DAERAH PAPUA DAN SEKITARNYA CINDIKA PANDAINI PERTIWI

dokumen-dokumen yang mirip
PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.

ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

MENENTUKAN PELUANG DAN PERIODE ULANG GEMPA DENGAN MAGNITUDE TERTENTU BERDASARKAN MODEL GUTTENBERG - RITCHER

*

ANALISIS KEAKTIFAN DAN RESIKO GEMPA BUMI PADA ZONA SUBDUKSI DAERAH PULAU SUMATERA DAN SEKITARNYA DENGAN METODE LEAST SQUARE

Analisis Karakteristik Prakiraan Berakhirnya Gempa Susulan pada Segmen Aceh dan Segmen Sianok (Studi Kasus Gempa 2 Juli 2013 dan 11 September 2014)

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

Analisis Seismotektonik dan Periode Ulang Gempabumi.. Bambang Sunardi dkk

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...

Analisis Tingkat Resiko Gempa Bumi Tektonik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik.

ANALISIS SEISMISITAS DAN PERIODE ULANG GEMPA BUMI WILAYAH SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN B-VALUE METODE LEAST SQUARE OLEH :

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

PERHITUNGAN B VALUE MENGGUNAKAN METODE LIKELIHOOD UNTUK DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA (3 JUNI DESEMBER 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

ANALISA SESAR AKTIF MENGGUNAKAN METODE FOCAL MECHANISM (STUDI KASUS DATA GEMPA SEPANJANG CINCIN API ZONA SELATAN WILAYAH JAWA BARAT PADA TAHUN

ANALISIS PERIODE ULANG DAN AKTIVITAS KEGEMPAAN PADA DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun

TEORI TEKTONIK LEMPENG

PENENTUAN WAKTU BERAKHIRNYA GEMPA SUSULAN UNTUK GEMPA BUMI BIAK 16 JUNI 2010

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang

Studi Analisis Parameter Gempa Bengkulu Berdasarkan Data Single-Station dan Multi-Station serta Pola Sebarannya

STUDI A ALISIS PARAMETER GEMPA DA POLA SEBARA YA BERDASARKA DATA MULTI-STATIO (STUDI KASUS KEJADIA GEMPA PULAU SULAWESI TAHU )

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SEISMISITAS

Karakteristik mikrotremor dan analisis seismisitas pada jalur sesar Opak, kabupaten Bantul, Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Subduksi antara Lempeng Samudera dan Lempeng Benua [Katili, 1995]

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008

ANALISIS REKAHAN GEMPA BUMI DAN GEMPA BUMI SUSULAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE OMORI

PENGERTIAN GEMPA DAM MACAM-MACAM GEMPA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

LAPORAN GEMPABUMI Mentawai, 25 Oktober 2010

Analisis Mekanisme Sumber Gempa Vulkanik Gunung Merapi di Yogyakarta September 2010

Tes Kemampuan Kognitif Materi Pokok Gempa Bumi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Berkala Fisika ISSN : Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 25-42

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI AWAL HUBUNGAN GEMPA LAUT DAN GEMPA DARAT SUMATERA DAN SEKITARNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI B-VALUE UNTUK ANALISIS SEISMISITAS BERDASARKAN DATA GEMPABUMI PERIODE (Studi Kasus: Gorontalo) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dzikri Wahdan Hakiki, 2015

Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N

Estimasi Nilai Percepatan Tanah Maksimum Provinsi Aceh Berdasarkan Data Gempa Segmen Tripa Tahun Dengan Menggunakan Rumusan Mcguire

ANALISIS HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE FEBRUARI 2018 (GEMPABUMI PIDIE 08 FEBRUARI 2018) Oleh ZULHAM SUGITO 1

Sulawesi. Dari pencatatan yang ada selama satu abad ini rata-rata sepuluh gempa

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA

ANALISIS TINGKAT SEISMISITAS DAN PERIODE ULANG GEMPA BUMI DI SUMATERA BARAT PADA PERIODE

ANALISIS TERHADAP INTENSITAS DAN PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM GEMPA SUMBAR

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

UNIT X: Bumi dan Dinamikanya

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami

ENERGI POTENSIAL GEMPABUMI DI KAWASAN SEGMEN MUSI, KEPAHIANG-BENGKULU EARTHQUAKE POTENTIAL ENERGY IN THE MUSI SEGMENT, KEPAHIANG-BENGKULU AREA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN. Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

ANALISIS TINGKAT SEISMISITAS DAN TINGKAT KERAPUHAN BATUAN DI MALUKU UTARA ANALYSIS OF SEISMICITY LEVEL AND ROCKS FRAGILITY LEVEL IN NORTH MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

Note : Kenapa Lempeng bergerak?

Masyarakat perlu diberikan pelatihan mengenai caracara menyelamatkan diri saat bencana terjadi. Sebenarnya di Indonesia banyak perusahaan tambang dan

KAITAN B VALUE DENGAN MAGNITUDO DAN FREKUENSI GEMPA BUMI MENGGUNAKAN METODE GUTENBERG-RICHTER DI SUMATERA UTARA TAHUN

BAB II GEMPA BUMI DAN GELOMBANG SEISMIK

ANALISIS NILAI PEAK GROUND ACCELERATION DAN INDEKS KERENTANAN SEISMIK BERDASARKAN DATA MIKROSEISMIK PADA DAERAH RAWAN GEMPABUMI DI KOTA BENGKULU

I. PENDAHULUAN. semakin kuat gempa yang terjadi. Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI Oleh ZULHAM SUGITO 1

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.2

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia terletak pada daerah yang merupakan pertemuan dua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEY DAN ANALISIS SEISMISITAS WILAYAH JAWA TIMUR BERDASARKAN DATA GEMPA BUMI PERIODE SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Analisis Percepatan Tanah Maksimum Wilayah Sumatera Barat (Studi Kasus Gempa Bumi 8 Maret 1977 dan 11 September 2014)

Analisis Kejadian Rangkaian Gempa Bumi Morotai November 2017

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Gempa di Pulau Jawa Bagian Barat. lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

ANALISIS PELUANG TERJADINYA GEMPA BUMI DENGAN METODE LIKELIHOOD UNTUK DAERAH PAPUA DAN SEKITARNYA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Sains dan Teknologi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.) Oleh : CINDIKA PANDAINI PERTIWI 106097003254 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing 2 Tati Zera, M.Si Nip. : 19690608 200501 2 002 Arif Tjahjono, M.Si Nip. : 19751107 200701 1 015 Mengetahui, Ketua Program Studi Fisika Drs. Sutrisno, M.Si Nip. : 19590202 198203 1 005

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Jakarta, Juli 2010 Cindika Pandaini Pertiwi 106097003254

ABSTRAK Telah dilakukan analisa terhadap aktifitas gempabumi untuk daerah Papua dan sekitarnya (0-6 LS dan 132-141 BT) berdasarkan data yang didapat dari Pusat Gempa Nasional (PGN) dengan magnitude (M) ) 5.0 SR dan kedalaman (h) 60 km yang terjadi pada periode 1909-2009. Analisa dilakukan dengan metode likelihood terhadap persamaan Guttenberg-Richter (1954) untuk menentukan parameter seismotektonik (b value), indeks seismisitas (a), peluang kejadian gempa (P), dan periode ulang gempa (Θ) untuk masing-masing wilayah gempa. Hasil yang diperoleh menunjukkan wilayah 8 mempunyai resiko gempa paling tinggi dengan didapat b value sebesar 0,92; indeks seismisitas 4,57; peluang kejadian gempa dengan T (waktu) = 10, 30, 50, 100 tahun yaitu 48,4%; 86,2%; 96,3%; 99,8%; dan periode ulang gempa yaitu 15 tahun, dan menunjukkan wilayah 2 mempunyai resiko paling rendah dengan didapat b value sebesar 1,01; indeks seismisitas 0,51; peluang kejadian gempa dengan T (waktu) = 10, 30, 50, 100 tahun yaitu 4,9%; 13,4%; 21,3%; 38,1%; dan periode ulang gempa yaitu 208 tahun. Kata Kunci : b value, Indeks Seismisitas, Periode Ulang, Probabilitas Gempa i

