PENGOLAHAN GAS LIMBAH PROYEK GAS NATUNA

dokumen-dokumen yang mirip
PROSES KERJA GAS COMPRESSOR DIDALAM PENGOLAHAN GAS ALAM DI PT. CNOOC SES Ltd.

I. PENDAHULUAN. Gas alam sebagai salah sumber daya alam yang mempunyai manfaat. sangat banyak dalam menunjang berbagai sektor kehidupan manusia.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

Tinjauan Pustaka. Enhanced oil recovery adalah perolehan minyak dengan cara menginjeksikan bahanbahan yang berasal dari luar reservoir (Lake, 1989).

NATURAL GAS TO LIQUIFIED NATURAL GAS

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian.

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas hasil optimasi sumur gas dan hasil simulasi hysys

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Proses Pengolahan Gas Alam Gas alam mentah mengandung sejumlah karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan uap air yang bervariasi.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber panas bumi yang sangat

OPTIMALISASI PEMISAHAN UAP AIR DALAM NATURAL GAS (GAS ALAM) Lilis Harmiyanto. SST* ) Abstrak

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PER - 11/PJ/2012 TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

SISTEM GAS LIFT SIKLUS TERTUTUP SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI MIGAS: STUDI KASUS LAPANGAN GNK

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

SUMBER DAYA PANAS BUMI: ENERGI ANDALAN YANG MASIH TERTINGGALKAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

Perkiraan Luas Reservoir Panas Bumi dan Potensi Listrik Pada Tahap Eksplorasi (Studi Kasus Lapangan X)

Gambar 3.1. Struktur Perusahaan

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 33 ayat (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

II. DESKRIPSI PROSES

BAB I PENDAHULUAN. Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya jumlah dan kualitas dari udara yang dikondisikan tersebut dikontrol.

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS LAUT BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Dahlan, Eddy M., Anna Y.

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

MODIFIED PROSES CLAUSE PADA BERBAGAI UMPAN GAS REKAYASA PROSES APRILIANA DWIJAYANTI NIM

PENDINGINAN KOMPRESI UAP

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas

Komparasi Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Temperatur dan Tekanan Mesin Pendingin

3.1. TAHAP PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN

SUBSEA PROCESSING SEBAGAI SOLUSI BARU PADA TEKNOLOGI MIGAS LEPAS PANTAI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERANCANGAN, PEMBUATAN, DAN PENGUJIAN ALAT PEMURNIAN BIOGAS DARI PENGOTOR H2O DENGAN METODE PENGEMBUNAN (KONDENSASI)

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD

learning, sharing, meaningful

Universitas Indonesia Optimasi desain casing..., Muhammad Anugrah, FT UI, 2008

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aku berbakti pada Bangsaku,,,,karena Negaraku berjasa padaku. Pengertian Turbocharger

INOVASI PEMANFAATAN BRINE UNTUK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN. PT Pertamina Geothermal Energi Area Lahendong

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

ARTIKEL TUGAS INDUSTRI KIMIA ENERGI TERBARUKAN. Disusun Oleh: GRACE ELIZABETH ID 02

Komponen mesin pendingin

GEOTHERMAL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR. Tabel I. Produsen Batu Bara Terbesar di Dunia. 1. Cina Mt. 2. Amerika Serikat Mt. 3. Indonesia 281.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER

Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto( ) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE BES

Bab III Gas Metana Batubara

III. METODOLOGI PENELITIAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 45/PJ/2013 TENTANG

Transkripsi:

