningkat pada siklus II menjadi 78,8. Maharani 2011, dalam penelitiannya yang berjudul Upaya meningkatkan minat belajar siswa menggunakan metode demontrasi pada pelajaran Matematika kelas V SDN Setia laksana 03 Bekasi 2010/2011. Sedangkan hasilnya adalah pada siklus I minat belajar siswa meningkat dengan persentase 76 % dan siklus II meningkat menjadi 92 %. 2.6. Kerangka Berfikir Berdasarkan kajian teoritis di atas maka peneliti merumuskan kerangka pemikiran. Penerapan metode demontrasi menggunakan media benda konngkrit siswa akan memahami materi pelajaran karena melihat langsung objek berupa benda nyata. Benda nyata yang didemontrasikan berasal dari lingkungan sekitar siswa. Dari demontrasi dengan objek benda kongkrit yang ditampilkan oleh guru diharapkan akan menambah pemahaman tentang materi pelajaran. Karena objeknya abstrak maka penanaman konsep matematika di sekolah dasar sedapat mungkin di mulai dari penyajian Konkret. Selain itu dalam belajar matematika, siswa memerlukan suatu dorongan (motivasi) yang tinggi. Kurangnya dorongan seringkali menimbulkan siswa mengalami patah semangat. Dengan demikian guru haruslah pandaipandai dalam memilih metode, strategi dan media yang diperlukan, salah satu untuk meningkatkan motivasi adalah dengan menggunakan alat peraga atau sumber belajar lingkungan khususnya benda-benda Konkret sekitar siswa.

17 Perhatian siswa akan terfokus pada benda yang di demontrasikan. Karena siswa tertarik dengan objek yang didemontrasikan. Dari perhatian tersebut diharapkan pemahaman tentang materi volume bangun ruang akan meningkat. Suasana juga akan berbeda daripada pembelajaran biasanya yang cenderung verbalistis. Dengan suasana baru tersebut siswa tidak jenuh. Sehingga materi pelajaran akan lebih mudah tersampaikan dan dipahami oleh siswa. Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berfikir di atas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan. 2.7. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berfikir di atas peneliti memiliki dugaan bahwa metode demontrasi menggunakan media benda konkrit dapat meningkatkan hasil belajar Matematika bagi siswa kelas V SDN Tegalombo 05 Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati semester I tahun pelajaran 2012/2013.