ABSTRACT The activitiy of earthquakes in around Papua (0-6 S dan 132-141 E) have been analyzed based on the data from the main National Centre of Earthquake with magnitude (M) 5.0 RS and depth (h) 60 km that happened within 1909-2009. Analyze have been done by likehood methode toward Guttenberg-Richter equation (1954) obtaining seismotectonic parameter (b value), seismisity index (a), earthquake probability (P) and repeat periode (Θ) for each earthquake area. The result showing 8 area that have highest earthquake risk and b value is 0,92; seismisity index 4,57; earthquake probability with T (time) = 10,30,50,100 years are 48,4%; 86,2%; 96,3%; 99,8%; and repeat periode of earthquake is 15 years and pointing at 2 area that has the lowest risk that the b value is 1,01; seismisity index 0,51; earthquake probability with T (time) = 10,30,50,100 years are 4,9%; 13,4%; 21,3%; 38,1%; and repeat periode of earthquakes is 208 years. Keywords : b value, Seismisitas Index, Repeat Periode, Earthquake Probability ii

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala atas seluruh rahmat dan karunia-nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian skripsi ini dan menyelesaikan penulisannya dengan lancar. Shalawat serta salam selalu tersampaikan kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, keluarganya, sahabatnya, serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Skripsi ini berjudul Analisis Peluang Terjadinya Gempa Bumi Dengan Metode Likelihood Untuk Daerah Papua Dan Sekitarnya, yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program S1 pada Program Studi Fisika di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta uni dan adikku tersayang yang telah memberikan perhatian, dukungan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. iii

3. Bapak Drs. Sutrisno, M.Si sebagai Ketua Prodi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Tati Zera, M.Si sebagai pembimbing I penulis yang telah memberikan banyak bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Arif Tjahjono, M.Si sebagai pembimbing II penulis yang juga telah memberikan banyak bantuan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Teman-temanku : ban belakang bajaj(latipe dan Ize), iik, putri, agung, chico, bahtiar, kia, dan semua teman-teman fisika, khususnya fisika 2006 yang tak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih untuk kalian semua. Dan juga untuk rere anak adab yang bersedia jadi kakek kita bersama. 7. Fadly yusuf pria spesial dalam hidupku yang selalu memberikan perhatian, sayang, juga membimbingku untuk lebih dewasa dalam menyikapi segala hal, serta selalu meluangkan waktu, pikiran, dan kesabarannya dalam menghadapi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata tiada gading yang tak retak, begitu juga dengan skripsi ini dan penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari pembaca untuk penulisan laporan yang lebih baik lagi. Kritik dan saran dapat disampaikan ke penulis melalui e-mail: cin_dk@yahoo.com semoga skripsi ini dengan izin Allah dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Amin. Ciputat, Juni 2010 Cindika Pandaini Pertiwi iv

DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Gambar... vii Daftar Tabel... ix Daftar Lampiran... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Batasan Masalah... 3 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian... 4 1.5 Sistematika Penulisan... 4 BAB II DASAR TEORI... 6 2.1 Gempa Bumi... 6 2.2 Gelombang Gempa Bumi... 11 2.3 Parameter Gempabumi dan Penentuannya... 13 v

2.4 Persamaan Hubungan Guttenberg dan Richters... 14 2.5 Metode Likelihood Maksimum... 15 2.6 Standar Deviasi 17 2.7 Indeks Seimisitas. 18 2.8 Probabilitas kejadian Gempa Bumi... 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 20 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 20 3.2 Tektonik Papua... 20 3.3 Ruang Lingkup Penelitian... 23 3.4 Data Penelitian... 24 3.5 Metode Pengolahan Data... 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 50 5.1 Kesimpulan... 50 5.2 Saran... 51 DAFTAR PUSTAKA... 52 LAMPIRAN... 54 vi

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Proses Terjadinya Gempa Tektonik... 7 Gambar 2.2 Jenis-jenis Pergerakan Lempeng A.Divergent. B.Convergnt. C.transvergent... 8 Gambar 2.3 Grafity Fault... 9 Gambar 2.4 Trust Fault... 9 Gambar 2.5 Strike Slip Fault... 10 Gambar 2.6 Oblique Slip Fault... 10 Gambar 2.7 Gelombang P dan S... 12 Gambar 2.8 Gelombang Love dan Rayleigh... 13 Gambar 3.1 Peta Tektonik Aktif dan Sejarah Gempabumi Wilayah Indonesia Bagian Timur... 22 Gambar 3.2 Peta Pembagian Wilayah Penelitian... 24 Gambar 3.3 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 1 25 Gambar 3.4 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempa Wilayah 1 25 Gambar 3.5 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 2 26 Gambar 3.6 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempa Wilayah 2. 26 Gambar 3.7 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 3. 27 Gambar 3.8 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempa Wilayah 3.. 27 Gambar 3.9 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 4.. 28 vii

Gambar 3.10 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempa Wilayah 4 28 Gambar 3.11 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 5 29 Gambar 3.12 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempa Wilayah 5 29 Gambar 3.13 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 6 30 Gambar 3.14 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempa Wilayah 6 30 Gambar 3.15 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 7 31 Gambar 3.16 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempa Wilayah 7 31 Gambar 3.17 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 8 32 Gambar 3.18 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempa Wilayah 8 32 Gambar 3.19 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 9 33 Gambar 3.20 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempa Wilayah 9 34 Gambar 4.1 Peta Seismisitas Daerah Penelitian... 40 Gambar 4.2 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 1... 42 Gambar 4.3 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 2... 42 Gambar 4.4 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 3... 43 Gambar 4.5 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 4... 43 Gambar 4.6 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 5... 43 Gambar 4.7 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 6... 44 Gambar 4.8 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 7... 44 Gambar 4.9 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 8... 44 Gambar 4.10 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 9... 45 viii

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Perhitungan Standar Deviasi Wilayah I... 36 Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Perhitungan b value dan Stándar Deviasi Pada Tiaptiap Wilayah... 41 Tabel 4.2 Perbandingan Parameter Aktivitas Seismik dan Nilai Indeks Seismisitas Tiap-tiap Wilayah... 47 Tabel 4.3 Perbandingan Kemungkinan Kejadian Gempa berdasarkan T (Tahun) dan Nilai Rata-Rata Periode Ulang Pada Tiap-tiap Wilayah... 48 ix

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Distribusi Frekuensi Gempa Bumi Wilayah Selatan Jawa Tahun 1973-2007... 54 Lampiran 2. Tabel Parameter Aktivasi Kegempaan... 55 Lampiran 3. Tabel Indeks Seismisitas dan Periode Ulang Gempa Merusak... 55 Lampiran 4. Tabel Nilai Kemungkinan Kejadian Gempa Merusak... 56 Lampiran 5. Peta Seismisitas Daerah Selatan Pulau Jawa Periode 1973-2007... 57 x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sering dilanda bencana alam khususnya gempa bumi, hal ini karena Indonesia terletak diantara pertemuan tiga lempeng dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Indo- Australia dan Eurasia bertemu disepanjang barat Sumatra, selatan Jawa, selatan Nusa Tenggara dan berakhir di laut Banda. Sedang lempeng Eurasia dan Pasifik bertemu di sepanjang laut Maluku dan berakhir di laut Banda. Selain itu di Indonesia juga banyak terdapat sesar-sesar lokal yang cukup aktif yang dapat memicu timbulnya gempa bumi. Salah satu faktor utama terjadinya gempa bumi di Indonesia adalah adanya tumbukan antar lempeng, dimana lempeng tersebut ada yang bergerak saling mendekati, ada yang saling menjauhi, dan ada yang saling bergeser. Ketika lempeng saling bertumbukkan di zona tumbukan (subduksi) akan menyusup ke bawah, maka gerakan lempeng tersebut akan mengalami perlambatan akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak ini menyebabkan penumpukan energi di zona subduksi dan zona patahan, akibatnya terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Secara teoritis lempeng-lempeng tektonik memiliki sifat elastis dengan batas elastisitas tertentu. Pada saat batas elastisitas lempengnya terlampaui, maka terjadilah patahan batuan 1

yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbulkan getaran ke segala arah yang disebut gelombang seismik. Gelombang inilah yang menyebabkan terjadinya gempa bumi. Di bagian timur Indonesia tepatnya di Pulau Papua terletak di ujung pertemuan lempeng samudera yaitu lempeng Pasifik yang menyusup di bawah Papua bergerak ke arah Baratdaya dengan kecepatan 12 cm/tahun dan lempeng Indo Australia yang menyusup di bawah lempeng Eurasia bergerak ke utara sekitar 7 cm/tahun. Akibat penekanan oleh dua lempeng besar ini di wilayah Papua terbentuk tiga zona besar patahan aktif yakni zona kompresi dari tabrakan lempeng Pasifik dan Pulau Papua yang kompleks, jalur Patahan besar Sorong dan jalur Patahan besar Aiduna-Tarairua. Dengan kecepatan gerak relatif lempeng Pasifik yang sangat cepat ini, maka bisa dipastikan bahwa wilayah ini mempunyai potensi bencana gempa duakali lipat lebih besar dibandingkan wilayah Sumatra-Jawa yang pergerakan lempengnya hanya 5-7 cm/tahun. [10] Menurut pengukuran survey GPS patahan geser sorong mempunyai laju pergerakan sampai 10 cm/tahun, jadi merupakan patahan mendatar dengan laju pergerakan paling cepat didunia. Potensi gempa yang sangat tinggi ini didukung fakta yang sudah sangat sering gempa-gempa besar merusak terjadi dimasa lalu, misal gempa-tsunami di Biak tahun 1996 dengan M 8,2 memakan korban ribuan jiwa, terakhir gempa besar terjadi tahun 2004 dengan M 7,1-7,6 hanya beberapa bulan sebelum gempa-tsunami Aceh. Pada tahun 1864 di timur Manokwari pernah terjadi gempa yang membangkitkan tsunami 2

setinggi 12 m, korbannya mencapai 250 orang sedangkan populasi manusia dipantai tentu masih sangat sedikit. Dari tinjauan tektonik dan distribusi kegempaan dapat dilihat secara umum wilayah Papua dan sekitarnya mempunyai peluang terhadap terjadinya gempa bumi yang tinggi, namun dengan metode statistik akan dapat diketahui secara numerik tingkat kegempaan, indeks seismisitas, probabilitas terjadinya gempa bumi, dan periode ulang gempa bumi untuk magnitudo tertentu pada daerah Papua. Peluang terjadinya gempa bumi dengan kekuatan yang sama yang pernah terjadi di suatu daerah tertentu juga dapat diperkirakan lagi, sehingga dapat ditekan sekecil mungkin kerusakan yang terjadi. Suatu daerah dapat dikatakan memiliki tingkat aktivitas gempa bumi yang tinggi jiska b value nya besar, dimana b value dipengaruhi oleh magnitudo dan frekuensi gempa yang terjadi. b value berkaitan langsung dengan karakteristik tektonik dari setiap wilayah dan menunjukkan parameter seismotektonik pada daerah tersebut, oleh karenanya sangat menarik untuk dilakukan penelitian tentang keaktifan gempa dan peluang terjadinya gempa di wilayah Papua dan sekitarnya dengan didukung dari fakta sudah sangat sering gempa-gempa merusak terjadi dimasa lalu. 1.2 Batasan Masalah Analisa dilakukan dengan metode likelihood terhadap persamaan Guttenberg- Richter (1954) untuk menentukan parameter seismotektonik (b value), indeks seismisitas (a), peluang kejadian gempa (P), dan periode ulang gempa (Θ) untuk 3

masing-masing wilayah di daerah Papua dan sekitarnya yang dibatasi koordinat 132 BT 141 BT dan 0 LS 6 LS. Data yang digunakan adalah data gempa selama 100 tahun dari tahun 1909-2009 dengan magnitudo 5.0 dan kedalaman 60 km yang didapat dari Pusat Gempa Nasional (PGN). 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai adalah menentukan : 1. Nilai b (tingkat kerapuhan batuan) di daerah tersebut 2. Seismisitas (tingkat keaktifan gempa) di daerah tersebut 3. Probabilitas (peluang terjadinya gempa bumi) dan Periode ulang di daerah Papua dan sekitarnya 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil yang diperoleh dari analisa yang dilakukan diharapkan dapat digunakan dalam penanggulangan dan mitigasi bencana gempabumi di daerah Papua dan sekitarnya. 1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab, secara singkat akan diuraikan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN, yang berisi tentang latar belakang, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 4

BAB II : DASAR TEORI, yang berisi tentang gempa bumi, hubungan frekuensi dan magnitude, fungsi metode likelihood, penentuan indeks seismisitas dan probabilitas gempa. BAB III : METODE PENELITIAN, yang berisi tentang waktu dan tempat penelitian, tektonik Papua, data yang diperlukan dalam penelitian dan tahapan-tahapan dalam mengolah data tersebut. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN, yang berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. BAB V : PENUTUP, yang berisi tentang kesimpulan dari hasil uraian permasalahan yang dikemukakan serta saran yang bermanfaat untuk hasil yang didapat dari penelitian dan dibagian akhir dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran. 5

BAB II DASAR TEORI 2.1 Gempa Bumi Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif akitivitas gunung api atau runtuhan batuan. Kekuatan gempabumi akibat aktivitas gunung api dan runtuhan batuan relatif kecil sehingga memusatkan pembahasan pada gempabumi akibat tumbukan antar lempeng bumi dan patahan aktif. Berdasarkan penyebabnya salah satu macam gempabumi yaitu gempa tektonik. Gempa tektonik yaitu gempa bumi yang disebabakan pergeseran lempenglempeng tektonik yang ada di lapisan kerak bumi. Gempa bumi tektonik pada dasarnya disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan lempeng yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan tersebut. 6

Gambar 2.1 Proses Terjadinya Gempa Tektonik Di lihat dari pergerakan lempeng lempeng yang saling bertumbukan, terdapat tiga jalur utama gempa bumi yang merupakan batas pertemuan dari beberapa lempeng tektonik aktif : [5] 1. Jalur gempa bumi Sirkum Pasifik, Jalur ini dimulai dari Cardilleras de Los Andes ( Chili, Equador dan Caribia ), Amerika Tengah, Mexico, California British Columbia, Alaska, Alaution Island, Kamchatka, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia, Polynesia dan berakhir di New Zealand. 2. Jalur Gempa bumi Mediteran atau Trans Asiatic, Jalur ini dimulai dari Azores, mediteran ( Maroko, Portugal, Italia, Balkan, Rumania ), Turki, Kaukasus, Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Burma, Indonesia ( Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Laut banda) dan akhirnya bertemu dengan jalur sirkum Pasifik di daerah Maluku. 3. Jalur Gempa bumi Mid-Atlantic, Jalur ini mengikuti Mid-Atlantik Ridge yaitu Spitsbergen, Iceland dan Atlantik selatan. Sebanyak 80% gempa di dunia, terjadi di jalur Sirkum Pasifik yang sering disebut sebagai Ring of Fire karena juga merupakan jalur vulkanik. Sedangkan pada 7

jalur Mediteran terdapat 15% gempa dan sisanya sebanyak 5% tersebar di Mid Atlantik dan tempat tempat lainnya. Ada tiga jenis pergerakan lempeng tektonik, yaitu 1. Saling menjauhi (divergent). 2. Saling mendekati dan bertubrukan (convergent) 3. Saling berpapasan (transform) Gambar 2.2 Jenis-jenis Pergerakan Lempeng. A.Divergent. B.Convergent. C.Transform. Selain disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik, mekanisme gempa bumi juga sangat erat kaitannya dengan patahan. Secara umum pergerakan dasar patahan (fault) adalah sebagai berikut : a. Dip Slip Fault (Patahan Miring), dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : Gravity Fault (Patahan Turun) Yaitu blok atas bergerak relatif terhadap blok dibawahnya. Hal ini disebabkan oleh gaya kompresi dan umumnya mempunyai sudut 45 0 <α<90 0. 8