PENGOLAHAN GAS LIMBAH PROYEK GAS NATUNA Oleh : Sumartono *) Abstrak Proyek Gas Natuna yang akan mengembangkan cadangan gas sebesar 46 TCF dapat menghasilkan 2400 MSCFD hidrokarbon selama lebih dari 30 tahun. Dengan potensi tersebut akan mampu memasok kebutuhan gas dalam jumlah besar dan jangka panjang serta menghasilkan nilai ekonomi yang besar. Namun Proyek Gas Natuna juga menghadapi tantangan harus dapat mengolah gas limbah yang terdiri atas 71 % CO 2 dan 0,6 % H 2 S. Untuk memisahkan CO 2 diterapkan teknologi Cryogenic, sedangkan untuk memisahkan H 2 S diterapkan teknologi Flexsorb SE. Teknologi Cryogenic mampu menurunkan kandungan CO 2 dari 71 % menjadi 18 %, sedangkan teknologi Flexsorb SE mampu menurunkan kandungan H 2 S dari 930 ppmv menjadi 20 ppmv. Pembuangan dan penyimpanan CO 2 dan H 2 S secara permanen dilakukan dengan menginjeksikannya kedalam aquifer melalui anjungan injeksi. Kombinasi teknologi Cryogenic dan Flexsorb SE mampu menghasilkan gas Natuna yang memenuhi persyaratan lingkungan dan kompetitif. Kata kunci : Gas Natuna, Cryogenic, Flexsorb SE, CO 2, H 2 S, injeksi, aquifer. 1. PENDAHULUAN Proyek Gas Natuna dikembangkan oleh Pertamina, Esso Exploration and Production Natuna Inc. afilasi dari Exxon Corporation dan Mobil Natuna D-Alpha Inc. afilasi dari Mobil Corporation berdasarkan kontrak bagi hasil. Cadangan gas yang ada dalam ladang gas Natuna diperkirakan sebesar 222 TCF dan dari jumlah ini yang dapat diolah sebesar 46 TCF. Dengan potensi ini mampu menghasilkan 2.400 MSCFD hidrokarbon selama 30 tahun. Berdasarkan analisis uji gas menunjukkan bahwa komposisi gas Natuna adalah 71 % CO 2, 28 % metan dan hidrokarbon, 0,6 % H 2 S dan 0,4 % nitrogen. Kandungan CO 2 dan H 2 S yang tinggi merupakan tantangan bagi pengembangan gas Natuna yang berdampak pada skala proyek dan harga gas yang kompetitif. Salah satu sasaran Proyek Gas Natuna adalah mengolah gas secara aman sesuai persyaratan lingkungan dengan biaya efektif terendah. Oleh karena itu dalam memilih teknologi pengolahan gas khususnya pemisahan CO 2 dan H 2 S dilaksanakan secara selektif melalui kajian dan pengujian yang intensif. Proses seleksi dilaksanakan terhadap 7 jenis teknologi separasi dengan menggunakan berbagai parameter termasuk kapasitas, pengalaman, dampak lingkungan dan biaya investasi serta operasi. Dari proses seleksi ini akhirnya dipilih teknologi Cryogenic untuk pemisahan CO 2 dan Flexsorb SE untuk pemisahan H 2 S. Teknologi Cryogenic mampu menurunkan kandungan CO 2 dari 71 % menjadi 18 %, sedangkan teknologi Flexsorb SE mampu menurunkan kandungan H 2 S dari 930 ppmv menjadi 20 ppmv. Penanganan gas limbah CO 2 dan H 2 S tidak hanya sampai pada tahap pemisahan saja, tetapi dilanjutkan sampai tahap pembuangan dan penyimpanan secara permanen. Untuk pembuangan CO 2 dan H 2 S secara permanen diterapkan teknologi injeksi. CO 2 dan H 2 S secara bersama-sama diinjeksikan ke dalam aquifer sedalam 2.290 5.000 meter melalui anjungan injeksi. Aquifer merupakan lapisan dibawah dasar laut dengan formasi karbonat mempunyai karakteristik porositas dan permeabilitas yang baik. Dengan formasi ini aquifer mampu menyimpan CO 2 dan H 2 S dalam jumlah besar secara aman. Dengan demikian sebagai proyek mega, Proyek Gas Natuna telah benar-benar mempertimbangkan aspek lingkungan secara ketat sehingga dapat beroperasi secara aman dan andal. *) Ajun Peneliti Madya Bidang Energi Direktorat Teknologi Alat dan Mesin Industri Tim Kerja Pembangunan Prasarana Penunjang Proyek Gas Natuna 10