Gambar 2.3. Gravity Fault Trust Fault (Patahan Naik) Yaitu pergeseran blok dimana salah satu blok bergerak relatif terhadap blok yang lainnya, sehingga pergerakannya naik. Hal ini karena adanya gaya tension, umumnya mempunyai sudut 0 0 <α<45 0. Gambar 2.4. Trust Fault b. Strike Slip Fault (Patahan Menjurus) yaitu pergerakan blok secara lateral (horizontal/vertikal) baik searah jarum jam ataupun berlawanan dengan arah jarum jam. Pada umumnya sudutnya α mendekati 90º. 9

Gambar 2.5. Strike Slip Fault c. Oblique Slip Fault (Patahan Miring/mencong) yaitu pergerakan blok sebagai akibat dari Dip Slip Fault dan Strike Slip Fault. Gambar 2.6. Oblique Slip Fault Berdasarkan kedalaman sumber ( h ) gempa bumi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Kedalaman dangkal, biasanya terjadi gempa bumi pada kedalaman dibawah 60 km di bawah permukaan bumi ( h < 60 km ). 2. Kedalaman menengah, biasanya terjadi gempa bumi pada kedalaman 60 km sampai dengan 300 km di bawah permukaan bumi ( 60 < h < 300 km ). 3. Kedalaman dalam, biasanya terjadi gempa bumi pada kedalaman lebih dari 300 km ( h > 300 ). 10

Terjadinya gempa bumi biasanya diiringi oleh beberapa macam goncangan, diantaranya : 1. Foreshock, Deretan goncangan yang terjadi sebelum gempa bumi. 2. Aftershock, Deretan goncangan yang terjadi setelah gempa bumi. Dapat terjadi selama berbulan bulan. 3. Swarm, Sejumlah besar goncangan kecil tanpa ada gempa bumi utama. 2.2 Gelombang Gempa Bumi Gelombang gempa bumi adalah semua gelombang yang dapat tercatat oleh seismograph kecuali gerakan-gerakan yang disebabkan adanya gangguan alat (noise). Berdasarkan jenis penjalarannya gelombang gempa bumi di bagi menjadi 2 (dua) tipe utama, yaitu: 1. Body Waves (gelombang badan), gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi, terdiri dari dua macam gelombang yaitu : a) Gelombang Primer (P), gerakan partikelnya searah dengan arah penjalarannya. Gelombang ini disebut gelombang longitudinal atau gelombang kompresional akibat partikel mengalami kompresi saat penjalarannya. Gelombang Primer (P) mempunyai kecepatan terbesar dan muncul pertama kali di seismogram. b) Gelombang sekunder (S), gerakan partikelnya tegak lurus dengan arah penjalarannya sehingga dikenal dengan gelombang transversal. Pergerakan material adalah menggeser (shearing) dan berputar (rotasi) 11

selagi gelombang menjalar melewatinya, tetapi tidak merubah volumenya. Gelombang S mempunyai kecepatan lebih kecil daripada gelombang P dan muncul di seismogram setelah gelombang P. Gambar 2.7 Gelombang P dan S 2. Surfaces Wafes (gelombang permukaan), gelombang yang menjalar sepanjang permukaan bumi, yang terdiri dari : a) Gelombang Love (L) Gelombang love merupakan gelombang yang gerakan partikelnya sama dengan gelombang S H (Transversal Longitudinal). b) Gelombang Rayleigh (R) Gelombang dimana gerakan partikelnya menyerupai ellips dan bidang ellips ini berdiri vertikal dan berhimpit dengan penjalaran gelombang. 12

Gambar 2.8 Gelombang Love dan Rayleigh 2.3 Parameter Gempabumi dan Penentuannya Parameter gempa bumi atau lebih luas lagi disebut dengan gelombang seismik yang disebabkan karena terjadinya gempa bumi, adalah sebagai berikut: 1. Lintang dan bujur episenter (titik pada permukaan bumi yang terletak vertikal diatas pusat gempa) 2. Kedalaman pusat gempa (hypocenter) 3. Waktu kejadian (original time dari sumber gelombang tersebut) 4. Kekuatan gempa (magnitude atau energi gelombang seismik yang dipancarkan) Untuk menghitung parameter 1 s/d 3 yang diperlukan hanyalah pengamatan waktu saja (misalnya waktu datangnya gelombang seismik di beberapa stasiun), sedangkan parameter 4 memerlukan data amplitude dan periode. 13

Parameter ukuran besarnya gempa bumi biasanya dinyatakan dengan magnitude dalam skala Richter dimana besaran ini terkait dengan energi yang dilepaskan di pusat gempa. Besarnya magnitude umumnya ditentukan dengan persamaan matematika dari data amplitude, periode gelombang pada seismogram dan jarak episenter gempa bumi. Konsep magnitude gempa bumi berdasarkan pengukuran amplitude pertama kali dikembangkan oleh K. Wadati dan C.F. Richter tahun 1935 sebelum momen seismik dihitung pada tahun 1964. Charles F. Richter menentukan magnitude lokal (M L ) untuk gempa bumi dengan ukuran sedang (3< M L <7) di California Selatan. Magnitude gempa bumi ini ditentukan dari logaritma amplitude yang tercatat pada seismograph. 2.4 Persamaan Hubungan Gutenberg dan Richters Hubungan magnitude frekuensi oleh Ishimoto dan Ishida (1939) (di timur) dan hubungan Gutenberg dan Richter (1942) (di barat). Gutenberg-Richter (G-R) magnitude-frequency relationship (MFR). log N = a bm.(1) N = 10 a- bm Dimana a dan b adalah konstanta real positif. Parameter a menunjukkan aktivitas seismik dan bergantung pada periode pengamatan, luas daerah pengamatan, serta tingkat aktifitas seismik suatu wilayah. 14

Parameter b merupakan parameter tektonik yang menunjukkan jumlah relatif dari getaran yang kecil hingga besar (biasanya mendekati 1) dan secara teoritis tidak bergantung pada periode pengamatan tetapi hanya bergantung pada sifat tektonik dari gempabumi sehingga dapat dianggap sebagai suatu parameter karakteristik suatu gempabumi untuk daerah tektonik aktif. Beberapa ahli mengatakan bahwa nilai b ini konstan dan bernilai sekitar -1 s/d 1. Kalaupun ada perbedaan, hal itu lebih karena perbedaan data dan metode perhitungan yang digunakan. Meskipun demikian sebagian besar ahli berpendapat bahwa nilai b ini bervariasi terhadap daerah dan kedalaman fokus gempa, serta bergantung pada keheterogenan dan distribusi ruang stress dari volume batuan yang menjadi sumber gempa. 2.5 Metode Likelihood Maksimum (Utsu, 1965) Bila suatu fungsi distribusi probabilitas ƒ(x,θ) bergantung pada parameter θ, bersesuaian dengan fungsi likelihood yang didefinisikan sebagai : P P ( x θ ) = f ( x, θ ). f ( x, θ ). f ( x θ )... f ( x, θ ) i, 1 2 3, n = ( x, θ ) f ( x, ϑ) i i i n...(2) Bahwa estimasi maksimum likelihood dari θ adalah nilai fungsi maksimum P (,θ ), untuk perhitungan yang bersesuaian, penurunan dari log (,θ ) x i umumnya untuk mendapatkan nilai maksimum dari θ, yaitu : log P = 0...(3) θ P yang x i 15

Bila suatu fungsi distribusi probabilitas dari M dapat ditulis kedalam bentuk f b' ( M M ) ( M b ) = b' e, ' 0 ; M M 0...(4) Dimana : b ' = bˆ ln10 Maka sesuai dengan fungsi likelihood yang ditunjukkan sebagai berikut : P n b' M i NM = = 0 i 1 ( b' ) N e...(5) Dari hubungan ini diperoleh bahwa estimasi maksimum likelihood dari b yang ditunjukkan sebagai berikut : bˆ = loge M M 0...(6) Adapun perhitungan nilai magnitude rata-ratanya menggunakan persamaan sebagai berikut : M = n M. N i i= 1 N i...(7) Dimana : M M 0 : Magnitude rata-rata dari data gempa : Magnitude minimum dari data gempa N : Jumlah frekuensi gempa e = 2,71828 ; log e = 0,4343 Menurut Utsu (1961) menunjukkan bahwa metode ini lebih baik daripada metode least square khususnya untuk data dengan jumlah gempa (N) yang kecil. Interval keyakinan dari b untuk probabilitas tertentu Pr adalah 16