2. PENGEMBANGAN GAS NATUNA Pengembangan gas Natuna mengacu pada potensi cadangan gas dan kebutuhan pasar serta pertimbangan ekonomi 2.1. Cadangan Gas Ladangan gas Natuna ditemukan pada tahun 19973 terletak di laut Natuna sekitar 225 km arah timur laut dari pulau Natuna pada kedalaman 145 meter. Ukuran struktur ladang gas mencakup panjang 25 km dan lebar 15 km dengan luas produktif sekitar 304 kilometer persegi. Berdasarkan analisis 15 uji produksi yang dilakukan pada 5 sumur eksplorasi, potensi cadangan ladang gas Natuna diperkirakan sebesar 222 TCF dan dari potensi sebesar ini yang dapat dioleh sebesar 46 TCF. Sedangkan dari uji sampel gas menunjukkan bahwa komposisi gas Natuna terdiri atas 71 % CO 2, 28 % metan dan hidrokarbon, 0,6 % H 2 S dan 0,4 % nitrogen. 2.2. Konsep Pengembangan Konsep pengembangan gas Natuna mencakup beberapa aktifitas terpadu antara lain pengolahan dan produksi gas lepas pantai, pembuangan CO 2 dan H 2 S serta penyaluran gas olahan. Fasilitas lepas pantai yang diperlukan untuk mengembangkan gas Natuna terdiri atas anjungan pengeboran, anjungan pengolahan gas dan anjungan injeksi gas limbah. Gas yang akan diproduksi berasal ladang gas Natuna dipisahkan menjadi gas olahan yang kebanyakan terdiri atas metan dan gas limbah yang kebanyakan terdiri atas CO 2. Gas olahan yang merupakan produk utama disalurkan untuk memenuhi kebutuhan pasar sedangkan gas limbah dinjeksikan kedalam aquifer. Penjualan gas Natuna dapat dalam bentuk gas ataupun cair. Dalam hal penjualan berbentuk gas, maka gas hidrokarbon disalurkan melalui jaringan pipa. Sedangkan dalam hal penjualan berbentuk cair maka gas hidrokarbon diolah dan dicairkan lebih dulu didalam kilang gas alam cair. Pengembangan gas Natuna dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan perkembangan kebutuhan pasar dan pertimbangan ekonomi. Pada tahap awal kemampuan produksi gas Natuna sebesar 960 MSCFD dan kemudian dikembangkan secara bertahap sampai mencapai kapasitas penuh 2.400 MSCFD. Fasilitas anjungan lepas pantai yang dibangun pada tahap awal terdiri atas 1 unit anjungan pengeboran, 2 unit anjungan pengolahan dengan kapasitas 480 MSCFD per unit dan 1 unit anjungan injeksi seperti ditunjukkan pada gambar 1. 3. PROSES PENGOLAHAN GAS Proses pengolahan dilaksanakan pada anjungan pengolahan dan pada dasarnya terdiri atas 4 proses dasar seperti ditunjukkan pada gambar 2, yaitu : 1. Pengolahan gas mentah 2. Pemisahan CO 2 3. Pemisahan H 2 S 4. Kompresi gas olahan dan limbah 3.1. Pengolahan Gas Mentah Proses ini berfungsi untuk mengolah awal gas mentah pada temperatur 90,6 o C dan tekanan 87,2 bar sekaligus sebagai persiapan sebelum mengalami proses cryogenic. Gas mentah yang berasal dari sumur didinginkan didalam inlet separator menggunakan air laut sehingga temperatur gas mentah turun dari 100 o C menjadi 29 o C. Dari proses pendinginan ini dihasilkan gas olahan yang akan mengalami proses cryogenic, konedensat dan air. Kondensat dan air dipisahkan didalam separator tiga fasa. Air digaskan dan diolah secara sempurna sehingga memenuhi persyaratan lingkungansebelum dibuang ke laut. Kondensat distabil-kan dan diolah menjadi bahan bakar. Gas dari separator lebih dulu mengalami proses dehidrasi pertama mengunakan medium triehtylene glicol (TEG) dengan kemurnian tinggi yang belangsung didalam TEG Contactor kemudian dialirkan ke bagian bawah sponge oil contactor. Pada waktu gas terhidrasi melewati sponge oil contactor terjadi persinggungan secara belawanan arah dengan lean sponge oil yang mengandung hidrokarbon dengan rentang C 6 sampai C 8. Tujuan proses dehidrasi ini adalah : 1. Memisahkan C + 9 dari gas mentah. 2. Kebanyakan C 6 sampai C 8 larut didalam CO 2 gas kaya yang berfungsi untuk menekan pembentukan padatan oleh + sejumlah kecil C 9 yang tersisa dan berada didalam gas olahan. Pengolahan Gas Limbah Proyek Gas Natuna (Sumartono) 11