1.960 1.960 b ˆ(1 ) Pr bˆ(1 + ) N N...(8) Nilai tersebut diberikan untuk probabilitas 95% dan W=1.960. Sedangkan nilai a dapat dicari dari hubungan hubungan frekuensi kumulatif M Mo yaitu : ( bˆ ln10) + M bˆ; M...(9) aˆ = log N + log 0 M 0 2.6 Standar Deviasi Untuk mengetahui simpangan perhitungan b value digunakan simpangan baku (standar deviasi). Standar deviasi merupakan ukuran penyebaran yang paling banyak digunakan. Mayoritas nilai data cenderung berada dalam suatu deviasi standar dari rata-rata, dan hanya sebagian kecil saja yang terletak diluar dari rata-rata standar deviasinya. Adapun standar deviasi untuk metode likelihood maksimum didefinisikan sebagai berikut : σ x = N i= 1 ( x x) i N 2...(10) Dimana σ x : Standar deviasi dari suatu populasi x : Rata-rata dari suatu populasi x i : Nilai dari data (variable x) N : banyaknya data x dalam suatu populasi 17

2.7 Indeks Seismisitas Dari hubungan frekuensi-magnitude dapat diperkirakan jumlah terjadinya gempa bumi rata-rata pertahun yang mempunyai magnitude >M pada setiap daerah penelitian. Kita anggap jumlah gempa bumi dengan M 0.0 dan M 5.0 dalam penelitian sebagai indeks seismisitas untuk satu daerah. Harga rata-rata a dan a' dapat dihitung dengan membagi jumlah magnetudo gempa seluruhnya (n(m)) dan jumlah magnetudo gempa kumulatif (N(M)) dengan periode pengamatan T, maka didapat : aˆ 1 aˆ ' aˆ ' 1 = aˆ logt = aˆ log ( bˆ ln10) = aˆ' logt...(11) Dimana : T : waktu (tahun pengamatan) 1 1 aˆ, a, aˆ, aˆ, bˆ 1 1 : parameter-parameter yang dihitung untuk mendapatkan harga indeks seismisitas Dari persamaan diatas dapat dihitung jumlah gempa rata-rata per tahun dengan M 0.0 dan M 5.0 yaitu : N N 1 1 ' aˆ 1 ( M 0.0) = 10 ' aˆ 5.0 ˆ 1 b ( M 5.0) = 10...( 12) Dimana : N 1 (M 0.0) : jumlah gempa rata-rata pertahun dengan M 0.0 N 1 (M 5.0) : jumlah gempa rata-rata pertahun dengan M 5.0 18

Jadi N 1 (M 0.0) dan N 1 (M 5.0) merupakan suatu indeks seismisitas dari daerah tertentu 2.8 Probabilitas Kejadian Gempa Bumi Probabilitas kejadian gempa bumi adalah kemungkinan terjadinya gempa merusak di suatu daerah pada kurun waktu tertentu. Harga resiko gempa sangat berguna untuk perencanaan bangunan tahan gempa. Bila kita anggap distribusi interval waktu berbentuk eksponensial e -NT, maka dapat kita turunkan probabilitas kejadian suatu gempa dengan magnetudo > M pada suatu periode T sebagai berikut : P ( )...(13) N ( M ) ( M T ) = 1 e, 1 T Rata-rata tahunan kumulatif jumlah gempa dengan M paling besar dapat dicari dengan : N ( M ) ( M 5.0) 1 = N 1.10 2bˆ...(14) Dengan diperoleh N 1 (M) dapat dihitung nilai rata-rata periode ulang dari gempa bumi merusak, yaitu : Θ = 1 N 1 M Dimana : ( M T )...(15) P, : Probabilitas gempa dengan magnetudo M dan periode T ( M ) N 1 : Jumlah gempa kumulatif dengan magnetudo terbesar Θ : Rata-rata speriode ulang gempa 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian data gempa bumi periode tahun 1909 s/d 2009 diperoleh dari Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kemayoran Jakarta Pusat. Penyajian datanya dalam bentuk tabel, grafik dan peta dengan menggunakan software ArcGIS 9.3. 3.2 Tektonik Papua Pulau Papua terletak di ujung pertemuan lempeng samudera yaitu lempeng Pasifik yang menyusup di bawah Papua bergerak ke arah Baratdaya dengan kecepatan 12 cm/tahun dan lempeng Indo Australia yang menyusup di bawah lempeng Eurasia bergerak ke utara sekitar 7 cm/tahun. Dua gaya akibat tumbukan lempeng Indo-Australia dan Pasifik di bagian utara Papua terdapat pegunungan yang memanjang dari Kepala Burung hingga pegunungan Cycloof di Jayapura, di daerah tersebut terdapat patahan yang memanjang dari Sorong hingga Yapen dan terus ke Memberamo Hilir hingga di selatan Jayapura. Di bagian tengah terdapat pegunungan tengah dan patahan yang rumit seperti patahan Weyland, Siriwo, Direwo, Kurima dan lain lain. Disamping itu ada patahan yang memanjang dari Manokwari ke arah Nabire dan dinamakan patahan Wandamen atau patahan Ransiki. Akibat penyusupan lempeng Samudera Indo-Australia dibawah 20

lempeng Eurasia menyebabkan terjadi patahan di dasar laut sebelah selatan Fak Fak hingga di selatan Kaimana dan sebagian selatan Nabire yang dinamakan patahan Aiduna ( Gambar 3.1 ). Wilayah Papua yang dihimpit oleh pergerakan dua lempeng besar, yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah Baratdaya dengan kecepatan 12 cm/tahun dan lempeng Australia yang bergerak ke utara sekitar 7 cm/tahun ( Gambar 3.1). Dua gaya tektonik aktif inilah yang menyebabkan terbentuknya puncak Jayawijaya, pegunungan tertinggi di Indonesia yang sekarang masih terus membumbung naik beberapa milimeter per tahun. Akibat digencet oleh dua lempeng besar ini di wilayah Papua terbentuk tiga zona besar patahan aktif yakni zona kompresi dari tabrakan lempeng Pasifik dan Pulau Papua yang kompleks, jalur Patahan besar Sorong dan jalur Patahan besar Aiduna-Tarairua. Dengan kecepatan gerak relatif lempeng Pasifik yang sangat cepat ini, maka bisa dipastikan bahwa wilayah ini mempunyai potensi bencana gempa duakali lipat lebih besar dibandingkan wilayah Sumatra-Jawa yang pergerakan lempengnya hanya 5-7 cm/tahun. [10] Patahan geser Sorong menurut pengukuran survey GPS mempunyai laju pergerakan sampai 10 cm/tahun. Jadi merupakan Patahan mendatar dengan laju pergerakan paling cepat di dunia. Patahan San Andreas di California Selatan yang sangat terkenal di dunia saja hanya mempunyai laju percepatan 3 cm/tahun, sama dengan laju pergerakan maximum di Patahan Sumatra. Potensi gempa yang sangat tinggi ini didukung fakta sudah sangat seringnya gempagempa besar merusak terjadi di masa lalu dengan kekuatan lebih besar dari skala 21

magnitudo (M) 7, bahkan sebagian lebih besar dari magnitudo (M) 8, misalnya gempa-tsunami di Biak tahun 1996 (M8.2) yang memakan korban ribuan jiwa. Terakhir gempa besar terjadi tahun 2004 dengan kekuatan M 7.1-7.6, hanya beberapa bulan sebelum gempa-tsunami Aceh. Sebagian dari sumber-sumber patahan gempa tersebut ada di bawah laut, sehingga berpotensi tsunami. Pada tahun 1864 di timur Manokwari pernah terjadi gempa yang membangkitkan tsunami setinggi 12 meter. Pada waktu itu korbannya mencapai 250 orang padahal populasi manusia di pantai tentu masih sangat sedikit. Gambar 3.1 Peta Tektonik Aktif dan Sejarah Gempabumi Wilayah Indonesia Bagian Timur 22