3.2. Pemisahan CO 2 Proses pemisahan CO 2 dari hidrokarbon yang diterapkan pada proyek gas Natuna adalah pemisahan secara cryogenic dua tahap. Tahap pertama high pressure stripper yang beroperasi pada temperatur 23,7 o C dan tekanan 55, 8 bar akan memisahkan sekitar 70% CO 2. Kemudian tahap kedua cryogenic stripper yang beroperasi pada temperatur 57,2 o C dan tekanan 44 bar akan memisahkan CO 2 yang tersisa. Prinsip dasar teknologi pemisahan cryogenic adalah proses separasi secara distilasi berdasarkan perbedaan relatif unsurunsur yang mudah menguap seperti ditunjukkan pada gambar 3. Teknologi pemisahan secara cryogenic mampu memisahkan CO 2 sampai 97%. Proses pemisahan cryogenic menggunakan beberapa jenis peralatan antara lain sejumlah heat exchanger, high pressure stripper, cryogenic stripper, expander dan compresssor. Gas olahan masuk ke high pressure stripper melalui bagian atas. Dengan temperatur 23,7 o C dan tekanan 55,8 bar terjadi proses pertukaran panas yang mampu memisahkan metan dari CO 2 terkondensasi sehingga menghasilkan 54 % metan dan 44 % CO 2. Selanjutnya aliran gas ini melalui heat exchanger sebelum memasuki cryogenic stripper. Didalam cryogenic stripper berlangsung proses pertukaran panas pada temperatur 57,2 o C dan tekanan 44,8 bar yang mampu memisahkan metan didalam CO 2 cair sehingga menghasilkan 80% metan dan 18% CO 2. Gas metan ini selanjutnya mengalir ke bagian proses Flexsorb SE untuk menjalani proses pemisahan H 2 S. Sedangkan gas limbah yang terdiri atas 97% CO 2 dan 1% metan yang keluar dari bagian bawah high pressure stripper maupun cryogenic stripper digunakan sebagai refrigeran untuk mendinginkan gas yang masuk dalam dua tahap. Tahap pertama aliran gas limbah yang sudah berbentuk cair diuapkan sambil mendinginkan gas yang masuk stripper. Gas limbah yang diuapkan pada temperatur 14,4 o C dan tekanan 18,6 bar selanjutnya diekspansi menggunakan turboexpander pada tekanan 5,8 bar sehingga mampu mendinginkan gas sampai temperatur sekitar 53,6 o C. Pada tahap kedua gas yang dingin ini dan bertekanan rendah digunakan untuk mendinginkan gas yang masuk high pressure stripper dan cryogenic stripper. Sedangkan gas limbah yang dihasilkan dengan temperatur 3,1 o C dan tekanan 5,1 bar dialirkan ke sistem kompresi gas limbah. 3.3. Pemisahan H 2 S. Gas yang telah diolah didalam cryogenic stripper memasuki bagian proses Flexsorb SE pada temperatur 2,9 o C dan tekanan 43,4 bar dengan kandungan H 2 S sebesar 930 ppmv. Didalam proses ini berlangsung pertukaran panas dengan lean Flexsorb SE yang bertemperatur tinggi sehingga menghasilkan larutan dengan temperatur 7,2 o C. Selanjutnya gas umpan memasuki dasar absorber bersinggungan secara beralawanan arah dengan larutan lean Flexsorb SE didalam packed bed tower sehingga dihasilkan gas olahan dengan kandungan H 2 S sebesar 20 ppmv. Gas dari absorber ini selanjutnya mengalami proses dehidrasi didalam TEG contactor agar kandungan air yang ada didalamnya mencapai maksimum 4 pound air per MSCFD gas. Akhirnya gas kering ini memasuki bagian proses kompresi gas olahan dan limbah pada temperatur 15,6 o C dan tekanan 42,4 bar. 3.4. Kompresi gas olahan dan limbah Pada bagian proses ini tekanan gas olahan maupun limbah dinaikkan melalui proses kompresi sehingga memungkinkan disalurkan melalui jaringan pipa. Gas olahan disalurkan langsung ke konsumen atau kilang gas alam cair. Sedangkan gas limbah dialirkan ke aquifer melalui anjunganinjeksi. Sebelum mengalami proses kompresi, gas olahan diekstrak sebanyak 19 MSCFD untuk bahan bakar turbin gas. Sedangkan yang tersisa sebesar 300 MSCFD gas olahan atau 240 MSCFD metan dikompresi dalam dua tahap sampai mencapai tekanan 200 bar. Gas limbah pada tahap pertama dikompresi dari tekanan 5,1 bar menjadi 7,5 bar menggunakan bagian kompresor dari waste gas expander. Selanjutnya gas limbah dikompresi sampai mencapai tekanan 90,3 bar menggunakan kompresor tiga tingkat kompresi yang digerakkan oleh turbin gas dan dilengkapi dengan pendinginan antara. Pada tahap akhir tekanan gas limbah dinaikkan sampai mencapai 296,5 bar menggunakan pompa. Dengan tekanan sebesar ini gas limbah dsalurkan melalui pipa sampai mencapai anjungan injeksi. 12