3.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian berada dilakukan untuk daerah Papua yang dibatasi koordinat 0 0-6 0 LS dan 132 0-141 0 BT. Data yang digunakan adalah gempa bumi periode 1909-2009 dengan magnitude (M) 5.0 SR dan kedalaman (h) 60 km merupakan kedalaman yang dangkal yang berpotensi besar mengakibatkan resiko kerusakan yang tinggi. Agar lebih spesifik, akurat dan terperinci wilayah penelitian tersebut dibagi lagi menjadi 9 wilayah, yaitu : 1. Wilayah 1 : 0 0 LS - 2 0 LS dan 132 0 BT - 135 0 BT 2. Wilayah 2 : 2 0 LS - 4 0 LS dan 132 0 BT - 135 0 BT 3. Wilayah 3 : 4 0 LS - 6 0 LS dan 132 0 BT - 135 0 BT 4. Wilayah 4 : 0 0 LS - 2 0 LS dan 135 0 BT - 138 0 BT 5. Wilayah 5 : 2 0 LS - 4 0 LS dan 135 0 BT - 138 0 BT 6. Wilayah 6 : 4 0 LS - 6 0 LS dan 135 0 BT - 138 0 BT 7. Wilayah 7 : 0 0 LS - 2 0 LS dan 138 0 BT - 141 0 BT 8. Wilayah 8 : 2 0 LS - 4 0 LS dan 138 0 BT - 141 0 BT 9. Wilayah 9 : 4 0 LS - 6 0 LS dan 138 0 BT - 141 0 BT 23

Gambar 3.2 Peta Pembagian Wilayah Penelitian 3.4 Data Penelitian Adapun data penelitian secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Wilayah 1 Selama 100 tahun periode tahun 1909-2009 untuk wilayah 0 0 LS - 2 0 LS dan 132 0 BT - 135 0 BT, tercatat 217 kejadian gempabumi untuk skala M 5 SR. Berdasarkan frekuensi gempanya magnitude 5,0 SR lebih sering terjadi yaitu sebanyak 46 kali kemudian disusul gempa dengan magnitude 5,1 SR sebanyak 39 kali. Gempa terbesarnya dengan magnitude 7,9 SR hanya terjadi satu kali. 24

Gambar 3.3 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 1 Berdasarkan kedalamannya tercatat untuk wilayah ini penyebaran gempanya merata dari 0 s.d 60 km. Lebih jelasnya distribusi gempa berdasarkan kedalaman dapat dilihat pada gambar 3.4 Gambar 3.4 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempabumi Wilayah 1 2. Wilayah 2 Selama 100 tahun periode tahun 1909-2009 untuk wilayah 2 0 LS - 4 0 LS dan 132 0 BT - 135 0 BT, tercatat 59 kejadian gempabumi untuk skala M 5 SR. Berdasarkan frekuensi gempanya magnitude 5,0 SR sering terjadi yaitu sebanyak 11 kali dan gempa terbesarnya dengan magnitude 6,2 SR terjadi 3 kali. 25

Gambar 3.5 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 2 Berdasarkan kedalaman gempanya tercatat untuk gempa dengan magnitude 5,0 s.d 5,3 SR berada pada kedalaman 10 s.d 51 km. Sedangkan untuk gempa dengan magnitude 5,4 s.d 6,2 SR berada pada kedalaman 9 s.d 33 km. Lebih jelasnya distribusi gempa berdasarkan kedalamannya dapat dilihat pada gambar 3.6 Gambar 3.6 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempabumi Wilayah 2 3. Wilayah 3 Selama 100 tahun periode tahun 1909-2009 untuk wilayah 4 0 LS - 6 0 LS dan 132 0 BT - 135 0 BT, tercatat 148 kejadian gempabumi untuk skala M 5 SR. Berdasarkan frekuensi gempanya magnitude 5,1 SR sering terjadi yaitu sebanyak 31 kali dan gempa terbesarnya dengan magnitude 7,5 SR hanya terjadi satu kali. 26

Gambar 3.7 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 3 Berdasarkan kedalaman gempanya tercatat untuk gempa dengan magnitude 5,0 s.d 6,0 SR berada pada kedalaman 0 s.d 60 km. Sedangkan gempa dengan magnitude 6,1 s.d 7,5 SR berada pada kedalaman 22 s.d 36 km. Lebih jelasnya distibusi gempa berdasarkan kedalaman dapat dilihat pada gambar 3.8 Gambar 3.8 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempabumi Wilayah 3 4. Wilayah 4 Selama 100 tahun periode tahun 1909-2009 untuk wilayah 0 0 LS - 2 0 LS dan 135 0 BT - 138 0 BT, tercatat 126 kejadian gempabumi untuk skala M 5 SR. Berdasarkan frekuensi gempanya magnitude 5,0 SR sering terjadi yaitu sebanyak 19 kali dan gempa terbesarnya dengan magnitude 7,7 SR hanya terjadi satu kali. 27

s Gambar 3.9 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 4 Berdasarkan kedalaman gempanya tercatat untuk wilayah ini hampir semua gempa berada pada kedalaman 0 s.d 40 km. Lebih jelasnya distribusi gempa berdasarkan kedalaman dapat dilihat pada gambar 3.10 Gambar 3.10 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempabumi Wilayah 4 5. Wilayah 5 Selama 100 tahun periode tahun 1909-2009 untuk wilayah 2 0 LS - 4 0 LS dan 135 0 BT - 138 0 BT, tercatat 161 kejadian gempabumi untuk skala M 5 SR. Berdasarkan frekuensi gempanya magnitude 5,0 SR sering terjadi yaitu sebanyak 29 kali dan gempa terbesarnya dengan magnitude 8,1 SR hanya terjadi satu kali. 28

Gambar 3.11 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 5 Berdasarkan kedalaman gempanya tercatat untuk gempa dengan kedalaman 5,0 s.d 6,4 SR berada pada kedalaman 0 s.d 60 km. Sedangkan untuk gempa dengan kedalaman 6,5 s.d 8,1 SR berada pada kedalaman 0 s.d 33 km. Lebih jelasnya distribusi gempa berdasarkan kedalaman dapat dilihat pada gambar 3.12 Gambar 3.12 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempabumi Wilayah 5 6. Wilayah 6 Selama 100 tahun periode tahun 1909-2009 untuk wilayah 4 0 LS - 6 0 LS dan 135 0 BT - 138 0 BT, tercatat 58 kejadian gempabumi untuk skala M 5 SR. Berdasarkan frekuensi gempanya magnitude 5,1 SR dan 5,2 SR sering terjadi yaitu sebanyak 10 kali dan gempa terbesarnya dengan magnitude 7,5 SR hanya terjadi satu kali. 29

Gambar 3.13 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 6 Berdasarkan kedalaman gempanya tercatat untuk wilayah ini hampir semua gempa berada pada kedalaman 0 s.d 40 km. Lebih jelasnya distribusi gempa berdasarkan kedalamannya dapat dilihat pada gambar 3.14 Gambar 3.14 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempabumi Wilayah 6 7. Wilayah 7 Selama 100 tahun periode tahun 1909-2009 untuk wilayah 0 0 LS - 2 0 LS dan 138 0 BT - 141 0 BT merupakan wilayah dengan jumlah kejadian gempa paling sedikit yaitu 48 kali. Berdasarkan frekuensi gempanya magnitude 5,1 SR sering terjadi 30

sebanyak 11 kali dan gempa terbesarnya dengan magnitude 7,2 SR hanya terjadi satu kali. Gambar 3.15 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 7 Berdasarkan kedalamannya tercatat untuk wilayah ini semua penyebaran gempabumi berada pada kedalaman 10 s.d 55 km. Lebih jelasnya distribusi gempa berdasarkan kedalamannya dapat dilihat pada gambar 3.16 Gambar 3.16 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempabumi Wilayah 7 8. Wilayah 8 Selama 100 tahun periode tahun 1909-2009 untuk wilayah 2 0 LS 4 0 LS dan 138 0 BT 141 0 BT merupakan wilayah dengan jumlah kejadian gempa paling banyak yaitu sebanyak 520 kali. Berdasarkan frekuensi gempanya magnitude 5,0 SR sering 31

terjadi sebanyak 116 kali dan gempa terbesarnya dengan magnitude 7,7 SR hanya terjadi satu kali. Gambar 3.17 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 8 Berdasarkan kedalamannya untuk wilayah ini penyebaran gempanya merata dari 0 s.d 60 km, hanya gempabumi besar saja yang berada pada kedalaman 0 s.d 33 km. Lebih jelasnya distribusi magnitude berdasarkan kedalamannya dapat dilihat pada gambar 3.18 Gambar 3.18 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempabumi Wilayah 8 9. Wilayah 9 32

Selama 100 tahun periode tahun 1909-2009 untuk wilayah 4 0 LS 6 0 LS dan 138 0 BT 141 0 BT, tercatat 77 kejadian gempabumi untuk skala M 5 SR. Berdasarkan frekuensi gempanya magnitude 5,1 SR sering terjadi yaitu sebanyak 20 kali dan gempa terbesarnya dengan magnitude 7,0 SR terjadi dua kali. Gambar 3.19 Distribusi Magnitude Berdasarkan Frekuensi Kejadian Wilayah 9 Berdasarkan kedalaman gempanya tercatat gempabumi untuk magnitude 5,0 s.d 5,4 SR berada pada kedalaman 10 s.d 50 km. Sedangkan gempabumi dengan magnitude 5,5 s.d 7,0 SR berada pada kedalaman 12 s.d 36 km. Lebih jelasnya distribusi gempa berdasarkan kedalaman dapat dilihat pada gambar 3.20 33

Gambar 3.20 Distribusi Magnitude Berdasarkan Kedalaman Gempabumi Wilayah 9 3.5 Metode Pengolahan Data Data yang yang digunakan dalam menentukan b value terdiri dari magnitude dan frekuensi gempa bumi tahun 1909 s/d 2009. Dalam analisa penulis menggunakan metode likelihood untuk menentukan b value dan metode statistik untuk mengetahui tingkat seismisitas dan probabilitas gempa bumi. Pengolahan data dilakukan secara manual yaitu dengan cara subtitusi kedalam rumus yang telah ada. Analisa dilakukan terhadap hasil perhitungan, sedangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat resiko gempabumi seperti kondisi geologis setempat dan sebagainya diabaikan. Adapun tahapan dalam pengolahan datanya adalah sebagai berikut : 1. Seleksi data magnitude dan frekuensi gempa bumi yang terjadi pada lokasi penelitian sesuai dengan urutan tahun dan koordinatnya. 2. Hitung frekuensi kumulatif berdasarkan magnitudenya. 3. Cari nilai b value nya dengan menggunakan metode likelihood maksimum dari persamaan 6. 4. Jika b value telah didapat, langkah selanjutnya adalah mencari indeks seismisitas dengan menggunakan persamaan 11 dan 12. 5. Untuk mencari probabilitas gempa merusak dari kurun waktu tertentu, dapat dicari dengan menghitung probabilitas gempa bumi dengan menggunakan persamaan 13, 14 dan 15. 34

6. Semua data dan hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, supaya lebih memudahkan dalam analisa. 7. Sedangkan gambaran seismisitas yang terjadi pada lokasi penelitian akan digambarkan pada peta dengan software ArcGIS 9.3. Adapun pengolahan datanya secara terperinci dijelaskan sebagai berikut : 1. Perhitungan b value Menggunakan Metode Likelihood untuk Wilayah 1 adalah sebagai berikut : Untuk batas atas dan batas bawah dalam selang keyakinan dari nilai b yaitu ditentukan dengan metode ini dari probabilitas 95% adalah : Setelah b value diketahui kemudian dicari nilai â sebagai berikut : 35

Standar deviasi perhitungan b value dengan metode likelihood maksimum untuk wilayah 1 adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Perhitungan Standar Deviasi Wilayah 1 No x ( x i x) i 1 5,0 1,48 2 5,1 1,25 3 5,2 1,03 4 5,3 0,84 5 5,4 0,67 6 5,5 0,51 7 5,6 0,38 8 5,7 0,27 9 5,8 0,17 10 5,9 0,10 11 6,0 0,05 12 6,1 0,01 13 6,2 0,00 14 6,3 0,00 15 6,4 0,03 16 6,5 0,08 17 6,6 0,15 18 6,7 0,23 19 6,9 0,47 20 7,0 0,61 21 7,2 0,97 22 7,4 1,40 23 7,5 1,65 24 7,9 2,83 Σ 149,2 15,18 2 36

σ σ σ x x x = = = N i= 1 15,18 24 0,79 ( x x) i N 2 Sedangkan perhitungan b value menggunakan metode likelihood untuk wilayah 2 s/d wilayah 9 dapat dilakukan seperti perhitungan diatas. 2. Perhitungan Indeks Seismisitas untuk wilayah 1 adalah sebagai berikut : ' aˆ ' aˆ ' aˆ ' aˆ = aˆ log(bˆln10 ) = 6,89 log( 0,86 2, 3 ) = 6,89 0, 29 = 6,6 ' aˆ 1 ' aˆ = 6, 6 log100 1 ' aˆ 1 ' aˆ 1 ' = aˆ = 6, 6 2 = 4, 6 logt Jadi nilai indeks seismisitasnya adalah : N N N ( M 5) 1 ( M 5) 1 ( M 5) 1 = 10 = 10 = 1,99 ' aˆ 5 ˆ 1 b 4,6 5 0,86 Sedangkan perhitungan indeks seismisitas untuk wilayah 2 s/d wilayah 9 dapat dilakukan seperti diatas. 3. Perhitungan Probabilitas dan Periode Ulang Kejadian Gempabumi untuk wilayah 1 dengan M 5,0 dalam periode T adalah sebagai berikut : N N N ( M ) ( M 5,0) 1 ( M ) 1 ( M ) 1 = N 1 = 1,99.10 = 0,0398.10 2 0,86 2 b 37

Perhitungan kemungkinan kejadian gempa berdasarkan T untuk wilayah 1 : T = 10 Tahun P( M, T ) = 1 e P(5,0;10) = 1 e N1 ( M ). T 0,0398 10 P(5,0;10) = 0,328 32,8 0 0 T = 30 Tahun P( M, T ) = 1 e N1( M ). T P(5,0;30) = 1 e 0,0398 30 P(5,0;30) = 0,696 69,6 0 0 T = 50 Tahun P( M, T ) = 1 e P(5,0;50) = 1 e N1 ( M ). T 0,0398 50 P(5,0;50) = 0,863 86,3 0 0 T = 100 Tahun P( M, T ) = 1 e N1( M ). T P(5,0;100) = 1 e 0,0398 100 P(5,0;100) = 0,981 98,1 0 0 Sedangkan nilai rata-rata periode ulang dari gempa yang merusak adalah : Θ = N 1 Θ = 25 1 (5,0) Θ = 1 0,0398 Θ = 25 Tahun Sedangkan perhitungan kemungkinan terjadinya satu kali atau lebih gempa dengan magnitude terbesar dalam periode T untuk wilayah 2 s/d wilayah 9 dapat dilakukan seperti diatas. TAHAPAN PENELITIAN Data Gempa Bumi Seleksi Data Gempa Bumi (1909 s/d 2009) M 5.0 SR dan h 60 km Input Data (Pengeplotan Data DalamPeta) 38

Pembagian Daerah Menjadi 9 Zona Perhitungan b value Metode Likelihood Maksimum Perhitungan Indeks Seismisitas Perhitungan nilai probabilitas dan Periode ulang gempa Analisa Kesimpulan 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah Papua merupakan daerah Indonesia bagian Timur yang memiliki tingkat seismisitas cukup tinggi karena pulau Papua terletak di ujung pertemuan lempeng samudera yaitu lempeng Pasifik yang menyusup di bawah Papua bergerak ke arah Baratdaya dengan kecepatan 12 cm/tahun dan lempeng Indo Australia yang menyusup di bawah lempeng Eurasia bergerak ke utara sekitar 7 cm/tahun, serta banyak beberapa patahan-patahan lokal yang aktif. Lebih jelasnya distribusi gempa daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1 Gambar 4.1 Peta Seismisitas Daerah Penelitian 40