4. PEMBUANGAN GAS LIMBAH Gas limbah yang sudah dipisahkan dari gas olahan harus dibuang dan disimpan secara aman agar tidak menimbulkan dampak lingkungan. Pada proyek gas Natuna, pembuangan gas limbah secara permanen dilaksanakan dengan menginjeksikannya kedalam aquifer melalui anjungan injeksi. 4.1. Anjungan Injeksi Anjungan injeksi berfungsi untuk menginjeksikan gas limbah kedalam aquifer terletak diatas aquifer sekitar 38 km arah barat laut dari anjungan pengolahan. Konstruksi anjungan injeksi terdiriatas modul seberat 2.600 ton yang ditopang diatas jacket 8 kaki setinggi 151 meter diatas dasar laut dengan berat 5.470 ton. Untuk melaksanakan fungsi injeksi, dilengkapi dengan 24 slot sumur dengan pola susunan 3 X 8. Anjungan injeksi dirancang untuk dioperasikan tanpa operator (unmenned) sehingga fasilitas yang ada juga minimum dan tidak dilengkapi fasilitas kompresi seperti ditunjukkan pada gambar 4. Gas limbah hasil proses pengolahan disalurkan dari anjungan pengolahan ke anjungan injeksi melalui jalur pipa X 70 berdiameter 30 inci sepanjang 38 km. 4.2. Aquifer Injeksi gas kedalam aquifer untuk tujuan penyimpanan gas merupakan teknologi yang sudah tebukti terjamin keandalannya dan diterapkan pada industri gas. Sejak tahun 1946 lebih dari 100 proyek penyimpanan gas telah dikerjakan di beberapa negara antara lain Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Perancis, Itali dan Arab Saudi. Proyek gas Natuna juga akan menginjeksikan gas limbah kedalam aquifer dengan menggunakan prinsip yang sama. Komposisi gas limbah yang akan diinjeksikan kedalam aquifer adalah 97,15% CO 2, 2,09% C 1 + dan 0,76% H 2 S. Aquifer terletak di sebelah barat ladang gas Natuna membentang sepanjang 80 km arah timur-barat dan 100 km arah utaraselatan. Pada saat ini telah diidentifikasi 3 aquifer terbesar yaitu Utara, Selatan dan Serasan seperti ditunjukkan pada gambar 5. Aquifer mempunyai struktur formasi karbonat dan mempunyai water bearing yang menonjol sehingga sesuai untuk injeksi gas limbah. Struktur karbonat ini terdiri atas formasi Terumbu yang sama dengan ladang gas Natuna. Data dari 14 sumur yang dibor pada aquifer dan kajian ekstensif berdasarkan data seismik menunjukkan bahwa aquifer mempunyai karakteristik porositas dan permeabilitas yang baik. Volume pori-pori aquifer Utara dan Selatan sebesar 40 kali volume ladang gas Natuna dan 100 kali volume gas yang diinjeksikan selama 30 tahun untuk kapasitas produksi skala penuh 2.400 MSCFD hidrokarbon. Pada tahap awal gas limbah akan diinjeksikan kedalam aquifer Selatan menggunakan 1 unit anjungan injeksi dengan kecepatan injeksi 2.620 MSCFD gas limbah. 5. KESIMPULAN 1. Proyek Gas Natuna mempunyai nilai ekonomis yang besar dan berdampak jangka panjang serta bersifat strategis. Namun dalam implementasinya harus menghadapi tantangan kandungan CO 2 dan H 2 S yang tinggi. 2. Pemilihan teknologi pemisahan CO 2 dan H 2 S telah melalui tahapan kajian yang ketat dan selektif dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang terkait. 3. Untuk pemisahan CO 2 diterapkan teknologi Cryogenic, sedangkan untuk pemisahan H 2 S diterapkan teknologi Flexsorb SE. Pembuangan dan penyimpanan CO 2 dan H 2 S secara permanen dilaksanakan dengan menginjeksikannya kedalam Aquifer.. 4. Dengan menerapkan teknologi yang telah terbukti terjamin keandalannya Proyek Gas Natuna akan dapat memenuhi sasaran yang dicapai yaitu menghasilkan gas yang memenuhi persyaratan lingkungan dengan biaya efektif terendah. DAFTAR PUSTAKA 1. Natuna Gas Project, 1995,Technical Briefing and Draft Presentation Review. 2. Natuna Gas Project, 1995, LNG Technical Discussion. 3. Natuna Gas Project, 1995, Offshore Facilities Presentation. 4. International Gas Union, International Institute of Referigeration, Institute of Gas Technology, 1995, Conference Proceeding, Eleventh International Conference on Liquefied Natural Gas, Birmingham United Kingdom. Pengolahan Gas Limbah Proyek Gas Natuna (Sumartono) 13

5. Pertamina, Esso, Mobil, 1996, Natuna Gas Project. 6. Natuna Project Team, 1996, The Natuna Gas Project Technical Description, Esso Exploration and Production Natuna, Inc. 7. Pertamina, Esso, 1996, Natuna Gas Project Cost Reduction Result and Plans, Presentation to Technical Evaluation Group Potential Japanese Participation. 8. BPP Teknologi, Pertamina, Esso, Mobil, 1997, Natuna Gas Project Industry Briefing Meeting. 9. PT PALAMEC/KVAERNER, 1997, Natuna Gas Project Presentation. 10. Pertamina. Esso, Mobil, PT PALAMEC/KVAERNER,1997, Natuna Gas Project - Cost Reduction and Optimisation Report - Barge Development Option. 11. Natuna Government Team Meeting, 1998, Natuna Gas Project Concept Review and Optimisation Report. 12. International Gas Union, Interntional Institute of Referigeration, Institute of Gas Technology, 1998, Paper Session, Twelfth International Conference and Exhibition on Liquefied Natural Gas, Perth, West Australia. 13. Pertamina, Esso, Mobil, PT PALAMEC/KVAERNER, 1998, Natuna Gas Project - Cost Reduction and Optimisation Barge Developmen - Exceutive Summary. Training on Project Management and Alliance Strategies, PA Sundrige Park, London UK. Tahun 1997-1998 Peneliti pada kegiatan Pengkajian Rekayasa Pipa Salur Sales dan Waste Gas Proyek Gas Natuna untuk meningkatkan penggunaan Produksi dalam Negeri. Tahun 1998-1999 Peneliti pada kegiatan Pengkajian Rekayasa Peralatan Proses Proyek Gas Natuna dalam usaha peningkatan kandungan lokal RIWAYAT PENULIS Sumartono, lahir di Kediri 11 Oktober 1956. Menyelesaikan program S1 jurusan Teknik Mesin di ITB pada tahun 1983 dengan bidang keahlian Konversi Energi. Tahun 1983-1998 bekerja di Direktorat Pengkajian Industri Mesin dan Elektroteknika BPP Teknologi. Sejak 1998 bekerja di Direktorat Teknologi Alat dan Mesin Industri BPP Teknologi. Tahun 1994-1995 menjadi anggota Tim kandungan Lokal Proyek Gas Natuna dan sejak 1995 menjadi anggota Tim Kerja Pembangunan Prasarana Penunjang Proyek Gas Natuna, Natuna Project adhoc Committee on Procurement Manual, Evaluation Team for Fabrication Offshore Facilities Natuna Gas Project. Pada 3-6 Juli 1995 mengikuti Eleventh International Conference on Liquefied Natural Gas, Birmingham, UK. Tahun 1997 mengikuti 14

LAMPIRAN : Gambar 1. Fasilitas Anjungan Lepas Pantai Proyek Gas Natuna Tahap Awal 960 MSCFD Gambar 2. Diagram Alir Proses Peng olahan Gas Natuna Gambar 3. Diagram Biner Sistem C 1 CO 2 Pengolahan Gas Limbah Proyek Gas Natuna (Sumartono) 15

Gambar 4. Anjungan Injeksi Gambar 5. Area Ladang Gas Natuna dan Aquifer 16