Setelah melalui proses pengolahan dan analisa data dengan menggunakan perhitungan, maka diperoleh hasil analisa yang dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Perhitungan b value Menggunakan Metode Likelihood Untuk lebih jelas hasil perhitungan b value dengan metode likelihood maksimum dan standar deviasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Perbandingan hasil perhitungan b value dan standar deviasi pada tiap-tiap wilayah σ x Wilayah 1 6,89 0,86 0,79 2 7,12 1,01 0,36 3 6,66 0,85 0,76 4 5,66 0,68 0,80 5 6,22 0,76 0,87 6 5,08 0,64 0,69 7 6,66 0,94 0,57 8 7,58 0,92 0,77 9 6,75 0,92 0,59 Dengan memasukkan nilai b dan a, maka didapatkan persamaan Guteenberg-Richter yang baru dengan metode likelihood maksimum sebagai berikut : a. Wilayah 1 : log N(M) = 6,89 0,86 M 41

Gambar 4.2 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 1 b. Wilayah 2 : log N(M) = 7,12 1,01 M Gambar 4.3 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilyah 2 c. Wilayah 3 : log N(M) = 6,66 0,85 M 42

Gambar 4.4 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 3 d. Wilayah 4 : log N(M) = 5,66 0,68 M Gambar 4.5 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 4 e. Wilayah 5 : log N(M) = 6,22 0,76 M Gambar 4.6 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 5 43

f. Wilayah 6 : log N(M) = 5,08 0,64 M Gambar 4.7 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 6 g. Wilayah 7 : log N(M) = 6,66 0,94 M Gambar 4.8 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 7 h. Wilayah 8 : log N(M) = 7,58 0,92 M Gambar 4.9 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 8 44

i. Wilayah 9 : log N(M) = 6,75 0,92 M Gambar 4.10 Grafik Persamaan Guteenberg-Richter Untuk Wilayah 9 Secara teori nilai b merupakan parameter seismotektonik suatu daerah dimana terjadi gempabumi dan tergantung dari sifat batuan setempat dan berdasarkan hasil penelitian para ahli sebelumnya (Scholz, 1968) menyatakan bahwa nilai b rendah biasanya berkorelasi dengan tingkat stress yang tinggi, sedangkan nilai b tinggi sebaliknya. [6] Selain itu, wilayah dengan heterogenitas yang besar berkorelasi dengan harga nilai b yang tinggi (Mogi, 1962). [7] Meskipun demikian beberapa ahli mengatakan bahwa nilai b ini konstan dan bernilai sekitar 1. Kalaupun ada perbedaan, hal itu lebih karena perbedaan data dan metode perhitungan yang digunakan. Jika dilihat dari tabel perbandingan b value dan grafik persaman Guttenberg- Richter untuk masing-masing wilayah menjelaskan bahwa nilai b berkisar antara 0,64 s/d 1,01. Sebagai pembanding, menurut B. Guttenberg dan C.F Richter harga b untuk gempa dangkal antara 0,45 s/d 1,4, Peter Welkner M menemukan harga b untuk daerah Jepang antara 0,775 s/d 0,924 dan R.P Soedarmo juga menemukan harga b 45

untuk daerah Indonesia dengan menggunakan data dari tahun 1897-1973 dengan pembagian wilayah yang berbeda berkisar antara 0,33 s/d 0,80. [9] Dari hasil penelitian menunjukkan harga b terbesar pada wilayah 2 yaitu 1,01 dan wilayah dengan nilai b terkecil ada pada wilayah 6. Dilihat dari hasil perhitungan wilayah 2 merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana gempa dan di wilayah ini juga dilewati oleh patahan lokal aktif yaitu patahan yang memanjang dari Manokwari ke arah Nabire yang dinamakan patahan Wandamen atau patahan Ransiki. Namun jika dilihat dari data yang diperoleh wilayah ini mempunyai frekuensi gempa yang paling kecil dibanding wilayah lainnya. Hal ini karena pada pembagian wilayah penelitian tidak difokuskan pada faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat resiko gempabumi seperti kondisi geologis setempat dan sebagainya. Jadi nilai b pada penelitian ini tidak bergantung pada aktifitas kegempaan pada daerah pengamatan. 2. Indeks Seismisitas Untuk menghitung jumlah rata-rata gempabumi pertahun dengan magnitude tertentu diperlukan adanya indeks seismisitas. Nilai a untuk distribusi komulatif menggunakan metode likelihood maksimum digunakan untuk menghitung indeks seismisitas dengan M 5. Untuk lebih jelas hasil perhitungan indeks seismisitas dapat dilihat pada tabel berikut ini : 46

Tabel 4.2 Perbandingan Parameter aktivitas seismik dan Nilai indeks seismisitas tiap-tiap wilayah Wilayah â 1 ( M 5) ' ' â â 1 N 1 1 4,89 6,6 4,6 1,99 2 5,12 6,76 4,76 0,51 3 4,66 6,37 4,37 1,32 4 3,66 5,47 3.47 1,17 5 4,22 5,98 3,98 1,51 6 3,08 4,92 2,92 0,52 7 4,66 6,33 4,33 0,43 8 5,58 7,26 5,26 4,57 9 4,75 6,43 4,43 0,67 Indeks seismisitas merupakan normalisasi dari jumlah gempa bumi pertahun. Daerah dengan periode ulang rendah atau indeks seismisitasnya tinggi merupakan rawan bencana alam. Hasil perhitungan indeks seismisitas pertahun untuk 9 wilayah dengan M 5,0 SR berkisar antara 0,43 s/d 4,57. Dimana untuk wilayah 8 memiliki indeks seismisitas lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya yaitu sebesar 4,57. Dengan kata lain wilayah 8 mempunyai tingkat aktifitas gempa yang tinggi dan wilayah tersebut rawan terhadap bencana gempa. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah frekuensi gempa pada wilayah 8 lebih besar dibandingkan wilayah lainnya. Sedangkan untuk wilayah 7 memiliki indeks seismisitas lebih kecil dibandingkan wilayah lainnya yaitu sebesar 0,43. Dengan demikian data-data gempa yang dipilih sangat bermanfaat dalam berbagai kegiatan seperti perencanaan bangunan tahan gempa atau perkembangan suatu daerah terhadap kemungkinan terjadinya gempa bumi. 47

3. Probabilitas Kejadian Gempa Bumi Untuk mengitung resiko gempabumi diambil periode T = 10, 30, 50, dan 100 tahun. Sedangkan magnitudo yang dipilih adalah magnitude 5,0 dengan asumsi gempa tersebut berpotensi merusak. Parameter yang dihitung sebagai indeks seismisitas akan memberikan kemudahan bagi kita untuk mengetahui kemungkinan terjadinya paling sedikit satu kali terjadi gempa besar (merusak) di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Untuk lebih jelas hasil perhitungan kemungkinan kejadian gempa berdasarkan T (tahun) dan nilai rata-rata periode ulang (Θ) dari gempa yang merusak untuk tiaptiap wilayah dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.3 Perbandingan kemungkinan kejadian gempa berdasarkan T (tahun) dan nilai rata-rata periode ulang pada tiap-tiap wilayah Wilayah Indeks Seismisitas Gempa Merusak T=10 Thn (%) T=30 Thn (%) T=50 Thn (%) T=100 Thn (%) Θ (Tahun) 1 0,0398 32,8 69,9 86,3 98,1 25 2 0,0048 4,9 13,4 21,3 38,1 208 3 0,0263 23,1 54,5 73,1 92,7 38 4 0,0511 40,01 78,4 92,2 99,4 19 5 0,0456 36,6 74,5 89,7 98,9 22 6 0,0273 23,8 55,9 74,4 93,5 36 7 0,0056 5,4 15,4 24,4 42,8 178 8 0,0661 48,4 86,2 96,3 99,8 15 9 0,0096 9,1 25,02 38,1 61,7 104 Adapun probabilitas kejadian gempa dan periode ulang untuk masing-masing wilayah penelitian berbeda satu sama lain tergantung dari indeks seismisitasnya. Parameter yang dihitung sebagai indeks seismisitas akan memberikan kemudahan bagi kita untuk mengetahui kemungkinan terjadinya satu kali atau lebih terjadi gempa 48